Dampak Relokasi Penduduk Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Dan Pengembangan Wilayah (Studi Kasus Desa Siti Ambia, Desa Teluk Ambun, Desa Takal Pasir Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil)

(1)

DAMPAK RELOKASI PENDUDUK TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DAN PENGEMBANGAN WILAYAH

(STUDI KASUS DESA SITI AMBIA, DESA TELUK AMBUN, DESA TAKAL PASIR KECAMATAN SINGKIL KABUPATEN ACEH SINGKIL)

TESIS

Oleh M U S A 077003021/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009 SE

K O L A H

P A

S C

A S A R JA NA


(2)

DAMPAK RELOKASI PENDUDUK TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DAN PENGEMBANGAN WILAYAH

(STUDI KASUS DESA SITI AMBIA, DESA TELUK AMBUN, DESA TAKAL PASIR KECAMATAN SINGKIL KABUPATEN ACEH SINGKIL)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh Gelar Magíster Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan (PWD) Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

M U S A 077003021/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

Judul Tesis : DAMPAK RELOKASI PENDUDUK TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DAN PENGEMBANGAN WILAYAH (STUDI KASUS DESA SITI AMBIA, DESA TELUK AMBUN, DESA TAKAL PASIR KECAMATAN SINGKIL KABUPATEN ACEH SINGKIL)

Nama Mahasiswa : Musa Nomor Pokok : 077003021

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. H.Bachtiar Hassan Miraza,SE) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa,B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 25 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS

2. Drs. Rujiman, MA

3. Prof. Aldwin Surya, SE. M. Pd. Ph.D


(5)

ABSTRAK

MUSA. NIM. 077003021. Judul Penelitian “ Dampak Relokasi Penduduk terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat dan Pengembangan Wilayah (Studi Kasus Desa Siti Ambia, Takal Pasir dan Teluk Ambun Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil)”. Komisi Pembimbing Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE sebagai Ketua, Dr.Ir.Tavi Supriana, MS dan Drs. Rujiman, MA sebagai anggota.

Bencana alam gempa bumi yang terjadi pada Tanggal 28 Maret 2005 di Kabupaten Aceh Singkil telah mengakibatkan kerusakan perumahan, sarana dan prasarana umum lainnya. Untuk mengatasi kerusakan perumahan yang terjadi di desa Siti Ambia, Takal Pasir dan Teluk Ambun Kecamatan Singkil, pemerintah daerah Aceh Singkil bersama LSM Caritas Swiss melakukan relokasi penduduk dengan membangun 600 unit perumahan masyarakat. Kegiatan relokasi ini berupaya untuk membangun kembali rumah-rumah masyarakat yang rusak akibat bencana.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak sosial dan ekonomi dari kegiatan relokasi. Hal lain yang ingin diketahui apakah relokasi penduduk ini mendorong terjadinya pengembangan wilayah. Metode analisis yang digunakan adalah analisis statistik uji-t dan analisis deskriptif yang meliputi tingkat keamanan, partisipasi sosial, kebersihan lingkungan, kesempatan kerja dan pendapatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak relokasi penduduk secara sosial telah meningkatkan kualitas keamanan didesa. Selain itu relokasi juga telah meningkatkan partisipasi sosial masyarakat dalam berbagai kegiatan sosial di desa. Lingkungan perumahan yang baru juga telah menyebabkan kondisi kebersihan lingkungan semakin membaik. Kesempatan kerja dan pekerjaan serta pendapatan salah satu hal yang mempengaruhi seseorang untuk mau menetap di lokasi perumahan yang baru. Relokasi penduduk yang dilakukan telah meningkatkan peluang kerja dan pekerjaan bagi masyarakat yang direlokasi sehingga dengan demikian pendapatan masyarakat juga semakin meningkat. Peningkatan sosial dan ekonomi masyarakat tersebut telah mendorong terjadinya pengembangan wilayah. Sarana dan prasarana fisik bertambah sehingga meninggkatkan akses masyarakat untuk memperbaiki pelayanan publik. Meskipun demikian masih dirasa perlu untuk melakukan program-program pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang direlokasi.


(6)

ABSTRACT

MUSA. NIM. 077003021. The tittel of Research “Population Relocation Impact of Social Economic and Regional Development Community (Village Case Study Siti Ambia, Takal Pasir and Teluk Ambun Singkil District Aceh Singkil). The quide’s commission : Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE as the Chairman, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, and Drs. Rujiman, MA as a member.

Earthquake which occurred on March 28, 2005 in Aceh Singkil have caused damage to housing, facilities and other public infrastructure. To overcome the housing damage occurred in the village Siti Ambia, Takal Pasir and Teluk Ambun Singkil District, Aceh Singkil local government with NGO Caritas Switzerland relocating 600 residents by building public housing units. This relocation activity seeks to rebuild houses damaged community disaster. This study aims to find out how much the social and economic impact of relocation activities. Another thing that wants to know whether the relocation of this population led to the development of the region. Analysis methods used are statistical analysis, t test and descriptive analysis which includes the level of security, social participation, environmental sanitation, employment and income. The results showed that the impact of population relocation has been socially in the village improve security. In addition relocation has increased social participation in various social activities in the village. The new neighborhood has also caused environmental hygiene conditions improved. Work and employment opportunities and income of one of the things that influence a person to want to settle in the new housing location. Relocation of residents who do have improving employment opportunities and jobs for people who relocated so that the people's income also increased. Increased social and economic community has led to the development of the region. Physical infrastructure that increase public access increased to improve public services. Yet still felt necessary to conduct programs of community empowerment in order to improve the welfare of the people,who,relocated.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas izin dan limpahan rahmat-Nyalah penelitian yang berjudul “Dampak Relokasi Penduduk terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat dan Pengembangan Wilayah (Studi Kasus : Desa Siti Ambia, Desa Takal Pasir, Desa Teluk Ambun Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil) dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Atas terselesaikannya penulisan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut memberikan bantuan dan dukungan, baik sewaktu penulis mengikuti proses perkuliahan maupun pada saat penulis melakukan penelitian. Ucapan terima kasih dan pengahargaan penulis sampaikan kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, SE, selaku Ketua Program Studi

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD).

2. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini; 3. Ibu Dr. Tavi Supriana, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberikan bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini;

4. Bapak Drs. Rujiman, MA, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini;

5. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Prof. Aldwin Surya, SE, M.Pd, Ph.d yang telah banyak memberikan arahan dalam penulisan tesis ini;

7. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si, yang telah banyak membantu dalam memperbaiki tulisan tesis ini;

8. Seluruh civitas akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu penulis dalam proses administrasi maupun kelancaran


(8)

kegiatan akademik, termasuk juga seluruh teman-teman di jurusan PWD USU yang telah banyak membantu memberikan masukan dan dorongan dalam penulisan tesis ini;

9. Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Singkil yang telah memberikan bantuan secukupnya dan izin bagi penulis dalam menyelesaikan studi di PWD USU. 10.Kepada teman-teman di Bapedalda Aceh Singkil terima kasih atas bantuan dan

dorongannya;

11.Kepada teman-teman di Yayasan DaUN yang telah banyak membantu penulis mulai dari awal kuliah sampai dengan menyesaikan studi ini.

12.Kepada teman-teman kost rebab 57 Medan, terimakasih atas bantuan dan dukungannya;

13.Buat kedua orang tua saya, Ayahanda Muslim dan Ibunda Siti Rahmah, yang selalu saja memberikan dukungan semangat dan do’a dalam perjalanan hidup saya hingga menyelesaikan studi, begitu juga dengan Nenek dan Uwak beserta saudara-saudaraku ; Jakfaruddin, S.Pd (Abang), Raudhatul Khairiyah, A.Ma.Pd (kakak), Darwati, S.Pd (adik), Arliansyah (adik) dan Tarmizi Fogek (adik);

14.Teristimewa buat Syarifah Keumala Mutia, A.Md yang terus memberikan doa dan dukungan untuk menyelesaikan studi ini;

15.Terakhir buat berbagai pihak yang tak mungkin saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan baik langsung maupun tak langsung dalam menyelesaikan studi Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara.

Akhirnya dengan mengucapkan alhamdulillahirobbil’alamin, tesis ini dipersembahkan bagi semua pihak yang membacanya, dengan harapan dapat memberikan koreksi dan masukan yang bermanfaat untuk kesempurnaan tesis ini.

Medan, 25 Agustus 2009 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Musa dilahirkan di Sukamakmur pada tanggal 20 Nopember 1980, sebagai anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Muslim dan Siti Rahmah. Menyelesaikan pendidikan SD Negeri Sukamakmur Kecamatan Singkil lulus pada tahun 1992, SMP Negeri 1 Singkil lulus tahun 1995, SMA Negeri 1 Singkil lulus tahun 1998. Kemudian melanjutkan pendidikan sarjana yang ditempuh pada Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (STIK) Banda Aceh dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2007 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan strata-2 (S2) di Sekolah Pascasarjana Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Konsentrasi Perencanaan Pembangunan Universitas Sumatera Utara. Saat ini bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Pertamanan dan Kebersihan Daerah Kabupaten Aceh Singkil Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 6

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Pembangunan Perumahan dan Ekonomi Masyarakat ... 7

2.2 Perumahan atau Pemukiman ... 12

2.3 Kebijakan Perumahan atau Pemukiman ... 15

2.4 Pengembangan Wilayah ... 19

2.5 Penelitian Terdahulu ... 24

2.6 Kerangka Pemikiran ... 25


(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1 Lokasi Penelitian ... 29

3.2. Responden Penelitian ... 29

3.3. Jenis dan Metode Pengumpulan Data... 30

3.4. Metode Analisis ... 31

3.5. Defenisi Operasional Variabel... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 34

4.1.1. Deskripsi Kecamatan Singkil... 34

4.1.2. Deskripsi desa Siti Ambia, Takal Pasir dan Teluk Ambun... 35

4.2. Deskripsi responden ... 40

4.2.1. Umur Responden ... 41

4.2.2. Karakteristik Pendidikan Responden ... 41

4.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga ... 42

4.3. Dampak Relokasi terhadap Aspek Sosial ... 43

4.3.1. Keamanan... 44

4.3.2. Partisipasi Sosial ... 47

4.3.3. Kebersihan Lingkungan ... 51

4.4. Dampak Relokasi terhadap Aspek Ekonomi ... 53

4.4.1. Peluang Kerja ... 53

4.4.2. Pendapatan Responden ... 57

4.5. Relokasi Penduduk Mendorong terjadinya Pengembangan Wilayah ... 62

4.5.1. Pengembangan Wilayah ditinjau dari Aspek Fisik ... 62

4.5.2. Pengembangan Wilayah ditinjau dari Aspek Pelayanan Publik ... 65

4.5.3. Pengembangan Wilayah ditinjau dari Aspek Ekonomi ... 66


(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1. Kesimpulan ... 69

5.2. Saran ... 70


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1.1. Data kerusakan akibat gempa bumi tanggal 28 Maret 2005 di

