Kemitraan Bidan Desa dan Dukun Bayi Dalam Menekan Angka Kematian Ibu dan Bayi di Desa Teluk Ambun Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, 2002.Upaya Menekan Angka Kematian Ibu. Ikatan Bidan Indonesia, Jakarta Aryanti, 2002. Keberadaan Dukun Bayi Sebagai Penolong Persalinan. Bandung Anggorodi, R. 2009. Dukun Bayi Dalam Persalinan Oleh Masyarakat

Indonesia.Makara Kesehatan

Afrisal, S. & Yasir, H 2013 Hubungan Kemitraan Bidan dan Dukun Terlatih

Dengan Cakupan Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Aska Kab. Sinjai. Jurnal Kesehatan 3(02) ISSN : 2302-1721

Bungin, Burhan 2011.Penelitian Kualitatif –Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik, dan Ilmu Sosial. Surabaya : Kencana

Badan Pusat Statistik Aceh Singki. 2013. Aceh Singkil Dalam Angka. Aceh Sngkil Badan Pusat Statistik dan Kementrian Kesehatan RI. 2012. Survei Demografi

Kesehatan Indonesia. Jakarta

Departemen Kesehatan Ri. 2008. Pedoman Kemitraan Bidan dan Dukun. Jakarta. Kesehatan Ri

Husen.2011. Pelaksanaan Kemitraan BidandanDukun di Puskesmas Onembute

Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara.Onembute: UPTD Puskesmas

Onembute.

Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan. Medan : PT. Grasindo Monoratam.

Siagian, Matias 2011. Metode Penelitian Sosial, Pedoman Praktis Penelitian Bidang

Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan. Medan : PT. Grasindo

Monoratam.

Notoadmojo, S. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Kesehatan. Andi Offset. Yogyakarta

Sarwono, S. 1997. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep, Beserta


(2)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penilitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan atau mendeskripsikan objek dan fenomena yang di teliti. Termasuk didalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variable penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung (Siagian, 2011 : 52)

Melalui penelitian deskriftif, penulis ingin menggambarkan secara jelas dan mendalam tentang bagaimana sinergitas antara bidan desa dan dukun bayi dalam menekan angka kematian ibu dan bayi di Desa Teluk Ambun Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Teluk Ambun Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Alasan pemilihan lokasi ini karena daerah tersebut masih menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional dan salah satu daerah yang menerapkan kemitraan dukun dan bidan. Kabupaten Aceh Singkil tahun 2015 memperoleh penghargaan dengan tingkat kematian ibu dan bayi yang rendah pada festival inovasi pelayanan public oleh PBB.

3.3 Informan

Informan adalah orang-orang yang dipilih untuk diobservasi dan diwawancarai sesuai dengan tujuan peneliti untuk memberikan berbagai informasi yang diperlukan


(3)

selama proses penelitian (Suyanto & Sutinah, 2005: 171-172). Orang-orang yang dapat dijadikan sebagai informan adalah orang-orang yang memiliki pengalaman sesuai dengan penelitian. Adapun informan dalam penelitian ini meliputi informan utama, informan kunci.

3.3.1 Informan Utama

Informan utama adalah orang yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial dengan memberikan dampak terhadap permasalahan tersebut (Suyatno & Sutinah, 2005: 171-172). Informan utama dalam penelitian ini adalah 1 orang Bidan Desa dan 1 orang Dukun Bayi di Desa Teluk Ambun

3.3.2 Informan Kunci

Informan kunci adalah orang yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian (Suyatno & Sutinah, 2005: 171-172). Informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala Desa, Tokoh Masyarakat, Kepala Puskesmas Kec Singkil, Kepala Seksi KIA di Dinas Aceh Singkil dan 2 orang Ibu hamil.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Studi kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data akan diolah dari berbagai sumber kepustakaan, diantaranya buku-buku ilmiah, jurnal, media cetak maupun elektronik dan bahan tulisan lainya yang berkaitan dengan objek penelitian.

2. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data atau informasi yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung turun kelokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti melalui :


(4)

a. Observasi yaitu mengumpulakan data atau informasi yang dilakukan dengan pengamatan, mendengar, serta mencatat objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian.

b. Wawancara yaitu mengumpulkan data atau informasi dengan melakukan Tanya jawab secara bertatap

3.5 Teknik analisis data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber dan data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusun dalam satu satuan yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan data serta mendefinisikannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan peneliti (moelong 2004)


(5)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1Gambaran Umum Aceh Singkil

4.1.1 Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik

Kabupaten Aceh Singkil dengan ibukota Singkil adalah sebuah kabupaten yang berada di ujung selatan Provinsi Aceh di Pulau Sumatera, Indonesia. Aceh Singkil merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Selatan dan sebagian wilayahnya berada di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Kabupaten ini terbentuk tahun 1999 dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun 1999 tanggal 27 April 1999. Letak geografis Kabupaten Aceh Singkil berada pada posisi 2o0’2”-2o36’40” Lintang Utara dan 97o04’54”- 98o11’47” BujurTimur.

Kabupaten ini terdiri dari dua wilayah yaitu daratan dan kepulauan. Kepulauan yang menjadi bagian dari Kabupaten Aceh Singkil adalah Kepulauan Banyak yang terdiri dari Pulau Banyak dan Pulau Banyak Barat. Kabupaten ini memiliki batas wilayah administrasi yang meliputi sebelah Utara berbatasan dengan Kota Subulussalam, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan. Aspek administrasi Kabupaten Aceh Singkil mencakup wilayah daratan seluas 185.829,53 Ha yang terdiri dari 11 kecamatan, 15 mukim dan 120 gampong/desa, wilayah kewenangan laut sejauh 4 mil sejauh garis pangkal seluas 2.802,56 Km2, wilayah udara di atas daratan dan laut kewenangan, serta termasuk ruang di dalam bumi di bawah wilayah daratan dan laut kewenangan, serta wilayah kepulauan dengan jumlah pulau lebih kurang 87 pulau terdiri dari pulau-pulau kecil dan besar.


(6)

Kesebelas kecamatan tersebut adalah Kecamatan Pulau Banyak, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kecamatan Singkil, Kecamatan Singkil Utara, Kecamatan Kuala Baru, Kecamatan Simpang Kanan, Kecamatan Gunung Meriah, Kecamatan Danau Paris, Kecamatan Suro, Kecamatan Singkohor dan Kecamatan Kota Baharu. Melihat dari sisi topografi, wilayah Kabupaten Aceh Singkil berada di daerah pesisir dan daerah sebelah utara merupakan daerah dataran dengan kemiringan antara 0% – 8 %. Sedangkan pada daerah yang menjauhi pesisir merupakan daerah yang berbukit-bukit dengan kemiringan antara 8% – 30%. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka alam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Kondisi ketinggian lahan menunjukkan bahwa Kabupaten Aceh Singkil berada di antara ketinggian 0 m – 100 m dpl. Daerah pesisir di sebelah Selatan dan daerah di sebelah Timur berada pada ketinggian antara 0 m – 5 m dpl. Sedangkan pada daerah di sebelah utara memiliki kondisi yang relatif berbukit-bukit dengan ketinggian antara 5-100 m dpl.Secara geologi, bagian utara Kabupaten Aceh Singkil merupakan daerah dengan fisiografi wilayah perbukitan yang didominasi oleh sistem perbukitan berupa bukit lipatan. Diantara bukit-bukit terdapat sungai dan anak-anak sungai yang bermuara ke Samudera Indonesia.

Pada bagian selatan, fisiografi terdiri atas dataran aluvial sungai dan endapan pasir laut yang sebagian besar merupakan ekosistem rawa yang unik. Di samping itu, terdapat juga bahan induk tanah berupa bahan organik yang sebagiannya telah terdekomposisi membentuk gambut. Pada bagian selatan juga terdapat daerah kepulauan yang umumnya didominasi oleh bahan induk bukit kapur dan endapan pasir. Sebagai daerah yang dilalui oleh patahan aktif Sesar Semangko yang diperkirakan bergeser sekitar 11 mm/thn maka wilayah Kabupaten Aceh Singkil termasuk dalam daerah dengan resiko bencana yang tinggi sebagai akibat dari proses


(7)

geologis, terutama pada bagian Selatan yang merupakan daerah pesisir pantai. Konsekuensinya, wilayah Kabupaten Aceh Singkil merupakan daerah rawan gempa dan longsor. Disamping itu, bagian utara wilayah Kabupaten merupakan daerah yang rawan erosi karena sebagian besar material pembentuk tanah terdiri dari bahan induk berupa batuan liat, batu kapur, dan pasir kuarsa.

Beberapa kawasan rawan gelombang pasang dan abrasi pantai adalah Kecamatan Singkil meliputi Kampung Pulau Sarok, Kecamatan Singkil Utara meliputi Kampung Gosong Telaga Selatan, Gosong Telaga Utara, Gosong Telaga Timur, Gosong Telaga Barat dan Ketapang Indah, Kecamatan Kuala Baru meliputi Kampung Kuala Baru Laut, Kuala Baru Sungai dan Kayu Menang, Kecamatan Pulau Banyak dan Kecamatan Pulau Banyak Barat. Secara hidrologis, Kabupaten Aceh Singkil memiliki potensi sumber daya air yang sangat besar bersumber dari air sungai, danau, rawa-rawa dan mata air. Potensi sumberdaya air terbesar bersumber dari air sungai. Sungai Singkil (Lae Singkil) adalah sungai utama yang bermuara ke Samudera Indonesia dan merupakan pertemuan dari dua sungai yaitu Lae Cinendang dan Lae Soraya. Lae Cinendang memiliki hulu di Pakpak Barat Provinsi Sumatera Utara, sedangkan Lae Soraya berhulu di Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara. Di samping itu terdapat beberapa sungai lainnya yang relatif lebih kecil, diantaranya Lae Siragian danLae Silabuhan.

4.1.2 Pendidikan

Sistem pendidikan yang dikembangkan di Kabupaten Aceh Singkil telah sesuai dengan sistem Pendidikan Nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan tujuan untuk mengembangkan karakter dan peradaban masyarakat Aceh Singkil yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan masyarakat sehingga menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha


(8)

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Peningkatan kualitas pendidikan yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang tangguh, dapat bersaing di era globalisasi dan mampu mendongkrak perekonomian berbasiskan masyarakat.

