2. Proses Perancah Scaffolding
Gambar Lampiran 2.1 Scaffolder Mulai Memanjat Untuk Pemasangan
Gambar Lampiran 2.2 Scaffolder Berpijak Pada Mobile Scaffolding
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran 2.3 Scaffolding Yang Telah Terpasang Sempurna
Gambar Lampiran 2.4 Tangga Digunakan Untuk Pemasangan Scaffolding
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran 2.5 Scaffolding Yang Telah Terpasang Sempurna
Gambar Lampiran 2.6 Scaffolder Melakukan Pemasangan
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran 2.7 Material Yang Tidak Tertata Rapi
Gambar Lampiran 2.8 Scaffolder Bekerja Diatas Ketinggian
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran 2.9 Material Yang Bertumpuk
Gambar Lampiran 2.10 Pijakan Scaffolding
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran 2.11 Swivel Coupler
Gambar Lampiran 2.12 Scaffolder Menerima Material Dari Bawah
Universitas Sumatera Utara
Gambar Lampiran 2.13 Barricade Selama Pemasangan Scaffolding
Gambar Lampiran 2.13 Full Body Harness
Universitas Sumatera Utara
3. Proses Penggerindaan Grinding
Lampiran Gambar 3.1 Percikan Api Yang Berasal Dari Proses Penggerindaan
Lampiran Gambar 3.2 Penggunaan Face Shield Selama Penggerindaan
Universitas Sumatera Utara
Lampiran Gambar 3.3 Persiapan Proses Penggerindaan
Lampiran Gambar 3.4 Proses Penggerindaan
Universitas Sumatera Utara
Lampiran Gambar 3.5 Proses Penggerindaan Material
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. 2015. Analisa Potensi Bahaya dengan Menggunakan Metode Job Safety Analysis JSA pada Proses Coal Chain di Pertambangan Batubara PT.
Mifa Bersaudara Meulaboh Tahun 2014. Skripsi. Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Australian Standard New Zealand Standard. 2004. Australian StandardNew Zealand Standard Risk Management 4360: 2004. Sydney and Wellington:
Author. Silalahi, B.N.B. 1995. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja . Jakarta:
PT. Pustaka Binaman Pressindo. Betania, V. 2014. Analisis Penilaian Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada Produksi Betaine di PT. Evonik Sumi Asih Tahun 2014. Skripsi. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Cahyanti, W P D. 2013. Risk Assesment Pekerjaan Pengelasan pada Bagian Doubel Bottom Pembangunan Kapal di PT X Surabaya . The Indonesian
Journal of Occupational Safety and Health : Vol 2, 45-51. Cross, et.al.2004. OHS Risk Management Handbook. Australia: Standards
Australia International Ltd. Cross, J. 1998.Risk Management. Australia: University of New South Wales,
Departmen of Safety Sciene Dickson, T. 2001. Calculating Risk : Fines’s Mathematical Formula 30 Years
Later. Australian Journal of Outdooreducation. Direktoral Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja Direktorat
Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. 2008. Himpunan Peraturan Perundang-
Undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Author.
Universitas Sumatera Utara
E. Bird, Jr, Frank and L. Germain. 1985. Practical Loss Control Leadership. International Loss Control Institute.
Fine, W T. 1971. Mathematical Evaluation for Controlling Hazard. Australia: Central Queensland University.
Geller, E., S. 2001. The Physichology of Safety handbook. Washington D.C : Lewis Publisher.
Gusani, A. 2012. Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Penyamakan Kulit X Tahun 2012. Skripsi. Depok : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. Handayani, F. 2013. Penilaian Risiko Keselamatan Kerja dari Bahaya Mekanik
pada Pekerja Pembuat Mebel Kayu di Industri Informal “Indah Jati Furniture” Kota Depok. Skripsi. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Healey, B. J. dan Walker K. T. 2009. Introduction to Occupational Health in
Public Health Practice. San Fransisco: Jossey-Bass. Heinrich H. W. 1980. Industrial Accident Prevention. New York: Mc. Graw Hill
Book Company. HSE
Gov UK.
2011. Five
Steps to
Risk Assesment.
www.hse.gov.ukpubnsindg163.pdf di akses 13 Januari 2016. International Organization for Standarization. 2008. ISO 31000: 2009 Risk
Management. Principle and Guidelines of Implementation. Kolluru, R Et al. 1996. Risk Assesment and Management Handbook for
Environmental, Health and Safety Professionals. United States: McGraw- Hill Inc.
Kurniawidjaja, L M. 2010. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja.Jakarta: UI-Press. Mahendar, F. 2013. Identifikasi Bahaya, Pengendalian Risiko dan Keselamatan
Kerja pada Bagian Bengkel Repair Galangan Kapal dengan Menggunakan Metode Job Safety Analysis JSA di PT. Janata Marina
Universitas Sumatera Utara
Indah, Semarang . Skripsi. Semarang : Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Moleong, L .1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Olii-Kamil, T. 1996. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Bandung : ITB. Pratama, K. 2012. Identifikasi dan Analisis Risiko Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada Area Produksi di Rumah Potong Ayam PT. Sierad Produce, Tbk. Skripsi. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS
18001.Jakarta: Dian Rakyat. . 2010. Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3
OHS Risk Management.Jakarta: Dian Rakyat. Ridley, J., 2008. Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Edisi ketiga, Jakarta:
Erlangga Rijanto, B. 2010. Pedoman Praktis Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Lingkungan K3LIndustri Konstruksi. Jakarta : Mitra Wacana Media. Sahab, S. 1997. Tehnik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
PT. Bina Sumber Daya Manusia. Santoso,G. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Prestasi
Pustaka. Saragih, W L. 2015. Penilaian Risiko Kecelakaan pada Tenaga Kerja Bongkar
Muat di Pelabuhan Teluk Nibung Tanjung Balai Asahan Tahun 2015. Skripsi. Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Universitas Sumatera Utara
Septianingrum, W U. 2011. Penilaian Risiko Keselamatan Kerja pada Proses Pemasangan Ring Kolom dan Pemasangan Bekistingdi Ketinggian pada
Pertambangan Gedung XY oleh PT. X Tahun 2011. Skripsi. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Siahaan, H., 2009. Manajemen Resiko Pada Perusahaan dan Birokrasi, Cetakan Kedua, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Silalahi, B.N.B. 1995. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja . Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Soekidjo, N. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Soeripto, IR. “Job Safety Analysis”. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
Volume XXXI : No. 1 Oktober – Desember 1997. Suardi, R. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
PT. Bina Sumber Daya Manusia. . 2007. Manajemen Risiko – Panduan Penerapan Berdasarkan OHSAS
18001 dan Permenaker 051996, Jakarta: PPM.
Sucofindo, 2008. Identifikasi Potensi dan Faktor Bahaya. Jakarta : PT. Sucofindo. Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R D, Bandung:
Alfabeta. Tarwaka. 2004. Manajemen Risiko. Surakarta: PT Elex Media Komputindo.
. 2004. Manajemen dan Implementasi K3 Di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
. 2008. Manajemen dan Implementasi K3 Di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press
Universitas Sumatera Utara
59
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif observasional untuk mengidentifikasi bahaya dan memberikan penilaian risiko keselamatan dan
kesehatan kerja pada proses modifikasi onshore rig. Identifikasi bahaya dengan menggunakan metode Job Safety Analysis JSA, dipilihnya metode ini karena
peneliti ingin mengidentifikasi bahaya yang berfokus pada interaksi antara pekerja, tugaspekerjaan, alat dan lingkungan. Kemudian penilaian risiko
digunakan dengan menentukan nilai konsekuensi, paparan dan kemungkinan dari setiap bahaya, nilai tersebut lalu dihitung. Metode yang digunakan dalam
menentukan masing-masing nilai tersebut mengacu pada matriks semi kuantitatif Fine. Metode ini dipilih karena memiliki keakuratan lebih tinggi dibandingkan
metode kualitatif.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di PT X Kota Batam Kota Batam. Alasan dipilihnya lokasi ini sebagai tempat penelitian adalah dikarenakan
beberapa hal, yaitu : 1.
Jenis industri ini merupakan salah satu industri yang memiliki banyak hazard pekerjaan dengan risiko yang berbeda-beda,
2. Masih jarangnya penelitian Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3 pada jenis
industri fabrikasi rig.
Universitas Sumatera Utara
3. Adanya kemudahan dan dukungan dari pihak PT X Kota Batam
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2016.
3.3. Objek Penelitian
Objek yang diteliti adalah bahaya dan risiko yang terdapat dalam proses kerja modifikasi rig, yaitu pada proses :
1. Proses pengelasan welding,
2. Proses penggerindaan grinding,
3. Proses perancah scaffolding.
3.4. Instrumen Penelitian
Penelitian ini sesuai dengan standar ASNZS 4360: 2004, adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Identifikasi bahaya, digunakan lembar Job Safety Analysis JSA dan kamera,
2. Penilaian risiko, digunakan metode semi kuantitatif dengan tabel penilaian
risiko Metode Fine.
3.5. Metode Pengumpulan Data
3.5.1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang didapatkan melalui cara yakni :
1. Melalui proses observasi langsung, dilakukan dengan melihat dan
mencermati secara langsung kondisi tempat kerja, cara kerja dan peralatan kerja yang digunakan serta mendokumentasikan dan mencatat
tahapan proses yang dilakukan selama kegiatan produksi berlangsung.
Universitas Sumatera Utara
3.5.2. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam melengkapi penelitian adalah data yang diperoleh dari perusahaan berupa profil perusahaan, SOP Standar
Operasional Prosedur, instruksi kerja, data kecelakaan dan data pendukung lainnya. Selain itu, studi literatur tentang bahaya dan risiko terkait proses
modifikasi rig juga dilakukan untuk mengumpulkan data. Data-data tersebut dapat mendukung dalam penentuan nilai probabilitas, exposure dan konsekuensi
tingkat risiko.
