Kebijakan Pasca Orde Baru

5. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 204 Tahun 1967 tentang kebijaksanaan pokok yang menyangkut WNI keturunan asing. 6. Undang-Undang No.04 Tahun 1969 tentang tidak berlakunya Undang- Undang No. 2 Tahun 1958 tentang Persetujuan Perjanjian antara RI dengan RRC mengenai soal Dwikewarganegaraan. 7. Surat Edaran Departemen Kehakiman tentang penyelesaian soal-soal Kewarganegaraan Republik Indonesia tertanggal 1 Juli 1969. 8. Keputusan Presiden Republik Indonesia No.13 Tahun 1980 tentang tata cara penyelesaian permohonan Kewarganegaraan Republik Indonesia, tertanggal 11 Februari 1980 Nurhadiantomo, 2004: 4. Kebijaksanaan asimilasi yang diberlakukan pemerintah diyakini sebagai solusi yang tepat dalam mengatasi masalah kerusuhan dan kekerasan terhadap etnis Tionghoa di Indonesia, akan tetapi kebijakan asimilasi tersebut mengalami kegagalan, karena kerusuhan dan kekerasan masih tetap ada. Contohnya adalah kerusuhan anti Tionghoa secara besar-besaraan pada tanggal 13-14 Mei 1998 di Surakarta dan Jakarta. Terjadi pembunuhan, pembakaran, penjarahan, dan pengerusakaan barang-barang milik etnis Tionghoa Tempo, 2004: 38. Asimilasi membutuhkan suatu proses yang di dalamnya membutuhkan prasyarat, yaitu bila terjadi saling penyesuaian diri sehingga memungkinkan terjadinya kontak komunikasi sebagai landasan untuk dapat berinteraksi dan memahami antar kedua etnis. Rasa saling menerima, memahami, dan menghormati dari kedua kultur yang berbeda merupakan suatu konsekuensi yang harus diterima. Indikasi penerimaan kultur yang harmonis adalah tidak adanya pihak yang dirugikan perasaan dan jiwanya. Sebenarnya harus ada sikap terbuka dari kedua belah pihak. Ketertutupan dari salah satu pihak justru akan merusak makna dari asimilasi P. Haryono, 1994: 14.

b. Kebijakan Pasca Orde Baru

Berakhirnya pemerintahan Soeharto pada hari Kamis tanggal 21 Mei 1998 dengan mengeluarkan pernyataan untuk berhenti dari jabatan sebagai Presiden Repubik Indonesia dan diikuti dengan penunjukan B.J.Habibie sebagai penggantinya untuk melanjutkan sisa masa jabatan Presiden Mandataris MPR commit to users 1998-2000, merupakan awal dari perjalanan nasib etnis Tionghoa di Indonesia. Dilantiknya B.J.Habibie sebagai presiden menjadikan bangsa Indonesia telah melakukan perubahan kepemimpinan nasional yang besar, perpindahan kekuasaan yang ditandai dengan turunnya Soeharto dari kursi kepemimpinan berdampak pada kondisi demokratis yang lebih baik. Kebijaksanaan asimilasi rekayasa pada masa Orde Baru yang dilaksanakan secara total ternyata mengalami kegagalan, maka pemerintahan B.J.Habibie mulai bertindak dengan memperhatikan etnis Tionghoa melalui Inpres No. 261998 telah menghapus istilah ―pri‖ dan ―nonpri‖, yang bertujuan agar tidak mempertajam antara kedua golongan tersebut. Pemerintahan pasca Orde Baru kemudian semakin memperhatikan etnis Tionghoa, yakni pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid menerbitkan Keppres No. 6 Tahun 2000 yang mencabut Inpres No. 14 Tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina. Sesuai Keppres No. 6 Tahun 2000 maka perayaan Kong Hu Chu atau pun aktivitas kebudayaan warga Cina lainnya tidak perlu dengan izin khusus. Diperbolehkanya kembali agama, kepercayaan dan adat istiadat Cina, termasuk kegiatan kesenian Cina Barongsai dan Liang-Liang, kemudian dalam kegiatan pendidikan, khususnya sekolah- sekolah Tionghoa dizinkan kembali untuk beroperasi, hal ini menunjukan bahwa realitas cenderung menolak kebijaksanaan Orde Baru. Ditambah lagi dengan dijadikannya Tahun Baru Imlek sebagai Hari Libur Nasional pada era pemerintahan Presiden Megawati melalui Keppres No. 19 Tahun 2002 Nurhadiantomo, 2003: 205.

2. Agama