Pembangunan sarana pendidikan di bangun di setiap wilayah dan kecamatan yang terletak di Kabupaten Aceh Singkil berupa taman bermain untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Menengah Umum (SMU) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) baik negeri maupun swasta. Ketersediaan sarana dan prasarana akan sangat menunjang dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

Pada tahun ajaran 2012/2013 terjadi penurunan siswa SD dari tahun ajaran sebelumnya. Demikian juga terjadi pada SMU di mana terjadi penurunan jumlah siswa. Namun, pada jenjang pendidikan SLTP terjadi kenaikan jumlah siswa sekolah. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat keberhasilan bidang pendidikan adalah tingkat buta huruf. Semakin rendah persentasenya akan menunjukkan keberhasilan program pendidikan. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menunjukkan bahwa persentase penduduk berusia 10 tahun ke atas yang buta huruf mengalami penurunan dengan status masih sekolah sebanyak 34,22% dan tidak bersekolah 56,77%, sedangkan yang tidak/belum pernah bersekolah sebesar 9%. Secara umum, tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Aceh Singkil untuk usia >10 yang belum/tidak tamat pendidikan dasar sekitar 42,05%, tamatan SD mencapai 24,53%, tamatan SLTP mencapai 15,74%, tamatan SMU 13,32% dan tamatan Perguruan Tinggi mencapai 4,36%.


(9)

4.1.3 SosialdanBudaya

Kabupaten Aceh Singkil yang kinidipimpin oleh H. Supriadi Manik SH. Sebagianbesarpenduduknyaberprofesisebagaipetani.Wilayah Kabupaten Aceh Singkilmemilikiwilayahpertnianseluas 221.415 ha, perkebunankelapasawitseluas 147.717 ha, hutanproduksiseluas 126.250 ha, perkebunankelapaseluas 43.946 ha,

danperkebunankaret18.140 ha, selebihnyamerupakanperkebunanlainnyadanwilayahlautan.

Dalam kecamatanetnisPakpaktidakadaistilahSingkil, melainkanmerekamenyebutsukuSingkilsebagaisukuBoang,

sehinggaseringsalahdiinterpretasikansebagaiPakpakBoang.Inisuatukekeliruanbagietni

sPakpak yang seringmenganggapsamadenganSukuPakpaksuakBoang. SingkiltetaplahSingkil,

SingkilsangatberbedadenganPakpak.Hanyadaribahasalahkeduaetnisini yang banyakpersamaan, di sampingnamamarga yang sebagian di dapatkanpadakeduabelahanwilayahberbatasanini. Selainitu hamper tidakdidapatipersamaan yang mencolok.

SeorangpenelitidariBelanda, W.L. Ritter menyebutkanbahwapadaawalabadke 19 bangsa Proto Malayan yang terdesakolehbangsamongolia, mengarungilautanhindia (Indonesia) menujukewilayahSingkil. SebagiandarimerekaitumemasukikearahSimpangkananteruskeDairi,

sehinggamerekamenjadiwargaDairi.Sebagiandaerahitubercampurdengansukuaslidand

isertaidenganmasuksukuMinang.Dari itumuncullahsukuSingkil yang terdiridaricampuransukupendatangdarisukuMinang, Batak, Nias, Aceh dansukuSingkil.


(10)

BahasaSingkiladalahsebuahbahasa yang

tergolongdalamkelompokbahasa-bahasaBatak Utara bersamadenga

SampaisaatinibahasaSingkilmasihdiperselisihkankeberadaannya.Sebagian Orang etnisPakpakberpendapatbahwabahasainitermasukdalamkelompokbahasaPakpak.Nam un,

ahasa yang tersendiri.

4.1.4 Keuangan dan Ekonomi

APBD yang merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan dengan Qanun/Peraturan Daerah. Keuangan daerah Kabupaten Aceh Singkil dikelola sesuai dengan undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Undang-Undang No. 13 tahun 2006 yang kemudian diubah dan dilengkapi dengan ketentuanbaru yang diatur dalam Permendagri No. 59 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, serta Peraturan Daerah yang mengatur tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Rekapitulasi realisasi anggaran Kabupaten Aceh Singkil dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja dan pembiayaan. Untuk bagian pendapatan bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan (transfer) dan anggaran lain-lain yangsah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan dan


(11)

anggaran lain-lain pendapatan daerah yang sah. Untuk dana perimbangan (transfer) meliputi dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Sementara anggaran lain-lain yang sah meliputi hibah, dana darurat, dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota, dana penyesuaian dan dana otonomi khusus serta bantuan keuangan dari provinsi/pemerintah daerah lainnya. Untuk bagian belanja, bersumber dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung meliputi belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Sementara belanja tidak langsung meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal.

Realisasi belanja sanitasi SKPD Kabupaten Aceh Singkil bersumber dari Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan dan Badan Penanggulangan Dampak Lingkungan, Pertamanan dan Kebersihan, meliputi investasi yang termasuk di dalamnya pembangunan sarana prasarana, pengadaan lahan, pelatihan, koordinasi, advokasi, kampanye dan studi-studi yang terkait dengan sanitasi serta operasional/ pemeliharaan. Pertumbuhan rata-rata belanja sanitasi Kabuapaten Aceh Singkil dari tahun 2010 sampai dengan 2013 adalah Rp580.048.345/tahun.

Belanja sanitasi Kabupaten Aceh Singkil terbesar adalah tahun 2010, yakni sebesar Rp 6.405.197.700. Sedangkan belanja sanitasi Perkapita Kabupaten Aceh Singkil rata-rata sejak tahun 2010-2013 adalah Rp 36.223/jiwa, dengan belanja sanitasi perkapita terbesar terjadi pada tahun 2010 yakni Rp 62.484/jiwa. Data lengkap Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten Aceh Singkil serta realisasi anggaran sanitasi di Kabupaten Aceh Singkil sejak tahun 2010 sampai dengan 2013.


(12)

Sarana ibadah yang ada di Kabupaten Aceh Singkil terdiri dari mesjid sebanyak 138 unit, mushalla 70 unit, gereja Protestan sebanyak 11 unit dan gereja Katholik sebanyak 4 unit yang tersebar di seluruh Kecamatan. Fasilitas Ibadah paling banyak terdapat di Kecamatan Gunung Meriah sebanyak 41 unit (18,38%) dan Kecamatan Singkil sebanyak 37 unit (16,59%). Sedangkan fasilitas ibadah paling sedikit terdapat di Kecamatan Kuala Baru sebanyak 5 unit (2,24%) dan Kecamatan Pulau Banyak sebanyak 10 unit (4,48%).

4.2 Gambaran Umum Desa Teluk Ambun

4.2.1 Kondisi geografis

Teluk Ambun adalah sebuah Desa yang berada di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh. Desa Teluk Ambun terletak sekitar 2 KM dari ibukota Kecamatan dengan jarak tempuh sekitar 1 jam perjalanan. Wilayah Desa Teluk Ambun memiliki luas 1.230.180 Ha yang memiliki ketinggian 317 meter diatas permukaan laut. Desa Teluk Ambun terbagi menjadi 3 RT,

Secara geografis Desa Teluk Ambun berbatasan langsung dengan beberapa wilayah sekitarnya, yaitu meliputi:

1. Sebelah Utara : Desa Rantau Gedang Kecamatan Singkil 2. Sebelah Selatan : Desa Kuta Simboling Kecamatan Singkil 3. Sebelah Barat : Desa Takal Pasir Kecamatan Singkil 4. Sebelah Timur : Desa Siti Ambia Kecamatan Singkil

Luas wilayah Desa Teluk Ambun Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh memiliki luas 1.230.180 Ha.

4.2.2 Kondisi Demografis


(13)

Pada awal tahun 2015, penduduk di Desa Teluk Ambun Kecamatan SingkilKabupaten Singkil berjumlah 1.500 orang dengan 502 kepala keluarga. Dengan perician penduduk terlihat dalam tabel 1 berikut:

Tabel 1

Jumlah Penduduk Desa Teluk Ambun WNI

Jumlah Laki-Laki Perempuan

712 Orang 788 Orang 1500

Sumber: Profil Desa Teluk Ambun Tahun 2015 b. Pendidikan

Sarana pendidikan di Desa Teluk Ambun dapat dilihat dalam tabel 2 berikut: Tabel 2

Lembaga Pendidikan di Desa Teluk Ambun

Lembaga Pendidikan Jumlah Unit

PAUD 1

TK/RA 1

SD/MI 1

Sumber: Profile Desa Teluk Ambun Tahun 2015

c. Agama

Pada umumnya penduduk Desa Teluk Ambun menganut agama Islam dan dapat dikatakan hampir 100% masyarakatnya menganut agama Islam.dimana masyarakat Desa Teluk Ambun sangatlah religius, begitu banyaknya kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilakukan seperti membentuk majelis taklimdan pengajian-pengajian mingguan maupun pengajian bulanan yang dilakukan oleh muslimin dan muslimat di mesjid-mesjid/DKM sekitar Desa Teluk Ambun.

d. Kesehatan

Di Desa Teluk Ambun terdapat beberapa sarana kesehatan, diantaranya dapat dilihat dalam tabel 3 berikut


(14)

Tabel 3

Sarana kesehatan yang terdapat di Desa Teluk Ambun

No Pustu/Posyandu RT Jumlah

1 Posyandu Melati 1 1 buah

2 Pustu Desa Teluk Ambun 2 1 buah

Sumber: Profile Desa Teluk Ambun Tahun 2015

e. Sosial Budaya

Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia dimasyarakat tidak dapat hidup sendiri, selalu membutuhkan pertolongan orang lain. Tolong menolong dilakukan secara kekeluargaan dan gotong-royong berdasarkan kesadaran.

Sejak dahulu masyarakat Desa Teluk Ambun sudah memiliki tradisi dan kebiasaan tolong menolong dan tardisi tersebut tumbuh dan tertanam dalam kehidupan masyarakat. Misalnya pada musim tanam padi, kerja bakti, acara perkawinan dan membangun rumah. Masyarakat Desa Teluk Ambun selalu bekerja samadalam segala hal sehingga desa ini tenteram, aman, nyaman dan damai.

f. Mata Pencaharian

Penduduk Desa Teluk Ambun ini sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan peternakan. Selain itu juga mata pencaharian penduduk Desa Teluk Ambun adalah sebagai tukang kayu, nelayan dan buruh.

