Studi Kasus tentang Peran Komunikasi Antarpribadi di dalam Keluarga dalam Menghadapi Pensiun pada Karyawan PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda Medan

(1)

PERAN KOMUNIKASI ANTARPRIBADI DI DALAM KELUARGA DALAM MENGHADAPI KECEMASAN PENSIUN

(Studi Kasus pada Karyawan PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikam Sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu

Komunikasi

DISUSUN OLEH: DWI KURNIATI

070904030

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Peran Komunikasi Antarpribadi di dalam Keluarga dalam Menghadapi Pensiun (Studi Kasus pada Karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda Medan). Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana peran komunikasi antarpibadi dalam keluarga menjelang masa pensiun yang dapat membuka peluang untuk terjadinya kecemasan menjelang pensiun dikarenakan kurangnya peran keluarga dalam berkomunikasi. Keterbukaan dalam berkomunikasi mampu meningkatkan kualitas hubungan antarpribadi dan mangurangi tingkat kecemasan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan analisa kualitatif. Teknik Pengumpulan Data yang digunakan yakni melalui wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Teknik penentuan subjek penelitian ditetapkan di lapangan dimana pembatasannya ditentukan berdasarkan tingkat kejenuhan data yang diperoleh. Teknik pengambilan dilakukan dengan cara purposive sampling. Subjek penelitian yaitu karyawan di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda Medan yang akan menghadapi masa pra pensiun yang berjumlah 10 orang, kemudian yang dijadikan subjek peneliti sebanyak 4 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai Juli 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses komunikasi antarpribadi didalam keluarga tidak terjalin baik menjelang pensiun, subjek peneliti terkadang merasa cemas jika berkumpul bersama dalam suatu keluarga. Subjek peneliti terlihat khawatir, gugup dan bingung dalam memulai pembicaraan karena takut topik pembicaraannya tidak menarik dan lebih memilih diam. Subjek peneliti juga merasa mangalami hal-hal yang menyenangkan ketika sedang berkomunikasi dengan keluarga. Hal tersebut adalah salah satu ciri kecemasan komunikasi antarpribadi yaitu meninggalkan situasi yang menimbulkan kecemasan secara mendadak.


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang berkat rahmat dan karunia-Nya akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi yang berjudul “Studi Kasus tentang Peran Komunikasi Antarpribadi di dalam Keluarga dalam Menghadapi Pensiun pada Karyawan PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda Medan” ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, kiranya tidak tercipta begitu saja, melainkan merupakan hasil pelajaran yang penulis terima selama mengikuti perkuliahan di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan juga dari data yang didapatkan melalui riset dari perpustakan, internet dan buku-buku literatur lainnya.

Kemudian dalam skripsi ini penulis banyak menjumpai hambatan ataupun halangan baik dalam mencari data ataupun dalam penyelesaian penulisannya. Di samping itu, peneliti juga banyak mendapat saran, bimbingan dan pengarahan baik yang bersifat moril maupun materil, serta dorongan dan semangat dari berbagai pihak yang sangat bermanfaat. Secara khusus, terima kasih kepada orang tua dan keluarga penulis, papa Rahmat Susanto, mama Yusmadewi yang telah banyak memberikan dukungan baik moril maupun materil yang tak terhingga nilainya sehingga penulis dapat menjalani dan menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi.


(4)

Dengan segala kerendahan hati, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi atas segala bantuan dan dukungannya yang sangat bermanfaat bagi penulis.

3. Bapak Dr. Iskandar Zulkarnain, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan masukan, arahan dan bimbingan selama proses pengerjaan skripsi ini

4. Seluruh dosen dan staf pengajar yang telah mendidik dan membimbing penulis sejak semester awal hingga semester akhir.

5. Kepada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda yang telah mengizinkan dan membantu penulis untuk melakukan penelitian.

6. Keluarga Besar Alm. Legimin yang selalu memberikan dukungannya kepada penulis.

7. Ketiga saudaraku, Mbak sivi, Yogi dan Ica yang selalu meberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

8. Arif dan Wulan atas semua bantuannya dalam keperluan skripsi ini.

9. Teman-teman terbaikku Nindy, Ara, Harri, Hanan, Siti, Ayu, Reza, Upeh, Muti, Mimi atas semua dukungan dan bantuannya.


(5)

10. Teman-teman Ilmu Komunikasi stambuk 2007. Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan Rahmat serta Karunia-Nya atas segala bantuan dan dukungan baik secara moril maupun materil yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulius sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dari semua pihak demi perbaikan tulisan ini. Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Medan, Agustus 2012 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Pembatasan Masalah ... 6

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Kerangka Teori ... 8

1.6 Kerangka Konsep ... 11

1.7 Alur Pemikiran ... 17

1.8 Operasional Variabel ... 18

1.9 Definisi Operasional ... 19

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Ruang Lingkup Ilmu Komunikasi... 21

2.1.1 Definisi Komunikasi ... 21

2.1.2 Prinsip Komunikasi ... 25

2.1.3 Unsur-unsur Komunikasi ... 26

2.1.4 Proses Komunikasi ... 33

2.2 Komunikasi Antarpribadi ... 34

2.2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi ... 34

2.2.2 Sifat-sifat Komunikasi Antarpribadi ... 35

2.2.3 Faktor-faktor Pendorong Komunukasi Antarpribadi... 36

2.2.4 Komunikasi Antarpribadi yang Efektif ... 37

2.2.5 Karakteristik Komunikasi Antarprinadi ... 38

2.3 Komunikasi Keluarga ... 39

2.3.1 Pengertian Komunikasi Keluarga ... 39

2.4 Kecemasan ... 41

2.4.1 Pengertian Kecemasan... 41

2.4.2 Faktor Kecemasan ... 42

2.5 Pensiun ... 45

2.6 Teori Kecemasan ... 47

2.7 Self Disclosure ... 49

2.7.1 Pengertian Self Disclosure ... 49


(7)

2.7.5 Tingkatan dalam Pengungkapan Diri ... 55

2.7.6 Manfaat Pengungkapan Diri ... 56

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 59

3.2 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 59

3.3 Subjek Penelitian ... 63

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 64

3.5 Teknik Analisis Data ... 67

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Wawancara... 68

4.2 Pembahasan ... 84

4.3 Penelitian Sejenis ... 89

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 93

5.2 Saran... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 96 LAMPIRAN


(8)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Peran Komunikasi Antarpribadi di dalam Keluarga dalam Menghadapi Pensiun (Studi Kasus pada Karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda Medan). Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana peran komunikasi antarpibadi dalam keluarga menjelang masa pensiun yang dapat membuka peluang untuk terjadinya kecemasan menjelang pensiun dikarenakan kurangnya peran keluarga dalam berkomunikasi. Keterbukaan dalam berkomunikasi mampu meningkatkan kualitas hubungan antarpribadi dan mangurangi tingkat kecemasan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan analisa kualitatif. Teknik Pengumpulan Data yang digunakan yakni melalui wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Teknik penentuan subjek penelitian ditetapkan di lapangan dimana pembatasannya ditentukan berdasarkan tingkat kejenuhan data yang diperoleh. Teknik pengambilan dilakukan dengan cara purposive sampling. Subjek penelitian yaitu karyawan di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda Medan yang akan menghadapi masa pra pensiun yang berjumlah 10 orang, kemudian yang dijadikan subjek peneliti sebanyak 4 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai Juli 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses komunikasi antarpribadi didalam keluarga tidak terjalin baik menjelang pensiun, subjek peneliti terkadang merasa cemas jika berkumpul bersama dalam suatu keluarga. Subjek peneliti terlihat khawatir, gugup dan bingung dalam memulai pembicaraan karena takut topik pembicaraannya tidak menarik dan lebih memilih diam. Subjek peneliti juga merasa mangalami hal-hal yang menyenangkan ketika sedang berkomunikasi dengan keluarga. Hal tersebut adalah salah satu ciri kecemasan komunikasi antarpribadi yaitu meninggalkan situasi yang menimbulkan kecemasan secara mendadak.


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bekerja merupakan salah satu aktifitas manusia, walaupun bekerja tidak hanya menghasilkan uang, tetapi bekerja dapat memberikan status individu dan individu dapat berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitarnya. Bekerja merupakan bentuk dari aktivitas yang mendapat dukungan sosial yang berupa penghargaan lingkungan masyarakat terhadap aktivitas kerja maupun dukungan individu yang melatar belakangi aktivitas kerja itu sendiri seperti kebutuhan untuk aktif, kebutuhan untuk berproduksi, kebutuhan untuk memperoleh harga diri, serta kebutuhan yang lainnya, sehingga pada hakikatnya bekerja merupakan kebutuhan bagi manusia. Pada kenyataannya pekerjaan yang dilakukan tidak akan berlangsung selamanya, karena ada batasan usia tertentu dalam bekerja yang disebut dengan masa pensiun.

Pensiun merupakan suatu proses berakhirnya masa kerja rutin dan dimulainya masa istirahat karena masa kerja secara aktif telah selesai dan berakhir. Masa pensiun cukup memprihatinkan karena adanya persepsi yang kurang tepat dalam memaknai masalah pensiun. Pensiun memaksa individu untuk memaksa suatu peningkatan dalam ruang lingkup pengambilan keputusan tentang kehidupan pribadi seseorang. Masa pensiun yang dimaksud adalah masa pensiun wajib, dimana individu terpaksa melakukan pensiun karena organisasi tempat individu bekerja menetapkan usia tertentu sebagai batas usia seseorang untuk berhenti bekerja tanpa pertimbangan suka atau tidak


(10)

Hilangnya pekerjaan saat memasuki usia lanjut merupakan suatu kecemasan yang sering terjadi. Kehilangan teman – teman kerja dan hilangnya ‘masa’ memegang suatu jabatan struktural membuat individu takut dan cemas. Berkurangnya ketahanan fisik di usia yang semakin lanjut juga menjadi suatu kecemasan dan pada akhirnya menjadi stressor atau sumber stres yang dirasakan berat bagi individu yang tidak begitu kuat mentalnya dalam menghadapi stres.

