69
1. ISO 9001: 2008 DNV Sertifikasi Manajemen Mutu,
2. ISO 14001 Sertifikasi Sistem Manajemen Lingkungan,
3. ISOTS-29001Sertifikasi Manajemen Mutu Minyak dan Gas,
4. API 4 F Sertifikasi American Patroleum Institute,
5. ASME U, U2 R WORKSHOP
6. SMK 3 PP NO 50 Tahun 2012, dengan peringkat Golden Flag,
7. Oil and Gas Certfication For Integrated Engineering Services.
4.2. Visi dan Misi PT X Kota Batam
1. Visi PT X Kota Batam
“To be the prefered fabricator and manufacturer of structural platforms, modules and equipment in the oil and gas industries”
2. Misi PT X Kota Batam
“To be innovative partner for the oil gas, energy and process industry”
4.3. Struktur Organisasi PT X Kota Batam
Untuk mendukung operasional kerja dari PT X Kota Batam, perusahaan ini memiliki beberapa departemen berdasarkan kebutuhan dalam menjalankan teknis
perusahaan dimana tanggung jawab tertinggi perusahaan ini di pimpin oleh General Manager.
Berikut struktur organisasi PT X Kota Batam Tahun 2016 :
Universitas Sumatera Utara
70
Gambar 4.2 Struktur Organisasi PT X Kota Batam tahun 2016
Sumber : PT X Kota Batam
4.4. Kebijakan Mutu, Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan
K3LQHSE PT X Kota Batam
1. Patuh terhadap hukum dan persyaratan internasional, nasional dan lokal
yang sesuai dengan perusahaan,
2. Memenuhi persyaratan pelanggan dan spesifikasi lain yang diketahui,
3. Menyediakan kondisi kerja yang baik, aman, sehat dan ramah lingkungan,
4. Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dengan menjaga dan
memonitor proses, limbah dan emisi,
5. Melakukan peningkatan berkelanjutan terhadap efektifitas sistem
manajemen,
Universitas Sumatera Utara
71
6. Menyediakan pelatihan, sumber daya dan support yang dibutuhkan untuk
pekerja yang berhubungan langsung dengan mutu produk untuk menjamin
persyaratan kompetensi mereka terpenuhi dan terpelihara,
7. Menjaga kepuasan pelanggan melalui pengiriman barang bermutu yang
tepat waktu dengan harga yang bersaing untuk menciptakan pengulangan
pemesanan dan penciptaan bisnis baru. 4.5.
HSE Health Safety Environment Departement 4.5.1.
Struktur Organisasi HSE Department
Berikut adalah struktur organisasi di HSE Departement PT X Kota Batam:
Gambar 4.3 Struktur Organisasi HSE Departement
Sumber : PT X Kota Batam
Departemen HSE merupakan departemen yang berada dibawah tanggung jawab QHSE yang terbagi atas dua departemen yakni QC Quality Control dan
HSE. QHSE bertanggung jawab memberikan laporan yang terkait dengan deskripsi kerjanya kepada general manager. Departemen HSE terdiri dari HSE
Supervisor sebagai kepala departemen dan pemegang kekuasaan tertinggi untuk
Universitas Sumatera Utara
72
departemen ini. HSE Engineer merupakan bagian dari departemen ini yang bertanggung jawab atas perancangan manajemen K3 serta merancang dan
mempersiapkan pelaporan untuk departemen HSE. Untuk tugas di lapangan workshop HSE Supervisor dibantu oleh HSE Spescialist yang bertugas untuk
memberikan pelatihan dasar mengenai K3 di perusahaan untuk pekerja, selain itu untuk mengawasai berlangsungnya proses produksi agar sesuai dengan K3
terdapat HSE Officer yang bertugas di masing-masing workshop.
4.5.2. Program HSE Department
1. Program Kesehatan
a. Pemeriksaan kesehatan berkala,
b. Perlengkapan P3K,
c. Evakuasi medis Medical Evacuation,
d. Ruang P3K,
e. Rehabilitasi kesehatan,
f. Program kesehatan kerja yang terkait dengan bahaya di lingkungan
kerja, g.
Identifikasi bahan kimia dengan Material Safety Data Sheet, h.