Tabel 4

Mata Pencaharian Penduduk Desa Teluk Ambun

No Mata Pencaharian Jumlah

1 Buruh tani 3O

2 Pemilik tanah sawah 9

3 Pemilik ternak sapi 3

4 Pemilik ternak kambing 5

5 Pemilik ternak ayam 14

6 Tukang kayu 5

9 Nelayan 17

11 Warung 10

12 Pemilik kolam 2

14 Guru 7

14 Wiraswasta 5


(15)

g. Pemerintahan dan Aparatur Pemerintah

Tabel 5

Perangkat Desa Teluk Ambun

No Nama Jabatan

1 Anwar Nasihin, S.Pd Kepala Desa Ciakar

2 Tohidin Sekretaris Desa

3 Jana Sujana Kaur Umum

4 Dany Muhyidin Arrasyid Kaur Pemerintahan 5 Totoy Toyibin Kaur Pembangunan

7 H. Sukandi Kaur Keuangan

8 Ipin Saripin Kepala Dusun 1

9 Muslihin Kepala Dusun 2

10 Juliawanto Kepala Dusun 3

Selain perangkat desa, Desa Teluk Ambun memiliki beberapa lembaga diantaranya yaitu PNPM Mandiri, BPD, LPMD, PKK, Karang Taruna dan lain-lain.


(16)

BAB V

ANALISIS DATA

5.1 Karakteristik informan Utama dan Kunci

5.1.1 Informan Utama

Informan 1 Bidan Desa

Nama : Ratna Dewi. Amd Umur : 27 Tahun

Pendidikan :D3kebidanan Akbid Mitra Husada Medan Informan 2 Dukun Bayi

Nama : Sukiyah Umur : 57 Tahun Pendidikan : SD 5.1.2 Informan Kunci

Informan ke-3 Ibu Hamil

Nama : Sakdiah Umur : 32 Tahun Pendidikan : SD

Informan ke-4 Tokoh Masyarakat

Nama : Ust Ibrahim Simbolon Umur : 50 Tahun

Pendidikan : SMA

Informan ke-5 Kepala Desa Teluk Ambun

Nama : Saptudin Umur : 39 Tahun


(17)

Pendidikan : SMA

Informan ke-6 Kepala Seksi KIA Dinas Kesehatan Aceh Singkil

Nama : Eva Wahyuni S.keb Umur : 35 Tahun

Pendidikan : S1 Kebidanan 5.2. Sumber Daya

Sumber daya dalam kemitraan bidan dan dukun adalah segala sesuatu yang mendukung proses kemitraan. Adapun sumber daya yang dimaksud mencakup daya dukung finansial untuk membiayai proses kemitraan, sarana-prasana seperti ruang bersalin yang sehat dan alat-alat kesehatan yang menunjang persalinan yang sehat dan dukungan transportasi yang mendukung rujukan.

5.2.1 Dana

Dana merupakan sumber daya yang mendukung proses kemitraan dukun dan bidan dalam menekan AKI dan AKB. Dana ini digunakan untuk membiayai proses kemitraan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan Bidan Desa dan Dukun bayi mengenai dana penunjang pada program kemitraan ini.

Pernyataan dari dukun dan Bidan dapat dilihat dari wawancara berikut.

“Biasanya setiap akhir tahun ada pertemuan kemitraan tingkat puskesmas nah baru ada dananya. Biasanya dipakai untuk membayar uang transport dukun dan bidan”. (wawancara mendalam bidan desa)

“ada nak, setiap saya merujuk ibu hamil ke bidan, saya mendapatkan uang 50 rb. Dan saya mendapatkan uang 50 rb dari kepala desa setiap bulannya” (wawancara mendalam dukun bayi)

Dari wawancara tersebut menunjukkan bahwa ada dana yang mendukung jalannya program kemitraan ini, hal ini mengindikasikan bahwa keberhasilan


(18)

kemitraan di tempat ini tidak terlepas dari adanya dukungan dana pemerintah melalui dinas kesehatan. Dinas kesehatan memberikan dana bergulir kepada puskesmas yang kemudian diberikan kepada dukun setiap merujuk persalinan. Kemudian di dukung oleh dana intensif oleh kepala desa.

Dalam pedoman pelaksanaan kemitraan antara bidan dengan dukun dijelaskan bahwa ada dana yang disiapkan oleh pemerintah yang dapat berasal dari APBD (melalui Dinas Kesehatan dan Puskesmas), dana Jaminan Persalinan (Jampersal), sumber dana dari pihak ketiga, ataupun dana dari swadaya masyarakat desa atau swadana bidan setempat untuk mendanai program kemitraan ini. Dana tersebut digunakan untuk pendataan kesehatan ibu dan anak, pertemuan-pertemuan koordinasi, pelatihan bagi bidan dan dukun, pemberian transport bagi dukun setiap kali mengantarkan ibu hamil ke fasilitas kesehatan, insentif untuk dukun setiap persalinan yang dirujuk ke bidan, pelatihan-pelatihan berkala dukun-bidan dan penyediaan sarana dan prasarana pendukung kemitraan.

Dari aspek finansial, kemitraan antara bidan dengan dukun di lokasi ini sudah mulai mendapat perhatian, dapat dilihat adanya perhatian dari segi finansial menandakan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah kematian ibu dan bayi. Hal ini tentu menjadi salah satu langkah awal dalam pelaksanaan kemitraan dukun dan bidan selama ini dan dapat diprediksi juga bahwa kedepannya kemitraan ini dapat akan berkembang dan berhasil karena adanya dukungan dana dari pemerintah.

5.2.2 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan salah satu sumber daya yang sangat mendukung proses kemitraan dukun dan bidan. Sarana dan Prasarana tersebut mencakup fasilitas kesehatan seperti polindes, poskesdes, pustu, posyandu dan


(19)

puskesmas, ruang bersalin dan alat-alat yang menunjang persalinan yang sehat, akses jalan yang baik serta dukungan sarana transportasi. Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap bidan yang bermitra, mereka mengatakan bahwa sarana dan prasarana penunjang kemitraan masih belum memadai.

Pernyataan dari Bidan Desa tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.

“Alat partus dan ruang untuk bersalin. Karena apabila tidak lengkap alat dan tidak tersedia ruangan bagaimana kami mau tolong. Kebetulan kami punya di sini lengkap semua sehingga apabila dukun datang mengantar ibu hamil untuk bersalin kami dapat menolong. Sebenarnya yang dibutuhkan juga mobil untuk jemput ibu hamil karena banyak ibu hamil dan dukun selama ini mengeluh masalah transportasi.” (Wawancara Bidan Desa)

“Kalo saya rasa sudah lengkap nak, soalnya setiap saya merujuk ibu hamil kerumah bidan semua alat persalinan semua ada di situ, Cuma saya terkadang terkendala transportasi untuk merujuk.”(Wawancar Dukun Bayi)

Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana yang terdapat di lokasi penelitian sudah cukup memadai untuk menunjang pelaksanaan kemitraan ini, walaupun ada sedikit kendala, seperti belum tersedianya sarana transportasi untuk merujuk ibu hamil yang akan bersalin. Hal ini tentunya sedikit menghambat proses rujukan ibu hamil oleh para dukun. Dalam panduan kemitraan antara bidan dan dukun, transportasi juga merupakan sarana yang mendukung proses kemitraan.

Dalam pelaksanaan kemitraan dukun dan bidan, dibutuhkan sarana dan prasarana pendukung yang juga merupakan prasyarat keberhasilan pelaksanaan kemitraan tersebut. Beberapa prasarana dasar yang perlu ada dalam pemberian pelayanan oleh bidan adalah puskesmas, pustu, poskesdes, polindes, rumah tunggu


(20)

kelahiran, posyandu, yang dilengkapi listrik dan air bersih. Sedangkan sarana yang menunjang kemitraan diantaranya mobiler, alat kesehatan, buku pegangan bidan dan dukun, baju seragam dukun, peralatan P3K, media penyuluhan dan sarana transportasi (Kemendagri, 2014).

Fasilitas kesehatan yang dilengkapi oleh alat-alat persalinan yang sehat dan tenaga yang berkompeten menjadi prasyarat utama dalam menangani persalinan. Akan tetapi kelengkapan fasilitas kesehatan ini tidak menjamin peningkatan rujukan persalinan oleh dukun bila sulit diakses dan dijangkau. Tingginya proporsi pertolongan persalinan oleh dukun selama ini salah satunya karena kesulitan untuk menjangkau fasilitas kesehatan terutama karena hambatan transportasi. Puskesmas Singkil memiliki satu buah ambulans yang bisa digunakan untuk merujuk pasien ke rumah sakit. Sarana transportasi lain yang sering digunakan adalah becak.

5.3 Karakteristik Partner

Karakteristik partner sangat berpengaruh terhadap sebuah proses kemitraan. Kualitas-kualitas personal seperti keterampilan dan keahlian serta persepsi manfaat merupakan elemen dari karakteristik partner yang berpengaruh terhadap sebuah proses kemitraan. Dalam penelitian ini, peneliti menjabarkan karakteristik partner ke dalam dua tema besar yaitu keterampilan atau keahlian dan motivasi.

5.3.1 Keterampilan dan Keahlian

Keterampilan dan keahlian yang dimiliki oleh setiap partner sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan sebuah kemitraan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan bidan dan dukun yang bermitra mengenai keterampilan mereka dalam membantu persalinan, sebagian besar mengatakan bahwa kompetensi mereka sudah sangat memadai dalam hal membantu persalinan.


(21)

Berikut kutipan pernyataan dari dukun bayi terkait dengan keterampilan bidan desa dalam hal menolong persalinan.

“Setiap ibu membawa ibu hamil untuk bersalin, ibu selalu mengamati dan mereka sangat ahli menolong persalinan apalagi ditunjang oleh alat yang lengkap.” (wawancara Dukun Bayi).