Masa pensiun sering menimbulkan perasaaan tidak berguna bagi individu yang akan memasuki masa pensiun baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Mestinya pensiun adalah dambaan semua orang. Karena semakin lama bekerja akan semakin lelah sehingga membutuhkan istirahat. Tetapi pada kenyataannya orang takut bila menghadapi masa pensiun, mereka takut kehilangan masa keberartiannya.

Pandangan negatif tentang pensiun menyebabkan individu cenderung menolak datangnya masa pensiun. Penolakan tersebut ditandai dengan adanya perasaan cemas. Kecemasan pada masa pensiun sering muncul pada setiap individu yang sedang menghadapinya karena dalam menghadapi masa pensiun dalam dirinya terjadi goncangan perasaan yang begitu berat karena individu harus meninggalkan pekerjaannya.

Masa pensiun ini dapat menimbulkan masalah karena tidak semua orang siap menghadapinya. Pensiun akan memutuskan seseorang dari aktivitas rutin yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, selain itu akan memutuskan rantai sosial yang sudah terbina dengan rekan kerja, dan yang paling vital adalah menghilangkan identitas seseorang yang sudah melekat begitu lama. Sehingga


(11)

masa pensiun ini sering menimbulkan masalah psikologis baru bagi yang menjalaninya, karena banyak dari mereka yang tidak siap menghadapi masa ini.

Ketidaksiapan menghadapi masa pensiun pada umumnya timbul karena adanya kekhawatiran tidak dapat memenuhi kebutuhan–kebutuhan tertentu. Perubahan yang diakibatkan oleh masa pensiun ini memerlukan penyesuaian diri. Proses penyesuaian diri yang paling sulit adalah pada masa pensiun.

Pada saat menghadapi masa pensiun ada gejala fisiologis yang sering muncul diantaranya merasa mudah lelah ketika bekerja, jantung berdebar-debar, kepala pusing, kadang-kadang mengalami gangguan tidur. Sedangkan gejala psikologisnya yaitu rendah diri, tidak dapat memusatkan perhatian, timbulnya perasaan kecewa sehingga dapat mempengaruhi interaksi dengan orang lain.

Dukungan sangat dibutuhkan oleh individu yang akan memasuki masa pensiun, baik dari teman kerja, keluarga, pasangan hidup dan teman di lingkungan sekitarnya. Dukungan sosial dapat menimbulkan pengaruh positif seperti dapat mengurangi kecemasan dan memelihara kondisi psikologis yang berada dalam tekanan. Dukungan sosial bagi individu yang akan memasuki masa pensiun merupakan hal yang penting, karena individu tersebut merasa dicintai, diperhatikan dan merasa tidak sendirian dalam menghadapi masa pensiun. Dalam penelitian ini lebih memfokuskan pada dukungan sosial dari keluarga yang dapat diperoleh dari komunikasi antar pribadi yang dilakukan keluarga.

Komunikasi dan manusia adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Komunikasi merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Tanpa melakukan komunikasi, maka seseorang akan sulit untuk melangsungkan hidupnya. Sebagai makhluk social, kita merasa perlu


(12)

berhubungan dengan orang lain. Kita memerlukan hubungan dan ikatan emosional dengan mereka, bahkan kita membutuhkan pengakuan mereka atas keberadaan dan kemampuan kita.

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi, dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Merujuk pada pengertian Ruben dan Steward mengenai komunikasi manusia yaitu: Human communication is the process through which individuals-in relationships, group, organizations and societes-respond to and create message to adapt to the

environment and one other. Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang

melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.

Secara umum ragam tingkatan komunikasi meliputi komunikasi massa, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi intrapribadi dan komunikasi antarpribadi. Komunikasi yang akan lebih jauh dibahas dalam penelitian ini adalah komunikasi antarpribadi.

Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) yaitu kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang lain dengan corak komunikasinya lebih bersifat pribadi dan sampai pada tataran prediksi hasil komunikasinya pada tingkatan psikologis yang memandang pribadi sebagai sesuatu yang unik. Dalam komunikasi ini jumlah perilaku yang terlibat pada dasarnya bisa lebih dari dua orang selama pesan atau informasi yang disampaikam


(13)

mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku orang lain karena dari pengaruh yang ditimbulkannya terjadi sebuah proses psikologis yang akhirnya bermuara pada proses sosial.

Salah satu bentuk komunikasi antarpribadi yang paling sederhana dapat kita amati di dalam keluarga. Bagaimanapun, dalam sebuah keluarga komunikasi merupakan hal yang amat penting untuk menjaga hubungan antar pribadi tiap anggota keluarga. Dengan membangun dan membina komunikasi antarpribadi yang baik diantara anggota keluarga, khususnya orangtua dan anak, maka akan tercipta pula hubungan yang baik. Komunikasi yang perlu dilakukan adalah komunikasi yang bersifat integratif, dimana ayah, ibu dan anak terlibat dalam pembicaraan yang menyenangkan dan menghindari model komunikasi yang bersifat dominatif atau suka menguasai pembicaraan. Selanjutnya diharapkan komunikasi orangtua dengan anaknya banyak bersifat mendorong, penuh penghargaan, penuh dukungan dan perhatian.

Pada karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda Medan berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa karyawannya mengungkapkan bahwa kecemasan yang terjadi muncul karena adanya ketakutan akan ketidaktercukupinya kebutuhan-kebutuhan keluarganya baik untuk kebutuhan sehari-hari ataupun kebutuhan mendadak atau tidak terduga seperti salah satu anggota keluarga sakit. Pada umumnya mereka beranggapan bahwa apabila mereka masih aktif bekerja mereka akan mendapat fasilitas-fasilitas yang dapat meringankan kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan mendadak atau tidak terduga. Selain itu juga ada anggapan akan mendapat bantuan baik moril maupun materil dari rekan-rekan sekantor. Saat masa pensiun


(14)

mereka merasa cemas sekalipun mendapatkan uang pensiun karena masih ada anggapan bahwa jumlah uang yang diterima kurang memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Peneliti akan meneliti bagaimana peran komunikasi antarpribadi keluarga dalam menghadapi kecemasan pensiun pada karyawan. Hasil observasi dan wawancara dengan responden yang didapat selama peneliti melakukan penelitian akan dituangkan dalam bab pembahasan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah peran Komunikasi Antarpribadi di dalam keluarga dalam menghadapi kecemasan pensiun pada karyawan di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda Medan?”.

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah tersebut yakni sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya melingkupi masalah komunikasi antarpribadi keluarga dalam menghadapi kecemasan pensiun pada karyawan di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda Medan.

2. Objek penelitian ini adalah karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda Medan yang akan menghadapi masa pra pensiun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai Juli


(15)

3. Penelitian ini menggunakan studi kasus, yaitu kasus dengan menggunakan wawancara, observasi dan studi kepustakaan.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui bagaimana peran komunikasi antarpribadi keluarga dalam menghadapi kecemasan pensiun pada karyawan di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda Medan.

b. Untuk mengetahui bagaimana intensitas komunikasi antarpribadi keluarga dalam menghadapi kecemasan pnnsiun pada karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda Medan. c.. Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong kecemasan menghadapi

pensiun pada karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Iskandar Muda Medan.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:

a. Secara akademis, penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan memperluas khasanah penelitian di lingkungan FISIP USU.

b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi khususnya berkaitan dengan kajian studi Ilmu Komunikasi, khususnya mengenai kajian ilmu komunikasi antar pribadi.

c. Secara praktis, melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan cakrawala bagi peneliti, serta dapat menjadi masukan bagi para karyawan dalam menghadapi pensiun.


(16)

1.5 Kerangka Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti permasalahannya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana akan disoroti (Nawawi, 2001:39).

Kerlinger menyebutkan bahwa teori adalah sekumpulan konstruk (konsep), defenisi dan dalil yang saling terkait, yang menghadirkan suatu pandangan yang sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan diantara beberapa variabel, dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena (Rakhmat, 2004:6). Teori berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan memberikan pandangan terhadap suatu permasalahan.

Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan antara lain: 1.5.1 Teori Kecemasan

Teori kecemasan oleh Freud pertama kali diungkapkan tahun 1890, Teori Freud tentang kecemasan pertama kali didasari oleh suatu pemikiran berani yang mengungkapkan analogi dari kesamaan respon tubuh selama serangan kecemasan. Teori ini dikemukakan sekitar tahun 1894 sebagai penyambung dari teori koitus interuptus yang sebelumnya telah dikemukakan. kecemasan menurut Freud dibagi menjadi tiga yaitu kecemasan realitas, kecemasan neurosis, dan kecemasan moral. Freud membagi kecemasan menjadi tiga, yaitu:

a. Kecemasan Realitas atau Objektif (Reality or ObjectiveAnxiety)

Suatu kecemasan yang bersumber dari adanya ketakutan terhadap bahaya yang mengancam di dunia nyata.Kecemasan seperti ini misalnya ketakutan terhadap


(17)

kebakaran, angin tornado, gempa bumi, atau binatangbuas. Kecemasan ini menuntun kita untuk berperilakubagaimana menghadapi bahaya. Tidak jarang ketakutanyang bersumber pada realitas ini menjadi ekstrim.

b. Kecemasan Neurosis (Neurotic Anxiety)

Kecemasan atau ketakutan untuk itu berkembang karena adanya harapan untuk memuaskan impuls Id tertentu. Kecemasan neurotik yang muncul adalah ketakutan akan terkena hukuman karena memperlihatkan perilaku impulsif yang didominasi oleh Id. Hal yang perlu diperhatikan adalah ketakutan terjadi bukan karena ketakutan terhadap insting tersebut tapi merupakan ketakutan atas apa yang akan terjadi bila insting tersebutdipuaskan. Konflik yang terjadi adalah di antara Id dan Ego yang kita ketahui mempunyai dasar dalam realitas.

c. Kecemasan Moral (Moral Anxiety)

Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik antara Id dan superego. Secara dasar merupakan ketakutan akan suara hati individu sendiri. Ketika individu termotivasi untuk mengekspresikan impuls instingtual yang berlawanan dengan nilai moral yang termaksud dalam superego individu itu maka ia akan merasa malu atau bersalah. Pada kehidupan sehari-hari ia akan menemukan dirinya sebagai “conscience stricken”. Kecemasan moral menjelaskan bagaimana berkembangnya superego. Biasanya individu dengan kata hati yang kuat akan mengalami konfllik yang lebih hebat daripada individu yang mempunyai kondisi toleransi moral yang lebih longgar. Seperti kecemasan neurosis, kecemasan moral juga mempunyai dasar dalam kehidupan nyata.