Kawasan Tanpa Rokok, i.
Drug and Alcohol Test, j.
Housekeeping, k.
Kampanye larangan penggunaan obat-obatan terlarang, alkohol dan barang selundupan.
Universitas Sumatera Utara
73
2. Program Keselamatan
a. Safety Training, Orientation, Induction Communication,
b. Keselamatan kerja subkontraktor,
c. P2K3,
d. Inspeksi dan audit,
e. Pelaporan kecelakaan kerja,
f. HSE Performance dan statistik,
g. Alat pelindung diri APD,
h. Seragam kerja sesuai aktfitas kerja,
i. Work permit,
j. Pencegahan kebakaran,
k. Safety Tool Box
l. HSE Alert,
m. Sistem tanggap darurat,
n. Bahan material dan penyimpanan,
o. Perilaku Berbasis Aman Behavior Base Safety Program,
p. Observation card,
q. Industrial Hygiene,
r. Kesehatan lingkungan.
4.6. Proses Modifikasi Onshore Rig di PT X Kota Batam
Secara umum proses modifikasi onshore rig melalui beberapa tahap dari proses awal hingga rig di release. Sesuai dengan uraian pada latar belakang,
Universitas Sumatera Utara
74
dikarenakan pengerjaan proyek yang masih berjalan 3 bulan hanya beberapa yang terlaksana. Adapun proses modifikasi onshore rig sebagai berikut :
4.6.1. Proses Pengelasan Welding
Proses pengelasan yang paling umum, terutama untuk mengelas baja yaitu memakai energi listrik sebagai sumber panas. Pengelasan dengan menggunakan
energi listrik yang paling banyak digunakan adalah las busur listrik. Las elektroda terbungkus atau pengelasan busur listrik logam terlindung Shield Metal Arc
Welding atau SMAW merupakan salah satu jenis yang paling sederhana dan paling canggih untuk pengelasan baja struktural. Jenis las ini merupakan jenis las
yang paling banyak digunakan di PT X Kota Batam. Pemanasan dilakukan dengan busur nyala listrik antara elektroda yang dilapis dan logam yang akan disambung
kemudian akan menjadi satu dan membeku bersama. Dalam cara pengelasan SMAW digunakan kawat elektroda logam yang dibungkus dengan fluks.
Dalam proses pengelasan baja juga memperhatikan posisi pengelasan, dimana ada beberapa posisi dalam pengelasan yakni posisi pengelasan di bawah
tangan, posisi pengelasan mendatar, posisi pengelasan tegak, dan posisi pengelasan di atas kepala. Sebelum melakukan proses pengelasan, welder harus
mendapatkan instruksi pekerjaan yang akan dilakukan yang terdapat pada Welding Procedure Spesification WPS
4.6.2. Proses Penggerindaan Grinding
Proses penggerindaan merupakan proses yang tidak terlepas dari proses pengelasan. Proses penggerindaan grinding baja PT X Kota Batam
menggunakan mesin gerinda tangan. Dimana, penggerindaan digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
75
memperhalus mengikis permukaan baja atau besi setelah dilakukannya pengelasan dengan ukuran ketelitian yang tinggi. Mesin gerinda tangan
menggunakan rodadisk gerinda yang memiliki kode sesuai dengan peruntukkan pada material.
4.6.3. Proses Perancah Scaffolding
Proses perancah scaffolding adalah proses pendirian bongkar pasang perancah untuk mendukung aktifitas konstruksi. Scaffolding merupakan alat bantu
yang dapat dipasang dan dilepas kembali dalam proses pekerjaan konstruksi dan berfungsi sebagai alat bantu untuk menggapai sisi bangunan yang tinggi. Dalam
pendirian dan pemasangan scaffolding di sekitar area pemasangan dipasang barikade untuk menghindari terjadinya kondisi yang membahayakan bagi pekerja
lain. Peralatann yang digunakan dalam proses scaffolding diantaranya : 1.
Pipa tubular yang berdiameter 2,5 cm, 2.
Papan, 3.
Double coupler, 4.
Sleeve joint, 5.
Putlog coupler, 6.
Beam clamp, 7.
Swivel coupler, 8.