“komunikasinya mereka itu bagus. Kalau ada pertemuan di puskesmas saya selalu diajak ikut jadi pengalaman saya bertambah makanya saya senang.” (wawancara Dukun Bayi) .

Sedangkan pernyataan dari bidan desa terkait dengan keterampilan dukun bayi, dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut.

“Keterampilan menjaga ibu hamil dari roh jahat dan memberi minum makanya masyarakat disini sangat percaya pada mereka. Masyarakat di sini selalu panggil dukun walaupun mereka sudah disini.” (wawancara Bidan Desa.

“Mereka hanya kasi minum air saja untuk melancarkan proses persalinan. Mereka tidak pernah bertindak langsung dengan pasien tetapi hanya memberikan air saja.” (wawancara Bidan Desa).

Berdasarkan pemaparan data tersebut, dukun dan bidan saling mengakui keterampilan dan kelebihannya masing-masing dalam bermitra. Dukun mengakui bahwa bidan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam menolong persalinan melalui pendidikan formal yang telah mereka tempuh. Hal inilah yang mendorong dukun yang bermitra di lokasi penelitian selalu merujuk ibu bersalin agar ditangani oleh para bidan. Sementara itu pada bagian lain, para bidan mengakui bahwa pengetahuan para dukun terutama yang berkaitan dengan hal-hal


(22)

supranatural dan yang dipegang teguh oleh kepercayaan masyarakat tradisional merupakan kualitas personal dari dukun yang sangat diperlukan dalam kemitraan ini.

Kemitraan dibangun untuk memadukan keterampilan dan keahlian serta sumber daya yang lain untuk menangani suatu permasalahan. Pemetaan keterampilan dan keahlian ini akan memudahkan dalam pembagian peran dan tugas dalam bermitra untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam konteks kemitraan dukun dan bidan, dukun memiliki keahlian dalam hal supranatural dan budaya setempat sedangkan bidan memiliki keahlian dalam menangani persalinan sehingga kedua keterampilan ini dipadukan untuk menangani masalah persalinan. Hendaknya keahlian dan keterampilan ini dipahami oleh setiap anggota mitra sesuai dengan landasan kemitraan yang menyebutkan bahwa para pihak yang bermitra harus saling memahami kemampuan masing-masing dimana bidan memiliki kemampuan teknis dan tugas utama dalam membantu persalinan ibu sedangkan dukun bayi memiliki pengaruh dan dipercaya masyarakat. Masing-masing kemampuan tersebut saling sinergi dan perlu dioptimalkan dalam mendukung persalinan yang aman dan selamat bagi ibu.

5.3.2 Motivasi

Persepsi adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan individu itu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Berdasarkan wawancara, dukun percaya bahwa bidan dapat menangani persalinan dengan mudah berkat pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh dari pendidikan formal. Dengan demikan, para dukun terdorong untuk bekerjasama dengan para bidan. Sementara itu para bidan mempunyai persepsi bahwa para dukun mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan ibu hamil dan masyarakat masih menaruh kepercayaan yang begitu tinggi terhadap peran dukun dalam menangani persalinan. Pengakuan dari para


(23)

dukun mengenai motivasi yang mendorong mereka untuk bekerjasama dengan bidan dalam menangani persalinan. Pernyataan dari dukun dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut.

“selain ibu lihat para bidan sudah sangat ahli dalam proses persalinan juga ibu di beri dana intensif jika membawa ibu hamil, sekarang setiap ibu hamil harus bersalin di bidan. Makanya saya setiap ada ibu hamil yang akan bersalin saya selalu antar ke tempat bidan. Dulu sejak tahun 1990an saya juga sering diajak oleh menteri sales untuk ikut menolong persalinan di rumah. Mulai tahun 2012 saya diimbau oleh bidan untuk selalu mengantar ibu hamil yang ingin bersalin ke pustu.” (wawancara Dukun Bayi)

“Saya juga berpikir setiap ibu hamil tidak sama ada yang pada saat melahirkan bermasalah ada juga yang lancar-lancar saja. Kalau saya bekerjasama untung saya tidak perlu susah payah bila ada yang mengalami kesulitan saat melahirkan.” (wawancara Dukun Bayi)

Pada pihak lain, para bidan mengatakan bahwa mereka bekerjasama dengan dukun karena kepercayaan masyarakat yang masih sangat tinggi terhadap dukun. Berikut pernyataan para bidan mengenai alasan mereka melakukan kerjasama dengan dukun:

“Begini karena dukun sangat dekat dengan mereka. Selama ini mereka lebih sering periksa hamil ke dukun. Masyarakat lebih dekat dengan dukun daripada petugas sehingga kami mengajak dukun bekerjasama nanti dari dukun ibu hamil diantarkan pada kami.” (wawancara Bidan Desa)

Berdasarkan daripemaparan data tersebut, dukun di lokasi penelitian bekerjasama dengan bidan, karena bidan mengajak mereka untuk bekerjasama dalam menangani persalinan. Selanjutnya menurut seorang dukun, kerjasama ini


(24)

mempermudah mereka dalam menangani persalinan berkat pengetahuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh bidan. Dengan kata lain, dukun yakin dengan keahlian bidan dalam menangani persalinan. dukun memandang pendidikan dan keterampilan bidan sebagai motivasi yang mendorong mereka untuk bekerjasama dengan bidan. Kemudian juga di dorong oleh adanya dana yang diberikan kepada dukun ketika mengantarkan ibu hamil ke bidan.

Sementara itu pada bagian lain, bidan di lokasi penelitian juga melihat adanya kualitas personal yang dimiliki para dukun di lokasi penelitian.Berdasarkan data yang telah disajikan, dapat diterangkan bahwa kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap dukun dan keberadaan dukun yang dekat dengan masyarakat, akhirnya mendorong bidan untuk bekerjasama dengan dukun. Dalam pedoman kemitraan dukun dan bidan, dijelaskan mengenai karakter bidan yaitu pengetahuan, keterampilan, muda dan miskin pengalaman, sedangkan karakter dukun adalah holistik, terpercaya, diterima oleh masyarakat dan ada di mana-mana. Dengan demikian kemitraan antara bidan dan dukun sebenarnya dibangun di atas kualitas-kualitas personal ini.

5.4 Relasi Antar Partner

Relasi antara partner dalam kemitraan antara bidan dengan dukun mencakup kepercayaan, penghargaan dan konflik. Tingkat kepercayaan yang tinggi antara partner menandakan baiknya relasi yang dibangun antara mereka. Penghargaan antara partner juga menunjukkan baik atau buruknya relasi antara partner dalam bermitra. Demikianpun halnya dengan konflik dan mekanisme penyelesaian konflik juga menandakan relasi antara bidan dan dukun dalam bermitra.


(25)

5.4.1 Kepercayaan

Berdasarkan wawancara peneliti dengan dukun yang bermitra di lokasi penelitian, dukun mengatakan bahwa sejauh ini relasi mereka dengan bidan tidak mengalami persoalan. Buktinya mereka selalu mengantar pasien untuk ditangani oleh bidan.

Pernyataan dukun terlihat pada kutipan wawancara berikut:

“ibu percaya nak, karen setiap ibu mengantar ibu hamil dan melihat bidan melakukan persalinan, ibu perhatikan, makanya ibuk yakin dan percaya.” (wawancara Dukun Bayi)

Pengakuan yang sama juga diberikan oleh bidan mengenai relasi mereka dengan dukun sejauh ini. Pernyataan mereka dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut:

“kakak percaya dek, soalnya dukun yang bermitra dengan kakak, selalu membawa ibu hamil pada kakak.” (wawancara Bidan Desa)

5.4.2 Penghargaan

Relasi yang terjalin baik antara bidan dengan dukun ini juga terlihat dari rasa saling menghargai di antara mereka. Para dukun menghargai bidan sebagai orang yang mempunyai kompetensi formal dalam menolong persalinan, dan sebaliknya para bidan menghargai para dukun yang sudah berpengalaman dalam menolong persalinan.

Pernyataan pada dukun dan bidan terlihat dalam kutipan wawancara berikut:

“Saya sangat menghargai mereka Nak. Bentuk penghargaan saya kalau ada ibu hamil saya selalu antar ke pustu itu saja bentuk penghargaan saya. tau kan kami yang di kampung ini tidak punya apa-apa untuk kasih mereka.” (wawancara Dukun Bayi)


(26)

“Iya kami menghargai mereka. Bentuk penghargaannya bila ada kegiatan tingkat puskesmas kami selalu undang mereka untuk hadir dan mereka mendapatkan uang transport. Dan setiap perujukan pasti kakak kasih uang.” (wawancara Bidan Desa)

5.4.3 Konflik

Relasi yang terjalin baik antara bidan dengan dukun ini terlihat dalam jawaban mereka bahwa sejauh ini mereka hampir tidak pernah mengalami konflik. Berdasarkan wawancara peneliti dengan dukun, mereka mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada konflik yang terjadi antara mereka dengan bidan, kerena mereka sudah saling memahami peran dan kompetensi masing-masing.

Berikut adalah pernyataan dukun terkait dengan relasi mereka dengan bidan :

“Tidak pernah ada masalah selama ini dengan bidan. Mereka semua baik - baik. kalau ada yang mau dirujuk saya sering diminta ikut juga oleh bidan. Bidan di pustu itu orangnya baik-baik.” (wawancara Dukun Bayi)

“Tidak pernah ada masalah karena saya selalu menuruti apa yang mereka inginkan.” (waancara Dukun Bayi)

Pernyataan yang sama juga diberikan oleh bidan terkait dengan relasi mereka dengan dukun sejauh ini. Sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa sejauh ini antara mereka dengan para dukun tidak pernah terjadi konflik yang menyebabkan buruknya relasi antara mereka. Berikut adalah pernyataan dari para bidan mengenai relasi mereka dengan para dukun :

“Tidak ada, sejauh ini tidak ada masalah semuanya baik.” (wawancara Bidan Desa)


(27)

“Tidak pernah ada masalah. Kalau yang kerjasama dengan kami semuanya baik-baik saja karena mereka tiap ada yang akan bersalin mereka selalu antar ke kami.” (wawancara Bidan Desa)

Berdasarkan pemaparan wawancara tersebut, kecenderungan dukun dan bidan di lokasi penelitian mengakui bahwa sejauh ini relasi antara mereka terjalin dengan baik. Buktinya bahwa dukun selalu bersedia untuk merujuk ibu hamil kepada bidan bukan karena terpaksa tetapi karena mereka merasa dihargai dan diterima baik oleh bidan. Bukti dari relasi yang baik ini juga terlihat dari data penelitian di atas bahwa sejauh ini antara bidan dan dukun di lokasi penelitian tidak pernah terjadi konflik yang menyebabkan ada pihak yang merasa tidak dihargai keberadaanya dalam kemitraan ini. Relasi yang baik ini juga terlihat dari adanya komitmen dari kedua belah pihak untuk saling menghargai antara kedua belah pihak.