3.6. Definisi Istilah
1. Proses pengelasan welding
:Teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk
dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam
penambah dan menghasilkan sambungan continue.
2. Proses penggerindaan grinding : Proses pengurangan partikel bahan dari
bentuk kasar menjadi ukuran yang lebih halus untuk menyempurnakan proses hasil
pencampuran yang merata dan mengindari segregasi partikel-partikel bahan.
3. Proses perancah scaffolding
: Suatu struktur sementara yang digunakan untuk menyangga manusia dan material
Universitas Sumatera Utara
dalam konstruksi atau perbaikan gedung dan bangunan-bangunan lainnya.
4. Identifikasi bahaya
: Upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan
kerja. 5.
Analisis risiko : Kegiatan untuk menganalisis suatu risiko
dengan cara
menentukan besarnya
kemungkinan dan tingkat keparahan dari konsekuensi suatu bahaya.
5a. Tingkat konsekuensi : Tingkat keparahan dari suatu kejadian
yang terjadi karena adanya bahaya. Terbagi
atas 6
tingkatan yakni,
catastrophe, disaster,
very serious,
important dan noticeable. 5b. Tingkat kemungkinan
: Ukuran kemungkinan terjadinya bahaya yang menyertai suatu kejadianperistiwa.
Terbagi atas 6 tingkatan yakni, almost certain, likely, unusual but possible,
remotely possible,
conceivable dan
practically impossible. 5c. Tingkat paparan
: Frekuensi
pemaparan terhadap
bahayasumber risiko. Terbagi atas 6 tingkatan yakni, continously, frequently,
Universitas Sumatera Utara
occasionally, infrequent, rare dan very rare.
6. Tingkat risiko
: Pengelompokkan tingkat risiko dari hasil perhitungan. Terbagi atas 5 level yakni,
very high, priority 1, substantial, priority 3 dan acceptable.
3.7. Aspek Penilaian
1. Identifikasi bahaya yang terdapat selama proses kerja menggunakan metode
Job Safety Analysis JSA dengan langkah sebagai berikut : 1.
Memilih pekerjaan Job selection, 2.
Menguraikan pekerjaan Job breakdown, 3.
Mengidentifikasi bahaya Hazard identification, 4.
Pengendalian bahaya Hazard control, 5.
Penyajian dalam bentuk lembar Job Safety Analysis JSA. 2.
Untuk memberikan penilaian risiko pada setiap bahaya yang sudah teridentifikasi diberikan nilai dengan menggunakan tabel penilaian risiko
semikuantitatif dari Metode Fine untuk mendapatkan kategori tingkat risikonya level of risk. Berdasarkan Jean Cross 2004, tabel penilaian risiko
semikuantitatif adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Kriteria dan nilai dari faktor consequences
Faktor Tingkatan
Deskripsi Rating
Catastrophe Kerusakan fatalparah beragam fasilitas lebih dari 1 juta,
aktivitas dihentikan,
terjadi kerusakan lingkungan yang sangat
luas 100
Universitas Sumatera Utara
Consequence akibat yang
mungkin ditimbulkan
dari
suatu kejadian atau
peristiwa Disaster
Kematian, kerusakan permanen yang
bersifat lokal
terhadap lingkungan, kerugian 500.000-
2.000.000 50
Very Serious
Terjadi cacat permanenpenyakit parah, kerusakan lingkungan yang
tidak permanen, dengan kerugian 50.000-500.000
25
Serious Terjadi dampak yang serius tapi
bukan cedera dan penyakit parah yang permanen, sedikit berakibat
buruk pada lingkungan, dengan kerugian 5.000-50.000
15
Important Membutuhkan penanganan medis,
terjadi emisi buangan di lokasi tetapi
tidak mengakibatkan
kerusakan, dengan kerugian 500-5.000
5
Noticeable Terjadi cedera atau penyakit
ringan, memar bagiah tubuh, kerusakan kecil kurang dari 500,
kerusakan ringan atau terhentinya proses kerja sementara waktu,
tetapi
tidak mengakibatkan
pencemaran luar lokasi 1
Tabel 3.2 Kriteria dan nilai dari faktor exposure
Faktor Tingkatan
Dekripsi Rating
Exposure paparan
frekuensi pemaparan
terhadap bahaya
atau sumber
risiko Continously
Sering terjadi dalam satu hari 10
Frequently Terjadi kira-kira satu kali dalam
sehari 6
Occasionally Terjadi satu kali seminggu
sampai satu kali sebulan 3
Infrequent Satu kali dalam sebulan sampai
satu kali dalam setahun 2
Rare Jarang terjadinya
1 Very rare
Tidak diketahui kapan terjadinya 0,5
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.3 Kriteria dan nilai dari faktor probability
Setelah mendapatkan masing-masing nilai dari consequences, probabilty dan exposure, kemudian dihitung tingkat risiko level of risk dengan rumusan sebagai
berikut:
Risk score = Consequence x Probability x Exposure
Hasil perhitungan tersebut kemudian disesuaikan dengan tabel tingkat risiko sebagai berikut :
Tabel 3.4 Levelprioritas risiko
Tingkat risiko Comment
Action
350 Very high
Penghentian aktivitas, risiko dikurangi hingga mencapai
batas yang dapat diterima
180-350 Priority 1
Perlu dilakukan
penangan secepatnya
70-180 Substantial
Mengharuskan ada perbaikan secara teknis
20-70 Priority 3
Perlu diawasi
dan diperhatikan
secara berkesinambungan
20 Acceptable
Intensitas kegiatan
yang menimbulkan risiko dikurangi
Faktor Tingkatan
Dekripsi Rating
Probability kemungkinan
terjadinya bahaya yang
menyertai suatu kejadian
atau peristiwa Almost certain
Kejadian yang paling sering terjadi
10 Likely
Kemungkinan terjadi kecelakaan 50
6 Unusual but
possible Tidak biasa namun memiliki
kemungkinan terjadi 3
Remotely possible
Suatu kejadian yang sangat kecil kemungkinan terjadinya
1 Conceivable
Tidak pernah terjadi kecelakaan dalam tahun-tahun pemaparan
tetapi mungkin terjadi 0,5
Practically impossible
Sangat tidak mungkin terjadi 0,1
Universitas Sumatera Utara
seminimal mungkin
3.8. Analisis Data
Data yang telah diperoleh akan diidentifikasi dan diberikan penilaian risiko keselamatan dan kesehatan kerja secara deskriptif pada setiap proses pengelasan
welding, proses penggerindaan grinding dan proses perancah scaffolding.
Kemudian data tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel.
Universitas Sumatera Utara
67
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum PT X Kota Batam
PT X Kota Batam didirikan pada tahun 2007 dan terletak di Unit S-12 Kav A-19F, Jl. Hang Kesturi IIIB, Kabil Industrial Estate Batam. PT X
merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam industri minyak dan gas oil and gas serta termasuk dalam salah satu perusahaan group PT Citra Tubindo
Tbk . Kegiatan utama perusahaan ini adalah pekerjaan fabrikasi untuk industri minyak dan gas termasuk industri petrokimia, seperti fabrikasi anjungan minyak
dan gas, structures, modules dan pipe spools. Kegiatan lainnya adalah konversi modifikasi dan renovasi rig onshore dan offshore dari ukuran kecil hingga
menengah yang ditargetkan juga untuk industri minyak dan gas. Sejak didirikan tahun 2007, PT X telah menyelesaikan berbagai proyek
yakni Bluestone Topaz Deepwater Geotechnical Vessel, Vik Sandvik Norce Offshore, Leighton International , Rigid Extension Undersea Pipe Laying Stinger
Section II Leighton Eclipse, Gorgon Project Barrow Island LNG Plant, South Mahakam Field Development, Jinqiu TPO Feed Projec,DS 8 DS 9 Rig.
Dalam menunjang produksi untuk menghasilkan produk yang berkualitas PT X memiliki fasilitas dan peralatan yang menunjang :
1. 5000 m
2
area kerja, 2.
750 m
2
area blasting, 3.
50ft x 60ft test pad, 4.
3 hektar area terbuka,
Universitas Sumatera Utara
68
5. Mesin pengelasan 75 unit,
6. Kompressor 3 unit dengan tekanan udara 12 Bar175 Psi,
7. Forklift 2 unit,
8. CNC 1 unit,
9. Emergency Generator 1 unit dsb.
Berikut adalah denah kawasan perkantoran maupun workshop berlangsungnya proses produksi :
Gambar 4.1 Area Kawasan PT X Kota Batam
Sumber : PT X Kota Batam
Selain itu, untuk menunjang pengiriman produk melalui jalur laut PT X bekerja sama dengan PT Citranusa Kabil, dimana terdapat fasilitas yakni 3
pelabuhan yaitu Berth 1, Berth 2 dan Berth 3. Sertifikasi yang sudah diperoleh oleh PT X Kota Batam adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
69
1. ISO 9001: 2008 DNV Sertifikasi Manajemen Mutu,
2. ISO 14001 Sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan,
3. ISOTS-29001Sertifikasi Manajemen Mutu Minyak dan Gas,
4. API 4 F Sertifikasi American Patroleum Institute,
5. ASME U, U2 R WORKSHOP
6. SMK 3 PP NO 50 Tahun 2012, dengan peringkat Golden Flag,
7. Oil and Gas Certfication For Integrated Engineering Services.
4.2. Visi dan Misi PT X Kota Batam
1. Visi PT X Kota Batam
“To be the prefered fabricator and manufacturer of structural platforms, modules and equipment in the oil and gas industries”
2. Misi PT X Kota Batam
“To be innovative partner for the oil gas, energy and process industry”
4.3. Struktur Organisasi PT X Kota Batam
Untuk mendukung operasional kerja dari PT X Kota Batam, perusahaan ini memiliki beberapa departemen berdasarkan kebutuhan dalam menjalankan teknis
perusahaan dimana tanggung jawab tertinggi perusahaan ini di pimpin oleh General Manager.