Tangga.
Universitas Sumatera Utara
76
4.7. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Pada Modifikasi Onshore Rig
di PT X Kota Batam Tahun 2016
Identifikasi bahaya dilakukan dengan memperhatikan interaksi antara pekerja, tugaspekerjaan, alat dan lingkungan. Untuk mempermudah dalam
mengidentifikasi bahaya pada setiap proses, digunakan Job Safety Analysis sehingga setiap tahapan dari proses modifikasi onshore rig diuraikan. Kemudian
dari setiap tahapan tersebut dapat diidentifikasi bahaya keesehatan dan keselamatan kerja secara sistematis.
Setelah dilakukan identifikasi bahaya dengan mengurutkan secara sistematis tahapan pekerjaan dan mendapatkan potensi bahaya yang terdapat dalam setiap
tahapan tersebut, lalu dilakukan penentuan tingkat risiko dengan melakukan analisa risiko yakni memberikan penilaian terhadap keparahan, kemungkinan dan
pajanan. Pemberian skor analisa dan tingkat risiko sesuai dengan teori dari Metode Fine.
Universitas Sumatera Utara
77
4.7.1. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Modifikasi Onshore Rig pada Proses Pengelasan Welding di PT X Kota Batam
Tahun 2016
Berikut ini merupakan hasil identifikasi bahaya pada proses pengelasan welding dengan menggunakan Job Safety Analysis dan penilaian risiko dengan menggunakan metode semikuantitatif :
Tabel 4.1 Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Modifikasi Onshore Rig pada Proses Pengelasan Welding di PT X Kota
Batam Tahun 2016.
No Tahapan
Bahaya Analisis Risiko
Tingkat Risiko Pengendalian
C P
E
1. Mempersiapkan peralatan
dan material bajabesi yang akan di las.
Tergores 1
3 10
Priority 3 30
Menggunakan safety gloves yang telah disediakan.
Tersandung kabel 1
6 10
Priority 3 60
Merapikan jalur yang dilewati kabel agar tidak terlilit.
Kaki tertimpa material
1 6
6 Priority 3 36
Memperhatikan posisi
pada saat
mengangkat dan menggunakan safety shoes.
Kebisingan 1
1 10
Acceptable 310
Menggunakan ear plug selama berada di workshop.
2. Menyambungkan arde
ground pada benda kerja.
Tersengat Tersetrum listrik
15 6
10 Very high 900
Pemeriksaan rutin
kabel yang
terkelupas. Kebisingan
1 1
10 Acceptable 10
Menggunakan ear plug selama berada di workshop.
3. Tersengattersetrum
listrik 15
6 10
Very high 900
Pemeriksaan rutin
kabel yang
terkelupas dan tidak menghidupkan mesin dengan tangan yang basah.
Universitas Sumatera Utara
78
Menghidupkan sumber listrik yang berasalah dari
generator ACDC serta menyesuaikan ampere.
Tersandung kabel 1
0,5 10
Acceptable 5
Merapikan posisi kabel agar tidak terlilit.
Kebisingan 1
1 10
Acceptable 10
Menggunakan ear plug selama berada di workshop.
Korsleting 25
1 3
Substantial 75
Tidak meletakkan generator diatas genangan air.
Kebakaran 25
0,5 3
Priority 3 37,5
Tidak meletakkan generator diatas genangan air dan tidak meletakkan
bahan kimia mudah meledak di dekat generator.
4. Melakukan proses
pengelasan. Terjepit holder
1 3
10 Priority 3 30
Memposisikan tangan
berlawanan dengan elektrode yang dijepit.
Tersengattersetrum listrik
15 6
10 Very high 900
Pemeriksaan rutin
kabel dan
menggunakan safety gloves sebagai isolator.
Metal fume fever 5
10 10
Very high 500
Memastikan terdapat pertukaran udara melalui ventilasi dan menggunakan
APD berupa kedok pernapasan.
Iritasi kulit dan mata yang berasal
dari sinar UV 5
6 10
Priority 1 300
Menggunakan APD berupa pakaian coverall, kacamata dan kedok las serta
helm las.
Sinar inframerah 5
6 10
Priority 1 300
Menggunakan APD berupa kedok las dan helm las.