Dalam pedoman kemitraan dukun dan bidan, dijelaskan beberapa landasan yang harus dipenuhi para pihak yang bermitra, salah satu diantaranya adalah saling menghargai. Saling mengahargai antara dukun dan bidan sangat penting. Dukun bayi telah ada di masyarakat jauh sebelum keberadaan bidan ataupun perkembangan ilmu kebidanan. Dukun bayi perlu menghargai perkembangan ilmu dan teknologi kebidanan yang dimiliki dan ditugaskan oleh pemerintah.

5.5 Karakteristik Kemitraan

Karakteristik kemitraan bersinggungan erat dengan aspek-aspek organisasi dalam suatu kemitraan. Dengan demikian, karakteristik kemitraan berarti mencakup manajemen pembagian peran, komunikasi, pengambilan keputusan, koordinasi dan komitmen sebagai anggota sebuah organisasi.

Dalam konteks kemitraan antara bidan dengan dukun, karakteristik kemitraan bersentuhan dengan soal pembagian peran antara bidan dengan dukun dalam


(28)

membantu persalinan, komunikasi antara bidan dengan dukun yang terjadi dalam pertemuan yang sudah terjadwal dengan baik, mekanisme koordinasi dalam merujuk pasien dan sejauh mana keduanya berkomitmen untuk kepentingan kemitraan tersebut.

5.5.1 Pembagian Peran

Dalam konteks kemitraan dukun dan bidan, manajemen pembagian peran merupakan aspek yang sangat penting dalam pelaksanaan kemitraan. Masing-masing pihak memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan dukun yang bermitra mereka mengatakan bahwa peran atau tugas mereka dalam kemitraan ini adalah mengantar pasien ke pustu dan membantu bidan dalam menolong persalinan seperti memijit, memberikan air untuk diminum oleh ibu yang hendak bersalin.

Berikut pernyataan dari dukun:

“Kalau ada yang melahirkan ibu antar ke pustu. Sampai di sana saya bantu pijat-pijat dengan bantu memberikan minum bila dibutuhkan ibu hamil sedangkan yang menolong persalinan sampai selesai bidan. Nanti setelah selesai saya bantu bersih/lap ibu bersalin. Itu saja yang saya kerjakan.” (wawancara Dukun Bayi)

“Kalau di rumah sakit saya tidak ikut campur tetapi kalau di pustu di sini saya biasanya memberikan minum untuk mengusir setan. Saya juga biasanya bantu pijat dan pegang-pegang perut ibu hamil.” (wawancara Dukun Bayi)

Sementara itu para bidan menangani secara penuh proses persalinan. Pernyataan para bidan mengenai tugas mereka dalam membantu proses persalinan terlihat dalam kutipan wawancara berikut.


(29)

”Kami biasanya yang menolong persalinan sedangkan dukun bantu memberikan minum, pegang-pegang perut ibu hamil dan kadang kami minta mereka untuk menyiapkan susu untuk ibu hamil.” (wawancara Bidan Desa)

Prinsipnya dalam sebuah kemitraan, pembagian peran harus juga mempertimbangkan kompetensi masing-masing partner dan setiap partner harus menjalankan peran sesuai dengan fungsinya masing-masing. Berkaitan dengan pembagian peran antara bidan dengan dukun yang bermitra di lokasi penelitian, mereka berpendapat bahwa pembagian peran yang mereka sudah jalankan selama ini sudah sesuai dengan kompetensi mereka masing-masing.

Pernyataan dukun terkait dengan pembagian peran mereka selama ini, dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut:

“Sudah sesuai Nak, karena mereka sekolah khusus untuk menolong persalinan sedangkan saya hanya berdasarkan pengalaman saja. Tidak ada dokumen tertulis paling saya bantu pijit dan kasi minum bila dibutuhkan.” (wawancara Dukun Bayi)

Sedangkan persepsi para bidan terkait dengan pembagian peran dengan dukun dalam kemitraan yang telah berjalan selama ini, dapat dilihat pada pernyataan mereka sebagai berikut:

“Sudah karena petugas kesehatan punya tanggung jawab untuk menolong persalinan. Kami tidak punya dokumen tertulis paling kami jalankan seperti biasa saja selama ini.” (wawancara Bidan Desa)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama ini para dukun umumnya berperan dalam aspek non teknis kesehatan. Dengan kata lain, para dukun bertugas mendampingi ibu bersalin dan menolong bidan dalam hal menangani persalinan. Para dukun berperan dalam memberi air, memijit ibu bersalin dan juga menangani


(30)

hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan budaya setempat. Sedangkan bidan bereperan dalam aspek teknis kesehatan. Selanjutnya dukun dan bidan yang bermitra umumnya tidak menyatakan keberatan terkait dengan pembagian peran ini. Hal ini tampak dari pengakuan dukun yang cenderung mengatakan bahwa selama ini tugas mereka hanyalah merujuk ibu hamil, sedangkan yang dominan berperan dalam menangani persalinan adalah bidan. Para dukun juga memberikan pengakuan bahwa pembagian peran yang terjadi selama ini, sudah sangat mendukung kemitraan. Para bidan juga memberikan pengakuan yang serupa berkaitan dengan pembagian peran ini.

Menurut para bidan pembagian peran antara mereka dengan dukun yang sudah berjalan selama ini sudah sesuai dengan apa yang digariskan dalam pedoman kemitraan antara bidan dengan dukun, di mana bidan merupakan penanggung jawab penuh dalam menangani persalinan. Namun pembagian peran ini tidak tertulis dalam dokumen yang resmi. Secara umum dapat dikatakan bahwa pembagian peran dalam kemitraan bidan dan dukun di lokasi penelitian sudah mengikuti apa yang ditegaskan oleh departemen kesehatan yaitu bahwa tugas dukun bukan lagi sebagai penolong utama dalam persalinan tetapi hanya mendampingi bidan dan ibu hamil dalam persalinan. Dalam pedoman, peran bidan dan dukun dalam pelaksanaan kemitraan telah dibagi sejak periode kehamilan, persalinan dan nifas. Bidan dan dukun hendaknya saling memahami kedudukan tugas dan fungsi dalam bermitra, dimana bidan memiliki tugas dan fungsi utama dalam membantu persalinan ibu hamil. Dukun bayi tidak melakukan tugas dan fungsi dalam membantu persalinan secara langsung melainkan mendorong agar proses rujukan ibu bayi hanya kepada bidan atau tenaga kesehatan terlatih.


(31)

Dalam proses alih peran dan pembagian tugas antara dukun dan bidan dalam pertolongan persalinan, perlu disepakati mekanisme kemitraan yang dijalin antara mereka. Meskipun mekanisme sangat beragam tergantung keadaan, tetapi ada beberapa hal penting yang harus disepakati (dituangkan secara tertulis dalam nota kesepakatan) yaitu mekanisme rujukan kasus persalinan dan pembagian biaya persalinan. Pembagian peran atau tugas dukun dan bidan dalam persalinan sudah jelas walaupun tidak ada dokumen tertulis. Masing-masing pihak diharapkan dalam melaksanakan perannya dengan baik sehingga persalinan dapat ditangani dan kematian ibu dan bayi akibat persalinan dapat ditekan.

5.5.2 Komunikasi

Komunikasi antara partner adalah hal yang sangat penting di dalam sebuah kemitraan. Dalam konteks kemitraan antara bidan dan dukun, komunikasi antara keduanya adalah sesuatu hal yang perlu untuk kepentingan kemitraan. Sebagai sebuah organisasi, maka komunikasi antara bidan dengan dukun diupayakan agar terjadwal dengan baik seperti pertemuan bulanan atau juga tahunan.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan dukun dan bidan yang bermitra, mereka tidak pernah mengadakan pertemuan di tingkat desa/kelurahan tetapi untuk tingkat kecamatan pernah dilaksanakan beberapa kali.

Berikut adalah pernyataan para dukun:

“Kalau dengan bidan tidak pernah ada pertemuan. Paling dulu dokter dari puskesmas datang dan kami kumpul di aula membahas masalah persalinan di rumah.” (wawancara Dukun Bayi)

“Bila ada pertemuan saya biasanya pergi dengan bidan. Di puskesmas kami diberi pengarahan mengenai persalinan. Setiap ibu hamil harus bersalin di fasilitas kesehatan jangan paksa untuk tolong sendiri di rumah nanti kalau ada


(32)

perdarahan berbahaya. Biasanya kalau ada pertemuan begitu saya dapat uang transport nak.” (wawancara Dukun Bayi)

Pernyataan bidan dapat dilihat para kutipan wawancara berikut:

“Kalau pertemuan rutin tingkat desa tidak ada. Pertemuan biasanya untuk tingkat puskesmas dilakukan setiap akhir bulan dan tahun untuk membahas hal apa saja yang dilakukan dukun dan bidan.”(wawancara Bidan Desa)

komunikasi yang dimaksudkan dalam konteks kemitraan ini adalah frekuensi pertemuan yang dilakukan oleh para bidan dengan dukun di tingkat desa, kecamatan ataupun juga kabupaten.

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa menurut para dukun selama ini mereka kurang bahkan tidak pernah melakukan petemuan dengan para dukun di tingkat desa. Para dukun hanya melakukan petemuan dengan bidan dan dokter di tingkat puskesmas. Dalam pertemuan ini, para dukun selalu diingatkan akan pentingnya penanganan persalinan oleh tenaga profesional kesehatan yaitu bidan. Pengakuan yang sama juga diutarakan oleh para bidan yaitu bahwa selama ini tidak pernah diadakan pertemuan rutin tingkat desa tetapi hanya diadakan pertemuan tingkat puskesmas pada akhir tahun yang membahas tentang kerjasama antara dukun dan bidan selama tahun itu.