Kabupaten Aceh Singkil ... 2

1.2. Keadaan sosial ekonomi desa Siti Ambia, Takal Pasir dan Teluk Ambun sebelum dan sesudah Bencana gempa bumi Tanggal 28 Maret 2005 ... 4

3.1. Jumlah jiwa, jumlah KK dan jumlah sampel ... 29

3.2. Matrik penelitian ... 32

4.1 Luas desa sebelum dan sesudah relokasi (Ha) ... 37

4.2 Jumlah rumah tangga menurut jenis pekerjaan... 38

4.3 Karakteristik responden menurut umur... 41

4.4 Karakteristik pendidikan responden... 42

4.5. Jumlah tanggungan keluarga... 43

4.6 Tingkat keamanan sebelum dan sesudah relokasi... 45

4.7 Tingkat partisipasi sosial responden ... 48

4.8 Jenis partisipasi sosial responden... 49

4.9 Kebersihan lingkungan perumahan masyarakat sebelum dan sesudah relokasi ... 52

4.10 Dampak relokasi terhadap peluang kerja ... 55

4.11 Jenis pekerjaan responden sebelum dan sesudah relokasi ... 56

4.12 Tingkat pendapatan nominal responden sebelum dan sesudah relokasi 58

4.13 Hasil analisis uji beda rata-rata pendapatan nominal responden ... 59

4.14 Hasil analisis uji beda rata-rata pendapatan real responden... 61


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1. Skema Kerangka berpikir... 27


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Kuisioner ... 74 2. Hasil analisis uji beda rata-rata tingkat keamanan sebelum dan sesudah relokasi ... 79 3. Hasil analisis uji beda rata-rata tingkat partisipasi sosial sebelum dan sesudah relokasi ... 79 4. Hasil analisis uji beda rata-rata kesempatan kerja sebelum dan sesudah

relokasi... 80 5. Hasil analisis uji beda rata-rata tingkat pendapatan nominal responden

sebelum dan sesudah relokasi ... 80 6. Hasil analisis uji beda rata-rata pendapatan real responden sebelum dan sesudah relokasi... 81 7. Rekapitulasi tingkat pendapatan responden ... 82 8. Rekapitulasi data umur, jenis kelamin, jumlah tanggungan keluarga,

Pekerjaan dan pendidikan responden ... 86 9. Dokumentasi Foto penelitian sedang melakukan wawancara dengan

masyarakat desa takal pasir ... 90 10. Keadaan Perumahan Siti Ambia Setelah Gempa ... 96


(16)

ABSTRAK

MUSA. NIM. 077003021. Judul Penelitian “ Dampak Relokasi Penduduk terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat dan Pengembangan Wilayah (Studi Kasus Desa Siti Ambia, Takal Pasir dan Teluk Ambun Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil)”. Komisi Pembimbing Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE sebagai Ketua, Dr.Ir.Tavi Supriana, MS dan Drs. Rujiman, MA sebagai anggota.

Bencana alam gempa bumi yang terjadi pada Tanggal 28 Maret 2005 di Kabupaten Aceh Singkil telah mengakibatkan kerusakan perumahan, sarana dan prasarana umum lainnya. Untuk mengatasi kerusakan perumahan yang terjadi di desa Siti Ambia, Takal Pasir dan Teluk Ambun Kecamatan Singkil, pemerintah daerah Aceh Singkil bersama LSM Caritas Swiss melakukan relokasi penduduk dengan membangun 600 unit perumahan masyarakat. Kegiatan relokasi ini berupaya untuk membangun kembali rumah-rumah masyarakat yang rusak akibat bencana.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak sosial dan ekonomi dari kegiatan relokasi. Hal lain yang ingin diketahui apakah relokasi penduduk ini mendorong terjadinya pengembangan wilayah. Metode analisis yang digunakan adalah analisis statistik uji-t dan analisis deskriptif yang meliputi tingkat keamanan, partisipasi sosial, kebersihan lingkungan, kesempatan kerja dan pendapatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak relokasi penduduk secara sosial telah meningkatkan kualitas keamanan didesa. Selain itu relokasi juga telah meningkatkan partisipasi sosial masyarakat dalam berbagai kegiatan sosial di desa. Lingkungan perumahan yang baru juga telah menyebabkan kondisi kebersihan lingkungan semakin membaik. Kesempatan kerja dan pekerjaan serta pendapatan salah satu hal yang mempengaruhi seseorang untuk mau menetap di lokasi perumahan yang baru. Relokasi penduduk yang dilakukan telah meningkatkan peluang kerja dan pekerjaan bagi masyarakat yang direlokasi sehingga dengan demikian pendapatan masyarakat juga semakin meningkat. Peningkatan sosial dan ekonomi masyarakat tersebut telah mendorong terjadinya pengembangan wilayah. Sarana dan prasarana fisik bertambah sehingga meninggkatkan akses masyarakat untuk memperbaiki pelayanan publik. Meskipun demikian masih dirasa perlu untuk melakukan program-program pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang direlokasi.


(17)

ABSTRACT

MUSA. NIM. 077003021. The tittel of Research “Population Relocation Impact of Social Economic and Regional Development Community (Village Case Study Siti Ambia, Takal Pasir and Teluk Ambun Singkil District Aceh Singkil). The quide’s commission : Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE as the Chairman, Dr. Ir. Tavi Supriana, MS, and Drs. Rujiman, MA as a member.

Earthquake which occurred on March 28, 2005 in Aceh Singkil have caused damage to housing, facilities and other public infrastructure. To overcome the housing damage occurred in the village Siti Ambia, Takal Pasir and Teluk Ambun Singkil District, Aceh Singkil local government with NGO Caritas Switzerland relocating 600 residents by building public housing units. This relocation activity seeks to rebuild houses damaged community disaster. This study aims to find out how much the social and economic impact of relocation activities. Another thing that wants to know whether the relocation of this population led to the development of the region. Analysis methods used are statistical analysis, t test and descriptive analysis which includes the level of security, social participation, environmental sanitation, employment and income. The results showed that the impact of population relocation has been socially in the village improve security. In addition relocation has increased social participation in various social activities in the village. The new neighborhood has also caused environmental hygiene conditions improved. Work and employment opportunities and income of one of the things that influence a person to want to settle in the new housing location. Relocation of residents who do have improving employment opportunities and jobs for people who relocated so that the people's income also increased. Increased social and economic community has led to the development of the region. Physical infrastructure that increase public access increased to improve public services. Yet still felt necessary to conduct programs of community empowerment in order to improve the welfare of the people,who,relocated.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti gelombang tsunami yang melanda sebagian besar kawasan pesisir Aceh dan Nias pada hari Minggu tanggal 26 Desember 2004 telah menelan korban jiwa maupun harta dalam jumlah yang sangat besar. Akibat dari bencana tersebut, kehidupan masyarakat di wilayah terkena bencana mengalami kelumpuhan hampir di seluruh bidang. Pasca bencana tsunami Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004 yang lalu, tiga bulan kemudian disusul lagi dengan gempa bumi dahsyat yang berkekuatan 8,2 skala Ritcher yang terjadi pada tanggal 28 Maret 2005 yang melanda Nias Sumatera Utara dan sebagian wilayah Aceh salah satunya melanda Kabupaten Aceh Singkil.

Bencana gempa bumi 28 Maret 2005 tersebut mengakibatkan kerusakan cukup besar di Kabupaten Aceh Singkil. Laporan dari salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM) Internasional yaitu International Organization Migration (IOM), menyebutkan bahwa akibat bencana alam gempa bumi yang terjadi pada Tanggal 28 Maret 2005 di Kabupaten Aceh Singkil yang lalu telah mengakibatkan berbagai kerusakan di antaranya adalah, kerusakan rumah masyarakat sebanyak 1.895 unit, fasilitas kesehatan berupa Puskesmas sebanyak 3 unit, sekolah-sekolah sebanyak 29 unit, sarana ibadah sebanyak 77 unit, kantor-kantor Pemerintahan seperti Kantor Bupati, Kantor Kepolisian Aceh Singkil, beberapa dinas, kantor DPRK dan kantor


(19)

kepala desa sebanyak 8 unit. Selain itu sarana lainnya seperti jalan kota juga mengalami kerusakan parah yaitu sepanjang 5.430 meter, pelabuhan sebanyak 3 unit, kerusakan drainase sepanjang 3.735 meter, dan fasilitas pasar sebanyak 3 unit.

Tabel 1.1. Data Kerusakan Akibat Gempa Bumi Tanggal 28 Maret 2005 di Kabupaten Aceh Singkil

No. Sarana/Prasarana Jumlah

1. Rumah 1.895 unit

2. Sekolah-sekolah 29 unit

3. Puskesmas 3 unit

4. Sarana Ibadah 77 unit 5. Kantor Bupati Aceh Singkil 1 unit 6. Kantor Kepolisian Aceh Singkil 1 unit 7. Kantor Dinas-dinas 5 unit

8. Kantor DPRK 1 unit

9. Pelabuhan 3 unit

10. Jalan kota 5.430 M

11. Drainase 3.735 M

12. Pasar Tradisional 3 unit Sumber : Data IOM, 2006.

Bencana alam gempa bumi tahun 2005 yang terjadi di Kabupaten Aceh Singkil telah merusak beberapa desa pesisir dan pinggiran sungai, bahkan terjadi penurunan permukaan tanah desa sehingga banyak wilayah-wilayah yang terkena bencana tersebut selalu digenangi air. Tempat-tempat yang mengalami bencana tersebut yaitu Kecamatan Pulau Banyak yang meliputi 6 desa, Kecamatan Singkil sebanyak 7 desa, Kecamatan Kuala Baru sebanyak 4 desa, dan Kecamatan Runding sebanyak 4 desa. (BRR NAD - Nias, 2006).

Sektor ekonomi adalah termasuk sektor yang paling parah dihantam oleh gempa bumi 28 Maret 2005. Imbas kerusakan itu terlihat pada bidang perindustrian


(20)

dan perdagangan, usaha kecil dan menengah, pertanian dan kehutanan, perikanan dan kelautan serta ketenagakerjaan. Perekonomian masyarakat lumpuh dan butuh waktu yang cukup lama untuk memulihkannya dan menjadikannya seperti semula. Program pemulihan sosial ekonomi pasca bencana menjadi penting untuk dilakukan dalam rangka memperbaiki kesejahteraan masyarakat.