Apapun tipenya, kecemasan merupakan suatu tandap peringatan kepada individu. Hal ini menyebabkan tekanan pada individu dan menjadi dorongan pada


(18)

individu termotivasiuntuk memuaskan. Tekanan ini harus dikurangi. Kecemasan memberikan peringatan kepada individu bahwa ego sedang dalam ancaman dan oleh karena itu apabila tidak ada tindakan maka ego akan terbuang secara keseluruhan. Ada berbagai cara ego melindungi dan mempertahankan dirinya. Individu akan mencoba lari dari situasi yang mengancam serta berusaha untuk membatasi kebutuhan impuls yang merupakan sumber bahaya.

1.5.2 Self Disclosure

Menurut Devito (1997:231-132), self disclosure merupakan proses pengungkapan reaksi/tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi, serta memberikan informasi guna memahami suatu tanggapan terhadap orang lain dan sebaliknya. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap suatu yang telah dikatakan/dilakukannya, atau perasaan kita terhadap suatu kejadian yang baru saja kita saksikan.

Beberapa manfaat dan dampak pembukaan diri terhadap hubungan antar pribadi menurut Devito adalah sebagai berikut:

1. Pembukaan diri merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua orang.

2. Semakin kita bersikap terbuka kepada orang lain, maka orang tersebut akan menyukai kita, sehingga ia akan semakin membuka diri terhadap kita.

3. Orang yang rela membuka diri kepada orang lain tterbukti cenderung memiliki sifat-sifat, seperti : kompeten, terbuka, ekstrovert, fleksibel, adaptif dan intelijen.


(19)

4. Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar reaksi yang memungkinkan komunikasi intim yang baik dengan diri kita sendiri ataupun orang lain.

5. Membuka diri berarti bersikap realistis sehingga harus jujur, tulus dan autentik.

Teori Self Disclosure/proses pengungkapan diri yang telah lama menjadi fokus penelitian dalam teori komunikasi merupakan proses pengungkapan informasi pribadi kita kepada orang lain. Joseph Luft mengemukakan teori Self Disclosure berdasarkan pada model interaksi manusia yang disebut Johari Window, dimana terdapat empat bidang didalamnya, yakni : terbuka, buta, tersembunyi dan tidak diketahui.

1.6 Kerangka Konsep

Konsep adalah penggambaran secara tepat fenomena yang hendak diteliti yakni istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:33).

Kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 1995:40).

Kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya.Beberapa konsep yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah:


(20)

1.6.1. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Menurut Devito, komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik secara langsung. Untuk memperjelas pengertian komunikasi antarpribadi, Devito memberikan beberapa ciri sebagai berikut:

a. Keterbukaan

Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide/gagasan suatu permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan terbuka tanpa rasa takut/malu, keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.

b. Empati

Kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada orang lain.

c. Dukungan

Setiap pendapat, ide/gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Dengan demikian keinginan yang ada dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan.


(21)

d. Rasa positif

Setiap pembicaraan yang disampaikan dapat tanggapan positif, rasa positif menghindarkan pihak-pihak berkomunikasi untuk tidak curiga/berprasangka yang dapat menganggu jalinan interaksi.

e. Kesamaan

Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan pribadi pun lebih kuat apabila memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan sikap, usia, ideologi dsb.

1.6.2. Komunikasi Keluarga

Dalam pengertian psikologis, (Soleman, 1994 dalam Gunarsa, 2003:10) keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama, dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, dan saling memperhatikan. Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam interaksi dengan kelompoknya.

Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinterakasi dengan anggota lainnya sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar komunikasi dan hubungan timbal balik dapat terpelihara dengan baik, maka hubungan timbal balik dalam keluarga harus menggambarkan ikatan yang sangat kuat sebagai berikut:

a. Hubungan suami-isteri berdasarkan cinta kasih.


(22)

c. Hubungan orangtua dengan anak remaja berdasarkan rasa sabar. d. Hubungan antara anak didasarkan atas kasih sesama.

Komunikasi dalam keluarga akan memberikan rasa aman dan bahagia bila berlandaskan kasih sayang (Gunarsa, 2002:13).

1.6.3. Kecemasan.

Kecemasan ialah semacam kegelisahan-kekhawatiran dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas, yang difus atau baur, dan mempunyai ciri yang mengazab pada seseorang (Kartono, 2002:129)

Priest (1994) berpendapat bahwa kecemasan atau perasaan cemas adalah suatu keadaan yang dialami ketika berpikir tentang sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi. Atkinson, dkk (1996) menjelaskan bahwa kecemasan merupakan emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan gejala seperti kekhawatiran dan perasaan takut. Segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan organism dapat menimbulkan kecemasan, konflik merupakan salah satu sumber munculnya rasa cemas. Adanya ancaman fisik, ancaman terhadap harga diri, serta perasaan tertekan untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan juga menumbuhkan kecemasan (Safaria, 2009:49)

Blackburn dan Davidson (1994) mengemukakan, reaksi kecemasan dapat mempengaruhi suasana hati, pikiran, motivasi, perilaku dan gerakan biologis (Safaria, 2009:56).


(23)

Simptom-simptom Psikologis Keterangan

Suasana hati Kecemasan, mudah marah, perasaan

sangat tegang.

Pikiran Khawatir, sukar berkonsentrasi,pikiran

kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri tidak berdaya atau sensitif.

Motivasi Menghindari situasi, ketergantungan

tinggi, ingin melarikan diri.

Perilaku Gelisah, gugup, waspada berlebihan

Gerakan Biologis Gerakan otomatis meningkat,

berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering.

1.6.4. Pensiun

Secara umum, arti kata pensiun adalah seseorang yang sudah tidak bekerja lagi karena usianya sudah lanjut dan harus diperhentikan. Pensiun merupakan suatu proses berakhirnya masa kerja rutin dan mulainya masa istirahat karena masa kerja secara aktif telah selesai dan berakhir. Masa pensiun cukup memprihatinkan karena adanya persepsi yang kurang tepat dalam memaknai masalah pensiun.

Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pensiun . Mereka mengatakan bahwa pensiun adalah suatu kondisi dimana individu tersebut telah berhenti bekerja pada suatu pekerjaan yang biasa dilakukan. Merekapun menerangkan batasan yang lebih jelas dan mengatakan bahwa pensiun adalah proses pemisahan seorang individu dari pekerjaannya, dimana dalam menjalankan perannya seseorang digaji. Dengan kata lain masa pensiun mempengaruhi aktivitas seseorang, dari situasi kerja ke situasi di luar pekerjaan. Sedangkan berdasarkan pandangan psikologi perkembangan, pensiun dapat dijelaskan sebagai suatu masa transisi ke pola hidup baru, ataupun merupakan akhir pola hidup .


(24)

Masa pensiun ini dapat menimbulkan masalah karena tidak semua orang siap untuk menghadapinya. Pensiun akan memutuskan seseorang dari aktivitas rutin yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, selain itu akan memutuskan rantai sosial yang sudah terbina dengan rekan kerja, dan yang paling vital adalah menghilangnya identitas diri seseorang yang sudah melekat begitu lama.

Pensiun sering kali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak. Dalam era modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang bias mendatangkan kepuasan (karena uang, jabatan, dan memperkuat harga diri). Oleh karena itu, sering kali terjadi orang yang pensiun bukannya bisa menikmati masa tua dengan hidup santai, sebaliknya ada yang justru mengalami problem serius (kejiwan ataupun fisik). Individu yang melihat masa pensiun hanya dari segi finansial kurang bisa beradaptasi dengan baik dibandingkan dengan mereka yang dapat melihat masa pensiun sebagai masa di mana manusia beristirahat manikmati hasil jerih payahnya selama ini di masa tuanya.

Golongan pensiun sendiri terbagi menjadi kelompok yang optimis dan kelompok pesimis. Ada yang bahagia karena dapat menyelesaikan tugas dan pengabdiannya dengan “selamat” tanpa cela. Sebaliknya ada juga yang merasa khawatir akan kehidupan di masa yang akan datang.

Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka konsep-konsepnya dapat disederhanakan dengan mengubahnya menjadi variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(25)

1. Komunikasi AntarPribadi Keluarga 2. Kecemasan menghadapi Pensiun 1.6.5 Kecemasan Pensiun

Kecemasan menghadapi pensiun adalah suatu gejala atau reaksi psikologis dan fisiologis yang bersifat subjektif dan tidak menyenangkan yang terjadi pada individu yang sedang menghadapi pensiun. Kecemasan pensiun sering muncul pada setiap individu yang sedang menhadapi masa pensiun dalam dirinya terjadi guncangan perasaan yang begitu berat karena individu harus meninggalkan pekerjaannya.

Jika individu mengalami kecemasan dalam menghadapi pensiun dikarenakan tidak semua orang siap untuk menghadapinya. Dan batasan yang lebih jelas adalah proses pemisahan individu dari pekerjaannya, dimana dalam menjalankan perannya sebagai seseorang yang digaji. Dengan kata lain timbulnya kecemasan pensiun karena akan memutuskan seseorang dari aktifitas rutin yang telah dilakukan selama bertahun-tahun dan yang paling vital adalah menghilangkan identitas seseorang yang sudah lama melekat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan menghadapi pensiun antara lain menurunnya pendapatan, hilangnya status sosial, berkurangnya interaksi sosial dengan teman kerja, datangnya masa tua.