Berikut struktur organisasi PT X Kota Batam Tahun 2016 :
Universitas Sumatera Utara
70
Gambar 4.2 Struktur Organisasi PT X Kota Batam tahun 2016
Sumber : PT X Kota Batam
4.4. Kebijakan Mutu, Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan
K3LQHSE PT X Kota Batam
1. Patuh terhadap hukum dan persyaratan internasional, nasional dan lokal
yang sesuai dengan perusahaan,
2. Memenuhi persyaratan pelanggan dan spesifikasi lain yang diketahui,
3. Menyediakan kondisi kerja yang baik, aman, sehat dan ramah lingkungan,
4. Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dengan menjaga dan
memonitor proses, limbah dan emisi,
5. Melakukan peningkatan berkelanjutan terhadap efektifitas sistem
manajemen,
Universitas Sumatera Utara
71
6. Menyediakan pelatihan, sumber daya dan support yang dibutuhkan untuk
pekerja yang berhubungan langsung dengan mutu produk untuk menjamin
persyaratan kompetensi mereka terpenuhi dan terpelihara,
7. Menjaga kepuasan pelanggan melalui pengiriman barang bermutu yang
tepat waktu dengan harga yang bersaing untuk menciptakan pengulangan
pemesanan dan penciptaan bisnis baru. 4.5.
HSE Health Safety Environment Departement 4.5.1.
Struktur Organisasi HSE Department
Berikut adalah struktur organisasi di HSE Departement PT X Kota Batam:
Gambar 4.3 Struktur Organisasi HSE Departement
Sumber : PT X Kota Batam
Departemen HSE merupakan departemen yang berada dibawah tanggung jawab QHSE yang terbagi atas dua departemen yakni QC Quality Control dan
HSE. QHSE bertanggung jawab memberikan laporan yang terkait dengan deskripsi kerjanya kepada general manager. Departemen HSE terdiri dari HSE
Supervisor sebagai kepala departemen dan pemegang kekuasaan tertinggi untuk
Universitas Sumatera Utara
72
departemen ini. HSE Engineer merupakan bagian dari departemen ini yang bertanggung jawab atas perancangan manajemen K3 serta merancang dan
mempersiapkan pelaporan untuk departemen HSE. Untuk tugas di lapangan workshop HSE Supervisor dibantu oleh HSE Spescialist yang bertugas untuk
memberikan pelatihan dasar mengenai K3 di perusahaan untuk pekerja, selain itu untuk mengawasai berlangsungnya proses produksi agar sesuai dengan K3
terdapat HSE Officer yang bertugas di masing-masing workshop.
4.5.2. Program HSE Department
1. Program Kesehatan
a. Pemeriksaan kesehatan berkala,
b. Perlengkapan P3K,
c. Evakuasi medis Medical Evacuation,
d. Ruang P3K,
e. Rehabilitasi kesehatan,
f. Program kesehatan kerja yang terkait dengan bahaya di lingkungan
kerja, g.
Identifikasi bahan kimia dengan Material Safety Data Sheet, h.
Kawasan Tanpa Rokok, i.
Drug and Alcohol Test, j.
Housekeeping, k.
Kampanye larangan penggunaan obat-obatan terlarang, alkohol dan barang selundupan.
Universitas Sumatera Utara
73
2. Program Keselamatan
a. Safety Training, Orientation, Induction Communication,
b. Keselamatan kerja subkontraktor,
c. P2K3,
d. Inspeksi dan audit,
e. Pelaporan kecelakaan kerja,
f. HSE Performance dan statistik,
g. Alat pelindung diri APD,
h. Seragam kerja sesuai aktfitas kerja,
i. Work permit,
j. Pencegahan kebakaran,
k. Safety Tool Box
l. HSE Alert,
m. Sistem tanggap darurat,
n. Bahan material dan penyimpanan,
o. Perilaku Berbasis Aman Behavior Base Safety Program,
p. Observation card,
q. Industrial Hygiene,
r. Kesehatan lingkungan.
4.6. Proses Modifikasi Onshore Rig di PT X Kota Batam
Secara umum proses modifikasi onshore rig melalui beberapa tahap dari proses awal hingga rig di release. Sesuai dengan uraian pada latar belakang,
Universitas Sumatera Utara
74
dikarenakan pengerjaan proyek yang masih berjalan 3 bulan hanya beberapa yang terlaksana. Adapun proses modifikasi onshore rig sebagai berikut :
4.6.1. Proses Pengelasan Welding
Proses pengelasan yang paling umum, terutama untuk mengelas baja yaitu memakai energi listrik sebagai sumber panas. Pengelasan dengan menggunakan
energi listrik yang paling banyak digunakan adalah las busur listrik. Las elektroda terbungkus atau pengelasan busur listrik logam terlindung Shield Metal Arc
Welding atau SMAW merupakan salah satu jenis yang paling sederhana dan paling canggih untuk pengelasan baja struktural. Jenis las ini merupakan jenis las
yang paling banyak digunakan di PT X Kota Batam. Pemanasan dilakukan dengan busur nyala listrik antara elektroda yang dilapis dan logam yang akan disambung
kemudian akan menjadi satu dan membeku bersama. Dalam cara pengelasan SMAW digunakan kawat elektroda logam yang dibungkus dengan fluks.
Dalam proses pengelasan baja juga memperhatikan posisi pengelasan, dimana ada beberapa posisi dalam pengelasan yakni posisi pengelasan di bawah
tangan, posisi pengelasan mendatar, posisi pengelasan tegak, dan posisi pengelasan di atas kepala. Sebelum melakukan proses pengelasan, welder harus
mendapatkan instruksi pekerjaan yang akan dilakukan yang terdapat pada Welding Procedure Spesification WPS
4.6.2. Proses Penggerindaan Grinding
Proses penggerindaan merupakan proses yang tidak terlepas dari proses pengelasan. Proses penggerindaan grinding baja PT X Kota Batam
menggunakan mesin gerinda tangan. Dimana, penggerindaan digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
75
memperhalus mengikis permukaan baja atau besi setelah dilakukannya pengelasan dengan ukuran ketelitian yang tinggi. Mesin gerinda tangan
menggunakan rodadisk gerinda yang memiliki kode sesuai dengan peruntukkan pada material.
4.6.3. Proses Perancah Scaffolding
Proses perancah scaffolding adalah proses pendirian bongkar pasang perancah untuk mendukung aktifitas konstruksi. Scaffolding merupakan alat bantu
yang dapat dipasang dan dilepas kembali dalam proses pekerjaan konstruksi dan berfungsi sebagai alat bantu untuk menggapai sisi bangunan yang tinggi. Dalam
pendirian dan pemasangan scaffolding di sekitar area pemasangan dipasang barikade untuk menghindari terjadinya kondisi yang membahayakan bagi pekerja
lain. Peralatann yang digunakan dalam proses scaffolding diantaranya : 1.
Pipa tubular yang berdiameter 2,5 cm, 2.
Papan, 3.
Double coupler, 4.
Sleeve joint, 5.
Putlog coupler, 6.
Beam clamp, 7.
Swivel coupler, 8.
Tangga.
Universitas Sumatera Utara
76
4.7. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Pada Modifikasi Onshore Rig
di PT X Kota Batam Tahun 2016
Identifikasi bahaya dilakukan dengan memperhatikan interaksi antara pekerja, tugaspekerjaan, alat dan lingkungan. Untuk mempermudah dalam
mengidentifikasi bahaya pada setiap proses, digunakan Job Safety Analysis sehingga setiap tahapan dari proses modifikasi onshore rig diuraikan. Kemudian
dari setiap tahapan tersebut dapat diidentifikasi bahaya keesehatan dan keselamatan kerja secara sistematis.
Setelah dilakukan identifikasi bahaya dengan mengurutkan secara sistematis tahapan pekerjaan dan mendapatkan potensi bahaya yang terdapat dalam setiap
tahapan tersebut, lalu dilakukan penentuan tingkat risiko dengan melakukan analisa risiko yakni memberikan penilaian terhadap keparahan, kemungkinan dan
pajanan. Pemberian skor analisa dan tingkat risiko sesuai dengan teori dari Metode Fine.
Universitas Sumatera Utara
77
4.7.1. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Modifikasi Onshore Rig pada Proses Pengelasan Welding di PT X Kota Batam
Tahun 2016
Berikut ini merupakan hasil identifikasi bahaya pada proses pengelasan welding dengan menggunakan Job Safety Analysis dan penilaian risiko dengan menggunakan metode semikuantitatif :
Tabel 4.1 Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Modifikasi Onshore Rig pada Proses Pengelasan Welding di PT X Kota
Batam Tahun 2016.
No Tahapan
Bahaya Analisis Risiko
Tingkat Risiko Pengendalian
C P
E
1. Mempersiapkan peralatan
dan material bajabesi yang akan di las.
Tergores 1
3 10
Priority 3 30
Menggunakan safety gloves yang telah disediakan.
Tersandung kabel 1
6 10
Priority 3 60
Merapikan jalur yang dilewati kabel agar tidak terlilit.
Kaki tertimpa material
1 6
6 Priority 3 36
Memperhatikan posisi
pada saat
mengangkat dan menggunakan safety shoes.
Kebisingan 1
1 10
Acceptable 310
Menggunakan ear plug selama berada di workshop.
2. Menyambungkan arde
ground pada benda kerja.
Tersengat Tersetrum listrik
15 6
10 Very high 900
Pemeriksaan rutin
kabel yang
terkelupas. Kebisingan
1 1
10 Acceptable 10
Menggunakan ear plug selama berada di workshop.
3. Tersengattersetrum
listrik 15
6 10
Very high 900
Pemeriksaan rutin
kabel yang
terkelupas dan tidak menghidupkan mesin dengan tangan yang basah.
