Pengambilan Keputusan Karakteristik Kemitraan

62 koordinasi antara dukun dan bidan yang bermitra di lokasi penelitian hanya bersifat momental bahkan insidental atau belum ada jadwal yang terprogram dengan jelas. Hingga saat ini, para dukun dan bidan merasa bahwa fungsi koordinasi yang berjalan selama ini sudah cukup mendukung kemitraan. Seorang bidan misalnya mengatakan bahwa posyandu merupakan kesempatan yang baik untuk mendata semua ibu hamil. Tentunya kemungkinan kendala yang dialami adalah mendata ibu hamil yang tidak datang posyandu. Dalam hal ini koordinasi yang tertata rapi dan teratur antara bidan dengan dukun bisa mengatasi persoalan ini. Koordinasi dan peningkatan kapasitas bagi dukun merupakan langkah untuk optimalisasi pelaksanaan peran dan tugas masing- masing. Koordinasi didefinisikan sebagai proses penyatuan tujuan-tujuan dalam suatu kerjasama organisasi dan merupakan kegiatan pada tingkat satu satuan yang terpisah dalam suatu kerjasama organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Koordinasi dibutuhkan sekali dalam suatu kerjasama sebab tanpa koordinasi akan tidak mempunyai pegangan mana yang harus diikuti, yang akhirnya akan merugikan kerjasama dalam itu sendiri. Dengan koordinasi diharapkan keharmonisan atau keserasian seluruh kegiatan mencapai tujuan yang diharapkan, beban tiap anggota mitra menjadi seimbang dan selaras. Koordinasi sangat dibutuhkan terutama pada pekerjaan lebih yang insidentil dan tidak rutin serta pekerjaan yang tidak direncanakan terlebih dahulu, juga bagi kerjasama yang menerapkan tujuan tinggi. Oleh karena itu, fungsi koordinasi yang dilakukan oleh pihak yang bermitra merupakan suatu keharusan.

5.5.4 Pengambilan Keputusan

Dalam organisasi kemitraan, pembagian wewenang dalam mengambilan keputusan adalah sesuatu hal yang penting, mengingat hal ini rentan menimbulkan Universitas Sumatera Utara 63 konflik jika tidak diorganisir dengan baik. Dengan demikian, pengambilan keputusan harus tertuang dalam kesepakatan tertulis. Dalam konteks kemitraan bidan dan dukun, pengambilan keputusan terjadi ketika menangani persalinan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun dan bidan yang bermitra, sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa yang berperan besar dalam mengambil keptusan ketika menangani persalinan adalah para bidan. Sedangkan para dukun umumnya mengikuti apa yang diinstruksikan oleh para bidan. Pernyataan para dukun mengenai pengambilan keputusan dalam manangani persalinan, dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut: “Yang ambil keputusan adalah bidan. Saya sebagai dukun hanya mengikuti saja. Jika mereka bilang harus rujuk ya rujuk saya hanya menemai saat merujuk saja.” wawancara Dukun Bayi. “Untuk ibu hamil yang bersalin di bidan mereka yang mengambil keputusan. Tetapi kalau saya yang tolong sendiri kalau ada kesulitan maka saya yang mengambil keputusan untuk merujuk ke puskesmas.” wawancara Dukun Bayi. Sedangkan pernyataan dari para bidan dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut: “Selama ini tidak ada. Paling kami bidan saja yang mengambil keputusan untuk semua partus. Dukun tinggal ikut saja apa yang kami putuskan.” wawancara Bidan Desa “Bidan yang ambil keputusan pokoknya dukun benar-benar damping. Mau ambil tindakan apa semua bidan dan tidak dokumen tertulisnya. Kalau sudah di fasilitas tu bidan punya tanggung jawab sudah.” wawancara Dukun Bayi Berdasarkan dari pemaparan isi di atas, dalam kemitraan bidan dan dukun di lokasi penelitian, bidan memegang peranan yang penting dalam mengambil Universitas Sumatera Utara 64 keputusan ketika menangani persalinan. Para dukun mengatakan bahwa mereka tinggal mengikuti apa yang diperintahkan oleh bidan dalam menolong persalinan. Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh para bidan, yaitu bahwa merekalah yang memegang kendali untuk mengambil keputusan ketika menangani persalinan. Dalam hal ini dukun merupakan penolong bidan ketika menangani persalinan. Berkaitan dengan wewenang mengambil keputusan yang telah berjalan selama ini, dukun cenderung mengatakan bahwa itu sudah tepat, karena penanganan persalinan merupakan tugas pokok dari para bidan, sedangkan para dukun hanya bertugas untuk mendamping ibu hamil. Hal yang sama juga disampaikan oleh bidan. Hingga saat ini, tidak ada dokumen tertulis yang berisi tentang wewenang mengambil keputusan dalam kemitraan antara bidan dan dukun di lokasi penelitian. Tidak terlibatnya dukun dalam proses pengambilan keputusan tentu berpotensi terjadinya konflik pribadi bagi para dukun karena pada dasarnya setiap orang yang terlibat dalam suatu kemitraan pasti menginginkan agar dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam Notoatmodjo 2010 dijelaskan bahwa setiap individu atau organisasi apabila sudah bersedia menjalin kemitraan, maka kedudukan mereka setara atau sama tingkatnya sehingga tidak ada anggota mitra yang memaksakan kehendak karena merasa lebih tinggi dan tidak ada dominasi terhadap yang lain. Demikian pula dalam pengambilan keputusan, masing-masing anggota mempunyai hak dan suara yang sama. Sikap dukun yang cenderung hanya mengikuti apa yang diputuskan bidan dan tidak mempermasalahkannya mungkin disebabkan karena tingkat pendidikan dukun di wilayah penelitian yang umumnya masih rendah. Individu dengan tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya lebih cepat menerima dan mengikuti pengaruh dari luar khususnya dari orang yang dipandang lebih tinggi dari Universitas Sumatera Utara 65 mereka. Faktor lain juga karena dukun tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai prinsip-prinsip kemitraan.

5.5.5 Komitmen