1.7 Alur Pemikiran

Model teoritis merupakan paradigma yang menginformasikan permasalahan-permasalahan terkait antara satu dengan yang lainnya. Variabel-variabel yang telah dikelompokkan ke dalam kerangka konsep dibentuk menjadi model teoritis sebagai berikut:


(26)

Komunikasi Antarpribadi Keluarga

Kecemasan menghadapi Pensiun

GAMBAR 1 Model Teoritis Penelitian

Dalam sebuah organisasi, perusahaan maupun lembaga pemerintahan, komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi yang selalu digunakan dalam menjalani aktivitas didalamnya. Komunikasi antar pribadi yang terjadi akan mengakibatkan pada kecemasan seseorang dalam menghadapi permasalahan baik itu yang bersifat pribadi, kelompok, keluarga, maupun di masyarakat.

Kecemasan itu bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya berkurang atau menurunnya pendapatan seseorang, hilangnya status sosial, berkurangnya interaksi sosial, dan datangnya masa tua. Faktor-faktor tersebut menjadi suatu permasalahan bagi setiap orang, contohnya bagi para karyawan Bank BRI yang mengalami kecemasan dalam menghadapi masa pensiun. Sehingga, komunikasi antar pribadi yang terjadi dengan teman kerja maupun keluarga akan berbeda, dengan munculnya rasa gugup, bingung dan takut dalam berkomunikasi karena kecemasan menghadapi pensiun.

1.8 Operasional Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, maka untuk lebih memudahkan penelitian diperlukan suatu operasional variabel terkait, yakni sebagai berikut:


(27)

No. Variabel Teoritis Variabel Operasional 1. Komunikasi

Antarpribadi Keluarga

1. Keterbukaan 2. Empati 3. Dukungan 4. Rasa Positif 5. Kesamaan 2. Kecemasan Menghadapi

Pensiun

1 Suasana hati 2 Pikiran 3 Motivasi 4 Perilaku

5 Gerakan biologis

1.9 Definisi Operasional

Defenisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Defenisi operasional adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995:46).

Defenisi operasional dari dalam penelitian ini adalah: 1. Komunikasi Antarpribadi Keluarga

a. Keterbukaan : adanya suatu kemauan untuk membuka diri dan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima dalam menghadapi hubungan antar pribadi.

b. Empati : kemampuan untuk menempatkan diri kita seperti apa yang dirasakan orang lain sewaktu kita berkomunikasi dengan orang lain.


(28)

c. Dukungan : suatu keadaan yang mendorong seseorang untuk berkomunikasi tanpa merasa tertekan dengan kritik yang dating padanya.

d. Rasa positif : suatu perasaan yang dialami secara internal oleh individu bahwa kegiatan komunikasi yang dilakukannya membawa manfaat bagi dirinya.

e. Kesamaan : adanya suatu kondisi yang menunjukkan terdapatnya posisi kesejajaran antara pihak-pihak yang berkomunikasi tanpa memandang siapa lawan bicaranya.

2. Kecemasan Menghadapi Pensiun

a. Suasana hati : kecemasan, mudah marah, perasaan sangat tegang. b. Pikiran : Khawatir, sukar berkonsentrasi,pikiran kosong,

membesar-besarkan ancaman, memandang diri tidak berdaya atau sensitif.

c. Motivasi : Menghindari situasi, ketergantungan tinggi, ingin melarikan diri.

d. Perilaku : Gelisah, gugup waspada berlebihan.

e. Gerakan biologis : Gerakan otomatis meningkat, berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering.


(29)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Ruang Lingkup Ilmu Komunikasi 2.1.1 Defenisi Komunikasi

Mendefinisikan komunikasi merupakan hal yang menantang. Katherine Miller (2005) menggarisbawahi hal ini dengan menyatakan bahwa “terdapat begitu banyak konseptualisasi mengenai komunikasi, dan konseptualisasi ini telah mengalami banyak perubahan dalam bertahun-tahun terakhir ini”. Sarah Trenholm (1991) menyatakan bahwa walaupun studi mengenai komunikasi telah ada berabad-abad, tidak berarti bahwa komunikasi telah dipahami dengan baik. Sebagaimana halnya dengan sebuah koper, istilah ini sesak dijejali dengan ide-ide dan makna-makna yang aneh. Fakta bahwa beberapa ide ini sebenarnya sudah pas dan sering kali diabaikan, sehingga menyebabkan koper berisi konseptualisasi ini terlalu berat untuk diangkat. (West,2009:4-5)

Kita harus menyadari bahwa terdapat berlusin-lusin definisi komunikasi akibat dari kompleks dan kayanya disiplin ilmu komunikasi. Masing-masing disiplin ilmu memberi masukan terhadap perkembangan ilmu komunikasi, misalnya psikologi, sosiologi, antropologi, ilmu politik, ilmu manajemen, linguistic, matematika, ilmu elektronika, dan lain sebagainya. Mari kita bayangkan bahwa kita mengambil kelas mengenai komunikasi dari dua profesor yang berbeda. Masing-masing profesor akan memiliki gaya mereka sendiri dalam menyampaikan materi, dan siswa dalam kelas-kelas tersebut masing-masing akan memiliki pendekatan yang unik terhadap teori komunikasi. Hasilnya adalah pendekatan-pendekatan yang mengesankan dan unik dalam pembelajaran


(30)

mengenai suatu topik. Walaupun demikian, saya akan menawarkan definisi komunikasi dari perspektif komunikasi sebagai proses sosial diantara individu.

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. (Effendy,1999:9)

Kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas (community) yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas merujuk pada sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu, dan mereka berbagi makna dan sikap. Komunitas bergantung pada pengalaman dan emosi bersama, dan komunikasi berperan dan menjelaskan kebersamaan itu. (Mulyana,2005:42)

Sejalan dengan apa yang disampaikan Sir Gerald Barry, communication berasal dari kata “communicare” yang artinya “to talk together, confer, discourse,

and consult with another”. Lebih lanjut Barry mengemukakan, perkataan ini

masih ada hubungannya dengan kata “communitas” yang artinya, “not only community but also fellowship and justice ini men’s dealing with one other”. Masih menurut Barry, society is based on the possibility of men living and working together for common ends in a word, on cooperation. Through communication man share knowledge, information and experience, and thus understand persuade, convert or control their fellows.

Carl I.Hovland, seorang sarjana psikologi yang menaruh perhatian pada perubahan sikap mendefinisikan komunikasi sebagai “proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya


(31)

lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain (komunikate) (dalam Purba,2006:29-30)

Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication) bahwa : “komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu”. (dalam Cangara,2006:18-19)

Richard West dan Lynn Turner dalam bukunya Introducing

Communication Theory mendefinisikan komunikasi adalah proses sosial di mana

individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. (West,2009:5)

Lima istilah kunci dalam perspektif komunikasi sebagai proses sosial antar individu adalah : sosial, process, symbol, means, environment.(lihat gambar 1.1)

Gambar 1

Proses Komunikasi

Lingkungan

Sosial Makna


(32)

Pertama-tama, sepenuhnya diyakini bahwa komunikasi adalah suatu proses sosial. Ketika menginterpretasikan komunikasi secara sosial (social), maksud yang disampaikan adalah komunikasi selalu melibatkan manusia serta interaksi. Kemudian kita membicarakan komunikasi sebagai proses (process), hal ini berarti komunikasi bersifat berkesinambungan dan tidak memiliki akhir. Komunikasi juga dinamis, kompleks dan senantiasa berubah.

Istilah ketiga yang diasosiasiakan dengan defenisi kita mengenai komunikasi adalah simbol. Simbol (symbol) adalah sebuah label arbitrer atau representasi dari fenomena. Kata adalah simbol untuk konsep dan benda, misalnya kata cinta merepresentasikan sebuah ide mengenai cinta; kata kursi merepresentasikan benda yang kita duduki. Label dapat bersifat ambigu, dapat berupa verbal dan nonverbal. Berbicara lebih jauh tentang simbol, kita akan mengenal simbol konkret (concrete symbol), simbol yang merepresentasikan benda dan simbol abstrak (abstract symbol), simbol yang merepresentasikan suatu pemikiran ide. Simbol konkret seperti komputer akan dipahami akan lebih mudah dipahami daripada “otak anda seperti komputer”. Seseorang mungkin memiliki interpretasi bahwa anda akan mampu mengingat detail dan spesifik (sebuah pujian). Sementara orang lain mungkin akan melihat bahwa arti dari pernyataan ini bahwa anda orang yang kaku dan tidak berperasaan dalam berhubungan dengan orang lain (sebuah hinaan).

Makna adalah pesan yang diambil dari suatu pesan. Judith dan Tom Nakayama (2002) menyatakan bahwa makna memiliki konsekuensi budaya. Contohnya masyarakat Amerika pada umumnya tidak menyukai hari Senin, hari


(33)

sebaliknya, tidak menyukai hari Sabtu, yang merupakan hari pertama setelah hari suci umat Islam, yaitu hari Jumat. Martin dan Nakayama menegaskan bahwa ungkapan TGIF (Thank God It’s Fryday), tidak akan mengkomunikasikan makna yang sama pada semua orang.

Istilah kunci yang terakhir dalam definisi komunikasi adalah lingkungan. Lingkungan (environment) adalah situasi atau konteks di mana komunikasi terjadi. Lingkungan terdiri atas beberapa elemen, seperti waktu, tempat, periode sejarah, relasi, dan latar belakang budaya pembicara dan pendengar. Petugas peminjaman dana di sebuah bank, contohnya, harus memperhitungkan pengaruh-pengaruh lingkungan yang dibawa orang lain dalam sebuah percakapan. Orang-orang yang ingin meminjamkan dana dari bank mungkin pernah saja beberapa kali ditolak permohonannya, tidak memercayai bank, dan mungkin memiliki sedikit pengalaman atau bahkan tidak sama sekali dalam mengajukan peminjaman dana. Hal-hal ini merupakan elemen-elemen lingkungan yang harus dipertimbangkan oleh si petugas dalam memproses permohonan peminjaman dana dan juga komunikasi yang sedang berlangsung. (West,2009:5-8)

2.1.2 Prinsip Komunikasi

Tidak banyak dibahas para ahli tentang prinsip komunikasi. Para ahli lebih banyak disibukkan pada perdebatan proses dalam komunikasi. Esensi dari komunikasi sendiri adalah pesan. Pesan yang di stimulus oleh komunikator dimaknai sama oleh komunikan. Kesamaan dalam komunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran yang bertindihan satu sama lain. Daerah yang bertindihan itu disebut kerangka pengalaman (field of experience) yang menunjukkan adanya kesamaan antara A dan B dalam hal tertentu, misalnya bahasa atau simbol.