Untuk membangun kembali wilayah Aceh yang hancur, telah diupayakan pemulihan dan rekonstruksi pasca bencana oleh masyarakat, Pemerintah Daerah, Pemerintah (pusat), Pemerintah dari berbagai negara dan lembaga-lembaga Internasional. Setelah menyelesaikan tahap tanggap darurat, saat ini sedang dilaksanakan tahap rehabilitasi dan rekonstruksi yang diperkirakan akan dapat dituntaskan pada tahun 2009.

Rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana di wilayah Aceh terus dilakukan oleh pemerintah dengan berbagai lembaga donor dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) Nasional dan Internasional yang bermuara pada dua hal, pertama, pembangunan fisik sarana dan prasarana berupa pembangunan perumahan, lingkungan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Kedua, pembangunan masyarakat atau yang biasa disebut dengan pemulihan komunitas (Re-Kompak, 2005).

Sebetulnya ada hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dari proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh yakni aspek sosiologis dari relokasi atau perpindahan penduduk. Kita menyadari bersama bahwa perpindahan penduduk dalam pengertian individual maupun kolektif bukanlah gejala sosial yang sederhana namun juga menyangkut perubahan sosial sistem sosial masyarakat yang kompleks.


(21)

Perubahan sosial akan dihadapi oleh masyarakat yang terkena rencana relokasi maupun daerah yang menjadi tujuan relokasi.

Tabel 1.2. Keadaan Sosial Ekonomi desa Siti Ambia, Takal Pasir dan Teluk Ambun sebelum dan sesudah Bencana Gempa Bumi Tanggal 28 Maret 2005

Aspek/

Keadaan Sarana Sebelum Setelah

Sarana Pendidikan

- TK 1 unit/baik Rusak

- SD 2 unit/ baik Rusak

Sarana Kesehatan

- Pustu 3 unit/baik Rusak - Balai Pengobatan - - Keamanan - Siskamling/pos jaga 3 unit/baik Rusak Sarana Ibadah

- Mesjid 3 unit /baik Rusak Sosial

- Musholla/ Langgar 3 unit/baik Rusak Fasilitas Ekonomi

- Pasar Tradisional 1 unit/baik Rusak - Industri Rumah Tangga - -

- Koperasi Desa - -

- Kedai/ warung 43 unit/baik 30 rusak Ekonomi

- Angkutan - -

Sumber : Data Kecamatan Singkil, diolah Tahun 2005.

Dalam upaya penanganan korban bencana gempa bumi 28 Maret 2005, Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Singkil melakukan relokasi masyarakat diantaranya adalah relokasi masyarakat desa Siti Ambia, desa Teluk Ambun dan desa Takal Pasir Kecamatan Singkil. Program relokasi penduduk tersebut di lakukan oleh Pemerintah Daerah Aceh Singkil bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Internasional Caritas Swiss, sebagaimana yang tertuang dalam


(22)

perjanjian kerjasama yang ditanda tangani oleh Pemerintah Daerah dan Caritas Swiss pada Tanggal 9 Maret 2006. Dalam perjanjian kerjasama tersebut Caritas Swiss berkomitmen akan membangun perumahan baru bagi masyarakat desa Siti Ambia, desa Takal Pasir dan desa Teluk Ambun Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil yang terkena bencana gempa bumi 28 Maret 2005.

Relokasi penduduk ini dilakukan selain dapat mengatasi persoalan perumahan yang rusak akibat bencana, juga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pasca bencana. Oleh sebab itu, dari kegiatan relokasi penduduk tersebut, maka perlu dilakukan kajian dan penelitian tentang dampak dari kegiatan relokasi penduduk terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di desa Siti Ambia, desa Takal Pasir dan desa Teluk Ambun Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil dan pengaruhnya terhadap pengembangan wilayah.

1.2 Perumusan Masalah

Secara lebih khusus persoalan pokok yang hendak diteliti atau diungkapkan pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Bagaimana dampak relokasi penduduk baik secara sosial maupun ekonomi terhadap penduduk bersangkutan. Dampak sosial meliputi tingkat keamanan, partisipasi sosial dan kebersihan lingkungan perumahan masyarakat. Sedangkan dampak ekonomi meliputi pengaruh terhadap pekerjaan, dan pendapatan penduduk yang direlokasi. Apakah kegiatan relokasi penduduk tersebut berpengaruh terhadap pengembangan wilayah.


(23)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan masukan bagi kebijakan pembangunan Kabupaten Aceh Singkil umumnya dan khususnya yang bersangkutan dengan rencana relokasi penduduk desa lainnya kedepan. Berdasarkan uraian pada latar belakang dan juga perumusan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui dan menganalisis dampak relokasi penduduk baik secara sosial maupun ekonomi sebagaimana dijelaskan di atas.

b. Untuk mengetahui dan mengkaji apakah pelaksanaan kegiatan relokasi penduduk di atas mampu mendorong pengembangan ekonomi wilayah.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Perumahan dan Ekonomi Masyarakat

Pembangunan nasional bertujuan untuk menciptakan manusia Indonesia seutuhnya. Konsep ini merujuk pada manusia yang sejahtera dengan kualitas hidup yang tinggi, memiliki hubungan yang harmonis dengan lingkungan, baik lingkungan alam, sosial serta memiliki hubungan yang harmonis dengan Penciptanya. Dengan demikian penduduk merupakan titik sentral dari pembangunan nasional. Dalam hal ini, penduduk dipandang sebagai subjek yang akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi, kondisi lingkungan hidup serta pembangunan yang berkelanjutan (Prijono, 1997).

Indonesia menganut pola pembangunan berkelanjutan (sustainable

development). Batasan pengertian tentang pembangunan berkelanjutan telah

dikemukakan dengan jelas oleh Brundtland yang menyebutkan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka (Budihardjo dalam Prasetijo, 2005).

Dalam perkembangan konsep selanjutnya, pembangunan berkelanjutan dielaborasi oleh Stren, While, serta Whitney sebagai suatu interaksi antara tiga sistem yaitu sistem biologis dan sumber daya, sistem ekonomi, dan sistem sosial. Memang dengan kelengkapan konsep berkelanjutan dalam trilogi


(25)

ekologi-ekonomi-sosial tersebut menjadi semakin menyulitkan pelaksanaannya, namun jelas lebih bermakna khususnya di negara berkembang.

Masyarakat yang berada di wilayah tertinggal pada umumnya masih belum banyak tersentuh oleh program-program pembangunan sehingga akses terhadap pelayanan sosial, ekonomi dan politik masih sangat terbatas serta terisolir dari wilayah dan sekitarnya. Oleh karena itu, kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup diwilayah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan pembangunan yang besar dari Pemerintah.

Pada umumnya pembangunan ekonomi ditempatkan sebagai pusat penggerak pembangunan bangsa dan masyarakat dalam arti luas. Pertumbuhan ekonomi saja tidak dengan sendirinya menjamin perbaikan mutu kehidupan dan keadilan. Harus ada keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial budaya. Pembangunan sosial budaya bertujuan menciptakan perubahan-perubahan yang meningkatkan mutu kehidupan. Hal ini ada hubungan serta pertaliannya dengan penyebaran yang lebih merata dari pendapatan dan kekayaan serta desempatan-kesempatan dalam turut menikmati hasil pembangunan, sebagai wujud nyata dari pada pelaksanaan azas keadilan sosial (Rahardjo, 2005).

Pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkápita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Dari definisi ini mengandung tiga unsur yaitu, (1) pembangunan ekonomi sebagai suatu proses berarti perubahan yang terus menerus yang di dalamnya telah mengandung unsur-unsur kekuatan sendiri untuk investasi baru; (2) usaha


(26)

meningkatkan pendapatan perkapita; (3) kenaikan pendapatan perkapita harus berlangsung dalam jangka waktu panjang. Pada umumnya pembangunan selalu dibarengi dengan pertumbuhan, tetapi pertumbuhan Belum tentu disertai dengan pembangunan (Suryana, 2000).

Penyelenggaraan pembangunan selama tiga dasawarsa lebih periode orde baru sangat di dominasi oleh orientasi kebijakan pertumbuhan dan stabilitas. Meskipun dalam trilogi pembangunan unsur yang ketiga adalah pemerataan, dimana semenjak Pelita III hinggá Pelita IV merupakan prioritas pertama dalam kerangka strategi dasar dan landasan pembangunan, akan tetapi dilihat dari sudut realisasinya, maka y`ang terakhir ini ternyata masih jauh dari yang diharapkan. Meskipun data-data Statistik menunjukkan perbaikan seperti angka kemiskinan dan juga gini ratio pada masa sebelum terjadinya krisis multidimensi 1997 lalu, namun demikian tidak dapat dipungkiri disisi lain tingkat kesenjangan makin kelihatan nyata dalam berbagai aspek pembangunan sebagaimana dikutip dalam Demi, 2002.

Swasono (2000), menegaskan bahwa selama tiga dekade yang lalu kita tidak mampu merencanakan pembangunan daerah yang dapat mengatasi ketimpangan pembangunan. Malah sebaliknya perencanaan pembangunan nasional, sengaja atau tidak telah menumbuhkan kesenjangan regional. Model pembangunan nasional yang kita adopsi telah terpaku pada besaran-besaran makro nasional. Kita lupa bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang unik, penuh pluralitas dan local specifics, masing-masing dengan tantangan multi-dimensionalnya sendiri-sendiri.


(27)

Konsepsi sebuah pembangunan yang merekomendasikan agar pembangunan dilaksanakan dengan memanfaatkan ketersediaan sumber daya lokal dengan mengacu kepada karakteristik yang spesifik yang dimiliki akan menciptakan sebuah kemandirian lokal. Pembangunan seyogyanya diarahkan untuk meningkatkan kualitas tatanan yang indikator utamanya adalah terjaganya keadilan berpartisipasi bagi semua componen (Mappadjantji, 2005).

Rodinelli dalam Sirojuzilam (2008), menyatakan bahwa kebijaksanaan pemerintah ditujukan untuk mengubah cara berpikir, selalu memikirkan perlunya investasi pembangunan. Dengan adanya pembangunan akan terjadilah peningkatan nilai-nilai budaya bangsa, yaitu terciptanya taraf hidup yang lebih baik, saling harga menghargai sesamanya, serta terhindar dari tindakan sewenang-wenang.

Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan, maka perlu dipikirkan komponen-komponen pembangunan yang terdiri atas sumber daya alam, sumber daya manusia, modal dan teknologi. Pembangunan khususnya dalam bidang ekonomi ditempatkan pada urutan pertama dari seluruh aktivitas pembangunan. Dalam rangka pembangunan ekonomi sekaligus terkait usa-usaha pemerataan kembali hasil-hasil pembangunan yang merata keseluruh daerah, maupun berupa peningkatan pendapatan masyarakat secara bertahap diusahakan mengurangi kemiskinan dan keterbelakangan (Sirojuzilam, 2008).