Kelelahan mata 1
6 10
Acceptable 60 Menggunakan kacamata.
Ledakan -100
-0,1 -10
Substantial 100
Tidak meletakkan bahan kimia di dekat proses pengelasan.
Universitas Sumatera Utara
79
Terkena spark atau spatter
1 10
10 Substantial 100
Menggunakan helm las dan kedok las yang dilengkapi kaca penyaring
Kelelahan otot 1
10 10
Substantial 100
Melakukan peregangan otot stretching ketika selesai melakukan aktivitas dan
istirahat
Kebisingan 1
1 10
Acceptable 10
Menggunakan ear plug selama berada di workshop
5. Mendinginkan material
baja besi yang telah di las.
Terkena material yang masih panas
1 6
10 Priority 3 60
Menggunakan APD berupa safety gloves
Tersandung kabel 1
0,5 10
Acceptable 5
Merapikan posisi kabel agar tidak terlilit
Kebisingan 1
1 10
Acceptable 10
Menggunakan ear plug selama berada di workshop
6. Membersihkan material
dengan chipping hammer. Terpukul chipping
hammer 1
6 10
Priority 3 60
Memperhatikan dan berkonsentrasi pada saat memukul dengan chipping
hammer
Tergores material tajam
1 3
10 Priority 3 30
Menggunakan APD berupa safety gloves
Kebisingan 1
1 10
Acceptable 10
Menggunakan ear plug selama berada di workshop
7. Memutuskan sumber
energi listrik ACDC. Tersandung kabel
1 0,5
10 Acceptable 5
Merapikan posisi kabel agar tidak terlilit.
Tersengattersetrum listrik
15 6
10 Very high 900
Pemeriksaan rutin kabel dan menggunakan safety gloves sebagai
isolator
8. Memindahkan material
yang telah selesai dil las. Tertimpa material
1 5
10 Priority 3 50
Memperhatikan prosedur pada saat mengangkat dan menggunakan safety
shoes
Universitas Sumatera Utara
80
Tergores material tajam
1 3
10 Priority 3 30
Menggunakan safety gloves 9.
Membersihkan area kerja. Terhirup gram sisa
pengelasan 5
3 10
Subtantial 150 Menggunakan masker.
Tertusuk material tajam
1 6
10 Priority 3 60
Menggunakan safety gloves
Keterangan : C
= Consequences Keparahan P
= Probability Kemungkinan E
= Exposure Pajanan
Universitas Sumatera Utara
81
Proses pengelasan merupakan proses pekerjaan inti dalam fabrikasi modifikasi onshore rig. Dalam pengerjaannya digunakan sebanyak 6 workshop,
dimana dalam proses pengelasan di bagi menjadi beberapa team yang beranggotakan 10-15orang welder yang dipimpin oleh seorang Welder Foreman.
Proses pengelasan welding terdiri dari 9 tahapan pekerjaan yang setiap tahapan tersebut memiliki bahaya hazard yang sama maupun berbeda.
Pada proses pengelasan welding terdapat 9 tahapan pekerjaan, dimana ditemukan 33 bahaya. Tingkat risiko dari ke-33 bahaya tersebut terdiri dari 10
30 potensi bahaya yang berada dalam kategori terendah acceptable.Selain itu, tingkat risiko tertinggi very high terdapat pada 5 15 potensi bahaya selama
proses pengelasan welding. Berikut diagram yang menunjukkan persentase tingkat risiko pada proses pengelasan welding di PT X Kota Batam Tahun 2016
:
Gambar 4.4 Persentase Tingkat Risiko pada Proses Pengelasan Welding di PT X Kota Batam Tahun 2016
30
34 15
6 15
Persentase Tingkat Risiko pada Proses Pengelasan Welding di PT X Kota Batam Tahun 2016
1 acceptable 2 priority 3
3 substantial 4 priority 1
5 very high
Universitas Sumatera Utara
82
Bahaya yang teridentifikasi dan setelah dilakukan penilaian risiko terdapat 5 bahaya dominan yang termasuk dalam tingkat risiko very high yakni tersetrum
tersengat listrik pada tahapan menyambungkan arde ground pada benda kerja, menghidupkan sumber listrik yang berasal dari generator ACDC serta
menyesuaikan ampere, melakukan proses pengelasan dan memutuskan sumber energi listrik ACDC, dengan jumlah skor perkalian yang didapatkan 900. Selain
itu, bahaya Metal fume fever pada tahapan melakukan proses pengelasan juga memiliki tingkat risiko very high dengan skor 500.