Universitas Sumatera Utara
78
Menghidupkan sumber listrik yang berasalah dari
generator ACDC serta menyesuaikan ampere.
Tersandung kabel 1
0,5 10
Acceptable 5
Merapikan posisi kabel agar tidak terlilit.
Kebisingan 1
1 10
Acceptable 10
Menggunakan ear plug selama berada di workshop.
Korsleting 25
1 3
Substantial 75
Tidak meletakkan generator diatas genangan air.
Kebakaran 25
0,5 3
Priority 3 37,5
Tidak meletakkan generator diatas genangan air dan tidak meletakkan
bahan kimia mudah meledak di dekat generator.
4. Melakukan proses
pengelasan. Terjepit holder
1 3
10 Priority 3 30
Memposisikan tangan
berlawanan dengan elektrode yang dijepit.
Tersengattersetrum listrik
15 6
10 Very high 900
Pemeriksaan rutin
kabel dan
menggunakan safety gloves sebagai isolator.
Metal fume fever 5
10 10
Very high 500
Memastikan terdapat pertukaran udara melalui ventilasi dan menggunakan
APD berupa kedok pernapasan.
Iritasi kulit dan mata yang berasal
dari sinar UV 5
6 10
Priority 1 300
Menggunakan APD berupa pakaian coverall, kacamata dan kedok las serta
helm las.
Sinar inframerah 5
6 10
Priority 1 300
Menggunakan APD berupa kedok las dan helm las.
Kelelahan mata 1
6 10
Acceptable 60 Menggunakan kacamata.
Ledakan -100
-0,1 -10
Substantial 100
Tidak meletakkan bahan kimia di dekat proses pengelasan.
Universitas Sumatera Utara
79
Terkena spark atau spatter
1 10
10 Substantial 100
Menggunakan helm las dan kedok las yang dilengkapi kaca penyaring
Kelelahan otot 1
10 10
Substantial 100
Melakukan peregangan otot stretching ketika selesai melakukan aktivitas dan
istirahat
Kebisingan 1
1 10
Acceptable 10
Menggunakan ear plug selama berada di workshop
5. Mendinginkan material
baja besi yang telah di las.
Terkena material yang masih panas
1 6
10 Priority 3 60
Menggunakan APD berupa safety gloves
Tersandung kabel 1
0,5 10
Acceptable 5
Merapikan posisi kabel agar tidak terlilit
Kebisingan 1
1 10
Acceptable 10
Menggunakan ear plug selama berada di workshop
6. Membersihkan material
dengan chipping hammer. Terpukul chipping
hammer 1
6 10
Priority 3 60
Memperhatikan dan berkonsentrasi pada saat memukul dengan chipping
hammer
Tergores material tajam
1 3
10 Priority 3 30
Menggunakan APD berupa safety gloves
Kebisingan 1
1 10
Acceptable 10
Menggunakan ear plug selama berada di workshop
7. Memutuskan sumber
energi listrik ACDC. Tersandung kabel
1 0,5
10 Acceptable 5
Merapikan posisi kabel agar tidak terlilit.
Tersengattersetrum listrik
15 6
10 Very high 900
Pemeriksaan rutin kabel dan menggunakan safety gloves sebagai
isolator
8. Memindahkan material
yang telah selesai dil las. Tertimpa material
1 5
10 Priority 3 50
Memperhatikan prosedur pada saat mengangkat dan menggunakan safety
shoes
Universitas Sumatera Utara
80
Tergores material tajam
1 3
10 Priority 3 30
Menggunakan safety gloves 9.
Membersihkan area kerja. Terhirup gram sisa
pengelasan 5
3 10
Subtantial 150 Menggunakan masker.
Tertusuk material tajam
1 6
10 Priority 3 60
Menggunakan safety gloves
Keterangan : C
= Consequences Keparahan P
= Probability Kemungkinan E
= Exposure Pajanan
Universitas Sumatera Utara
81
Proses pengelasan merupakan proses pekerjaan inti dalam fabrikasi modifikasi onshore rig. Dalam pengerjaannya digunakan sebanyak 6 workshop,
dimana dalam proses pengelasan di bagi menjadi beberapa team yang beranggotakan 10-15orang welder yang dipimpin oleh seorang Welder Foreman.
Proses pengelasan welding terdiri dari 9 tahapan pekerjaan yang setiap tahapan tersebut memiliki bahaya hazard yang sama maupun berbeda.
Pada proses pengelasan welding terdapat 9 tahapan pekerjaan, dimana ditemukan 33 bahaya. Tingkat risiko dari ke-33 bahaya tersebut terdiri dari 10
30 potensi bahaya yang berada dalam kategori terendah acceptable.Selain itu, tingkat risiko tertinggi very high terdapat pada 5 15 potensi bahaya selama
proses pengelasan welding. Berikut diagram yang menunjukkan persentase tingkat risiko pada proses pengelasan welding di PT X Kota Batam Tahun 2016
:
Gambar 4.4 Persentase Tingkat Risiko pada Proses Pengelasan Welding di PT X Kota Batam Tahun 2016
30
34 15
6 15
Persentase Tingkat Risiko pada Proses Pengelasan Welding di PT X Kota Batam Tahun 2016
1 acceptable 2 priority 3
3 substantial 4 priority 1
5 very high
Universitas Sumatera Utara
82
Bahaya yang teridentifikasi dan setelah dilakukan penilaian risiko terdapat 5 bahaya dominan yang termasuk dalam tingkat risiko very high yakni tersetrum
tersengat listrik pada tahapan menyambungkan arde ground pada benda kerja, menghidupkan sumber listrik yang berasal dari generator ACDC serta
menyesuaikan ampere, melakukan proses pengelasan dan memutuskan sumber energi listrik ACDC, dengan jumlah skor perkalian yang didapatkan 900. Selain
itu, bahaya Metal fume fever pada tahapan melakukan proses pengelasan juga memiliki tingkat risiko very high dengan skor 500.
Universitas Sumatera Utara
83
4.7.2. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Modifikasi Onshore Rig pada Proses Penggerindaan Grinding di PT X Kota
Batam Tahun 2016
Berikut ini merupakan hasil identifikasi bahaya pada proses penggerindaan grinding dengan menggunakan Job Safety Analysis dan penilaian risiko dengan menggunakan metode semikuantitatif :
Tabel 4.2 Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Modifikasi Onshore Rig pada Proses Penggerindaan Grinding di PT X Kota
Batam Tahun 2016.
No Tahapan
Bahaya Analisis Risiko
Tingkat Risiko Pengendalian
C P
E
1. Mempersiapkan peralatan
dan material yang akan di gerinda
Tertimpa material 1
3 10
Priority 3 30
Menggunakan APD yakni safety shoes. Tergores material
1 3
10 Priority 3 30
Menggunakan APD yakni safety gloves.
Kebisingan 1
1 10
Acceptable 10
Menggunakan ear plug selama berada di workshop.
2. Menyetel batu disk
gerinda dan menyalakan sumber listrik.
Tergores disk gerinda
1 6
10 Priority 3 60
Menggunakan safety gloves. Tersengat listrik
5 3
10 Subtantial 150
Pemeriksaan rutin kabel yang terkelupas.
Kebisingan 1
1 10
Acceptable 10
Menggunakan ear plug selama berada di workshop.
3. Proses penggerindaan
Terkena gram 1
10 10
Subtantial 100
Menggunakan safety shield.
Universitas Sumatera Utara
84
material baja besi Tertimpa material
1 3
10 Priority 3 30
Menggunakan APD yakni safety shoes. Kebisingan
1 6
10 Priority 3 60
Menggunakan ear plug selama berada di workshop.
Tersetrum listrik 5
3 10
Subtantial 150
Pemeriksaan rutin
kabel yang
terkelupas. Terpotong
25 3
10 Very high 750
Mematuhi prosedur penggerindaan dan konsentrasi
pada saat
proses berlangsung.
Terkena pecahan disk
25 3
10 Very high 750
Memastikan prosedur pemasangan disk dan mematuhi prosedur selama proses
berlangsung.
Kebakaran 25
0,1 10
Priority 3 25
Housekeeping dan tidak meletakkan bahan kimia yang mudah meledak
didekat lokasi penggerindaan. Carpal Tunnel
Syndrome Hand Arm Vibration dan
nyeri otot 1
3 10
Priority 3 30
Pengaturan jadwal
kerja dan
penggunaan sarung tangan yang dapat meredam getaran.
4. Tahap akhir yakni
mematikan mesin gerinda melepaskan batudisk
gerinda Tergores
1 3
10 Priority 3 30
Menggunakan APD yakni safety gloves.
Terhirup debugram 1
6 10
Priority 3 60
Menggunakan masker yang dapat mencegah masuknya partikel debu atau
gram.
Kebisingan 1
1 10
Acceptable 10
Menggunakan ear plug selama berada di workshop.