(28)

Pembangunan dan perbaikan perumahan merupakan upaya peningkatan kembali kondisi dan fungsí kawasan pemukiman, sebagai akibat penurunan produktiftas dan pemanfaatannya, perkembangan kondisi perumahan yang tidak mengikuti norma-norma planologis maupun norma kesehatan lingkungan, dengan tetap memperhatikan fungsi zona serta bangunannya. Melalui upaya ini diharapkan terjadinya peningkatan kualitas kehidupan masyarakat pemukiman yang bersangkutan, agar tercipta lingkungan yang lebih layak, sehat, aman, serasi dan teratur, sesuai dengan rencana tata ruang, demi meningkatkan harkat derajat dan martabat serta kesejahteraannya melalui partisipasi dan kemandirian masyarakat. Norma-norma planologis antara lain jarak bangunan, perbandingan luas rumah dengan luas lahan, sistem drainase, sistem struktur konstruksi dan sebagainya. Sedangkan norma kesehatan antara lain intensitas sinar matahari yang masuk kedalam rumah, sirkulasi udara, jarak jamban (WC) dan sumber air dan sebagainya (Mekaryani dalam Nasution, 2002).

Perbaikan perumahan dan pemukiman dapat dilakukan dengan pendekatan penataan kembali kondisi lingkungan pemukiman lingkungan yang telah mengalami degradasi atau kerusakan yang disebabkan oleh bencana alam. Strategi dan sasaran program pembangunan kembali perumahan selain menekankan pentingnya aspek pembangunan fisik juga mengutamakan aspek sosial ekonomi yang keseluruhan tercakup pada model Tribina, yaitu :


(29)

Bina Manusia, yakni meningkatkan kondisi kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya melalui penyediaan pendidikan, perbaikan kesehatan dan gizi, peningkatan kesejahteraan keluarga, pengembangan ketrampilan dan sebagainya.

Bina Usaha, yakni meningkatkan potensi ekonomi masyarakat untuk menunjang kemampuan swadaya dalam usaha perbaikan tingkat ekonomi dan pendapatan.

Bina fisik, yaitu peningkatan kondisi fisik lingkungan masyarakat dengan memenuhi sarana dan prasarana sebagai dasar peningkatan mobilitas dan kesadaran masyarakat.

2.2. Perumahan atau Pemukiman

Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Dalam pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, dan kukuh kekuatan moral dan etikanya (Budihardjo dalam Alvi, 2003).

Selanjutnya Alvi (2003), menyatakan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan diletakkan sebagai dasar kebijaksanaan. Kesejahteraan rakyat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta memberi perhatian utama pada terpenuhinya kebutuhan dasar yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja. Penyediaan kebutuhan pokok terutama


(30)

perumahan dan pangan rakyat serta fasilitas publik yang memadai didasarkan prinsip persaingan sehat dan pertumbuhan ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Perumahan atau pemukiman memiliki arti yang sangat strategis dan juga Sangat penting dalam kehidupan setiap masyarakat. Dalam konteks yang luas, pada hakekatnya masalah perumahan tidak dapat dilepaskan dan bahkan merupakan bagian integral dari masalah sosial, ekonomi, dan kebudayaan bangsa serta pemukiman nasional dalam arti luas. Ini mengingat bahwa perumahan merupakan bagian dari kebutuhan dasar (basic need), yang mesti dipenuhi oleh setiap orang untuk mempertahankan eksistensinya.

Dalam kaitan antara jenjang kebutuhan manusia dengan rumah, Newmark dalam Sumiarto (1993), sebagaimana dikutip oleh Helmi (2001), menerangkan bahwa ada hubungan yang bersifat kualitatif antara rumah dan manusianya. Rumah yang merupakan kebutuhan dasar manusia, perwujudan bervariasi menurut siapa penghuninya, yang dengan mengikuti teori jenjang kebutuhan (hierarkhi of needs)

oleh Maslow, merupakan pengejawantahan dari hal-hal berikut, yaitu kebutuhan fisiologi (physiologis needs), kebutuhan akan rasa aman (security and safety needs), kebutuhan akan hubungan sosial (social needs), kebutuhan penghargaan terhadap diri

(self-esteem or ego needs), dan kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization needs).

Bahkan lebih dari itu, perumahan atau pemukiman juga merupakan manifestasi dari kebutuhan dan kejiwaan serta keyakinan. Hal ini selaras dengan


(31)

pandangan Mangunwijaya (1984) yang dikutip dalam Nasution (2002), menyatakan bahwa ada sesuatu yang transendens, yang mengatasi alam belaka, yang merupakan dorongan dasar manusia dalam menciptakan wujud dan rupa bangunan-bangunan pemukimannya serta penataan lingkungannya. Dorongan mana, selalu mengungkapkan sesuatu yang tidak hanya teknis atau ekonomis atau alamiah belaka, akan tetapi datang dari suatu dambaan dasar mengenai kesempatan yang teratur, yang ada hukum pastinya , artinya garansi stabilitas kehidupan dalam diri pribadi maupun masyarakat.

Rumah mempunyai dua pengertian, yaitu sebagai kata benda dan sebagai kata kerja. Sebagai kata benda rumah (housing) menggambarkan suatu komoditi atau produk, sedangkan sebagai kata kerja, rumah menggambarkan suatu proses aktifivitas manusia yang terjadi dalam Penghunian tersebut. Ada tiga fungsi rumah di samping fungsi umumnya, yaitu :

a. Sebagai identitas keluarga yang berkaitan dengan pekerjaan (quality of shelter provided by houshing).

b. Menunjang kesempatan keluarga, yang berkaitan dengan pekerjaan (economic base resources).

c. Pemberi rasa aman yang berkaitan dengan jaminan terhadap rasa aman keluarga. Ada dua sistem pembangunan perumahan yaitu, sistem pembangunan formal dan sistem pembangunan non formal. Sistem pembangunan formal merupakan sistem pembangunan perumahan yang perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah atau swasta, dan biasanya sudah menggunakan standart


(32)

baku, dan berorientasi keuntungan (Turner, 1976 dalam Anonimus, 2001 dikutip dalam Nurman 2002). Sedangkan sistem pembangunan non formal merupakan sistem pembangunan perumahan yang perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaannya dilakukan sendiri oleh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), atau bersama-sama. Biasanya sistem ini tidak menggunakan standart baku (Selling, 1978 dalam Anonimus, 2001 dikutip dalam Nurman, 2002).

2.3. Kebijakan Perumahan dan Pemukiman

Alvi (2003), menyatakan bahwa pembangunan perumahan atau pemukiman mulai saat ini dan masa yang akan datang sudah saatnya berpegang pada kaídah-kaidah lapangan kerja, keseimbangan lingkungan hidup, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan energi yang lebih bersifat holistik dan skala global. Perumahan dan pemukiman dibangun dengan konsep pembangunan berkelanjutan, dan dilakukan dengan rasa optimis, sebab saat ini mulai tumbuh kesadaran akan keseimbangan lingkungan, kemitraan antara masyarakat dengan pemerintah dan swasta, serta pelibatan ilmuwan profesional dalam perencanaan pembangunan perumahan dan pemukiman.

Kebijakan perumahan positif yang digunakan atau secara umum diketahui dalam studi pemukiman/ perumahan tidak dapat dipertentangkan dengan pemakaian istilah negatif, karena dalam pemakaian istilah yang berkaitan dengan kebijakan pemenuhan pemukiman atau perumahan tidak dikenal istilah negatif housing policies.


(33)

nyata yang diambil oleh pemerintah dalam upayanya untuk memecahkan pemenuhan kebutuhan akan perumahan, sedangkan kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan apa yang disebut sebagai positive housing policies dikenal sebagai laissez faire policies. Kebijakan positif dapat dikelompokkan menjadi tiga macam kebijakan (Hadi, 2006) yaitu :

a. Kebijakan reaksioner (reactionary policies), kebijakan ini merupakan suatu tindakan yang diambil oleh pemerintah berkaitan dengan maraknya slums dan

squatter settlements. Oleh pemerintah tertentu, keberadaan permukiman kumuh

dan pemukiman liar dianggap sebagai sesuatu yang menampilkan citra jelek terhadap kota, sehingga perla diambil tindakan untuk menanggulangi terciptanya permukiman kumuh maupun pemukimsn liar. Ada dua macam kebijakan yang termasuk dalam kebijakan ini, yaitu pertama, kebijakan preventif atau pencegahan

(preventive policies) dan kebijakan pemulihan (remidial/curative policies).

a.1. Kebijakan preventif, kebijakan ini diterapkan khususnya yang berkaitan dengan pengaliran penduduk dari luar kota, dalam bentuk pembatasan-pembatasan tertentu, seperti persyaratan telah mempunyai pekerjaan tetap di kota, telah mempunyai tempat tinggal dikota dan telah mempunyai kartu tanda penduduk di kota. Apabila seseorang tidak dapat membuktikan persyaratan tersebut maka dia akan dipulangkan ke daerah asal.

a.2. Kebijakan pemulihan, kebijakan ini diterapkan bagi kawasan pemukiman yang sebelumnya dihuni oleh pemukiman kumuh (slums) dan pemukiman


(34)

liar (squatter settlements) sehingga perla dipulihkan kembali untuk dilata menjadi kawasan pemukiman yang lebih baik.

b. Kebijakan asing (alien policies), pengertian asing yang dimaksudkan dalam ungkapan ini mengacu pada sesuatu yang didalam wilayah yang bersangkutan tidak atau belum pernah dilaksanakan, sehingga upaya untuk meniru sesuatu dari tempat lain dianggap sesuatu yang asing. Namum demikian kata asing dalam hal ini lebih tepat dimaknai sebagai sesuatu yang berasal dari negara barat, karena memang demikian semua bentuk kebijakan yang termasuk dalam kategori ini semuanya berasal dari negara barat. Kebijakan perumahan yang biasa mengacu pada kebijakan negara barat pada umumnya berupa pembangunan kompleks perumahan skala besar (large scale public housing). Kebijakan ini memiliki tiga macam variasi yaitu ;

b.1. Pembangunan blok-blok rumah susun (high rise blocks), kegiatan pembangunan perumahan ini dilakukan dalam skala yang besar dan membutuhkan lahan cukup luas, maka persoalan yang sulit dipecahkan adalah ketersediaan sarana yang mendukung kebijakan ini, apalagi apabila lokasi perumahannya berada di bagian dalam kota. Biasanya masalah yang sering dihadapi adalah untuk memiliki lahan yang luas dan betul-betul dikuasai oleh pemerintah sangat sedikit sehingga bentuk bangunan perumahan di buat blok-blok rumah susun.

b.2. Pembangunan kota baru (New Town Development), ide awal dari konsep pembangunan kota baru berasal dari Inggris yang muncul karena adanya