Terhenti atau tidak berjalannya suatu organisasi apapun sering terjadi karena tersumbatnya saluran komunikasi diantara anggota organisasi. Demikian pula dalam kemitraan, diperlukan komunikasi yang efektif diantara anggota mitra. Salah satu saluran komunikasi diantara mitra adalah dengan adanya pertemuan atau rapat rutin kemitraan. Pertemuan rutin dan terjadwal antar mitra sangat diperlukan untuk mengetahui perkembangan kemitraan. Sehingga apabila ditemukan masalah di


(33)

lapangan, maka dapat secara langsung dilakukan langkah-langkah penanganan yang cepat dan tepat.

5.5.3 Koordinasi

Kemitraan sebagai suatu organisasi tentunya menuntut fungsi koordinasi yang jelas antara pimpinan dengan bawahan atau antara sesama bawahan terkait dengan pelaksanaan tugas. Dalam konteks kemitraan antara bidan dan dukun, bidan tentunya harus senantiasa berkoordinasi dengan dukun dalam hal merujuk pasien misalnya.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan bidan dukun, sebagian besar dari mereka menjawab bahwa selama ini bidan yang berinisiatif untuk menghubungi dukun dan posyandu adalah kesempatan yang sering kali digunakan oleh bidan untuk berkoordinasi dengan dukun.

Pernyataan dari para bidan mengenai fungsi koordinasi dapat dilihat pada kutipan berikut:

“Koordinasinya lewat posyandu dan bila bertemu secara tidak sengaja di jalan. Bila ada posyandu saya terkadang ikut akan tetapi bila tidak ibu hamilnya sendiri yang melaporkan. Biasanya juga saat posyandu bidan langsung menanyakan pada ibu hamil mengenai (wawancara Dukun Bayi)

Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Bidan dalam kutipan wawancara berikut:

“Koordinasinya melalui posyandu karena terkadang kami mengundang mereka untuk datang dan juga apabila secara tidak sengaja bertemu di jalan biasanya kami tanya mungkin ada lagi ibu yang hamil. Kadang mereka yang tanya “ibu bagaiman dengan ibu A apa dia sudah pergi periksa ke ibu” karena di sini ibu hamil lebih sering ke dukun.” (wawancara Bidan Desa)


(34)

Selanjutnya para dukun dan bidan mengatakan bahwa fungsi koordinasi yang telah dijalankan selama ini sudah cukup membantu proses kemitraan antara kedua belah pihak. Misalnya para dukun mengatakan bahwa posyandu merupakan kesempatan yang tepat di mana semua ibu hamil bisa terdata dengan baik oleh bidan, dan dukun menganjurkan para bidan untuk mengikuti posyandu.

Pernyataan para dukun terkait dengan fungsi koordinasi yang telah mereka jalankan selama ini dalam hubungannya dengan kemitraan, dapat dilihat para kutipan wawancara berikut:

“Sudah lumayan cukup nak, karena ada posyandu juga jadi semua ibu hamil bisa terdata oleh bidan. Memang selama ini semua ibu hamil yang datang untuk pijit ke rumah selalu saya suruh untuk ikut posyandu.” (wawancara Dukun Bayi)

Para bidan juga melontarkan pengakuan yang sama mengenai fungsi koordinasi yang telah dijalankan selama ini. Bidan menambahkan bahwa fungsi koordinasi selama ini juga didukung oleh para dukun yang aktif.

Berikut adalah pernyataan dari pada bidan:

“Sudah dek, kan bidan sudah punya wilayah binaan masing-masing. Jadi bidan yang koordinasi wilayah binaannya dia. Dia yang bertanggung jawab penuh untuk wilayah binaannya.” (wawancara Bidan Desa)

Sebagai suatu organisasi, kemitraan antara bidan dan dukun juga memerlukan adanya fungsi koordinasi yang tertata dengan teratur. Terkait dengan fungsi koordinasi, sebagian besar dukun dan bidan yang bermitra di lokasi penelitian mengatakan bahwa selama ini mereka berkoordinasi melalui posyandu. Terkadang juga koordinasi antara dukun dan bidan terjadi secara informal, seperti ketika berpapasan di jalan. Dari data ini, dapat dikatakan bahwa selama ini fungsi


(35)

koordinasi antara dukun dan bidan yang bermitra di lokasi penelitian hanya bersifat momental bahkan insidental atau belum ada jadwal yang terprogram dengan jelas.

Hingga saat ini, para dukun dan bidan merasa bahwa fungsi koordinasi yang berjalan selama ini sudah cukup mendukung kemitraan. Seorang bidan misalnya mengatakan bahwa posyandu merupakan kesempatan yang baik untuk mendata semua ibu hamil. Tentunya kemungkinan kendala yang dialami adalah mendata ibu hamil yang tidak datang posyandu.

Dalam hal ini koordinasi yang tertata rapi dan teratur antara bidan dengan dukun bisa mengatasi persoalan ini. Koordinasi dan peningkatan kapasitas bagi dukun merupakan langkah untuk optimalisasi pelaksanaan peran dan tugas masing-masing. Koordinasi didefinisikan sebagai proses penyatuan tujuan-tujuan dalam suatu kerjasama organisasi dan merupakan kegiatan pada tingkat satu satuan yang terpisah dalam suatu kerjasama organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Koordinasi dibutuhkan sekali dalam suatu kerjasama sebab tanpa koordinasi akan tidak mempunyai pegangan mana yang harus diikuti, yang akhirnya akan merugikan kerjasama dalam itu sendiri. Dengan koordinasi diharapkan keharmonisan atau keserasian seluruh kegiatan mencapai tujuan yang diharapkan, beban tiap anggota mitra menjadi seimbang dan selaras. Koordinasi sangat dibutuhkan terutama pada pekerjaan lebih yang insidentil dan tidak rutin serta pekerjaan yang tidak direncanakan terlebih dahulu, juga bagi kerjasama yang menerapkan tujuan tinggi. Oleh karena itu, fungsi koordinasi yang dilakukan oleh pihak yang bermitra merupakan suatu keharusan.

5.5.4 Pengambilan Keputusan

Dalam organisasi kemitraan, pembagian wewenang dalam mengambilan keputusan adalah sesuatu hal yang penting, mengingat hal ini rentan menimbulkan


(36)

konflik jika tidak diorganisir dengan baik. Dengan demikian, pengambilan keputusan harus tertuang dalam kesepakatan tertulis. Dalam konteks kemitraan bidan dan dukun, pengambilan keputusan terjadi ketika menangani persalinan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun dan bidan yang bermitra, sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa yang berperan besar dalam mengambil keptusan ketika menangani persalinan adalah para bidan. Sedangkan para dukun umumnya mengikuti apa yang diinstruksikan oleh para bidan.

Pernyataan para dukun mengenai pengambilan keputusan dalam manangani persalinan, dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut:

“Yang ambil keputusan adalah bidan. Saya sebagai dukun hanya mengikuti saja. Jika mereka bilang harus rujuk ya rujuk saya hanya menemai saat merujuk saja.” (wawancara Dukun Bayi).

“Untuk ibu hamil yang bersalin di bidan mereka yang mengambil keputusan. Tetapi kalau saya yang tolong sendiri kalau ada kesulitan maka saya yang mengambil keputusan untuk merujuk ke puskesmas.” (wawancara Dukun Bayi).

Sedangkan pernyataan dari para bidan dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut:

“Selama ini tidak ada. Paling kami bidan saja yang mengambil keputusan untuk semua partus. Dukun tinggal ikut saja apa yang kami putuskan.” (wawancara Bidan Desa)

“Bidan yang ambil keputusan pokoknya dukun benar-benar damping. Mau ambil tindakan apa semua bidan dan tidak dokumen tertulisnya. Kalau sudah di fasilitas tu bidan punya tanggung jawab sudah.” (wawancara Dukun Bayi)

Berdasarkan dari pemaparan isi di atas, dalam kemitraan bidan dan dukun di lokasi penelitian, bidan memegang peranan yang penting dalam mengambil


(37)

keputusan ketika menangani persalinan. Para dukun mengatakan bahwa mereka tinggal mengikuti apa yang diperintahkan oleh bidan dalam menolong persalinan. Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh para bidan, yaitu bahwa merekalah yang memegang kendali untuk mengambil keputusan ketika menangani persalinan.

Dalam hal ini dukun merupakan penolong bidan ketika menangani persalinan. Berkaitan dengan wewenang mengambil keputusan yang telah berjalan selama ini, dukun cenderung mengatakan bahwa itu sudah tepat, karena penanganan persalinan merupakan tugas pokok dari para bidan, sedangkan para dukun hanya bertugas untuk mendamping ibu hamil. Hal yang sama juga disampaikan oleh bidan.

Hingga saat ini, tidak ada dokumen tertulis yang berisi tentang wewenang mengambil keputusan dalam kemitraan antara bidan dan dukun di lokasi penelitian. Tidak terlibatnya dukun dalam proses pengambilan keputusan tentu berpotensi terjadinya konflik pribadi bagi para dukun karena pada dasarnya setiap orang yang terlibat dalam suatu kemitraan pasti menginginkan agar dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.

Dalam Notoatmodjo (2010) dijelaskan bahwa setiap individu atau organisasi apabila sudah bersedia menjalin kemitraan, maka kedudukan mereka setara atau sama tingkatnya sehingga tidak ada anggota mitra yang memaksakan kehendak karena merasa lebih tinggi dan tidak ada dominasi terhadap yang lain. Demikian pula dalam pengambilan keputusan, masing-masing anggota mempunyai hak dan suara yang sama. Sikap dukun yang cenderung hanya mengikuti apa yang diputuskan bidan dan tidak mempermasalahkannya mungkin disebabkan karena tingkat pendidikan dukun di wilayah penelitian yang umumnya masih rendah. Individu dengan tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya lebih cepat menerima dan mengikuti pengaruh dari luar khususnya dari orang yang dipandang lebih tinggi dari


(38)

mereka. Faktor lain juga karena dukun tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai prinsip-prinsip kemitraan.