Universitas Sumatera Utara
85
Proses penggerindaan grinding di PT X Kota Batam dilakukan seiring dengan proses pengelasan maupun tersendiri dari proses pengelasan dengan tujuan
untuk mengikis permukaan baja atau besi sehingga rata. Proses ini dilakukan oleh pekerja grinding atau disebut fitter. Proses penggerindaan dilakukan disetiap
workshop mulai dari workshop 1-6. Pada proses penggerindaan grinding terdapat 4 tahapan pekerjaan dari
awal hingga selesai. Pada tahapan tersebut ditemukan 17 potensi bahaya yang memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda. Terdapat 3 17 potensi bahaya yang
berada dalam tingkat risiko terendahacceptable yakni kebisingan yang terdapat pada ketiga tahapan. Selanjutnya, untuk kategori tingkat risiko tertinggivery high
terdapat sebanyak 2 12 potensi bahaya yakni terpotong tangan dan terkena pecahan disk. Berikut diagram yang menunjukkan persentase tingkat risiko pada
proses penggerindaan grinding di PT X Kota Batam Tahun 2016 :
Gambar 4.5 Persentase Tingkat Risiko pada Proses Penggerindaan Grinding di PT X Kota Batam Tahun 2016
17
53 18
12
Persentase Tingkat Risiko pada Proses Penggerindaan Grinding di PT X Kota Batam
1 Acceptable 2 Priority 3
3 Substantial 4 Priority 1
5 Very high
Universitas Sumatera Utara
86
Pada proses ini potensi bahaya terpotongnya tangan selama tahapan proses penggerindaan material baja besi dapat menyebabkan kecacatan bagi pekerja
sehingga dalam penilaian risiko, bahaya ini termasuk dalam kategori very high dengan nilai skor hasil perkalian ialah 750. Terkena pecahan disk gerinda selama
tahapan penggerindaan besi baja juga memiliki risiko kategori very high dengan skor hasil perkalian 750.
Universitas Sumatera Utara
87
4.7.3. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Modifikasi Onshore Rig pada Proses Perancah Scaffolding di PT X Kota Batam
Tahun 2016
Berikut ini merupakan hasil identifikasi bahaya pada proses perancah scaffolding dengan menggunakan Job Safety Analysis dan penilaian risiko dengan menggunakan metode semikuantitatif :
Tabel 4.3 Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Modifikasi Onshore Rig pada Proses Perancah Scaffolding di PT X Kota
Batam Tahun 2016.
No Tahapan
Bahaya Analisis Risiko
Tingkat Risiko Pengendalian
C P
E
1. Memeriksa lokasi kondisi
dasar dan ketinggian pemasangan scaffolding
Kebisingan 1
3 6
Priority 336
Menggunakan ear plug selama bekerja di workshop.
2 Menyiapkan material,
ukuran, dan lokasi erection pemasangan
Tertimpa material 5
3 6
Subtantial 90
Memperhatikan prosedur
ketika membawa material dan menggunakan
safety shoes. Tersandung
material 1
6 6
Priority 336
Melakukan housekeeping agar material yang akan dipasang tersusun rapi.
Kelelahan otot dan Low Back Pain
1 10
6 Substantial 60
Istirahat dan melakukan peregangan otot stretching.
Kebisingan 1
3 6
Acceptable 18
Menggunakan ear plug selama bekerja di workshop.
3. Barricade lokasi
pemasangan scaffolding Tersandung
material 1
6 6
Priority 336
Melakukan housekeeping agar material yang akan dipasang tersusun rapi.
Universitas Sumatera Utara
88
Kebisingan 1
3 6
Acceptable 18
Menggunakan ear plug selama bekerja di workshop.
4. Erection pemasangan
scaffolding Tertimpa material
dan peralatan 15
6 6
Very high 540
Menggunakan safety helmet dan tidak melempar material atau peralatan.
Terjatuh dari ketinggian
25 3
6 Very high 450
Menggunakan full body harness. TergelincirTerpele
set saat memanjat 5
6 6
Priority 1 180
Memperhatikan dan
mematuhi prosedur dalam memanjat.
Kelelahan otot kram
1 6
6 Priority 3 36
Istirahat dan melakukan peregangan otot stretching.
Kebisingan 1
3 6
Acceptable 18
Menggunakan ear plug selama bekerja di workshop.
Tersengat listrik 15
0,5 6
Priority 3 45
Mematuhi prosedur
pemasangan scaffolding jika terdapat kabel listrik.
Scaffolding roboh atau terjatuh
25 3
6 Very high 450
Memastikan prosedur
pemasangan terpenuhi,
memeriksa kekuatan
scaffolding dan fullbody harness. 5.
Penyelesaian Terjatuh saat turun
25 3
6 Very high 450
Memperhatikan langkah kaki saat menuruni scaffolding.
Universitas Sumatera Utara
89
Proses perancah scaffolding yakni memasang struktur bangunan sementara untuk menunjang pekerjaan fabrikasi lainnya pada ketinggian seperti
proses pengelasan, penggerindaan dan lain sebagainya. Proses perancah dilakukan oleh team yang beranggotakan 3-4 orang scaffolder. Tahapan pekerjaan proses
perancah dimulai dari awal hingga pekerjaan selesai. Di PT X Kota Batam scaffolder wajib memiliki sertifikasi telah mengikuti pelatihan scaffolding. Hal ini
disebabkan scaffolding merupakan suatu pekerjaan pada sektor konstruksi yang memiliki risiko tinggi, sehingga pekerja memerlukan pelatihan agar mengetahui
prosedur pemasangan dan paham mengenai potensi bahaya yang nantinya diharapkan dapat melakukan pekerjaannya sesuai dengan aspek keselamatan dan
kesehatan kerja. Selama observasi proses perancah scaffolding diketahui terdapat 5 tahapan
pekerjaan, proses ini memiliki 15 potensi bahaya. Sebanyak 3 20 potensi bahaya termasuk dalam kategori tingkat risiko terendah acceptable. Selanjutnya,
kategori risiko tertinggivery high terdapat pada 4 27 potensi bahaya.
Universitas Sumatera Utara
90
Berikut diagram yang menunjukkan persentase tingkat risiko pada proses perancah Scaffolding di PT X Kota Batam Tahun 2016 :
Gambar 4.6 Persentase Tingkat Risiko pada Proses Perancah Scaffolding di PT X Kota Batam Tahun 2016
Pekerjaan scaffolding merupakan pekerjaan yang berhubungan dengan ketinggian. Oleh karena itu, bahaya dengan risiko very high perlu diperhatikan
agar ditentukan pengendalian yang sesuai. Adapun bahaya dengan kategori tingkat risiko very high tersebut ialah tertimpa material pada saat tahapan
pemasangan scaffolding dengan skor hasil perkalian 540, terjatuh dari ketinggian pada tahapan pemasangan dengan skor hasil perkalian 450, robohnya scaffolding
sehingga scaffolder dapat terjatuh pada saat pemasangan scaffolding dengan skor hasil perkalian 450 dan pada saat penyelesaian bahaya terjatuhnya scaffolder pada
saat akan turun dengan skor hasil perkalian 450.
20
33 13
7 27
Persentase Tingkat Risiko pada Proses Perancah Scaffolding di PT X Kota Batam
1 acceptable 2 priority 3
3 substantial 4 priority 1
5 very high
Universitas Sumatera Utara
91
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Modifikasi Onshore
Rig di PT X Kota Batam Tahun 2016
Identifikasi bahaya merupakan langkah pertama sebelum melakukan penilain risiko. Beberapa teknik telah berkembang untuk melakukan identifikasi
bahaya dimulai dari teknik pasif, teknik semi proaktif dan teknik proaktif. Dari beberapa teknik tersebut teknik proaktif merupakan teknik terbaik. Job Safety
Analysis JSA ialah salah satu teknik yang bersifat proaktif. Dalam Job Safety Analysis setiap proses diuraikan menjadi beberapa tahapan pekerjaan untuk
mengidentifikasi bahayanya. Menurut Ramli 2010, dengan menggunakan Job Safety Analysis
potensi bahaya dapat dianalisis yang terdapat pada sistem kerja, lingkungan kerja dan prosedur serta manusia sebagai pekerjanya, serta dapat memberikan perbaikan
atau cara pencegahan terhadap kecelakaan kerja pada suatu pekerjaan. Bahaya yang teridentifikasi pada setiap tahapan proses di lakukan
penilaian risiko untuk mengetahui tingkat risiko dari tahapan tersebut. Penilaian risiko dibuat dengan mengalikan faktor dampak consequence, pajanan
exposure dan kemungkinan likehood. Berdasarkan Ramli 2010, telah membandingkan teknik penilaian risiko
kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif. Teknik semi kuantitatif termasuk jenis risk matrix, dimana memiliki keunggulan yaitu dapat digunakan dengan biaya
yang rendah, mudah diaplikasikan, waktu yang diperlukan untuk memberikan
Universitas Sumatera Utara
penilaian risiko relatif cepat. Selain itu, teknik ini sesuai untuk fasilitas yang sederhana dan tidak rumit. Tingkat likelihood probability disajikan dalam bentuk
beberapa deskripsi.
5.1.1. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Modifikasi Onshore Rig
pada Proses Pengelasan Welding di PT X Kota Batam Tahun 2016
Juru las welder dalam melakukan pengelasan memulai dengan mempersiapkan peralatan maupun material yang akan disambung dengan
menggunakan metode pengelasan SMAW Shielded Metal Arc Welding, material yang akan di las harus sesuai dengan spesifikasi yang terdapat pada WPS
Welding Procedure Spesification. Bahaya tersetrum tersengat listrik teridentifikasi di beberapa tahapan proses pengelasan welding.
Pada tahapan menyambungkan arde ground yang berfungsi untuk penyalur medan listrik dari mesin las ke benda kerja bahaya yang dapat terjadi
yakni bahaya listrik seperti tersengat tersetrum. Bahaya ini dapat terjadi apabila terdapat kabel las yang terkelupas kemudian tersentuh oleh welder.
Menurut ILO 2013, arus kejut listrik yang mengenai tubuh dapat menimbulkan berhentinya fungsi jantung serta menghambat pernapasan, panas
yang ditimbulkan dapat menyebabkan kulit atau tubuh terbakar, menimbulkan pendarahan serta gangguan saraf dan gerakan spontan akibat terkena arus listrik,
dapat mengakibatkan cedera lain seperti terjatuh atau terkena tersandung benda lain .