(35)

pemadatan yang luar biasa terjadi dikota-kota besar, sehingga dipilihlah kebijakan ini dalam rangka untuk mengurangi beban tekanan terhadap lahan dan beban berat untuk memenuhi kebutuhan penghuni yang semakin bertambah. Pengembangan kota-kota baru dilaksanakan dengan cara meningkatkan peranan kota-kota kecil yang sudah ada di sekitar kota besar atau menciptakan sesuatu konsentrasi kegiatan yang baru sama sekali. Ide awalnya adalah disamping bertujuan untuk mengalihkan trend perkembangan yang semula hanya tertuju ke kota-kota besar yang sudah ada, juga dimaksudkan untuk mengangkat kota-kota baru tersebut sebagai katalisator perkembangan ekonomi baru yang mampu mempengaruhi wilayah disekitarnya menjadi semakin berkembang.

b.3. Peremajaan kota (Urban Renewal), pada umumnya kebijakan ini ditujukan untuk mengubah citra daerah yang dianggap kumuh menjadi daerah-daerah yang tidak kumuh lagi. Penggusuran daerah-daerah kumuh dan konsep peremajaan kota tersebut memang diilhami oleh kebijakan yang telah dilaksanakan di negara barat, walaupun di negara barat sendiri efektifitas kebijakan tersebut dalam mengatasi masalah sosial masih dipertanyakan oleh beberapa pakar.

c. Kebijakan Asli Lokal (indigeneous policies), kebijakan ini sama sekali tidak mengacu pada apa yang ada di negara barat, namun muncul dari ide-ide sendiri dalam mengantisipasi permasalahan perumahan yang ada di kota-kota yang bersangkutan. Program ini terkait dengan kebijakan pemerintah untuk


(36)

menggandeng pihak swasta dalam rangak menanggulangi kebutuhan perumahan yang semakin meningkat. Program ini ditujukan pada golongan masyarakat yang kurang mampu pada daerah pemukiman kumuh, di mana pemerintah akan memberikan subsidi dengan besaran yang bervariasi.

2.4. Pengembangan Wilayah

Pembangunan adalah upaya secara sadar untuk mengubah nasib bangsa. Pembangunan adalah ikhtiar untuk mengubah masa lampau yang buruk menjadi lebih baik, merupakan pula suatu upaya yang terus menerus untuk membuat yang lebih baik menjadi lebih baik lagi. Pembangunan wilayah diberbagai negara telah memperlihatkan kemajuan dan perkembangan yang positif bagi masyarakat. Penyusunan rencana dan kebijaksanaan pembangunan wilayah yang aplikatif harus senantiasa mempertimbangkan kemampuan dan potensi masing-masing wilayah serta masalah-masalah yang dihadapi. Sehingga upaya-upaya pembangunan yang berlangsung dalam tiap-tiap wilayah benar-benar sesuai dengan keadaan masing-masing wilayah (Rahardjo, 2005).

Kartasasmita (1996), menyatakan bahwa pembangunan adalah usaha meningkatkan harkat martabat masyarakat yang dalam kondisinya tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Membangun masyarakat berarti memampukan atau memandirikan mereka. Dimulainya proses pembangunan dengan berpijak pada pembangunan masyarakat, diharapkan akan dapat memacu partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan itu sendiri.


(37)

Riyadi (2000), menyatakan bahwa perencanaan pembangunan wilayah ditujukan untuk mengupayakan keserasian dan keseimbangan pembangunan antar daerah sesuai dengan potensi alamnya dan memanfaatkan potensi tersebut secara efesien, tertib, dan aman. Dalam perspektif jangka panjang suatu pengembangan wilayah harus menjadi suatu upaya untuk menumbuhkan perekonomian wilayah dan lokal (local economic development), sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri. Dalam hal ini sangat diharapkan peran pemerintah daerah dan organisasi masyarakat setempat agar dapat menumbuhkan usaha-usaha dan lapangan kerja dengan memobilisasi SDM, alam, dan kelembagaan secara lokal seperti yang ditegaskan oleh Blakely (1989) yang dikutip dalam Firman (2000).

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapat masyarakat secara keseluruhan yang terjadi diwilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi. Pendapatan wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat menggambarkan kemakmuran diwilyah tersebut. Menurut Boediono (1985) dalam Tarigan (2005), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Jadi persentase pertambahan output itu harus lebih tinggi dari pada persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecendrungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut.

Pembangunan wilayah adalah usaha untuk mengembangkan dan meningkatkan hubungan interdependensi dan interaksi antara sistem ekonomi


(38)

(economic system), manusia/masyarakat (social system) dan lingkungan hidup serta sumber-sumber daya alamnya (ecosystem). Konsepsi pembangunan regional selain menjamin keserasian pembangunan antar daerah, akan menjembatani pula hubungan rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah.

Proses pembangunan daerah pada dasarnya bukanlah sekedar fenomena ekonomi semata. Pembangunan tidak sekedar ditujukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara, namun yang lebih luas dari itu pembangunan memiliki perspektif yang luas, terutama perubahan sosial. Dimensi sosial yang sering terabaikan dalam pendekatan pertumbuhan ekonomi, justru mendapat tempat strategis bagi proses pembangunan. Dalam proses pembangunan selain mempertimbangkan pertumbuhan dan pemerataan, juga dampak aktivitas ekonomi terhadap kehidupan sosial masyarakat. Lebih dari itu, dalam proses pembangunan dilakukan upaya yang bertujuan untuk mengubah struktur perekonomian kearah yang lebih baik (Kuncoro, 2003 dalam Safi’i. 2007).

Pada hakekatnya pengembangan (development) merupakan upaya untuk memberi nilai tambah dari apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas hidup. Menurut Zen dalam buku Tiga Pilar Pengembangan Wilayah (1999) pengembangan lebih merupakan motivasi dan pengetahuan daripada masalah kekayaan. Tetapi bukan berarti bahwa kekayaan itu tidak relevan. Pengembangan juga merupakan produk belajar, bukan hasil produksi; belajar memanfaatkan kemampuan yang dimiliki bersandar pada lingkungan sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya proses pengembangan itu juga merupakan proses belajar (learning process).


(39)

Hasil yang diperoleh dari proses tersebut, yaitu kualitas hidup meningkat, akan dipengaruhi oleh instrument yang digunakan. Mengacu pada filosofi dasar tersebut maka pengembangan wilayah merupakan upaya memberdayakan stakeholders (masyarakat, Pemerintah, Pengusaha) di suatu wilayah, terutama dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayah tersebut dengan instrument yang dimiliki atau dikuasai, yaitu teknologi. Pengembangan wilayah merupakan upaya mengawinkan secara harmonis sumberdaya alam, manusia dan teknologi, dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan itu sendiri.

Selanjutnya menurut Riyadi (2002), kebijakan pengembangan wilayah adalah berupa arahan pengembangan kawasan-kawasan produksi, pusat pemukiman, transportasi serta jaringan infrastruktur pendukungnya sesuai dengan tujuan pembangunan sosial ekonomi yang diharapkan. Perumusan kebijakan ini biasanya di dasarkan pada kondisi fisik dan sosial ekonomi wilayah.

Wilayah merupakan unit geografis dengan batas-batas tertentu dimana bagian-bagiannya saling bergantung satu sama lain secara fungsional. Secara umum pusat berfungsi antara lain : (a) tempat pemusatan pemukiman/penduduk, (b) pemusatan industri (c) tempat pemasaran bahan-bahan mansion dan (d) tempat pemusatan sarana-sarana pelayanan. Daerah bagian belakang (hinterland) berfungsi sebagai tempat proses bahan mentah dan sebagai tempat pemasaran produk-produk industri (Sunyoto, 1998).

Menurut Miraza (2006), pembangunan wilayah tidak hanya membangun fisik wilayah saja tetapi membangun masyarakatnya juga. Harus terdapat keseimbangan


(40)

antara pembangunan fisik dengan aktifitas masyarakat agar keduanya saling bersinergi menjadikan wilayah sebagai wilayah maju. Dengan demikian wilayah akan menjadi wilayah yang nyaman untuk berproduksi dan berkonsumsi ditengah suatu kehidupan wilayah yang dinamis dan produktif.

Untuk mengembangkan sebuah wilayah secara optimal dibutuhkan intervensi dan kebijakan agar mekanisme pasar tidak menimbulkan dampak-dampak negatif terhadap lingkungan. Kebijakan tersebut meliputi upaya-upaya pengembangan kegiatan-kegiatan sosial ekonomi di kawasan-kawasan yang terdapat di dalam wilayah tersebut agar kegiatan-kegiatan tersebar sesuai dengan potensi kawasan dan infrastuktur pendukungnya. Apabila dapat tersebar secara merata maka kesempatan kerja akan tersebar. Diharapkan bahwa penduduk tersebar secara proporsional sehingga dapat meningkatkan efesiensi pembangunan prasarana wilayah yang dibutuhkan.

Secara umum menurut Kuncoro (2004), pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang pengembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut amat tergantung dari masalah fundamental yang dihadapi oleh daerah itu.


(41)

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang terkait dengan dampak relokasi penduduk dan pembangunan pemukiman baru antara lain, Nurman (2002) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Daerah Pemukiman Baru terhadap Pengembangan Wilayah (studi kasus di desa Baru) Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar dengan metode penelitian survey melalui pengamatan, dan wawancara terhadap 100 kepala keluarga yang di analisis dengan uji r (ratio product moment) dan uji determinasi (r2 ). Hasil penelitiannya mengatakan bahwa pengembangan wilayah di tinjau dari aspek fisik berada pada kategori “cukup baik”, aspek sosial “sangat baik”, administrasi “kurang baik”, dan aspek ekonomi “sangat baik”, dan dari pembangunan pemukiman baru tersebut berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengembangan wilayah. Dalam penelitian yang lain Syamsuddin (2003), yang berjudul Dampak Pemukiman Nelayan terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat (Kasus Permukiman Nelayan Untia Bulurokeng Makassar) dengan metode penelitian survey terhadap masyarakat nelayan dan di analisis dengan menggunakan metode deskriptif analitik, dan teknik statistik inferensial uji- t. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa program permukiman nelayan adalah berdampak positif terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat, hal ini dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kondisi sosial ekonomi masyarakat pada saat sebelum dan sesudah dimukimkan.

Penelitian lainnya Nasution (2002), dengan judul Dampak Sosial dan Ekonomi Kebijakan Relokasi dan Penataan Pemukiman Liar di wilayah Perkotaan (Studi Kasus Kota Batam) dengan metode analisis a quasi experimental design, yaitu


(42)

dengan menggunakan analisis deskriptif, analisis uji chi-kuadrat, analisis tingkat kesejahteraan, dan analisis sebaran pemukiman liar. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa, kebijakan relokasi dan program penataan pemukiman liar berdampak positif terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, yang dilihat dari meningkatnya keamanan, kualitas hubungan sosial, peningkatan pendapatan dan meningkatnya kebersihan lingkungan.

