BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perspektif Paradigma Kajian
Paradigma menurut Thomas Kuhn dipergunakan dalam dua arti yang berbeda yakni paradigma berarti keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai, teknik,
dan sebagainya yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota masyarakat tertentu. Di sisi lain paradigma juga berarti menunjukkan pada sejenis unsur dalam
konstelasi itu, pemecahan teka-teki yang konkrit, yang jika digunakan sebagai model atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar
bagi pemecahan teka-teki sains yang normal yang masih tertinggal Kuhn, 2002: 180. Thomas Kuhn 2002: 103 juga mengeksplisitkan bahwa perubahan
paradigma dapat menyebabkan perbedaan dalam memandang realitas alam semesta. Realitas dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu,
kemudian menghasilkan mode of knowing yang spesifik. Menurut Denzin dan Lincoln 1994: 107 paradigma dipandang sebagai
seperangkat keyakinan-keyakinan dasar basic believes yang berhubungan dengan yang pokok atau prinsip. Paradigma adalah representasi yang
menggambarkan tentang alam semesta world. Sifat alam semesta adalah tempat individu-individu berada di dalamnya, dan ada jarak hubungan yang mungkin
pada alam semesta dengan bagian-bagiannya. Paradigma menurut Guba dan Lincoln 1994 dalam Hidayat 2004,
mengajukan tipologi yang mencakup empat paradigma: positivisme, postpositivisme, Kritikal, dan konstruktivisme. Dikemukakan oleh Guba, bahwa
setiap paradigma membawa implikasi metodologi masing-masing http:www.scribd.comdoc15252080Paradigma-Konstruktivisme-Paradigma-
Kritikal diakses pada 8 Februari 2015 pukul 19.03 WIB. Paradigma Konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap
paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang
Universitas Sumatera Utara
diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari
pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam karena manusia bertindak sebagai agen yang mengonstruksi dalam
realitas sosial mereka, baik melalui pemberian makna maupun pemahaman perilaku di kalangan mereka sendiri.
Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan
mengonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti. Paradigma konstruktivisme berbasis pada pemikiran umum tentang teori-
teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran konstruktivisme. Littlejohn mengatakan bahwa paradigma konstruktivisme berlandaskan pada ide bahwa
realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses interaksi dalam kelompok, masyarakat, dan budaya Wibowo, 2011: 27.
Paradigma konstruktivisme dapat dijelaskan melalui empat dimensi seperti diutarakan oleh Hidayat dalam Wibowo, 2010: 28 sebagai berikut:
1. Ontologis: relativism, relativitas merupakan konstruksi sosial. Kebenaran
suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.
2. Epistemologis: transactionalistsubjectivist, pemahaman tentang suatu
realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti.
3. Axiologis: Nilai, etika dan pilihan moral merupakan bagian tak
terpisahkan dari suatu penelitian. Peneliti sebagai passionate participant, fasilitator yang menjebatani keragaman subjektivitas pelaku sosial. Tujuan
penelitian lebih kepada rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti.
4. Metodologis: menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti
denagn responden untuk merekonstruksi realitas yang diteliti, melalui metode-metode kualitatif seperti participant observasion. Kriteria kua litas
Universitas Sumatera Utara
penelitian authenticity dan revlectivty: sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas yang di hayati oleh para pelaku sosial.
2.2 Uraian Teoritis