Universitas Sumatera Utara
83
4.7.2. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Modifikasi Onshore Rig pada Proses Penggerindaan Grinding di PT X Kota
Batam Tahun 2016
Berikut ini merupakan hasil identifikasi bahaya pada proses penggerindaan grinding dengan menggunakan Job Safety Analysis dan penilaian risiko dengan menggunakan metode semikuantitatif :
Tabel 4.2 Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Modifikasi Onshore Rig pada Proses Penggerindaan Grinding di PT X Kota
Batam Tahun 2016.
No Tahapan
Bahaya Analisis Risiko
Tingkat Risiko Pengendalian
C P
E
1. Mempersiapkan peralatan
dan material yang akan di gerinda
Tertimpa material 1
3 10
Priority 3 30
Menggunakan APD yakni safety shoes. Tergores material
1 3
10 Priority 3 30
Menggunakan APD yakni safety gloves.
Kebisingan 1
1 10
Acceptable 10
Menggunakan ear plug selama berada di workshop.
2. Menyetel batu disk
gerinda dan menyalakan sumber listrik.
Tergores disk gerinda
1 6
10 Priority 3 60
Menggunakan safety gloves. Tersengat listrik
5 3
10 Subtantial 150
Pemeriksaan rutin kabel yang terkelupas.
Kebisingan 1
1 10
Acceptable 10
Menggunakan ear plug selama berada di workshop.
3. Proses penggerindaan
Terkena gram 1
10 10
Subtantial 100
Menggunakan safety shield.
Universitas Sumatera Utara
84
material baja besi Tertimpa material
1 3
10 Priority 3 30
Menggunakan APD yakni safety shoes. Kebisingan
1 6
10 Priority 3 60
Menggunakan ear plug selama berada di workshop.
Tersetrum listrik 5
3 10
Subtantial 150
Pemeriksaan rutin
kabel yang
terkelupas. Terpotong
25 3
10 Very high 750
Mematuhi prosedur penggerindaan dan konsentrasi
pada saat
proses berlangsung.
Terkena pecahan disk
25 3
10 Very high 750
Memastikan prosedur pemasangan disk dan mematuhi prosedur selama proses
berlangsung.
Kebakaran 25
0,1 10
Priority 3 25
Housekeeping dan tidak meletakkan bahan kimia yang mudah meledak
didekat lokasi penggerindaan. Carpal Tunnel
Syndrome Hand Arm Vibration dan
nyeri otot 1
3 10
Priority 3 30
Pengaturan jadwal
kerja dan
penggunaan sarung tangan yang dapat meredam getaran.
4. Tahap akhir yakni
mematikan mesin gerinda melepaskan batudisk
gerinda Tergores
1 3
10 Priority 3 30
Menggunakan APD yakni safety gloves.
Terhirup debugram 1
6 10
Priority 3 60
Menggunakan masker yang dapat mencegah masuknya partikel debu atau
gram.
Kebisingan 1
1 10
Acceptable 10
Menggunakan ear plug selama berada di workshop.