2.6. Kerangka Pemikiran

Rekontruksi Aceh terus dilakukan di berbagai sektor yang hancur akibat bencana alam, untuk membangun kembali Aceh yang hancur akibat tsunami dan gempa bumi yang sangat dahsyat itu diharapkan banyak terjadi perubahan, baik masyarakat, lingkungan, lembaga dan yang lainnya. Berbagai permasalahan yang muncul akibat bencana tersebut diantaranya adalah banyaknya perumahan penduduk dan sarana dan prasarana umum yang rusak parah.

Kecamatan Singkil merupakan salah satu kecamatan yang terkena bencana gempa bumi dan mengalami kerusakan yang cukup parah. Dari beberapa desa di Kecamatan Singkil yang mengalami kerusakan diantaranya terdapat tiga desa yaitu desa Siti Ambia, Takal Pasir dan Teluk Ambun yang selama ini berada disepanjang daerah aliran sungai Singkil. Kerusakan yang terjadi di tiga desa ini meliputi kerusakan perumahan dan infrastruktur lainnya. Untuk memulihkan kembali kondisi perumahan masyarakat yang rusak Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Singkil bekerjasama dengan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Internasional


(43)

Caritas Swiss untuk membangun perumahan masyarakat yang rusak akibat bencana alam gempa bumi dan melakukan relokasi penduduk di daerah yang baru. Relokasi penduduk ini dilakukan bertujuan untuk membangun perumahan masyarakat yang baik dan menjauhkan masyrakat dari bencana alam banjir tahunan.

Kegiatan relokasi penduduk akan memiliki dampak baik secara sosial maupun secara ekonomi bagi masyarakat yang direlokasi, diharapkan dari kegiatan relokasi penduduk ini bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat ini diharapkan mampu mendorong terjadinya pengembangan wilayah di Kecamatan Singkil dan Kabupaten Aceh Singkil.


(44)

Untuk memudahkan dan mengarahkan penelitian ini maka disusun skema kerangka pemikiran yang disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Skema kerangka berpikir

Bencana Alam Gempa Bumi 28 Maret 2005

Relokasi Penduduk

Pembangunan Perumahan dan Sarana dan Prasarana

Aspek Ekonomi

- Peluang kerja

- Pendapatan

Aspek Sosial

- Keamanan lingkungan

- Partisipasi sosial

- Kebersihan lingkungan

Pengembangan Wilayah Kesejahteraan Masyarakat


(45)

2.7 Hipotesis

Berdasarkan atas uraian-uraian yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan hipótesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Relokasi penduduk memiliki dampak secara sosial dan ekonomi, yaitu meningkatnya keamanan lingkungan masyarakat, meningkatnya partisipasi sosial dan kebersihan lingkungan, serta meningkatnya peluang kerja dan pendapatan masyarakat.

b. Pelaksanaan kegiatan relokasi penduduk mendorong terjadinya pengembangan wilayah.


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam khususnya di desa Siti Ambia, desa Takal Pasir dan desa Teluk Ambun. Alasan penetapan lokasi tersebut adalah karena pelaksanaan kegiatan relokasi penduduk dilakukan di tiga desa tersebut.

3.2 Responden Penelitian

Data primer diperoleh dari responden yang merupakan masyarakat tiga desa yang direlokasi tersebut. Sampel yang akan diambil pada penelitian ini adalah kepala rumah tangga dengan metoda pengambilan sampel dilaksanakan secara proportional sampling berdasarkan wilayah. Berdasarkan atas hal tersebut dengan jumlah populasi yang ada di tiga desa adalah sebesar 600 KK maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah :

Tabel 3.1. Jumlah jiwa, jumlah KK dan jumlah sampel Sebelum Relokasi Sesudah Relokasi No. Desa Jumlah

Jiwa

Jumlah KK

Jumlah Jiwa

Jumlah KK

Jumlah Sampel 1. Siti Ambia 1305 267 1312 267 40 2. Takal Pasir 471 127 476 127 20 . Teluk Ambun 821 206 827 206 30

Jumlah 2597 600 2615 600 90


(47)

Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2006) yang menyatakan sampel dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25% atau lebih tergantung setidak-tidaknya dari : Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana.

Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya dana.

3.3 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data-data dan informasi yang dibutuhkan, maka penelitian ini berusaha melakukan studi literatur untuk mendapatkan data-data skunder yang berkaitan dengan tujuan penelitian, observasi dengan cara pengamatan dilapangan serta wawancara atau kuisioner dengan sejumlah responden untuk mendapatkan data primer.

Data skunder diupayakan diperoleh dari instansi Pemerintah yang terdapat di Kabupaten Aceh Singkil, yaitu Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Singkil, Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh Singkil dan instansi terkait lainnya. Guna melengkapi data-data skunder atau untuk mendapatkan informasi yang tidak tertampung pada data skunder, maka penelitian ini juga melakukan wawancara terstruktur dengan berbagai pihak dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Singkil serta tokoh-tokoh masyarakat untuk mendapatkan berbagai informasi mengenai relokasi penduduk di tiga desa tersebut.


(48)

Adapun data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Data dan informasi tentang dampak pelaksanaan relokasi penduduk berupa data yang menunjukkan kesejahteraan dan produktifitas masyarakat sasaran relokasi.

Aktifitas perekonomian, tingkat pendapatan dan latar belakang sosial penduduk yang berada di relokasi pemukiman.

3.4 Metode Analisis

a. Untuk menjawab perumusan masalah (1) dilakukan dengan menggunakan uji-t (t-test). Sugiyono (2008) menyatakan bahwa untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel antara sebelum dan sesudah maka dapat digunakan rumusan t-test dengan persamaan yaitu :

t = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − + − 2 2 1 1 2 2 2 1 2 1 2 1 2 n s n s r n s n s x x 1

x = Rata – rata sampel data sebelum adanya relokasi penduduk

2

x = Rata – rata sampel data setelah adanya relokasi penduduk

S1 = Simpangan baku sampel data sebelum adanya relokasi penduduk

2

S = Simpangan baku sampel data setelah adanya relokasi penduduk

=

2 1

S = Varians Sampel data sebelum adanya relokasi penduduk

=

2 2


(49)

r = Korelasi antara dua sampel

Dengan kriteria uji : Terima H1, tolak H0 jika t hit > t tabel (0,05) Terima H0, tolak H1 jika t hit < t tabel (0,05)

b. Untuk menjawab perumusan masalah (2) dilakukan dengan menggunakan analisa deskriptif yang akan menganalisis seberapa besar pengaruh ataupun dampak relokasi penduduk terhadap pengembangan wilayah dilihat dari pembangunan infrastuktur, penciptaan peluang kesempatan kerja, dan pengembangan sektor-sektor usaha yang lain.

Masing-masing indikator dilakukan analisis sebagaimana yang terlihat pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2. Matrik Penelitian

No. Indikator Analisis

a. Sosial

1. Keamanan Uji t 2. Partisipasi sosial Uji t

3. Kebersihan lingkungan Deskriptif

b. Ekonomi

1. Peluang kerja Uji t 2. Pendapatan Uji t


(50)

3.5 Definisi Operasional Variabel

1. Relokasi adalah kegiatan pemindahan penduduk dari tempat tinggalnya yang terkena bencana alam gempa ke lokasi pemukiman yang baru.

2. Penduduk adalah masyarakat korban bencana yang direlokasi ke pemukiman baru.

3. Dampak sosial adalah akibat-akibat yang ditimbulkan karena adanya kegiatan relokasi terhadap tingkat keamanan, partisipasi sosial dan kebersihan lingkungan perumahan masyarakat.

4. Dampak ekonomi adalah akibat-akibat yang ditimbulkan karena adanya kegiatan relokasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.

5. Keamanan adalah tingkat keamanan lingkungan perumahan masyarakat antara sebelum dan sesudah relokasi (kejadian/ kali/tahun).

6. Partisipasi sosial adalah keterlibatan masyarakat secara aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial, kegiatan-kegiatan keagamaan dan gotong royong.

7. Kebersihan lingkungan adalah tingkat kebersihan lingkungan disekitar perumahan masyarakat.

8. Peluang kerja adalah kesempatan kerja bagi kepala keluarga untuk mendapatkan pekerjaan baru yang diukur dalam bentuk jumlah kepala keluarga yang mendapatkan pekerjaan baru (jumlah/tahun).

9. Pendapatan adalah penghasilan masyarakat yang berada di relokasi dalam bekerja yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Deskripsi Kecamatan Singkil

Kecamatan Singkil merupakan salah satu kecamatan tertua dan merupakan Ibu Kota Kabupaten Aceh Singkil. Kecamatan Singkil memiliki luas wilayah 44.660 Ha atau 335 Km2 atau 15,32 % dari total luas wilayah Kabupaten Aceh Singkil dengan jumlah penduduk 16.344 jiwa dan tingkat kepadatan penduduk 49 jiwa/Km2. Jumlah desa sebanyak 16 desa yang tersebar dibeberapa wilayah yaitu wilayah pesisir, daratan dan daerah aliran sungai. Kecamatan Singkil memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kota Baharu b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Singkil Utara d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan

Dilihat dari perkembanganya, pertumbuhan penduduk di Kecamatan Singkil dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dan penurunan. Pada tahun 2003 penduduk Kecamatan Singkil berjumlah 15.139 jiwa, tahun 2004 berjumlah 15.742 jiwa dan pada tahun 2005 mengalami penurunan menjadi 14.511 jiwa. Sedangkan pada tahun 2006 dan tahun 2007 kembali mengalami peningkatan yaitu masing-masing menjadi 15.142 jiwa dan 16.344. Penurunan jumlah penduduk yang terjadi


(52)

pada tahun 2005 tersebut di karenakan terjadinya bencana alam gempa bumi di Kabupaten Aceh Singkil, terutama di Kecamatan Singkil yang paling banyak mengalami kerusakan. Sehingga akibat dari bencana tersebut, banyak masyarakat Kecamatan Singkil yang mengungsi dan pindah ke kecamatan lain. Pada tahun 2006 dan 2007 jumlah penduduk kembali mengalami peningkatan, hal ini dipengaruhi oleh semakin membaiknya kondisi pasca bencana gempa bumi. Apabila dihitung dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 rata-rata laju pertumbuhan penduduk Kecamatan Singkil adalah sebesar 0,85 %. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baiknya kondisi daerah pasca bencana mendorong masyarakat untuk kembali bertempat tinggal di Kecamatan Singkil.