(34)

Gambar 2

Dari gambar di atas, kita dapat menarik tiga prinsip dasar komunikasi, yakni:

1. Komunikasi hanya terjadi bila terdapat pertukaran pengalaman yang sama antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi (sharing similar experiences).

2. Jika daerah tumpang tindih (the field of experience) menyebar menutupi lingkaran A atau B, menuju terbentuknya satu lingkaran yang sama, makin besar kemungkinannya tercipta proses komunikasi yang mengena (efektif). 3. Tetapi kalau daerah tumpang tindih ini makin mengecil dan menjauhi

sentuhan kedua lingkaran, atau cenderung mengisolasi lingkaran masing-masing, maka komunikasi yang terjadi sangat terbatas. Bahkan besar kemungkinannya gagal dalam menciptakan suatu proses komunikasi efektif. (Cangara,2006:20-21)

2.1.3 Unsur-Unsur Komunikasi

Unsur-unsur dalam komunikasi merupakan bagian yang sangat penting dan saling melengkapi satu sama lain dalam sebuah rangkaian sistem yang memungkinkan berlangsungnya suatu aktivitas komunikasi. Aktivitas komunikasi sebagai suatu proses memiliki berbagai defenisi yang beraneka ragam mulai dari yang sederhana sampai yang lebih kompleks. Semakin kompleks suatu teori atau


(35)

defenisi semakin memerlukan unsure-unsur atau elemen komunikasi yang semakin kompleks pula. (Purba,2006:39)

Aristoteles, ahli filsafat Yunani Kuno dalam bukunya Rhetorica menyebut bahwa suatu proses komunikasi memerlukan tiga unsur yang mendukungnya, yakni siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan dan siapa yang mendengarkan. (Cangara,2006:21). Sejalan dengan apa yang disampaikan Carl I. Hovland dalam bukunya Social Communication menyebutkan: communication is the process by which an individual (the communicator) transmit stimuli (usually verbal symbol) to modify the behavior of other individual (communicate). Komunikasi adalah suatu proses dimana seorang individu (komunikator) mengirimkan stimuli (simbol kata) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan). (Purba,2006:29)

Claude E. Shannon dan Warren Weaver (1949), dua orang insinyur listrik menyatakan bahwa terjadinya proses komunikasi memerlukan lima unsur yang mendukungnya, yakni pengirim, transmitter, signal, penerima dan tujuan. Awal tahun 1960-an David K. Berlo membuat formula komunikasi yang lebih sederhana. Formula itu dikenal dengan nama “SMCR”, yakni : Source (pengirim),

Message (pesan), Channel (salura-media) dan Receiver (penerima).

(Cangara:2006:21-22)

Proses komunikasi lain yang dikembangkan oleh Herbert G. Hicks dan C Ray Gullet yang didasarkan model David K. Berlo dan model yang dikembangkan Wilbur Schramm menggambarkan komunikasi dimulai dari sumber sebagai titik awal komunikasi itu berasal. Dalam diri sumber terjadi proses pengkodean (encoding) yakni ketika ide diubah menjadi kode atau simbol bahasa. Gerak-gerik dan sebagainya di alam pikiran kemudian diekspresikan menjadi sebuah pesan


(36)

berupa produk fisik seperti kata-kata yang diucapkan, dicetak, ekspresi wajah yang disampaikan melalui saluran tertentu kepada penerima. Pesan tersebut diterima berupa idea tau simbol dan terlebih dahulu melalui proses pembacaan kode (decoding) dalam diri penerima dengan menyusunnya kembali guna memperoleh pengertian. (Purba,2006:39-40)

Perkembangan terakhir adalah munculnya pandangan Joseph de Vito, K. Sereno dan Erika Vora yang menilai faktor lingkungan tidak kalah penting dalam mendukung terjadinya proses komunikasi. (Cangara:2006:22)

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa unsur-unsur komunikasi terdiri dari :

1. Sumber (coomunicator) 2. Pembentukan kode (encoding) 3. Pesan (message)

4. Saluran (channel)

5. Penerima (communicant) 6. Pembacaan kode (decoding) 7. Umpan balik (feedback) 8. Efek (effect)

9. Lingkungan (environment)

Sumber Komunikasi (communicator ) – Penerima (communicant)

Seseorang menjadi komunikator ketika sedang mengirimkan pesan, misalnya sedang berbicara, menulis, menggambar, ataupun sedang melakukan tindakan, gerak-gerik, menampilkan ekspresi wajah dan sebagainya. Setelah


(37)

teman bicara misalnya, melalui pendengaran, penglihatan, observasi, rabaan, penciuman, dan lain-lain. Bila komunikasi terjadi secara langsung (direct

communication), pada saat memberikan perhatian, memandang, melihat,

mendengar, maupun menyerap lambang-lambang verbal maupun nonverbal untuk memberikan tanggapan (respon) maka dalam hal ini seseorang sedang berfungsi sebagai penerima (komunikan). (Purba,2006:40-41)

Pesan

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat atau propaganda. (Cangara,2006:23)

Encoding-Decoding

Sebagai komunikator akan melakukan fungsi encode (encoding) dan pada saat itu disebut encoder sedangkan komunikan melakukan fungsi decode (decoding) yang disebut sebagai decoder.

Ketika akan melakukan kegiatan untuk menghasilkan pesan. Pesan bersumber dari gagasan atau ide. Pada saat menerjemahkan gagasan, ide, buah pikiran tersebut ke dalam bentuk kode-kode tertentu sebagai kata-kata tertulis maupun lisan, gambar, gerak-gerik, maupun isyarat yang disengaja dipilih untuk menyampaikan pesan tersebut, maka kita sedang melakukan proses encoding.

Tindakan menerima pesan tersebut misalnya membaca, mendengarkan, melihat, mengamati dan selanjutnya memberikan penafsiran atau interpretasi terhadap pesan tersebut. Dalam hal ini berarti komunikan sedang terlibat dalam proses decoding. (Purba,2006:42)


(38)

Saluran (channel)

Saluran (channel) adalah media yang dipergunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. Saluran yang merupakan mata rantai yang harus dilalui pesan untuk sampai kepada tujuan berbeda-beda tergantung jenis proses komunikasi yang berlangsung dan jarang sekali menggunakan hanya satu saluran saja. Dalam komunikasi tatap muka (face to

face) proses penyampaian ide, gagasan atau perasaan seseorang dapat

menggabungkan pemakaian beberapa saluran yang berbeda-beda secara simultan. Misalnya sebuah proses komunikasi dengan menggunakan beberapa lambang-lambang berupa kata-kata atau bunyi-bunyian disebut saluran suara, gerak-gerik atau isyarat tubuh misalnya menganggukkan kepala, mengerutkan kening dan lain-lain dapat diamati secara visual, menggunakan wangi-wangian menggunakan saluran yang disebut olfactory. (Purba,2006:43)

Umpan Balik (feedback)

Umpan balik memainkan peranan amat penting dalam komunikasi, sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator. Oleh karena itu, umpan balik bisa bersifat positif, dapat pula bersifat negatif. Umpan balik positif adalah tanggapan atau response atau reaksi komunikan yang menyenangkan komunikator sehingga komunikasi berjalan lancer. Sebaliknya, umpan balik negatif adalah tanggapan komunikan yang tidak menyenangkan komunikatornya sehingga komunikator enggan untuk melanjutkan komunikasinya. (Effendy,1999:14)


(39)

Komunikator yang baik adalah orang yang selalu memperhatikan umpan balik sehingga ia dapat segera mengubah gaya komunikasinya di kala ia mengetahui bahwa umpan balik dari komunikan bersifat negatif.

Umpan balik diri sendiri adalah pesan atau informasi yang kita terima atas pesan yang kita produksi sendiri, misalnya ketika sedang berbicara dengan orang lain maka pada saat bersamaan secara sengaja dan sadar kita mendengarkan suara kita sendiri. Umpan balik sejenis ini disebut internal feedback.

Feedforward atau umpan maju adalah informasi yang menjawab pesan

yang akan disampaikan kepana komunikan. Umpan maju ini sering sekali dilakukan sebagai pengantar dalam sebuah kalimat yang berisi pesan, misalnya “Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya, saya mohon……”. Pengantar dalam kalimat merupakan umpan maju berupa isyarat dan tanggapan yang akan disampaikan oleh komunikator.

Umpan balik verbal adalah tanggapan yang dikirimkan oleh komunikan berupa kata-kata baik lisan maupun tulisan. Sedangkan umpan balik nonverbal dalah tanggapan atau respon yang diberikan oleh komunikan berupa pesan yang disampaikan bukan dengan kata-kata tetapi dengan isyarat, gambar, warna, dan sebagainya. Umpan balik sejenis ini disebut external feedback.

Dalam komunikasi tatap muka, umpan balik secara langsung dan seketika diterima oleh komunikator. Umpan balik ini disebut immediate feedback. Berbeda dengan komunikasi massa, umpan balik diterima tertunda dalam rentang waktu yang cukup lama sejak saat pesan dikirimkan. Umpan balik tertunda pada media massa disebut delay feedback. (Purba,2006:45-46)


(40)

Efek (effect)

Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang. Karena itu, pengaruh bisa diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan. (Cangara,2006:25)

Lingkungan (environment)

Adalah sebuah situasi yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu komunikasi. Situasi Lingkungan terjadi karena adanya 4 faktor :

− Lingkungan Fisik(Letak Geografis dan Jarak)

− Lingkungan Sosial Budaya (Adat istiadat, bahasa, budaya, status sosial) − Lingkungan Psikologis ( Pertimbangan Kejiwaan seseorang ketika

menerima pesan)

− Dimensi Waktu (Musim, Pagi, Siang, dan Malam). (Cangara,2006:26-27)

Gambar 1.3

LINGKUNGAN

SUMBER PESAN MEDIA PENERIMA EFEK


(41)

2.1.4 Proses Komunikasi

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Proses komunikasi ada dua tahap yaitu Primer dan Sekunder.

a.Proses Komunikasi Secara Primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media, bahasa, kial (gesture), isyarat, gambar, warna, dan sebagainya. Dalam proses komunikasi, media yang paling banyak digunakan adalah bahasa, karena mampu menterjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain dalam bentuk ide, informasi atau opini.