Universitas Sumatera Utara
85
Proses penggerindaan grinding di PT X Kota Batam dilakukan seiring dengan proses pengelasan maupun tersendiri dari proses pengelasan dengan tujuan
untuk mengikis permukaan baja atau besi sehingga rata. Proses ini dilakukan oleh pekerja grinding atau disebut fitter. Proses penggerindaan dilakukan disetiap
workshop mulai dari workshop 1-6. Pada proses penggerindaan grinding terdapat 4 tahapan pekerjaan dari
awal hingga selesai. Pada tahapan tersebut ditemukan 17 potensi bahaya yang memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda. Terdapat 3 17 potensi bahaya yang
berada dalam tingkat risiko terendahacceptable yakni kebisingan yang terdapat pada ketiga tahapan. Selanjutnya, untuk kategori tingkat risiko tertinggivery high
terdapat sebanyak 2 12 potensi bahaya yakni terpotong tangan dan terkena pecahan disk. Berikut diagram yang menunjukkan persentase tingkat risiko pada
proses penggerindaan grinding di PT X Kota Batam Tahun 2016 :
Gambar 4.5 Persentase Tingkat Risiko pada Proses Penggerindaan Grinding di PT X Kota Batam Tahun 2016
17
53 18
12
Persentase Tingkat Risiko pada Proses Penggerindaan Grinding di PT X Kota Batam
1 Acceptable 2 Priority 3
3 Substantial 4 Priority 1
5 Very high
Universitas Sumatera Utara
86
Pada proses ini potensi bahaya terpotongnya tangan selama tahapan proses penggerindaan material baja besi dapat menyebabkan kecacatan bagi pekerja
sehingga dalam penilaian risiko, bahaya ini termasuk dalam kategori very high dengan nilai skor hasil perkalian ialah 750. Terkena pecahan disk gerinda selama
tahapan penggerindaan besi baja juga memiliki risiko kategori very high dengan skor hasil perkalian 750.
Universitas Sumatera Utara
87
4.7.3. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Modifikasi Onshore Rig pada Proses Perancah Scaffolding di PT X Kota Batam
Tahun 2016
Berikut ini merupakan hasil identifikasi bahaya pada proses perancah scaffolding dengan menggunakan Job Safety Analysis dan penilaian risiko dengan menggunakan metode semikuantitatif :
Tabel 4.3 Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Modifikasi Onshore Rig pada Proses Perancah Scaffolding di PT X Kota
Batam Tahun 2016.
No Tahapan
Bahaya Analisis Risiko
Tingkat Risiko Pengendalian
C P
E
1. Memeriksa lokasi kondisi
dasar dan ketinggian pemasangan scaffolding
Kebisingan 1
3 6
Priority 336
Menggunakan ear plug selama bekerja di workshop.
2 Menyiapkan material,
ukuran, dan lokasi erection pemasangan
Tertimpa material 5
3 6
Subtantial 90
Memperhatikan prosedur
ketika membawa material dan menggunakan
safety shoes. Tersandung
material 1
6 6
Priority 336
Melakukan housekeeping agar material yang akan dipasang tersusun rapi.
Kelelahan otot dan Low Back Pain
1 10
6 Substantial 60
Istirahat dan melakukan peregangan otot stretching.
Kebisingan 1
3 6
Acceptable 18
Menggunakan ear plug selama bekerja di workshop.
3. Barricade lokasi
pemasangan scaffolding Tersandung
material 1
6 6
Priority 336
Melakukan housekeeping agar material yang akan dipasang tersusun rapi.
Universitas Sumatera Utara
88
Kebisingan 1
3 6
Acceptable 18
Menggunakan ear plug selama bekerja di workshop.
4. Erection pemasangan
scaffolding Tertimpa material
dan peralatan 15
6 6
Very high 540
Menggunakan safety helmet dan tidak melempar material atau peralatan.
Terjatuh dari ketinggian
25 3
6 Very high 450
Menggunakan full body harness. TergelincirTerpele
set saat memanjat 5
6 6
Priority 1 180
Memperhatikan dan
mematuhi prosedur dalam memanjat.
Kelelahan otot kram
1 6
6 Priority 3 36
Istirahat dan melakukan peregangan otot stretching.
Kebisingan 1
3 6
Acceptable 18
Menggunakan ear plug selama bekerja di workshop.
Tersengat listrik 15
0,5 6
Priority 3 45
Mematuhi prosedur
pemasangan scaffolding jika terdapat kabel listrik.
Scaffolding roboh atau terjatuh
25 3
6 Very high 450
Memastikan prosedur
pemasangan terpenuhi,
memeriksa kekuatan
scaffolding dan fullbody harness. 5.
Penyelesaian Terjatuh saat turun
25 3
6 Very high 450
Memperhatikan langkah kaki saat menuruni scaffolding.