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.1 Kabel Las yang Terkelupas
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Menghidupkan sumber listrik yang berasal dari generator dapat berpotensi menyebabkan bahaya tersengat listrik bagi pekerja. Welder dapat tersetrum listrik
apabila menghidupkan listrik tanpa menggunakan sarung tangan. Selain itu, keadaan sarung tangan yang basah dapat menjadi penghantar listrik sehingga
welder dapat tersetrum. Selama proses pengelasan material potensi bahaya tersengat tersetrum
listrik dapat terjadi dikarenakan jenis las SMAW merupakan jenis pengelasan yang menggunakan energi listrik sebagai sumber panas. Kondisi apabila kabel
terkelupas dapat memberikan kemungkinan lebih besar bagi welder terkena potensi bahaya ini. Kabel pengelasan dapat terkelupas dikarenakan kabel selalu
bergesekan dengan permukaan workshop yang terbuat dari semen dengan
Universitas Sumatera Utara
permukaan yang kasar. Sehingga secara perlahan, kabel dapat terkelupas. Adapun arus yang digunakan untuk proses pengelasan yakni berkisar 80-200 Ampere.
Inspeksi pengawasan terhadap kabel pengelasan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya bahaya ini.
Sesuai dengan teori Hakim 2001, selain melakukan pengawasan pekerja, perlu juga adanya identifikasi dan evaluasi bahaya terhadap potensi bahaya di
tempat kerja dengan melakukan pengawasan terhadap mesin-mesin, peralatan kerja dan bahan berbahaya lainnya.
Memutuskan sumber energi listrik dapat menyebabkan welder tersengat tersetrum listrik. Selain kabel yang terkelupas, tidak menggunakan sarung tangan
dan penggunaan sarung tangan yang basah sehingga dapat menghantarkan listrik. Bahaya tersetrum juga dapat terjadi apabila kabel yang gunakan selama di
workshop terkena genangan air sehingga air yang mengenai kabel dapat menjadi pengantar listrik pada bagian tubuh welder.
Berdasarkan hasil penilaian risiko pada beberapa tahapan selama proses pengelasan terdapat bahaya tersetrum tersengat listrik. Tahapan tersebut yakni
menyambungkan arde ground, menghidupkan sumber listrik dan memutuskan sumber energi listrik. Pekerjaan ini dapat menyebabkan luka bakar dan kejang
otot yang serius sehingga diberikan tingkatan serious berdasarkan dampak consequences. Pekerjaan pengelasaan merupakan pekerjaan rutin yang
dilakukan berulang-ulang dalam sehari sehingga pada tingkat pajanan exposure diberikan continously. Untuk kemungkinan probability terjadinya tersetrum
tersengat listrik ialah likely karena kemungkinan kabel terkelupas dapat
Universitas Sumatera Utara
diperkirakan 50. Dari ketiga kriteria penilaian risiko tersebut, maka setelah dikalikan tingkat risiko tersetrum tersengat listrik ialah very high, untuk itu
tindakan yang perlu dilakukan ialah mengurangi risiko hingga mencapai batas yang dapat diterima ALARP.
Risk Assement Internal Study Activity PT X Kota Batam menunjukkan potensi bahaya tersetrum tersengat listrik pada proses pengelasan termasuk dalam
kategori risiko tinggi high. Penilaian risiko di PT X Kota Batam menggunakan matriks 3x3 yakni metode kualitatif, dengan mengalikan skor keparahan severity
dan kemungkinan likelihood. Dari hasil penilaian risiko tersebut keparahan memiliki skor 3 dan kemungkinan dengan skor 2. Pengendalian bahaya yang telah
dilakukan oleh PT X Kota Batam yaitu pemeriksaan peralatan dengan menggunakan coding color yang dilakukan 3 kali sebulan yang dilakukan oleh
bagian maintenance, memastikan tidak ada kecacatan dalam setiap peralatan pengelasan dan melakukan inspeksi
Selain itu, dari proses pengelasan dapat menyebabkan terhirupnya fume uap logam yang dapat menyebabkan pekerja mengalami Metal Fume Fever. Fume
berasal dari Zinc Oxide ZnO yang berasal dari proses pengelasan. Keadaan ruangan workshop memungkinkan fume tetap berada pada proses pelelehan atau
peleburan logam. Menurut Siswanto 1998, fume adalah partikel zat padat yang berukuran
sangat kecil dan terbentuk bila logam dipanaskan. Bahaya dari fume itu sendiri yaitu Metal Fume Fever.Menurut Suma’mur 2009, gejala dan tanda terpenting
deman uap logam adalah adanya demam dan sakit kepala. Timbulnya demam uap
Universitas Sumatera Utara
logam mendadak, penderita demam, menggigil, merasa mual, muntah, mengeluh sakit otot-otot dan tampak lemah. Pada umumnya demam uap logam sembuh
dalam waktu 24-48 jam.
Gambar 5.2 Fume yang Berasal dari Proses Pengelasan
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Pengelasan baja dapat melepaskan uap logam fume, uap logam ini dapat menyebabkan metal fume fever pada welder. Penyakit ini memerlukan penangan
medis dan menyebaban terjadinya pembuangan emisi uap logam di workshop sehingga berdasarkan kriteria dampak consequences maka termasuk kedalam
tingkatan important. Fume merupakan uap yang bisa dihirup pekerja selama pengelasan , selain itu kepatuhan welder terhadap penggunaan APD yang sesuai
juga masih kurang apabila tidak dalam pengawasan safety officer, maka untuk kriteria kemungkinan probability termasuk kedalam tingkatan certain. Pajanan
Universitas Sumatera Utara
exposure berkaitan dengan frekuensi paparan bahaya terhadap pekerja, dikarenakan pengelasan merupakan pekerja rutin yang dilakukan, tingkatan yang
diberikan ialah continously. Dengan demikian, setelah dikalikan metal fume fever berada pada tingkat risiko very high. Penanganan dengan cara mengurangi risiko
pada batas yang dapat diterima merupakan tindakan terhadap risiko pada tingkat ini.
Dalam laporan Risk Assement PT X Kota Batam Metal fume fever dapat menyebabkan gangguan pernapasan bagi pekerja. Sesuai dengan penilaian risiko
yang dilakukan peneliti, potensi bahaya ini juga berada dalam kategori tinggi. Dengan hasil skor perkalian antara keparahan dan kemungkinan adalah 9.
Pengendalian bahaya yang telah dilakukan oleh PT X Kota Batam yakni pengggunaan ventilasi jenis exhaust fan dan pemakaian APD yang telah
disediakan yaitu face shield dan face slip. Hasil penelitian Cahyanti 2013 pada pekerjaan pengelasan pada bagian
double bottom pembangunan kapal di PT X Surabaya menunjukkan bahwa potensi bahaya yang paling banyak teridentifikasi pada pekerjaan pengelasan
OxyLPG, SMAW dan MAG adalah tersengat listrik. Selain itu, dalam penilaian risiko yang dilakukan peneliti didapatkan tingkat risiko paling banyak ditemukan
adalah risiko tinggi. Salah satu bahaya dengan tingkat risiko tinggi ialah tersengat tersetrum listrik.Metal Fume Fever atau demam uap logam juga merupakan
potensi bahaya dengan tingkat risiko tinggi, dengan nilai skor yang didapat 15 metode kualitatif.
Universitas Sumatera Utara
Bahaya pengelasan dapat terjadi dalam berbagai situasi, menurut CAN CSA Safety in Welding, Cutting, and Allied Processes dalam Wacono 2012,
bahaya pengelasa secara umum dapat dibedakan menjadi bahaya karena sifat pekerjaannya seperti operasi mesin, syok karena listrik, api panas terbakar,
radiasi busur las, fume, bisng juga karena kendaraan alat angkat serta material.
5.1.2. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Modifikasi Onshore Rig
pada Proses Penggerindaan Grinding di PT X Kota Batam Tahun 2016
Proses penggerindaan terdiri dari 4 tahapan, pada dasarnya proses penggerindaan digunakan untuk meratakan permukaan material maupun
pemotongan material dengan menggunakan gerinda. Pada saat melakukan penggerindaan jika tidak memperhatikan prosedur dan aspek keselamatan dan
kesehatan kerja proses penggerindaan dapat memotong bagian tangan, dimana bagian jari merupakan bagian tubuh yang sangat berisiko terhadap bahaya ini.
Menurut Harry 2009, salah satu bahaya yang ada di tempat kerja ialah bahaya benda tajam yakni bahaya yang dapat timbul diakibatkan dari benda atau
mesin dengan permukaan lebih tajam sehingga dapat menimbulkan cedera. Pada proses penggerindaan risiko bagian tubuh seperti tangan atau jari
yang terpotong selama proses berlangsung. Terpotongya jari tangan dapat menyebabkan kecacatan permanen bagi pekerja, dampak consequences tersebut
berada dalam kirteria very serious bagi pekerja. Penggunaan safety gloves sudah diterapkan di PT X Kota Batam, akan tetapi jika pekerja tidak mematuhi prosedur
kerja maka terpotongnya tangan dapat saja terjadi. Selain itu, penggunaan APD
Universitas Sumatera Utara
tidak secara maksimal melindungi pekerja, dengan demikian kriteria kemungkinan probability termasuk dalam tingkatan unusual but possible. Pekerjaan
penggerindaan merupakan pekerjaan rutin yang dilakukan setiap hari secara berulang-ulang, hal ini menunjukkan paparan pekerja terhadap bahaya termasuk
dalam tingkatan continously. Tingkatan risiko dari bahaya ini ialah very high. Hasil yang berbeda pada penelitian Saskia 2013, menyebutkan bahwa
tingkat risiko paling tinggi dari proses penngerindaan grinding ialah bising, tersetrum atau terkena sengatan aliran listrik. Selain itu, dalam penelitiannya
menjelaskan bahwa biaya total kecelakaan kerja langsung dan overhead yang dikeluarkan pada proses grinding dan welding di PT X dengan menggunakan
metode Robinson ialah Rp 846.000 dan biaya overhead Rp 418.489. Apabila pada saat pemasangan disk gerinda tidak sesuai prosedur dan
kurang kencang ataupun pada saat menggerinda disk tidak perlahan terhadap permukaan material maka dapat menyebabkan disk pecah dan terlempar mengenai
bagian wajah ataupun bagian tubuh lainnya. Bahaya ini merupakan potensi bahaya yang paling besar dampaknya pada proses penggerindaan.