Kata-kata mengandung dua jenis pengertian :

• Denotatif yaitu, kata-kata yang memiliki arti sebagaimana tercantum dalam kamus atau sebenarnya (dictionary meaning)

• Konotatif yaitu, kata-kata yang memiliki arti emosional atau mengandung penilaian tertentu / kiasan (emotional or evaluate meaning)

Bahasa memegang peranan penting dalam proses komunikasi. Wilbur Schramm, ahli komunikasi dalam karyanya “Communication research in the

USA” menyebutkan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang

disampaikan oleh komunikator sesuai dengan kerangka acuan (frame of

reference), paduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and


(42)

b.Proses Komunikasi Secara Sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama dipakai karena relatif jauh atau jumlahnya banyak. Sarana itu, surat, telepon, fax, koran, majalah, radio, TV, film, e-mail, internet, dan lain-lain karena komunikan sebagai sasarnnya berada di tempat yang relatif jauh.

Jadi, proses komunikasi sekunder merupakan sambungan dari komunikasi primer untuk menembus dimensi ruang dan waktu, maka dalam menata lambang-lambang untuk memformulasikan isi pesan komunikasi, komunikator harus memperhitungkan ciri-ciri atau sifat media yang akan digunakan. Penentuan media yang akan digunakan sebagai hasil pilihan dari sekian banyak alternatif perlu didasari pertimbangan siapa komunikan yang akan dituju. Komunikan media surat, poster, atau papan pengumuman akan berbeda dengan komunikan surat kabar, radio, televisi, film, atau media lainnya. Setiap media memiliki ciri atau sifat tertentu yang efektif dan efisien untuk dipergunakan bagi penyampaian suatu pesan tertentu pula. (Effendy,1999:16).

2.2 Komunikasi Antarpribadi

2.2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Beberapa ahli memberikan pengertian dari komunikasi antarpribadi. Devito (1997:88) menyatakan bahwa komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan


(43)

dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau kelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.

Effendy (1986 dalam Liliweri, 1991:12) mengemukakan bahwa pada komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi seperti ini dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang karena sifatnya yang dialogis dan arus balik bersifat langsung. Komunikator dapat mengetahui pasti apakan komunikasinya bersifat positif atau negatif, berhasil atau tidak.

Rogers dalam Depari (1988) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi. Dean C. Barnuld (1968) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang, atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur. Tan (1981) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih.

2.2.2 Sifat-sifat Komunikasi Antarpribadi

Menurut pendapat Reardon, Effendy, Porter dan Samover (dalam Liliweri, 1991:13), sifat-sifat komunikasi antarpribadi itu adalah:

a. Komunikasi antarpribadi melibatkan perilaku verbal maupun non verbal di dalamnya.

b. Komunikasi antarpribadi melibatkan perilaku yang spontan, scripted dan contrived.


(44)

d. Komunikasi antarpribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai interaksi, dan koherensi.

e. Komunikasi antarpribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik.

f. Komunikasi antarpribadi menunjukkan adanya suatu tindakan. g. Komunikasi antarpribadi merupakan persuasi antar manusia. 2.2.3 Faktor-faktor Pendorong Komunikasi Antarpribadi

Dalam berkomunikasi dengan orang lain meskipun dilakukan melalui interaksi dengan sendirinya namun didorong oleh berbagai faktor. Halloran (1980, dalam Liliweri 1991:45) menemukakan bahwa menusia berkomunikasi dengan orang lain karena beberapa faktor, yakni:

a. Perbedaan antar pribadi

b. Manusia merupakan makhluk yang utuh namun tetap mempunyai kekurangan.

c. Adanya perbedaan motivasi antar manusia

d. Kebutuhan akan harga diri yang harus mendapat pengakuan dari orang lain.

Cassagrande (1986, dalam Liliweri 1991:47) juga berpendapat bahwa penyebab orang berkomunikasi adalah:

a. Setiap orang memerlukan oarng lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagi kelebihan.

b. Setiap orang terlibat dalam proses perubahan yang relatif tetap.


(45)

d. Hubungan yang diciptakan kalau berhasil akan menjadi pengalaman yang baru.

2.2.4 Komunikasi Antarpribadi yang Efektif

Untuk memperjelas pengertian komunikasi antarpribadi yang efektif, Devito memberikan beberapa kriteria sebagai berikut:

a. Keterbukaan

Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan segala ide/gagasn suatu permasalahan secara bebas (tidak ditutupi) dan terbuka tanpa rasa takut/malu, keduanya saling mengerti dan memahami pribadi masing-masing.

b. Empati

Kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya kepada orang lain. c. Dukungan

Setiap pejabat, ide/gagasan yang disampaikan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Dengan demikian keinginan/hasrat yang ada dimotivasi untuk mencapainya. Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan.

d. Rasa positif

Setiap pembicaraan yang disampaikan dapat tanggapan positif, rasa positif menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk tidak curiga/berprasangka yang dapat mengganggu jalinan interaksi.


(46)

e. Kesamaan

Suatu komunikasi lebih akrab dan jalinan pribadi pun lebih kuat apabila memiliki kesamaan tertentu seperti kesamaan pandangan, sikap, usia, ideologi dsb.

2.2.5 Karakteristik Komunikasi Antarpribadi

Menurut Judy C. Pearson (dalam Devito, 1997:121) komunikasi antarpribadi memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri pribadi (self). Berbagai persepsi komunikasi yang menyangkut pemaknaan berpusat pada diri kita, artinya dipengaruhi oleh pengalaman dan pengamatan kita.

2. Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu pada pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak dan bersifat sejajar, menyampaikan dan menerima pesan.

3. Komunikasi antarpribadi mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi, artinya isi pesan dipengaruhi oleh hubungan antar pihak yang berkomunikasi.

4. Komunikasi antarpribadi menyarankan kedekatan fisik antar pihak yang berkomunikasi.

5. Komunikasi antarpribadi melibatkan ppihak-pihak yang saling bergantung satu sama lain dalam proses komunikasi.

6. Komunikai antarpribadi tidak dapat diubah maupun diulang. Jika kita salah mengucapkan sesuatu pada pasangan maka tidak dapat diubah. Bisa memaafkan tapi tidak bisa melupakan tau menghapus yang sudah dikatakan.


(47)

2.3 Komunikasi Keluarga

2.3.1 Pengertian Komunikasi Keluarga

Dalam pegertian psikologis, (Soleman, 1994 dalan Gunarsa, 2003:10) keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tiggal bersama, dam masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, dan saling memperhatikan. Kelurga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam interaksi dengan kelompoknya. Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan. Keluarga juga merupakan kelompok primer yang paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri ayah, ibu dan anak-anak.

Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pasangan hidup. Agar komunikasi dan hubungan timbak balik dapat terpelihara dengan baik, maka hubungan timbal balik dalam keluarga harus menggambarkan ikatan yang sangat kuat sebagai berikut:

a. Hubungan suami-isteri berdasarkan cinta kasih.

b. Hubungan orangtua dengan anak didasarkan kasih sayang. c. Hubungan orangtua dengan anak remaja berdasarkan rasa sabar.


(48)

d. Hubungan antara anak didasarkan atas kasih sayang sesama.

e. Komunikasi dalam keluarga akan memberikan rasa aman dan bahagia bila berlandaskan kasih sayang (Gunarsa, 2002:13)

Setiap individu dilahirkan, tumbuh dan berkembang di dalam keluarga. Peranan individu ditentukan adat istiadat, norma-norma dan nilai-nilai serta bahasa yang ada pada keluarga itu melalui proses sosialisasi dan internalisasi. Keluarga merupakan kelompok perantara pertama yang mengenalkan nilai-nilai budaya kepada si anak. Di sinilah anak mengalami hubungan sosial disiplin pertama yang dikenakan kepadanya dalam kehidupan sosial.

Menurut Koentjaraningrat (19910 dalam Posman, 1998:6), fungsi pokok keluarga ada dua, yaitu:

a. Sebagai kelompok dimana individu pada dasarnya dapat menikmati bantuan utama dari sesamanya serta keamanan dalam hidupnya.

b. Sebagai kelompok dimana individu mendapat pengasuhan permulaan dari pendidikannya.

Perlu disadari bahwa ada banyak jenis keluarga. Ada keluarga kecil dan besar. Keluarga miskin dan kaya, keluarga di desa dan di kota, keluarga yang harmonis dan kurang harmonis, dan seterusnya. Banyak hal yang didapat seorang individu sebagai anggota keluarga, yaitu serbagai berikut:

a. Keagamaan: keluarga harus mampu menjadi wahana yang pertama dan utama untuk membawa seluruh anggotanya melaksanakan Keutuhan Yang Maha Esa.


(49)

c. Kasih sayang: keluarga dikembangkan menjadi pertama dan utama untuk menumbuhkan rasa kasih sayang sesama anggotanya.

d. Perlindungan: keluarga dikembangkan menjadi pelindung yang utama dan kokoh dalam memberikan kebenaran dan keteladanan kepada anak-anak.

e. Reproduksi: keluarga menjadi pengatur dan pembina reproduksi keturunan secara sehat dan berencana, sehingga anak berkualitas prima.

f. Pendidikan: keluarga sebagai sekolah dan guru yang pertama dan utama dalam mengantarkan anak-anak untuk mandiri dan menjadi panutan.

g. Ekonomi: keluarga menyiapkan dirinya untuk menjadi suatu unit yang mandiri dan sanggup meningkatkan kesejahteraan baik lahir maupun batin.