Masyarakat Kecamatan Singkil sebahagian besar memeluk Agama Islam yang telah diyakini secara turun temurun. Dalam menjalani kehidupan sehari-harinya masyarakat di Kecamatan Singkil terlihat aman, tentram dan harmonis walaupun terdapat sebagian masyarakat dengan agama dan keyakinan yang berbeda. Toleransi antar umat beragama di Kecamatan Singkil sangat baik, hal ini terbukti belum pernah terjadi konflik antar umat beragama.

4.1.2. Deskripsi Desa Siti Ambia, Takal Pasir dan Teluk Ambun

Desa Siti Ambia, desa Takal Pasir dan desa Teluk Ambun merupakan desa yang termasuk dalam wilayah Pemerintahan Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil, dengan batas-batas wilayah dan jumlah penduduk masing-masing desa sebagai berikut :


(53)

a. Desa Siti Ambia

Desa Siti Ambia terbentuk pada tahun 1994 yang merupakan hasil pemekaran desa Ujung. Desa Siti Ambia memiliki luas 16,8 Ha dan dihuni oleh 267 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 1312 jiwa dengan batas-batas wilayah desa :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pulo Sarok

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Perkebunan PT. Ubertraco 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Teluk Ambun

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Takal Pasir

b. Desa Takal Pasir

Desa Takal Pasir terbentuk pada tahun 1970, dengan luas desa 9,6 Ha dan dihuni oleh 127 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 476 jiwa dengan batas-batas wilayah desa :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Teluk Ambun/Siti Ambia 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Perkebunan PT. Ubertraco 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Hutan Negara

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Perkebunan PT. Ubertraco

c. Desa Teluk Ambun

Desa Teluk Ambun terbentuk sekitar tahun 1950, dengan luas desa 20,3 Ha dan dihuni oleh 206 kepala keluarga dengan jumlah penduduk 827 jiwa dengan batas-batas wilayah desa :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pulo Sarok 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Siti Ambia


(54)

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Hutan Negara 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Takal Pasir

Secara geografis desa Siti Ambia, desa Takal Pasir dan desa Teluk Ambun berada dalam satu wilayah yang berdekatan dan saling berbatasan. Jarak ketiga desa dengan Ibu Kota Kecamatan dan Ibu Kota Kabupaten sebagai pusat Pemerintahan tingkat Kecamatan dan Pemerintah Kabupaten antara 3-5 Km yang dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi darat.

Berdasarkan wilayah, pemukiman ini merupakan wilayah yang baru sehingga status kepemlikian lahan, tanah yang dipergunakan untuk kegiatan pertanian dan kegiatan perkebunan belum ada. Luas wilayah desa yang dijadikan lokasi relokasi penduduk untuk desa Siti Ambia, Takal Pasir dan Teluk Ambun tersebut adalah seperti pada Tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1. Luas Desa sebelum dan sesudah relokasi (Ha)

No. Desa Luas desa sebelum

relokasi (ha)

Luas desa sesudah relokasi (ha)

1. Siti Ambia 155 16,8

2. Takal Pasir 4.370 9,6

3. Teluk Ambun 3.670 20,3

Total 8.195 46,7

Sumber : Data Kecamatan Singkil Tahun 2005 dan Caritas Swiss Tahun 2009.

Dari Tabel 4.1. terlihat bahwa luas masing-masing desa sebelum direlokasi lebih luas dibandingkan dengan setelah dilakukan kegiatan relokasi. Sebelum direlokasi luas desa secara keseluruhan adalah 8.195 Ha. Luasnya desa ini di karenakan masing-masing masyarakat memiliki luas tanah yang bervariasi, di


(55)

antaranya luas tanah perumahan, luas lahan pertanian, perkebunan. Selain itu, masing-masing desa juga memiliki lahan terlantar sangat luas, sehingga secara keseluruhan luas desa sebelum direlokasi sangat luas. Setelah dilakukan relokasi penduduk luas seluruh desa hanya 46,7 Ha, menurunnya luas desa ini di karenakan luas tanah desa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah hanya untuk lokasi perumahan saja dengan ukuran tanah untuk masing-masing kepala keluarga sama. Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat desa Siti Ambia, desa Takal Pasir dan desa Teluk Ambun Kecamatan Singkil memiliki pekerjaan yang bervariasi, dimana masyarakat yang bekerja sebagai buruh dimasing-masing desa sangat tinggi, disusul dengan petani dan nelayan. Untuk mengetahui lebih rinci tentang penduduk desa Siti Ambia, desa Takal Pasir dan desa Teluk Ambun menurut pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Jumlah Rumah Tangga Menurut Jenis Pekerjaan

Desa Siti Ambia Desa Takal Pasir Desa Teluk Ambun No. Pekerjaan

Jumlah

(orang) Persentase

Jumlah

(orang) Persentase

Jumlah

(orang) Persentase

1. Petani 5 1,9 40 31,5 20 9,7

2. Buruh 175 65,6 59 46,5 138 63,7

3. Pegawai

Negeri 28 10,4 2 1,5 8 2,9

4. Pengrajin 2 0,7 7 5,5 4 7,3

5. Pedagang 25 9,4 6 4,7 15 4,8

6. Peternak 5 1,9 4 3,2 7 4,8

7. Nelayan 25 9,4 8 6,3 12 5,9

8. Montir 2 0,7 1 0,8 2 0,9

Jumlah 267 100,0 127 100,0 206 100,0


(56)

Dari Tabel 4.2. terlihat bahwa jumlah masyarakat yang bekerja sebagai buruh sangat tinggi di masing-masing desa, profesi sebagai buruh tersebut sudah dilakukan masyarakat sebelum mereka di relokasi, sebelumnya sebagian dari mereka yang bekerja sebagai buruh hanyalah sebagai buruh harian yang bekerja kepada masyarakat lainnya yang ada di desanya. Tetapi saat ini banyak masyarakat tersebut bekerja sebagai buruh harian di perusahaan perkebunan yang berada di sekitar lokasi pemukiman, selain itu juga sebagian dari masyarakat tersebut bekerja sebagai buruh harian di luar desa (desa tetangga) yaitu sebagai buruh bangunan yang ada di Ibu Kota Kecamatan.

Untuk kelancaran akses transportasi masyarakat, Pemerintah Daerah telah membangun jalan aspal hotmix yang dapat dilalui oleh berbagai jenis alat transportasi darat sampai dengan roda empat. Jalan yang di bangun oleh Pemerintah Daerah tersebut tidak hanya berfungsi untuk akses masyarakat yang direlokasi saja, tetapi jalan yang di bangun tersebut akan dijadikan sebagai jalan mitigasi bencana menuju Kecamatan Gunung Meriah.

Selain itu, sarana dan prasarana pendidikan berupa Sekolah Dasar juga dibangun di desa Takal Pasir yaitu sebanyak 1 (satu) unit, dan 1 (satu) unit lagi berada didesa Teluk Ambun. Sementara untuk prasarana kesehatan sampai saat ini belum tersedia di masing-masing desa. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, air sebagai sumber utama kebutuhan keluarga untuk kebutuhan mandi, cuci dan kakus telah tersedia di setiap rumah. Perumahan yang dibangun memiliki semuanya memiliki bentuk yang seragam, dimana setiap rumah terbuat dari kayu dan dilengkapi


(57)

dengan dapur dan kamar mandi. Ukuran rumah yang dibangun memiliki ukuran 5 x 8 meter ditambah dapur dengan panjang 2 meter, dengan ukuran tanah masing-masing yaitu 10 x 40 meter per kepala keluarga.

Selain pembangunan perumahan, pasar sebagai tempat berbelanja masyarakat untuk membeli keperluan kebutuhan sehari-hari juga akan segera dibangun, dan saat ini pembangunannya masih dalam proses pelaksanaan oleh Caritas Swiss. Karena pasar tradisional tersebut masih dalam tahap pelaksanaan maka untuk sementara masyarakat masih berbelanja di pasar mingguan dan pasar harian yang berada di desa tetangga.

4.2. Deskripsi Responden

Sebagaimana diketahui yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang di relokasi dan berada di desa Siti Ambia, Takal Pasir dan desa Teluk Ambun yaitu sebanyak 90 kepala keluarga sebagai sampel dari total populasi 600 kepala keluarga. Pada pembahasan ini akan dijelaskan beberapa karakteristik responden, dari hasil penelitian diperoleh gambaran tentang responden yang umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut :


(58)

4.2.1. Umur Responden

Karakteristik responden menurut tingkat umur dapat dijelaskan pada Tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3. Karakteristik responden menurut umur

No. Tingkat Umur Jumlah responden Persentase

1. 0-14 Tahun - -

2. 15-64 Tahun 85 94,4

3. 65-70 Tahun 5 5,6

Jumlah 90 100,0

Sumber : Data Primer Tahun 2009

Dari Tabel 4.3 terlihat bahwa pada umumnya responden termasuk dalam kelompok usia produktif, yaitu berumur antara 15 – 64 tahun yang berjumlah sebanyak 85 orang responden atau 94 % dari total responden, sedangkan sisanya berjumlah 5 kepala keluarga atau 6 % berumur antara 65-70 tahun. Keadaan ini menunjukkan bahwa rata-rata responden pada umumnya berada pada tingkat umur yang produktif, dimana pada usia ini manusia bisa bekerja secara optimal.

4.2.2. Karakteristik Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator untuk melihat kualitas sumber daya manusia, semakin rendah tingkat pendidikan maka akan menyebabkan produktivitas rendah, produktifitas rendah mengakibatkan pendapatan rendah begitu juga sebaliknya. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan bertujuan untuk mengetahui salah satu aspek kualitas sumber daya manusia responden, dari hasil penelitian terhadap 90 orang responden didapat hasil seperti Gambar 4.4 berikut.


(59)

Tabel 4.4. Karakteristik pendidikan responden

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase

1. Tidak Tamat SD 60 66,7

2. Tamat SD 15 16,6

3. Tamat SMP 9 10,0

4. Tamat SMA 6 6,7

Jumlah 90 100,0

Sumber : Data Primer Tahun 2009

Dari Tabel 4.4 terlihat bahwa tingkat pendidikan responden kurang baik, dimana dari 90 orang responden 60 orang atau 66,6 % diantaranya tidak tamat Sekolah Dasar. Sebagian besar hanya sampai pada tingkat kelas II dan kelas III SD saja, Sedangkan yang menamatkan SD hanya 15 orang atau 16,6 %, sementara sisanya 9 orang atau 10 % tamat SMP dan 6 orang responden lainnya atau 6,7 % tamat SMA. Keadaan ini menggambarkan bahwa tingkat pendidikan responden masih sangat rendah.