5.5.5 Komitmen

Komitmen anggota adalah suatu hal yang sangat penting dalam membangun hidup berorganisasi. Dalam konteks kemitraan antara bidan dengan dukun, komitmen dari bidan dan dukun dalam bermitra merupakan suatu syarat utama agar kemitraan ini terus berjalan dengan baik. Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun dan bidan yang bermitra, umumnya mereka mengatakan berkomitmen penuh untuk terus menjalankan kemtiraan ini. Para dukun mengatakan bahwa untuk mereka kemitraan ini semata untuk membantu ibu hamil dalam hal bersalin. Komitmen yang sama juga ditunjukan oleh para bidan. Pernyataan para dukun dan bidan terkait dengan komitmen mereka dalam menjalankan kemitraan ini dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut:

“Iya nak, karena ibu yakin dengan program ini pertolongan persalinan ibu hamil akan lebih baik kedepannya(wawancara dukun bayi)

Begitu juga pernyataan bidan desa mengenai komitmen dalam pelaksanaan program ini ;

“iya dek, kakak yakin selagi tidak ada yang di rugikan, lagian efek dari program ini sudah mulai terasa, baik itu terhadap ibu hamil, masyarakat umumnya prbaikan kesehatan nasional.” (wawancara Bidan Desa)

Bertolak dari isi yang telah dideskripsikan di atas, dapat disimpulkan bahwa para dukun dan bidan yang bermitra di lokasi penelitian, berkomitmen penuh untuk mengutamakan kepentingan ibu hamil. Hal ini tampak dari pengakuan para dukun yang mengatakan bahwa, walaupun mereka tidak mendapatkan apa-apa dari kemitraan ini, khususnya keuntungan finansial, mereka akan terus bekerjasama demi


(39)

kepentingan ibu hamil. Pengakuan yang sama juga diutarakan oleh para bidan yaitu bahwa mereka mementingkan keselamatan ibu hamil. Komitmen ini juga diperkuat dengan tersedianya layanan BPJS yang memungkinkan semua ibu hamil mendapatkan pelayanan secara gratis. Dengan demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa hingga saat ini para dukun dan bidan yang bermitra di lokasi penelitian, berkomitmen untuk tetap melanjutkan kerjasama ini demi keselamatan ibu hamil. Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa suatu kemitraan dalam program kesehatan akan mencapi tujuan apabila pihak yang bermitra mampu meningkatkan apa yang menjadi komitmen bersama Komitmen adalah suatu kesediaan dan pengorbanan baik dari waktu, pikiran, tenaga dan sebagainya dari masing-masing pihak yang bermitra terhadap pemecahan masalah kesehatan yang telah disepakati bersama. Dukun dan bidan yang bermitra di lokasi penelitian telah mampu meningkatkan komitmen bersama dengan bersedia mengorbankan waktu dan tenaga mereka untuk menangani persalinan. Dengan adanya komitmen dari kedua belah pihak ini diharapkan dapat meningkatkan proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi.

5.6 Lingkungan Eksternal

Pengaruh lingkungan eksternal dalam kemitraan antara bidan dan dukun dalam penelitian ini mencakup dukungan dari keluarga ibu hamil, dukungan tokoh masyarakat serta dukungan pemerintah mengenai kemitraan ini. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh peneliti dengan informan sebagai berikut :

Berikut pernyataan ibu hamil mengenai pandanganya terhadap program kemitraan bidan dan dukun:


(40)

“yang saya tau bahwa dukun tidak boleh lagi melakukan persalinan, dan harus merujuk kebidan desa, saya dulunya pernah melakukan persalinan sama dukun, l.” (wawancara Dukun Bayi)

Berikut pernyataan tokoh masyarakat mengenai pandanganya terhadap program kemitraan bidan dan dukun:

“Setuju karena itu sangat membantu.kalau terjadi perdarahan kan petugas kesehatan yang lebih cocok untuk menolong. Tapi kalau saat mendesak misalnya tidak ada kendaraan atau bersalin di kebun pada saat malam hari dukun bisalah untuk membantu. Saya mendukung kerjasama ini sehingga kematian ibu bersalin bisa berkurang. Yang penting saling menghargai dan menjaga perasaan satu sama lain serta tidak saling menjatuhan.” (wawancara Tokoh Masyarakat)

Berikut pernyataan kepala desa mengenai pandanganya terhadap program kemitraan bidan dan dukun:

“Kemitraan ini berjalan dengan baik di desa ini,, setiap bulannya kami dari pemerintahan desa memberikan dana intensif pada dukun yang telah kami beri Sknya.

Berikut pernyataan kepala seksi KIA mengenai pandanganya terhadap program kemitraan bidan dan dukun

“program ini di canangkan sejak tahun 2012, dan lokasi awal yaitu 2 desa,

nah sekarang di kecamatan singkil sudah tambah 7 desa lagi, pada tahun 2015 program ini masuk nominasi pada festival UNPSA”

“program ini berjalan dengan baik, kami sebagai koordinator kabupaten setiap bulanya melakukan evaluasi,”


(41)

“alokasi jelas ada, selain dari dana APBK dan BOK juga dikuatkan oleh regulasi bupati, bahwa masing2 kepala desa memberikan dana intensif pada dukun yang bermitra”

Berdasarkan pemaparan di atas, maka untuk konteks kemitraan di lokasi penelitian, jelas terlihat bahwa ibu hamil sangat mendukung kerjasama dukun dengan para bidan. Hal ini bisa dimaklumi mungkin karena karakter masyarakat di lokasi penelitian yang mana ikatan kekeluargaannya sangat tinggi. Sedangkan masyarakat umumnya mendukung program kemitraan ini. Hingga sekarang ini, kesadaran masyarakat akan pentingnya pelayanan kesehatan dengan menggunakan fasilitas kesehatan yang sehat sudah semakin tinggi. Mungkin karena perseberan pelayanan kesehatan seperti posyandu, polindes yang sudah semakin banyak. Sedangkan berdasarkan wawancara penulis dengan tokoh agama dan kepala desa, mereka sangat mendukung program ini. Mereka berharap agar kegiatan ini harus semakin ditingkatkan pada hari-hari yang akan datang. Kemitraan dukun dan bidan perlu didukung oleh pihak-pihak terkait seperti kepala daerah, dinas kesehatan, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Begitu juga wawancara dengan kepala seksi KIA(Kesehatan ibu dan anak) dinas kesehatan menyatakan bahwa dengan adanya regulasi berbentuk payung hukum yang di buat oleh kepala daerah sehingga dapat menjamin dan menunjang berbagai pelaksanaan program kemitraan ini. Dukungan dari pihak-pihak ini akan mendorong terbentuknya kemitraan terutama melalui dukungan program, dana dan dukungan moral. Dukungan langsung dari pihak-pihak ini kepada bidan dan dukun juga dapat membantu memecahkan kebekuan relasi antara dukun dan bidan. Untuk mendapatkan dukungan ini, perlu dilakukan konsultasi, advokasi dan sosialisasi kepada kepala daerah, tokoh masyarakat dan tokoh agama sehingga dapat menjamin keberlangsungan kemitraan ini.


(42)

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan di bawah ini.Gambaran Kemitraan Bidan Desa dan Dukun Bayi dalam Menekan Angka Kematian Ibu dan Bayi di Desa Teluk Ambun Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil sudah mulai berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek di bawah ini :

6.1.1 Sumber Daya

1. Ada alokasi dana khusus untuk membiayai pelaksanaan kemitraan dukun dan bidan.

2. Sarana dan prasarana penunjang kemitraan sudah cukup memadai walaupun ada beberapa sarana yang belum terpenuhi namun tidak terlalu berpengaruh terhadap hambatan dari kemitraan bidan dan dukun.

6.1.2 Karakteristik Partner

1. Dukun dan bidan memiliki keahlian dan keterampilan masing-masing yang mendukung pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun dalam menekan angka kematian ibu dan bayi di lokasi penelitian.

2. Dukun dan bidan memiliki motivasi dalam bermitra dimana dukun bermitra karena yakin dengan kredibilitas para bidan dalam menangani persalinan, sedangkan bidan bermitra karena masyarakat menaruh kepercayaan yang tinggi terhadap dukun dan dukun sangat dekat dengan masyarakat.


(43)

6.1.3 Relasi Antar Partner

Relasi antara dukun dan bidan di lokasi penelitian sudah terjalin dengan baik tampak dari saling mempercayai dan menghargai di antara sesama dukun dan bidan serta tidak pernah terjadi konflik yang menyebabkan ada pihak yang merasa tidak dihargai keberadaannya.

6.1.4 Karakteristik Kemitraan

1. Pembagian peran dalam kemitraan sudah jelas, dimana dukun berperan dalam aspek non medis seperti memijat, memberi minum dan mendampingi ibu selama proses persalinan, sedangkan bidan berperan dalam aspek medis yaitu menolong persalinan dan tindakan medis lainnya.

2. pertemuan rutin antara dukun dengan bidan tidak dilakukan di tingkat desa. Pertemuan hanya dilakukan sebulan sekali di tingkat puskesmas,

3. Pengambilan keputusan dalam kemitraan dukun dan bidan di lokasi penelitian dilakukan sepenuhnya oleh bidan dan dukun hanya mengikuti.

4. Koordinasi yang dilakukan dalam kemitraan selama ini hanya bersifat momental bahkan insidental untuk setiap ibu hamil.

5. Dukun dan bidan yang bermitra berkomitmen penuh untuk mengutamakan kepentingan ibu hamil.

6.1.5 LingkunganEksternal

Kemitraan dukun dan bidan di lokasi penelitian mendapatkan banyak dukungan baik dari dari keluarga ibu hamil, tokoh masyarakat tokoh dan dukungan pemerintah. Semua pihak mengharapkan agar kegiatan kemitraan ini semakin ditingkatkan pada hari-hari yang akan datang.


(44)

6.2 Saran

1.Bagi Bidan Perlu menjaga keharmonisan hubungan dengan dukun dengan cara melakukan kunjungan rumah, melakukan pendekatan pada dukun yang tidak mau bermitra dengan cara mengangkat mereka menjadi kader posyandu serta memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai persalinan di fasilitas kesehatan.