2.4 Kecemasan

2.4.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan merupakan salah satu emosi yang paling menimbulkan stress yang dirasakan oleh banyak orang. Kadang-kadang kecemasan juga disebut dengan ketakutan atau perasaan gugup. Setiap orang pasti pernah mengalami kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. hal tersebut mungkin saja terjadi karena individu merasa tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi hal yang mungkin menimpanya dikemudian hari.

Istilah kecemasan atau dalam bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari kata Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.


(50)

Kecemasan ialah semacam kegelisahan-kegelisahan dan ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas, yang difus atau baur, dan mempunyai ciri yang mengazab pada seseorang (Kartono, 2002: 129).

Kecemasan pada masa pensiun sering muncul pada setiap individu yang sedang menghadapinya karena dalam menghadapi masa pensiun dalam dirinya terjadi guncangan perasaan yang begitu berat karena individu harus meninggalkan pekerjaannya. Masa pensiun menurut Flippo (1994) adalah merupakan suatu peristiwa penting dalam daur kehidupan seseorang. Pensiun memaksa individu untuk memaksa suatu peningkatan dalam ruang lingkup pengambilan keputusan tentang kehidupan pribadi seseorang. Masa pensiun yang dimaksud adalah masa pensiun wajib, dimana individu terpaksa melakukan pensiun karena organisasi tempat individu bekerja menetapkan usia tertentu sebagai batas usia seseorang untuk berhenti bekerja tanpa pertimbangan suka atau tidak (Hurlock, 1996).

2.4.2 Faktor Kecemasan

Berikut ini merupakan faktor- faktor yang mempengaruhi kecemasan: a. Keadaan pribadi individu

Priest (1987, hal. 12) mengungkapkan bahwa dalam hal yang menpengaruhi kecemasan adalah situasi pada diri individu yang dirasakan belum siap untuk dihadapi seperti kehamilan, menuju usia tua, kenaikan pangkat dan masalah kesehatan yang pada akhirnya akan menjadi suatu konflik dalam diri individu sehingga dapat menimbulkan kecemasan.

b. Tingkat pendidikan


(51)

pendidikannya akan semakin baik pemecahan terhadap masalah yang dihadapinya (Faisal, 1981, hal. 180).

c. Pengalaman tidak menyenangkan

Freud (Hall, 1995, hal. 56) mengatakan bahwa suatu pengalaman yang menyulitkan ditimbulkan oleh k etegangan-ketegangan dalam alat-alat intern dari tubuh dapat menyebabkan kecemasan. Ketegangan-ketegangan tersebut akibat dari dorongan-dorongan dalam dan luar tubuh.

d. Dukungan sosial

Dukungan sosial dari orang-orang sekitar individu yaitu orang tua, kakak, adik, kekasih, teman dekat, saudara dan masyarakat. Dukungan yang positif berhubungan dengan kurangnya kecemasan (Garmenzy dan Rutter, 1983: 23). Pendapat ini didukung oleh Conel (1994: 263-273) menyatakan bahwa kecemasan akan rendah apabila individu memiliki dukungan sosial. Dukungan sosial tersebut diperoleh dari keluarga, teman dan atasan.

Menurut Cendrawati (2004: 20) faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah keadaan pribadi individunya, pengalaman yang tidak menyenangkan, dukungan sosial, konflik serta lingkungan dan kehilangan orang dekat. Smet (1994: 131) menjelaskan bahwa faktor pribadi tergolong di dalamnya adalah kondisi yang ada dalam diri individu, diantaranya tingkat pendidikan, usia dan jenis kelamin juga mempengaruhi reaksi seseorang terhadap tekanan.

Sedangkan dukungan sosial menurut Shinta (1995: 36) adalah pemberian informasi baik secara verbal maupun nonverbal, pemberian bantuan tingkah laku atau materi yang di dapat dari hubungan seseorang yang akrab atau hanya disimpulkan dari keberadaan mereka yang membuat individu merasa diperhatikan,


(52)

bernilai dan dicintai sehingga dapat menguntungkan bagi kesejahteraan individu yang menerima. Hal ini didukung oleh Kritner dan Kinicki (1992: 611) dukungan sosial merupakan keadaan yang bermanfa’at bagi individu menjadi tahu bahwa orang lain memperhatikan, menghargai, dan mencintai dirinya.

Dukungan sosial sebagai informasi atau nasehat, verbal, nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial didapat melalui kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima (Gottlieb dalam Smet, 1994:135) sehingga dapat melindungi seseorang atau bahkan sekelompok orang dari perilaku negatif dan stress. Ritter (Smet, 1994:134) juga menyatakan bahwa dukungan sosial juga mengacu pada bantuan emosional, instrumental, dan finansial yang diperoleh dari jaringan sosial seseorang.

Wiggins (Smet, 1994:114) mengartikan dukungan sosial sebagai pertolongan, bantuan yang diterima oleh individu dari interaksinya dengan lingkungan. Dengan diterimanya dukungan sosial maka individu akan lebih sehat fisik dan psikisnya daripada individu yang tidak menerima dukungan sosial. Taylor (1997: 95) menjelaskan bahwa dukungan sosial dapat melindungi jiwa seseorang dari akibat stress. Pengaruh dukungan sosial terhadap kesehatan jiwa sangat jelas karena dengan adanya dukungan sosial maka individu akan terhindar dari gangguan jiwa yang serius.

Menurut Sarafino (Lori Oktavia, 2002:17) bentuk dukungan sosial dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu :


(53)

a. Dukungan emosional

Dukungan ini melibatkan ekspresi rasa empati dan perhatian terhadap individu, sehingga individu tersebut merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan. Dukungan ini meliputi perilaku seperti memberikan perhatian dan afeksi serta bersedia mendengarkan keluh kesah orang lain.

b. Dukungan penghargaan

Dukungan ini melibatkan ekspresi yang berupa pernyataan setuju dan penilaian positif terhadap ide–ide, perasaan dan performa orang lain.

c. Dukungan instrumental

Bentuk dukungan ini melibatkan bantuan langsung, misalnya yang berupa bantuan finansial atau bantuan dalam mengerjakan tugas–tugas tertentu.

d. Dukungan informasi

Dukungan yang bersifat informasi ini dapat berupa sasaran, pengarahan dan umpan balik tentang bagaimana cara memecahkan persoalan.

2.5 Pensiun

Seseorang yang sudah tidak bekerja lagi karena usianya sudah lanjut dan harus diberhentikan, ataupun atas permintaan sendiri (pensiun muda). Seseorang yang pensiun biasa mendapat uang pensiun atau pesangon. Jika mendapat pensiun, maka ia tetap mendapatkan semacam dana pensiun sampai meninggal dunia.

Secara umum, arti kata pensiun adalah seseorang yang sudah tidak bekerja lagi karena usianya sudah lanjut dan harus diperhentikan. Pensiun merupakan suatu proses berakhirnya masa kerja rutin dan mulainya masa istirahat karena masa kerja secara aktif telah selesai dan berakhir. Masa pensiun cukup


(54)

memprihatinkan karena adanya persepsi yang kurang tepat dalam memaknai masalah pensiun.

Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang pensiun . Mereka mengatakan bahwa pensiun adalah suatu kondisi dimana individu tersebut telah berhenti bekerja pada suatu pekerjaan yang biasa dilakukan. Merekapun menerangkan batasan yang lebih jelas dan mengatakan bahwa pensiun adalah proses pemisahan seorang individu dari pekerjaannya, dimana dalam menjalankan perannya seseorang digaji. Dengan kata lain masa pensiun mempengaruhi aktivitas seseorang, dari situasi kerja ke situasi di luar pekerjaan. Sedangkan berdasarkan pandangan psikologi perkembangan, pensiun dapat dijelaskan sebagai suatu masa transisi ke pola hidup baru, ataupun merupakan akhir pola hidup.

Masa pensiun ini dapat menimbulkan masalah karena tidak semua orang siap untuk menghadapinya. Pensiun akan memutuskan seseorang dari aktivitas rutin yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, selain itu akan memutuskan rantai sosial yang sudah terbina dengan rekan kerja, dan yang paling vital adalah menghilangnya identitas diri seseorang yang sudah melekat begitu lama.

Pensiun sering kali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak. Dalam era modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang bias mendatangkan kepuasan (karena uang, jabatan, dan memperkuat harga diri). Oleh karena itu, sering kali terjadi orang yang pensiun bukannya bisa menikmati masa


(55)

(kejiwan ataupun fisik). Individu yang melihat masa pensiun hanya dari segi finansial kurang bisa beradaptasi dengan baik dibandingkan dengan mereka yang dapat melihat masa pensiun sebagai masa di mana manusia beristirahat manikmati hasil jerih payahnya selama ini di masa tuanya.

Golongan pensiun sendiri terbagi menjadi kelompok yang optimis dan kelompok pesimis. Ada yang bahagia karena dapat menyelesaikan tugas dan pengabdiannya dengan “selamat” tanpa cela. Sebaliknya ada juga yang merasa khawatir akan kehidupan di masa yang akan datang.

2.6 Teori Kecemasan

Teori kecemasan oleh Freud pertama kali diungkapkan tahun 1890, Teori Freud tentang kecemasan pertama kali didasari oleh suatu pemikiran berani yang mengungkapkan analogi dari kesamaan respon tubuh selama serangan kecemasan. Teori ini dikemukakan sekitar tahun 1894 sebagai penyambung dari teori koitus interuptus yang sebelumnya telah dikemukakan. kecemasan menurut Freud dibagi menjadi tiga yaitu kecemasan realitas, kecemasan neurosis, dan kecemasan moral. Freud membagi kecemasan menjadi tiga, yaitu:

a. Kecemasan Realitas atau Objektif (Reality or ObjectiveAnxiety)

Suatu kecemasan yang bersumber dari adanya ketakutan terhadap bahaya yang mengancam di dunia nyata.Kecemasan seperti ini misalnya ketakutan terhadap kebakaran, angin tornado, gempa bumi, atau binatangbuas. Kecemasan ini menuntun kita untuk berperilakubagaimana menghadapi bahaya. Tidak jarang ketakutanyang bersumber pada realitas ini menjadi ekstrim.