Universitas Sumatera Utara
89
Proses perancah scaffolding yakni memasang struktur bangunan sementara untuk menunjang pekerjaan fabrikasi lainnya pada ketinggian seperti
proses pengelasan, penggerindaan dan lain sebagainya. Proses perancah dilakukan oleh team yang beranggotakan 3-4 orang scaffolder. Tahapan pekerjaan proses
perancah dimulai dari awal hingga pekerjaan selesai. Di PT X Kota Batam scaffolder wajib memiliki sertifikasi telah mengikuti pelatihan scaffolding. Hal ini
disebabkan scaffolding merupakan suatu pekerjaan pada sektor konstruksi yang memiliki risiko tinggi, sehingga pekerja memerlukan pelatihan agar mengetahui
prosedur pemasangan dan paham mengenai potensi bahaya yang nantinya diharapkan dapat melakukan pekerjaannya sesuai dengan aspek keselamatan dan
kesehatan kerja. Selama observasi proses perancah scaffolding diketahui terdapat 5 tahapan
pekerjaan, proses ini memiliki 15 potensi bahaya. Sebanyak 3 20 potensi bahaya termasuk dalam kategori tingkat risiko terendah acceptable. Selanjutnya,
kategori risiko tertinggivery high terdapat pada 4 27 potensi bahaya.
Universitas Sumatera Utara
90
Berikut diagram yang menunjukkan persentase tingkat risiko pada proses perancah Scaffolding di PT X Kota Batam Tahun 2016 :
Gambar 4.6 Persentase Tingkat Risiko pada Proses Perancah Scaffolding di PT X Kota Batam Tahun 2016
Pekerjaan scaffolding merupakan pekerjaan yang berhubungan dengan ketinggian. Oleh karena itu, bahaya dengan risiko very high perlu diperhatikan
agar ditentukan pengendalian yang sesuai. Adapun bahaya dengan kategori tingkat risiko very high tersebut ialah tertimpa material pada saat tahapan
pemasangan scaffolding dengan skor hasil perkalian 540, terjatuh dari ketinggian pada tahapan pemasangan dengan skor hasil perkalian 450, robohnya scaffolding
sehingga scaffolder dapat terjatuh pada saat pemasangan scaffolding dengan skor hasil perkalian 450 dan pada saat penyelesaian bahaya terjatuhnya scaffolder pada
saat akan turun dengan skor hasil perkalian 450.
20
33 13
7 27
Persentase Tingkat Risiko pada Proses Perancah Scaffolding di PT X Kota Batam
1 acceptable 2 priority 3
3 substantial 4 priority 1
5 very high
Universitas Sumatera Utara
91
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko pada Modifikasi Onshore
Rig di PT X Kota Batam Tahun 2016
Identifikasi bahaya merupakan langkah pertama sebelum melakukan penilain risiko. Beberapa teknik telah berkembang untuk melakukan identifikasi
bahaya dimulai dari teknik pasif, teknik semi proaktif dan teknik proaktif. Dari beberapa teknik tersebut teknik proaktif merupakan teknik terbaik. Job Safety
Analysis JSA ialah salah satu teknik yang bersifat proaktif. Dalam Job Safety Analysis setiap proses diuraikan menjadi beberapa tahapan pekerjaan untuk
mengidentifikasi bahayanya. Menurut Ramli 2010, dengan menggunakan Job Safety Analysis
potensi bahaya dapat dianalisis yang terdapat pada sistem kerja, lingkungan kerja dan prosedur serta manusia sebagai pekerjanya, serta dapat memberikan perbaikan
atau cara pencegahan terhadap kecelakaan kerja pada suatu pekerjaan. Bahaya yang teridentifikasi pada setiap tahapan proses di lakukan
penilaian risiko untuk mengetahui tingkat risiko dari tahapan tersebut. Penilaian risiko dibuat dengan mengalikan faktor dampak consequence, pajanan
exposure dan kemungkinan likehood. Berdasarkan Ramli 2010, telah membandingkan teknik penilaian risiko
kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif. Teknik semi kuantitatif termasuk jenis risk matrix, dimana memiliki keunggulan yaitu dapat digunakan dengan biaya
yang rendah, mudah diaplikasikan, waktu yang diperlukan untuk memberikan
Universitas Sumatera Utara