Proses produksi dikemas melalui suatu sistem dan prosedur yang diperlukan sesuai dengan sifat dan jenis kegiatan. Secara langsung sistem dan
prosedur tidak bersifat bahaya, namun dapat menimbulkan bahaya yang potensial Ramli, 2010
Menurut Daryanto 2008, penggunaan peralatan harus benar serta mendapatkan pelatihan yang tepat tentang penggunaannya selain itu pekerja harus
menaati segala peraturan dan instruksi yang ada serta membaca petunjuk pada
Universitas Sumatera Utara
mesin maupun peralatan, selain itu peralatan tangan dapat menyebabkan kecelakaan ketika digunakan tanpa persiapan dan pemeriksaan kondisi sebelum
alat digunakan. Selain terpotong, terkena pecahan disk gerinda yang dapat melukai tubuh
pekerja terutama pada bagian dada hingga wajah merupakan bahaya yang dapat berakibat parah hingga menyebabkan kecacatan bagi pekerja. Untuk keparahan
consequences termasuk dalam tingkatan very serious. Terkena pecahan disk belum pernah terjadi di PT X Kota Batam, akan tetapi kesalahan prosedur
pemasangan dan selama proses penggerindaan dapat memungkinkan bahaya ini terjadi pada pekerja, sehingga berdasarkan kriteria kemungkinan probability
termasuk kedalam tingkatan unusual but possible. Paparan exposure termasuk dalam tingkatan continously. Setelah dikalikan maka, tingkat risiko dari bahaya
ini ialah very high, yang berarti apabila bahaya ini terjadi harus dilakukan penghentian aktivitas hingga risiko diturunkan.
Hasil penilaian risiko yang dilakukan PT X untuk potensi bahaya terpotong dan terkena pecahan disk juga termasuk dalam kategori tinggi. Dengan
hasil perkalian antara keparahan dan kemungkinan adalah 6. Pengendalian yang telah dilakukan yakni dengan memberlakukan prosedur mematikan mesin gerinda
pada saat memasang disk gerinda, penggunana face shield dan memperhatikan prosedur kesesuaian disk yang akan dipasang dengan pekerjaan material yang
akan dilakukan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pitasari 2014, menganalisis
penyebab ledakan batu disk gerinda yang menyebabkan pecahan disk dapat
Universitas Sumatera Utara
melukai anggota tubuh, penelitian tersebut dilakukan di PT X yang bergerak dalam bidang manufaktur. Dalam penelitiannya, digunakan Fault Tree Analysis
FTA dimana disebutkan yang dapat menyebabkan batu gerinda meledak sehingga menghempaskan pecahannya ialah kecepatan putaran yang tinggi, jenis
batu yang tidak sesuai dengan benda kerja material dan kerusakan mesin.
Gambar 5.3 Proses Penggerindaan
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Secara keseluruhan temuan bahaya pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Pertiwi 2015 yang dilakukan di PT Adi Putro Wirasejati dimana pada
proses penggerindaan ditemukan 20 potensi bahaya. Pada proses penggerindaan ditemukan potential hazard yang sering terjadi adalah kejatuhan material, mata
terkena gram, bibir dagu dan dahi terkena pecahan disk, dada terkena disk, lengan
Universitas Sumatera Utara
terkena disk, gangguan pendengaran, menghirup debu dan kaki terkena material tajam.
5.1.3. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Modifikasi Onshore Rig
pada Proses Perancah Scaffolding di PT X Kota Batam Tahun 2016
Pada modifikasi onshore rig perancah digunakan sebagai bangunan sementara yang digunakan untuk melakukan berbagai pekerjaan di ketinggian.
Pekerjaan perancah di lakukan oleh 3-4 orang scaffolder. Sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya apabila perancah sudah selesai di pakai maka perancah harus
segera di bongkar. Bahaya dengan tingkat risiko tertinggi terdapat pada 2 tahapan pemasangan perancah.
Sebelum mulai memasang perancah, lokasi di sekitar pemasangan harus di barricade berwarna kuning hitam dengan tujuan agar pekerja lainnya yang bukan
scaffolder tidak memasuki atau mendekati lokasi kerja. Setelah barricade dipasang maka scaffolder dapat langsung memulai pemasangan scaffolding.
Dalam pemasangannya, scaffolder berbagi tugas yakni ada yang bertugas memasang dan ada yang bertugas sebagai yang menyediakan material atau alat
yang dibutuhkan. Pada pemasangan perancah tidak semua scaffolder berada pada tingkatan tertentu, salah seorang harus berada di bawah untuk menyediakan
material yang dibutuhkan. Berdasarkan tahapan tersebut, pekerja pada bagian bawah dapat tertimpa material dan peralatan.
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Persada 2015, pada pekerjaan struktur yang terdiri atas dua langkah kerja, yakni pemasangan
scaffolding PCH dan pembongkaran scaffolding PCH. Dimana teridentifikasi
Universitas Sumatera Utara
bahaya pada pekerjaan struktur pada proses pemasangan scaffolding yakni Low Back Pain yang disebabkan karena postur kerja yang tidak sesuai karena terlalu
menunduk saat bekerja menggunakan scaffolding, tertimpa material yang disebabkan oleh material yang tidak aman dan tidak sesuai pemasangan dan kaki
tersandung material yang disebabkan karena tidak waspada dalam bekerja dan material yang berserak.
Tertimpa material dan peralatan pada saat perancah sudah terpasang. Keparahan consequences tertimpa material dan peralatan dari ketinggian
beberapa meter dapat menyebabkan dampak yang serius bagi scaffolder. Tingkatan keparahan dari bahaya ini ialah pada tingkatan serious. Bahaya tersebut
dapat terjadi apabila scaffolder tidak berhati-hati pada saat memegang material dan peralatan. Permukaan pipa yang licin juga memungkinkan material dapat
terjatuh mengenai scaffolder yang berada dibawah. Untuk itu, tingkat kemungkinan probability dari bahaya ini berada dalam tingkatan likely.
Pekerjaan scaffolding hanya dilakukan apabila ada pekerjaan yang akan dilakukan di ketinggian, biasanya pekerjaan ini dilaksanakan dalam tiga hari dalam
seminggu sehingga pajanan exposure berada pada tingkatan frequently. Penelitian yang dilakukan Persada 2015, pada pekerjaan struktur yakni
pemasangan scaffolding pembangunan apartement di PT X di Surabaya menjelaskan bahwa tertimpa material termasuk dalam tingkat risiko tertinggi. Hal
ini dikarenakan kemungkinan kejadian yang besar dikarenakan meterial yang dalam posisi tidak pas dan cara penanganan yang kurang berhati-hati.
Universitas Sumatera Utara
Terjatuh dari ketinggian apabila tidak menggunakan full body harness, maupun penggunaan full body harness yang tidak sesuai. Kejadian tidak terduga
yakni terjatuh dapat terjadi apabila scaffolder tidak menggunakan full body harnes. Lokasi PT X Kota Batam yang berada di dekat pantai juga menyebabkan
hembusan angin cukup kuat, sehingga apabila scaffolder tidak menggunakan full body harness dapat langsung terjatuh.
Menurut Harry 2009,salah satu potensi bahaya ditempat kerja yakni bahaya terjatuh dari ketinggian, yang merupakan bahaya yang timbul diakibatkan
beraktifitas di lokasi kerja yang lebih tinggi dari biasanya.
Gambar 5.4 Bahaya Terjatuh pada Proses Perancah
Sumber : Dokumentasi Peneliti
Terjatuh dari ketinggian merupakan bahaya yang paling dominan dihadapi
oleh seorang scaffolder. Sehingga pekerjaan perancah tidak dapat dilakukan oleh
Universitas Sumatera Utara
semua orang, hanya terkhusus bagi pekerja yang sudah memiliki sertifikasi perancah. Terjatuh dapat berakibat kecacatan permanen bagi scafffolder.
Tingkatan dampak consequences pada bahaya ini ialah very serious. Kemungkinan probability terjatuh ialah unusual but possible, bahaya ini dapat
saja terjadi walaupun scaffolder sudah di lengkapi dengan full body harness. Pengaitaan full body harness pada struktur yang tidak kokoh kuat memungkinkan
bahaya ini dapat terjadi. Pajanan exposure bahaya ini berada dalam tingkatan frequently.
Hasil yang berbeda pada penelitian yang dilakukan Amalia 2013, dimana peneliti melakukan HIRADC pada pekerjaan bekisting proyek bangunan gedung
bertingkat tinggi di PT Jaya Konstruksi. Dalam penelitiannya, bahaya terjatuh termasuk dalam tingkat risiko priority 3.
Pemasangan perancah yang aman bertumpu pada bagian dasar perancah yang menopang struktur sampai ke atas. Untuk itu terdapat kaki atau lempengan
besi berbentuk persegi sebagai kaki dasar perancah, jika kaki tersebut tidak dipasang dan pemasangan perancah tidak sesuai prosedur maka perancah
kemungkinan tidak akan berdiri kokoh, sehingga dapat menyebaban scaffolding roboh atau terjatuh. Selain itu, kondisi scaffolding juga harus bebas dari karat
yang dapat mengakibatkan scaffolding rapuh. Efek karat pada besi dapat meluas, artinya bila suatu sisi benda besi telah
berkarat maka sisi lainnya akan ikut berkarat di kemudian hari. Jika berkarat, besi yang digunakan sebagai pondasi atau penyangga akan mudah rapuh sehingga
mudah ambruk dan pekerja pun terjatuh Priyo, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Pemasangan scaffolding yang tidak sesuai dengan prosedur dapat mengakibatkan perancah roboh dan menimpa pekerja scaffolder. Bahaya ini dapat
menyebabkan kecacatan permanen bagi scaffolder patah tulang hingga kelumpuhan cacat. Dampaknya ialah very serious bagi scaffolder. Selain
kesalahan prosedur, ketidaklayakan material yang digunakan seperti berkarat dan lain sebagainya memungkinkan bahaya robohnya perancah dapat terjadi. Sehingga
untuk kemungkinan probability termasuk dalam tingkatan unusual but possible. Scaffolding bukan merupakan pekerjaan rutin sehingga kriteria pajanan exposure
termasuk dalam tingkatan frequently. Pekerja yang bekerja di ketinggian harus dilengkapi dengan alat pelindung
diri yang dapat melindungi pekerja dan menghindarkannya dari risiko terjatuh Undang-undang No 1 tahun 1970.