(56)

b. Kecemasan Neurosis (Neurotic Anxiety)

Kecemasan atau ketakutan untuk itu berkembang karena adanya harapan untuk memuaskan impuls Id tertentu. Kecemasan neurotik yang muncul adalah ketakutan akan terkena hukuman karena memperlihatkan perilaku impulsif yang didominasi oleh Id. Hal yang perlu diperhatikan adalah ketakutan terjadi bukan karena ketakutan terhadap insting tersebut tapi merupakan ketakutan atas apa yang akan terjadi bila insting tersebutdipuaskan. Konflik yang terjadi adalah di antara Id dan Ego yang kita ketahui mempunyai dasar dalam realitas.

c. Kecemasan Moral (Moral Anxiety)

Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik antara Id dan superego. Secara dasar merupakan ketakutan akan suara hati individu sendiri. Ketika individu termotivasi untuk mengekspresikan impuls instingtual yang berlawanan dengan nilai moral yang termaksud dalam superego individu itu maka ia akan merasa malu atau bersalah. Pada kehidupan sehari-hari ia akan menemukan dirinya sebagai “conscience stricken”. Kecemasan moral menjelaskan bagaimana berkembangnya superego. Biasanya individu dengan kata hati yang kuat akan mengalami konfllik yang lebih hebat daripada individu yang mempunyai kondisi toleransi moral yang lebih longgar. Seperti kecemasan neurosis, kecemasan moral juga mempunyai dasar dalam kehidupan nyata.

Apapun tipenya, kecemasan merupakan suatu tandap peringatan kepada individu. Hal ini menyebabkan tekanan pada individu dan menjadi dorongan pada individu termotivasiuntuk memuaskan. Tekanan ini harus dikurangi. Kecemasan memberikan peringatan kepada individu bahwa ego sedang dalam ancaman dan


(57)

keseluruhan. Ada berbagai cara ego melindungi dan mempertahankan dirinya. Individu akan mencoba lari dari situasi yang mengancam serta berusaha untuk membatasi kebutuhan impuls yang merupakan sumber bahaya

2.7 Self Disclosure

2.7.1 Pengertian Self Disclosure

Kualitas hubungan antarpribadi dapat diteliti melalui komunikasi antarpribadi. Salah satu yang terpenting dalam komunikasi adalah self disclosure. Teori Self disclosure ditemukan oleh Sydney Marshall Jourad (lahir 21 Januari 1926 di Toronto, Kanada). Dia pernah menjabat sebagai President of The Assosiation for Humanistic Psycology. Teori Self Disclosure ini kemudian dikembangkan oleh Joseph Luft dan Harry Ingham pada tahun 1955. Mereka mengembangkan teori ini untuk menjelaskan hubungan antara konsep diri dan membuka diri dalam sebuah model yang mereka namakan Johari Window (Jendela Johari). Self Disclosure adalah salah satu tipe komunikasi dimana informasi mengenai diri (self) yang biasanya disembunyikan dari orang lain, kini dikomunikasikan kepada orang lain (Devito, 1997:215). Pembukaan diri atau self

disclosure adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi

yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini tersebut (Jhonson, 1981 dalam Supratiknya, 1995:4). Self disclosure mengacu pada mengkomunikasikan informasi tentang diri kita kepada orang lain (Devito, 1997:215).

Teori Self Disclosure atau pengungkapan diri telah lama menjadi fokus penelitian dan teori komunikasi. Pengertian pengungkapan diri adalah


(58)

mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini (Jhonson, 1981 dalam Supraktiknya, 1995:8). Tanggapan terhadap orang lain atau kejadian tertentu berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilaksanakan atau perasaan kita terhadap kejadian yang baru saja kita saksikan. Membuka diri tidak sama dengan mengungkapkan detil intim dari masa lalu kita. Mengungkapkan hal yang sangat pribadi di masa lalu dapat menimbulkan perasaan intim untuk sesaat.

Dalam sutau interaksi antara individu dengan orang lain, apakah yang lain akan menerima atau menolak kita, bagaimana kita ingin orang lain mengetahui tentang diri kita ditentukan oleh bagaimana individu mengungkapkan dirinya. Pengungkapan diri adalah proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan dan informasi pada orang lain (Wrightsman dalam Dayaksini, 2003:87). Menurut Morton, pengungkapan diri merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi di dalam pengungkapan diri ini bersifat deskriftif atau evaluatif. Deskriftif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum diketahui oleh orang lain. Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan pendapat atau perasaannya terhadap sesuatu.

Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi perilaku, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai yang terdapat di dalam diri orang yang bersangkutan. Kedalaman dari pengungkapan diri seseorang


(1)

2. Hadapi pensiun dengan rileks, karena ketegangan dan kecemasan tidak akan menjadikan segalanya menjadi lebih baik. Hasil penelitian ini dapat membantu untuk menghindari kecemasan menghadapi pensiun. Pegawai negeri sipil yang akan pensiun sebaiknya membuat perencanaan dan persiapan sebelum pensiun, sebagai contoh dengan memikirkan bisnis atau usaha baru, atau mulai memikirkan untuk menekuni pekerjaan baru yang lebih cocok dengan usia anda disertai optimisme bahwa hidup anda akan menjadi jauh lebih baik lagi dari sebelumnya; jangan membiarkan diri anda menganggur dan melamun karena akan membangkitkan emosi dan pikiran negatif; lakukanlah kegiatan sosial yang menarik; hilangkan kesepian dan libatkan diri pada orang-orang terdekat; kurangi atau hilangkan kebiasaan buruk

3. Menjelang masa pensiun tiba hendaknya instansi terkait memberikan pelatihan-pelatihan wirausaha yang dapat dimanfaatkan setelah pensiun pada pegawai yang hendak pensiun.

4. Bagi peneliti yang berminat melakukan penelitian ini lebih lanjut kiranya dapat melakukan pengembangan-pengembangan antara lain, mengganti metode penelitian dan teknik analisis data, sehingga diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang lebih baik.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Bungin, Burhan. 2005. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press

Kartono, Kartini. 2002. Patologi Sosial 3: Gangguan Gangguan Kejiwaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Muhammad, Arni. 2007. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara

Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. 2005. Komunikasi Antar Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Narwoko, J. Dwi. 2007. Sosiologi:Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Nawawi, Hadari. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM

Press

____________. 1995. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi Dengan Contoh Analistik Statistik. Bandung: Rosdakarya

Safaria, Triantoro dan Nofrans Eka S. 2009. Manajemen Emosi: Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: PT. Pustaka LP3S Indonesia

Soehartono, Irawan. 2006. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana.


(3)

Umar, Husein. 2002. Metode Riset Komunikasi Organisasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

mki.idionline.org, di akses pada tanggal 14 Februari 2011pukul 15.30 WIB psikologi_unissula.com diakses pada tanggal 25 April 2011 pukul 08.46 WIB

diakses

pada tanggal 25 Agustus 2012 pukul 14.00 WIB

diakses

pada tanggal 25 Agustus 2012 pada pukul 14.00 WIB

tanggal 27 Agustus 2012 pukul 07:43 WIB


(4)

Acuan Pertanyaan Wawancara

- Apakah Komunikasi Bpk/Ibu Dengan Keluarga Terjalin Baik? - Apakah Bpk/Ibu memiliki Waktu Khusus Untuk Keluarga?

- Apakah Bpk/Ibu sering menghabiskan Waktu dengan Keluarga, Meskipun Hanya Untuk Ngobrol-ngobrol Ringan?

- Apakah Bpk/Ibu cukup terbuka Dalam Komunikasi Dengan Istri atau Suami Anda?

- Apakah dalam keluarga Bpk/Ibu Seringkali Bercerita Mengenai Masalah pensiun?

- Apakah di saat Liburan Bpk/Ibu menghabiskan Waktu Untuk Berjalan-Jalan Bersama Keluarga?

- Apakah Menghadapi masa pensiun membuat Bpk/Ibu khawatir karena pendapatan akan berkurang?

- Jika setelah pensiun Bpk/Ibu tidak dapat bertemu teman-teman sekerja, apakah membuat Bpk/Ibu gelisah?

- Apakah Bpk/Ibu sulit tidur bila membayangkan keluarga Bpk/Ibu akan terlantar jika saya pensiun?

- Apakah Bpk/Ibu merasa optimis keadaan ekonomi keluarga tetap stabil meskipun Bpk/Ibu telah pensiun?

- Apakah Bpk/Ibu menjadi sulit berkonsentrasi mengerjakan pekerjaan kantor jika memikirkan masa pensiun yang akan datang?

- Apakah Bpk/Ibu merasa masa pensiun yang sudah dekat akan memperburuk keadaan karena masih ada anggota keluarga yang harus biayai?


(5)

- Apakah Bpk/Ibu menjadi gemetar bila membayangkan keluarga Bpk/Ibu akan hidup kekurangan setelah pensiun?

- Apakah dengan datangnya masa pensiun membuat Bpk/Ibu berdebar-debar karena keluarga akan hidup dalam keadaan pas-pasan?

- Apakah Bpk/Ibu merasa bingung karena tidak ada kesibukan setelah pensiun?

- Apakah Bpk?Ibu tidak pernah merasa tegang yang berlebihan dalam menghadapi pensiun?

- Apakah Bpk/Ibu mampu mengatasi berbagai persoalan yang berkaitan dengan pensiun walau tanpa bantuan orang lain?


(6)

BIODATA PENELITI

Data Pribadi

Nama : Dwi Kurniati

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 18 Januari 1990

Agama : Islam

Alamat : Jl. Helvetia Bypas no. 106 Labuhan Deli

Telepon : 081264897897

Email : dwiikurniati@gmail.com Pendidikan Formal

2007 – 2012 : Departemen Ilmu Komunikasi FISIP-USU Medan 2004 – 2007 : SMA Swasta Dharmawangsa Medan

2001 – 2004 : SMP Swasta Sutomo 1 Medan 1995 – 2001 : SD Swasta Sutomo 1 Medan 1993 – 1995 : TK Swasta Sutomo 1 Medan

Pengalaman

2010 (Juni) : Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Majalah Kawanku Jakarta