4.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga

Memenuhi kebutuhan keluarga merupakan kewajiban kepala keluarga, semakin besar jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan maka semakin besar pula pengeluaran yang harus dikeluarkan. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 90 orang responden tentang jumlah tanggungan keluarga di desa Siti Ambia, Takal Pasir dan Teluk Ambun diperoleh data seperti pada Tabel 4.5. berikut :


(60)

Tabel 4.5. Jumlah tanggungan keluarga

No. Tanggungan keluarga Jumlah Responden Persentase

1. < 3 orang 6 6,7

2. > 3 orang 84 93,3

Jumlah 90 100,0

Sumber : Data Primer Tahun 2009

Dari Tabel 4.5 dapat dijelaskan bahwa dari 90 orang responden terdapat 6 orang atau 7 % responden memiliki jumlah tanggungan keluarga lebih kecil atau sama dengan 3 orang tanggungan dan 84 orang atau 93 % responden mempunyai tanggungan keluarga lebih besar dari 3 orang. Hal ini menggambarkan bahwa kebanyakan responden yang tinggal dilokasi perumahan yang baru tersebut adalah mereka yang sebelumnya memiliki jumlah tanggungan yang cukup banyak.

4.3. Dampak Relokasi terhadap Aspek Sosial

Pelaksanaan relokasi penduduk dilakukan selain bertujuan untuk mengatasi mengatasi jumlah rumah masyarakat yang rusak akibat bencana gempa bumi, juga dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan sosial masyarakat itu sendiri dan masyarakat Kabupaten Aceh Singkil umumnya. Sasaran ini meliputi peningkatan kualitas keamanan, partisipasi sosial serta kualitas lingkungan. Dalam konteks penelitian ini hal-hal di atas dilihat berdasarkan derajat tingkat keamanan, partisipasi sosial dan tingkat kebersihan lingkungan masyarakat.


(61)

Zopfdalam Himawan (2008), mengatakan bahwa perpindahan penduduk mempunyai pengaruh yang kuat pada proses dan struktur masyarakat termasuk di dalamnya kepribadian-kepribadian migran, ketika mereka harus menyesuaikan lingkungan baru yang secara total atau sebagian asing. Perpindahan penduduk memotong ikatan-ikatan sosial yang signifikan dan dapat menyebabkan ketidakteraturan pola-pola sosial dimana migran berasal. Demikian juga, migrasi seringkali memperkenalkan kelompok budaya dan etnik yang berbeda dalam wilayah yang berbeda, sehingga tidak jarang memunculkan konflik. Karena itu migrasi mensyaratkan penyesuaian ekonomi dan sosial dalam komunitas-komunitas baik yang ditinggalkan atau dimasuki dan kemampuan individu untuk menanggapi bahasa baru, kebudayaan dan keseluruhan cara hidup.

4.3.1. Keamanan

Keamanan lingkungan masyarakat adalah dambaan semua orang. Lingkungan yang aman akan mencerminkan kehidupan masyarakat yang rukun dan damai. Dari hasil analisis uji statistik juga diketahui bahwa hitung (6,63) lebih besar dari pada t-tabel (1,66), berarti Ho ditolak atau terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat keamanan sebelum relokasi (tahun 2005) dan setelah relokasi (tahun 2008). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keamanan responden meningkat setelah relokasi penduduk. Dengan melihat nilai propabilitas, P-Value adalah 1,24905E-09 lebih kecil dari α = 0,05 berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat keamanan lingkungan responden sebelum relokasi (tahun 2005) dan setelah relokasi (tahun 2008).


(62)

Hal ini diperkuat lagi dengan pengakuan responden yang menyatakan bahwa dengan adanya kegiatan relokasi penduduk telah meningkatkan kualitas keamanan di masing-masing desa sebagaimana yang terlihat pada Tabel 4.6. berikut.

Tabel 4.6. Tingkat keamanan sebelum dan sesudah relokasi

Sebelum Relokasi Sesudah Relokasi No. Tingkat Keamanan

Lingkungan pemukiman Jumlah

Responden Persentase

Jumlah

Responden Persentase

1. Aman 68 75,6 81 90,0

2. Kurang Aman 22 24,4 9 10,0

Jumlah 90 100,0 90 100,0

Sumber : Data Primer Tahun 2009.

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kualitas keamanan lingkungan pemukiman masyarakat. Hal ini terlihat bahwa sebanyak 76% responden menyatakan kondisi desa aman sebelum relokasi, akan tetapi setelah dilakukan relokasi jumlah responden yang menyatakan aman meningkat menjadi 90%. Peningkatan keamanan lingkungan ini terjadi dikarenakan seluruh rumah yang ada di perumahan relokasi sudah memiliki listrik dan memiliki jarak rumah yang sudah teratur, ditambah lagi dengan adanya badan jalan yang dilengkapi dengan lampu jalan sehingga membuat masyarakat merasa aman apabila ingin keluar pada malam hari. Catatan Kepolisian Kecamatan Sektor Singkil menyatakan bahwa, tahun 2002-2005 di desa Siti Ambia, Takal Pasir, dan Teluk Ambun terjadi beberapa kali pencurian harta benda masyarakat, selain itu juga pada saat itu terjadi gangguan keamanan di desa pada masa konflik Aceh masih berlangsung. Setelah relokasi belum ada laporan kehilangan harta benda maupun gangguan konflik keamanan yang dilaporkan kepada


(63)

kepolisian sektor Singkil. Hal ini juga selaras dengan penelitian yang dikemukakan oleh Nasution (2002), yang menyatakan bahwa “tingkat keamanan lingkungan perumahan masyarakat lebih aman di bandingkan dengan sebelum dilakukan relokasi penduduk”.

Hasil penelitian ini sedikit bertentangan dengan pernyataan yang disampaikan oleh Zofq dalam Himawan (2008), yang menyatakan bahwa perpindahan penduduk memotong ikatan-ikatan sosial yang signifikan dan dapat menyebabkan ketidakteraturan pola-pola sosial dimana migran berasal. Dalam konteks relokasi penduduk hal ini tidak terjadi, karena masyarakat yang dipindahkan adalah masyarakat korban bencana gempa bumi yang dipindahkan secara keseluruhan dan serentak ketempat yang baru dalam satu desa, jadi yang berbeda hanya lokasinya saja akan tetapi masyarakat yang tinggal didesa itu masih masyarakat yang sama. Sehingga dalam bergaul antara sesama warga tidak mengalami perubahan begitupun dengan adat budaya yang berlaku juga tidak mengalami perubahan.

Kendati kondisi keamanan lingkungan menurut responden meningkat, akan tetapi sistim keamanan lingkungan di desa perlu ditingkatkan. Hal ini dikarenakan sebelum dan sesudah relokasi siskamling belum berjalan dengan baik, dimana masing-masing desa hanya memiliki pos jaga saja tanpa memiliki petugas siskamling yang tetap. Menurut masing-masing kepala desa hal ini dikarenakan tidak ada insentif yang rutin bagi petugas siskamling, sehingga tidak ada petugas siskamling yang aktif bertugas secara rutin. Siskamling ini hanya berjalan dengan baik ketika menjelang Pemilu, pemilihan kepala daerah atau acara-acara besar saja, yaitu dengan melibatkan seluruh


(64)

warga untuk melakukan ronda malam dimasing-masing desa. Walaupun siskamling desa ini tidak berjalan dengan baik, akan tetapi tingkat keamanan masyarakat tetap meningkat.

4.3.2. Partisipasi Sosial

Terciptanya dinamika pembangunan di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh keadaan stabilitas sosial yang ada. Kekuatan stabilitas sosial tentu saja sangat bergantung pada tingkat kualitas hubungan sosial yang terjadi antar masyarakat serta peran serta masyarakat (partisipasi). Dengan kegiatan relokasi penduduk ini diharapkan tingkat partisipasi sosial masyarakat bisa meningkat sehingga pembangunan yang di cita-citakan bisa tercapai secara optimal.

Dari hasil analisis uji statistik juga diketahui bahwa t-hitung (6,48) lebih besar dari pada t-tabel (1,66 ), berarti Ho ditolak. Terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat partisipasi sosial responden antara sebelum relokasi (tahun 2005) dan setelah relokasi (tahun 2008). Partisipasi sosial responden meningkat setelah relokasi penduduk. Dengan melihat nilai propabilitas, P-Value adalah 2,38307E-09 lebih kecil dari α = 0,05 berarti Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat partisipasi sosial responden sebelum relokasi (tahun 2005) dan setelah relokasi (tahun 2008). Hal ini selaras dengan hasil penelitian Nasution (2002), yang menyatakan bahwa “kegiatan relokasi penduduk memberikan pengaruh positif terhadap kualitas hubungan dan partisipasi sosial warga antara periode sebelum dan setelah relokasi.”


(65)

Meningkatnya partisipasi sudah terlihat dimulai dari awal pembangunan perumahan. Pihak Caritas Swiss selalu melibatkan masyarakat penerima bantuan rumah dengan membentuk komite di masing-masing desa yang pengurusnya seluruhnya berasal dari masyarakat penerima bentuan (benefeceries). Pelibatan masyarakat ini dilakukan dimulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap pelaksanaan pembangunan perumahan. Kesimpulan yang ditarik tersebut juga di kuatkan lagi dengan pengakuan responden, dimana telah terjadi peningkatan partisipasi sosial masyarakat sesudah relokasi penduduk sebagaimana yang terlihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Tingkat partisipasi sosial responden

Sebelum Relokasi Sesudah Relokasi No.

Partisipasi sosial responden dalam kegiatan sosial di desa

Jumlah

Responden Persentase

Jumlah

Responden Persentase

1. Selalu terlibat 37 41,1 62 68,9

2. Kadang-kadang terlibat 53 58,9 28 31,1

Jumlah 90 100,0 90 100,0

Sumber : Data Primer Tahun 2009.

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa setelah dilakukannya kegiatan relokasi penduduk terdapat peningkatan partisipasi sosial responden dalam kegiatan-kegiatan sosial di desa. Sebelum di relokasi sebanyak 41,1% responden menyatakan selalu ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial di desa seperti halnya kegiatan musyawarah pembangunan desa, musyawarah kegiatan hari-hari besar Islam (keagamaan) dan ikut dalam pemilihan kepala desa, sementara 58,9% responden lainnya menyatakan kadang-kadang terlibat. Setelah dilakukan relokasi penduduk, tingkat partisipasi sosial tersebut meningkat dimana sebanyak 68,9% responden


(1)

(2)

101

Photo 1 dan 2. Perumahan Masyarakat Siti Ambia setelah Gempa Bumi 28 Maret 2005 ( Sebelum di Relokasi )

Lampiran 10. Keadaan Perumahan Siti Ambia Setelah Gempa


(3)

Photo 3 dan 4. Perumahan Masyarakat Teluk Ambun Setelah Gempa Bumi 28 Maret 2005 ( Sebelum di Relokasi )


(4)

Photo 5 dan 6. Perumahan Masyarakat Takal Pasir setelah Gempa Bumi 28 Maret 2005 ( Sebelum di Relokasi )


(5)

Universitas

Sumatera


(6)

Universitas

Sumatera