Tahapan akhir jika perancah sudah sempurna dipasang yakni scaffolder turun dari bangunan sementara tersebut. Pada saat turun scaffolder bisa saja
terjatuh pada saat turun. Untuk itu, maka scaffolder perlu memperhatikan gerakan pada saat menuruni perancah.Selain itu, rasa gamang juga dapat mempengaruhi
scaffolder pada saat turun sehingga scaffolder bisa saja salah dalam melangkah pada tangga atau bangunan scaffolding.
Selain pada tahapan pemasangan scaffolding, pada tahapan penyelesaian juga terdapat bahaya yang berada pada tingkat risiko very high. Terjatuh pada saat
turun termasuk dalam tingkatan very serious pada kriteria dampak consequences. Dapat menyebabkan scaffolder terjatuh sehingga berdampak
serius seperti cacat permanen bagi scaffolder. Selain kurang memperhatikan
Universitas Sumatera Utara
langkah kaki pada saat menuruni scaffolding rasa takut yang dihadapi pekerja pada saat melihat kebawah dapat membuat scaffolder tegang dan salah pijakan
sehingga terjatuh. Hal inilah yang dapat menyebabkan potensi bahaya yang tidak biasa ini dapat terjadi. Kemungkinan terjatuh pada saat turun berada dalam
tingkatan unusual but possible. Scaffolding bukan merupakan pekerjaan rutin sehingga kriteria pajanan exposure termasuk dalam tingkatan frequently.
Dalam penilaian risiko di PT X Kota Batam, menempatkan pekerjaan perancah dalam jenis pekerjaan di ketinggian atau working at height. Bahaya
terjatuh dalam proses perancah juga termasuk dalam kategori risiko tinggi. Pengendalian bahaya yang telah dilakukan oleh PT X Kota Batam lebih mengarah
pada penerapan prosedur penggunaan material yang sesuai dan layak serta pemeriksaan material atau peralatan scaffolding.
Semakin tinggi seseorang berada maka semakin besar bahayanya dan semakin besar rasa takutnya. Ketika pekerja berada di ketinggian maka yang
terjadi adalah rasa tegang yang luar biasa, mual, pusing, berkeringat dingin, ritme jantung yang tidak beraturan dan sesak nafas. Menurut ilmuan University Collage
London, ketika seseorang berada di ketinggian maka otak yang berpengaruh. Otak manusia sangat lincah dan peka menentukan posisi tubuh terutama kaki ketika
sedang menginjak bumi. Ketika tubuh berada di posisi ketinggian yang kaki tidak menginjak bumi, serta merta kerja otak menjadi gagu atau gamang.
Universitas Sumatera Utara
108
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Hasil observasi dalam penelitian identifikasi bahaya dan penilaian risiko modifikasi onshore rig yang dilakukan di PT X Kota Batam Tahun 2016, dapat
ditarik kesimpulan yaitu : 1.
Pada proses pengelasan welding terdapat 9 tahapan kerja yang memiliki 33 bahaya hazard keselamatan dan kesehatan kerja. Tingkat risiko tertinggi very
high terdapat pada 5 potensi bahaya selama proses pengelasan welding yakni tersengat tersetrum listrik dan Metal Fume Fever.
2. Pada proses penggerindaan grinding terdapat 4 tahapan kerja yang memiliki 17
bahaya atau hazard keselamatan dan kesehatan kerja. Kategori tingkat risiko tertinggivery high terdapat sebanyak 2 potensi bahaya yakni terpotong dan
terkena pecahan disk. 3.
Pada proses perancah scaffolding terdapat 5 tahapan kerja yang memiliki 15 bahaya hazard keselamatan dan kesehatan kerja. Kategori risiko tertinggivery
high terdapat pada 4 potensi bahaya yakni tertimpa material, terjatuh dari ketinggian, scaffolding roboh dan terjatuh saat turun.
.
Universitas Sumatera Utara
109
6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis dapat menyarankan : a.
Mengadakan program promosi keselamatan dan kesehatan kerja mengenai potensi bahaya dan risiko yang ada pada tahapan proses pengelasan
dengan menggunakan media berupa poster. Selain itu, dalam poster juga diberitahukan informasi terbaru cara menanggulangi risiko pekerjaan
pengelasan. b.
Pengawasan terhadap penggunaan APD berupa safety gloves, cover all dan safety shoes bagi para fitter untuk mencegah potensi bahaya
tersetrum tersengat listrik. c.
Pemberlakuan punishment apabila fitter melanggar atau reward bagi yang mematuhi aspek K3 termasuk SOP pekerjaan penggerindaan.
d. Sosialisasi kepada scaffolder untuk meningkatan pelaksanaan prosedur
bekerja pada ketinggian agar lebih optimal sehingga pekerja memahami secara komprehensif dan melaksanakan pekerjaan sesuai prosedur yang
ada.
Universitas Sumatera Utara
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahaya
Menurut Ramli 2010, bahaya hazard adalah segala sesuatu yang termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau
cedera pada manusia, kerusakan atau gangguan pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya. Menurut Okleqs 2008, bahaya adalah sesuatu atau sumber
yang berpotensi menimbulkan cedera atau kerugian baik manusia, proses, properti dan lingkungan. Menurut PT. Sucofindo, 2008 bahaya atau hazard adalah
sumber atau suatu keadaan yang memungkinkan atau dapat menimbulkan kerugian berupa cedera, penyakit, kerusakan ataupun kemampuan melakukan
fungsi yang telah ditetapkan.
2.1.1. Jenis Bahaya
Menurut Kurniawidjaja 2010, komponen kerja yang dapat menjadi sumber atau berpotensi menimbulkan kerugian bagi kesehatan pekerja adalah
sebagai berikut: 1.
Hazard tubuh pekerja Somatic hazard, 2.
Hazard perilaku kesehatan, 3.
Hazard lingkungan kerja, a.
Faktor atau bahaya fisik 1.
Bahaya mekanik, 2.
Bising, 3.
Getaran atau vibrasi,
Universitas Sumatera Utara
13
4. Suhu ekstrem panas,
5. Suhu ekstrem dingin,
6. Cahaya,
7. Tekanan,
8. Radiasi pengion,
9. Radiasi bukan pengion gelombang elektromagnetik.
b. Faktor kimia
1. Logam berat,
2. Solvent pelarut organik,
3. Gas dan uap.
c. Faktor biologik
4. Hazard ergonomik Ergonomic hazard,
5. Hazard pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja.
Menurut Ramli 2010, jenis bahaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Bahaya mekanis,
2. Bahaya listrik,
3. Bahaya kimia,
4. Bahaya fisik,
5. Bahaya biologis.
Universitas Sumatera Utara
14
2.1.2. Sumber Bahaya
Sumber bahaya di tempat kerja berasal dari :
1. Manusia
Kesalahan utama sebagian besar kecelakaan, kerugian atau kerusakan terletak pada karyawan yang kurang terampil, kurang pengetahuan, kurang
bergairah, kurang tepat dan terganggunya emosi pada umumnya menyebabkan kecelakaan dan kerugian. Dari hasil penelitian 80-85 kecelakaan disebabkan
oleh kelalaian manusia. Bahkan ada suatu pendapat bahwa akhirnya secara langsung atau tidak langsung semua kecelakaan adalah dikarenakan faktor
manusia. Selain itu, apa yang diterima atau gagal diterima melalui pendidikan, motivasi, serta penggunaan peralatan kerja berkaitan langsung dengan sikap
pimpinan Bennet N.B Silalahi dan Rumondang B.Silalahi, 1995.
2. Bangunan, peralatan dan instalasi
Bahaya dari bangunan, peralatan dan instalasi perlu mendapat perhatian. Konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat. Desain
ruangan dan tempat kerja harus menjamin keselamatan dan kesehatan kerja. Pencahayaan dan ventilasi harus baik, tersedia penerangan darurat, marka dan
rambu-rambu yang jelas dan tersedianya jalan penyelamatan diri Syukri Sahab, 1997.
Instalasi harus memenuhi syarat keselamatan kerja baik dalam desain maupun konstruksi. Sebelum dipergunakan maka harus diuji dan diperiksa oleh
suatu tim ahli. Kalau diperlukan modifikasi harus sesuai dengan persyaratan bahan dan konstruksi yang ditentukan. Sebelum dioperasikan maka harus
Universitas Sumatera Utara
15
dilakukan percobaan operasi untuk menjamin keselamatannya, serta dioperasikan oleh seorang operator yang memenuhi syarat Syukri Sahab, 1997
Peralatan yang digunakan dalam suatu proses dapat menimbulkan bahaya jika tidak digunakan sesuai dengan fungsi, tidak ada pelatihan penggunaan
alat tersebut, tidak dilengkapi dengan pelindung dan pengaman serta tidak ada perawatan dan pemeriksaan. Perawatan atau pemeriksaan dilakukan agar bagian
dari mesin atau alat yang berbahaya dapat dideteksi sedini mungkin Syukri Sahab, 1997
3. Bahan