2. Bagi Dukun perlu meningkatkan kerjasama dengan selalu merujuk persalinan ke fasilitas kesehatan dan bagi dukun yang belum bermitra agar segera bermitra dengan bidan sehingga dapat membantu menurunkan angka kematian pada ibu dan bayi.

3. Bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan

a. Perlu mengadakan pelatihan bagi dukun untuk dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat menunjang pelaksanaan kemitraan. b. Perlu meningkatkan frekuensi pertemuan dukun dan bidan untuk

menyamakan persepsi dan mengevaluasi kemitraan yang telah terjalin. Pertemuan ini diharapkan melibatkan semua dukun dan bidan.

c. Menyediakan transportasi untuk merujuk ibu hamil ke fasilitas kesehatan. d. Perlu memberikan penyuluhan kepada masyarakat khususnya ibu hamil

tentang persalinan di fasilitas kesehatan.

4. Bagi Masyarakat sebaiknya menyadari dan memahami bahwa persalinan di fasilitas kesehatan jauh lebih aman daripada persalinan di rumah. Sehingga diharapkan semua ibu hamil untuk bersalin di fasilitas kesehatan. Dengan demikian derajat kesehatan ibu dan anak semakin membaik.


(45)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemitraan

Menurut Robert Davies, adalah Suatu kerjasama formal antara inividu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang di buat, saling berbagi, baik dalam resiko maupun keuntungan yang di peroleh. (Notoatmodjo,2003)

Mengingat kemitraan adalah bentuk kerjasama atau aliansi maka setiap pihak yang terlibat di dalamnya harus ada kerelaan diri untuk bekerjasama dan melepaskan kepentingan masing-masing kemudian membangun kepentingan bersama. Oleh sebab itu, dalam membangun sebuah kemitraan, harus didasarkan pada kesamaan perhatian, saling mempercayai dan menghormati, tujuan yang jelas dan terukur serta kesediaan untuk berkorban baik waktu, tenaga maupun sumber daya yang lain (Notoatmodjo, 2012).

2.1.1 Elemen-Elemen Kemitraan

Dalam rangka mengupayakan sebuah kemitraan yang sinergis, berikut ini akan dipaparkan sejumlah elemen penting yang bisa mendukung berlangsungnya proses kemitraan yang baik. Elemen-elemen tersebut antara lain sumber daya, karakter pihak yang bermitra (patner), relasi antara patner, karakteristik kemitraan, dan lingkungan sekitar (De Waal dkk, 2013)


(46)

1. Sumber Daya

Sumber daya merupakan hal mendasar dan utama dalam membangun sebuah kemitraan.Sumber daya ini meliputi dukungan finansial (uang/dana), organisasi, informasi, agen pemerintah, stakeholder, perlengkapan dan sarana prasarana seperti komputer, obat, makanan, buku-buku dan sebagainya.

2. Karakteristik Partner

Partner merupakan sumber daya utama dalam membangun sebuah kemitraan.Karakteristik partner mencakup keterampilan dan keahlian dari pihak yang bermitra serta Motivasi mengenai keuntungan dan kerugian dari kemitraan yang diikutinya. Umumnya, para partner yang sangat aktif di dalam sebuah kemitraan, terdorong oleh rasa bahwa mereka akan memperoleh banyak manfaat dari kemitraan yang dibangun. Sementara mereka yang kurang terlibat aktif, umumnya didorong oleh rasa bahwa kemitraan yang dibangun tidak sesuai dengan kebutuhan mereka atau kemitraan yang dibangun mempunyai banyak kekurangan.

3. Relasi antara partner

Relasi antara partner meliputi kepercayaan, penghargaan, dan konflik.

a. Kepercayaan merupakan prasyarat bagi terciptanya sebuah kerjasama yang baik. Organisasi atau individu yang terlibat dalam kemitraan harus menaruh kepercayaan kepada partnernya bahwa mereka akan sungguh bertanggungjawab dengan tugas dan perannya masing-masing. Selain kepercayaan,

b. Penghargaan juga merupakan bagian yang penting dalam kemitraan. Kemitraan akan terjalin dengan baik apabila terdapat rasa saling apresiasi atau menghargai antara partner.


(47)

c. Konflik juga menjadi hal yang penting dalam bermitra.Konflik bisa saja memperkuat sebuah kemitraan jika perbedaan pendapat bisa merangsang pendekatan yang baru dalam sebuah kemitraan. Tetapi apabila sebuah konflik tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan masalah antara partner.Perbedaan wewenang antara partner juga menjadi potensi konflik ketika ada pembatasan mengenai siapa yang terlibat, pendapat siapa yang dianggap benar dan siapa yang paling berpengaruh dalam mengambil sebuah keputusan.

4. Karakteristik Kemitraan

Kepemimpinan, manajemen pembagian peran, komunikasi yang efektif, komitmen, koordinasi dan efisiensi merupakan karakteristik kemitraan yang sangat mempengaruhi terbentuknya sebuah kemitraan yang sinergis.

a. Kepemimpinan.

Pemimpin harus memiliki kemampuan dalam membangun relasi untuk memperkuat kepercayaan, keterbukaan antara partner, menciptakan kondisi yang dapat menjembatani perbedaan pendapat dan mampu mengolah konflik antara partner.

b. Komunikasi.

Komunikasi merupakan hal yang paling penting dalam menjalin kemitraan. Tanpa komunikasi yang memadai, kolaborasi yang efektif tidak akan mungkin terjadi. Kualitas komunikasi memberikan kontribusi bagi keberhasilan kemitraan.

c. Manajemen pembagian tugas

Merupakan prosedur penentuan siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan dan pembagian peran dan tanggung jawab masing-masing pihak yang bermitra. d. Efisiensi


(48)

Efisiensi dalam hal ini adalah peran dan tanggung jawab partner sesuai dengan kepentingan dan keahlian mereka masing-masing serta dapat memanfaatkan secara efektif kemampuan finansial, sumber daya dan waktu yang ada.

5. Lingkungan eksternal

Kemitraan juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan eksternal. Lingkungan eksternal ini mencakup dukungan kebijakan dari pemerintah, dan karakteristik dari masyarakat setempat.

Berdasarkan ulasan di atas maka dapat dikatakan bahwa sebuah kemitraan membutuhkan banyak elemen sebagai daya dukung, sehingga bisa berjalan efektif dalam mengupayakan kepentingan konstituen. Elemen-elemen tersebut antara lain adalah sumber daya, karakter pihak yang bermitra, relasi antara partner, karakteristik kemitraan dan lingkungan sekitar.

2.2 Bidan dan Dukun Bayi

2.2.1 Pengertian Bidan desa

Bidan berarti “bersama wanita” atau dalam bahasa Prancis berarti “wanita bijaksana”. Secara tradisional bidan adalah wanita desa yang belajar dengan cara mengikuti proses persalinan keluarga atau tetangganya. Keterampilan dan pengetahuannya diturunkan dari generasi ke generasi.Bidan adalah individu yangsudah menempuh pendidikan di bidang kebidanan dan telah diakui di negara tempat tinggalnya serta telah mendapatkan izin untuk melakukan praktik kebidanan (Myles, 2011).

Bidan adalah seseorang yang sudah menjalani program pendidikan kebidanan, yang diakui di negaranya, berhasil menjalankan program studi di bidang kebidanan, dan memenuhi kualifikasi yang diperlukan untuk dapat terdaftar atau mendapat izin resmi untuk melakukan praktik kebidanan (Myles, 2011).


(49)

2.2.2 PengertianDukun Bayi

Dukun umumnya perempuan yang lebih tua, dan sangat dihormati di tengah masyarakat karena pengetahuan dan pengalaman mereka dalam hal membantun persalinan.Dukun adalah anggota masyarakat yang memiliki keterampilan menolong persalinan secara tradisional yang diwariskan secara turun temurun atau melalui pelatihan (Depkes, 2008).

Peran mereka mencakup pembantu kelahiran, memandikan, memijit-mijit, membantu dalam urusan rumah tangga dan persiapan perawatan setelah melahirkan. 2.3 Kemitraan Bidan desa dan Dukun Bayi

2.3.1 Pengertian kemitraan bidan desa dan dukun bayi

Bentuk kerjasama antara bidan dan dukun, di mana kerjasama ini harus saling menguntungkan kedua belah pihak dan atas dasar transparansi, kesamaan serta rasa saling percaya untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi. Peran bidan dalam dalam bermitra adalah menolong kelahiran serta mengalihfungsikan dukun yang pada awalnya menolong persalinan menjadi rekan kerja untuk merawat ibu dan bayi (Depkes,2008).

2.3.2Ruang Lingkup Kemitraan Bidan dan Dukun

Ruang lingkup kegiatan kemitraan mencakup masukan, proses dan luaran program. 1. Input

Input meliputi penyiapan tenaga, penyiapan biaya operasional, penyiapan sarana kegiatan bidan dan saran dukun, serta metode /mekanisme pelaksanaan kegiatan. 2. Proses

Proses yang dimaksudkan adalah lingkup kegiatan kerja bidan dan kegiatan dukun.Kegiatan bidan mencakup aspek teknis kesehatan dan kegiatan dukun mencakup aspek non teknis kesehatan. Tugas dukun ditekankan pada alih peran


(50)

dukun dalam menolong persalinan menjadi merujuk ibu hamil dan merawat ibu nifas dan bayi baru lahir berdasarkan kesepakatan antara bidan dengan dukun.

3. Program

Output Kemitraan bidan dengan dukun adalah pencapaian target upaya kesehatan ibu dan anak antara lain meningkatnya dukungan berbagai pihak (LP/LS) terkait, meningkatnya jumlah bidan dengan dukun yang bermitra, meningkatkan rujukan oleh dukun, meningkatnya cakupan pertolongan persalinan serta meningkatnya deteksi risti / komplikasi oleh masyarakat.

2.3.3 Prinsip Kemitraan Bidan desa dan Dukun bayi

Kemitraan hanya dapat dibentuk bila ada lebih dari satu orang atau satu organisasi yang akan bekerjasama, dalam hal ini adalah bidan dan dukun bayi. Untuk mencapai suatu kemitraan ada beberapa prinsip yang digunakan:

1. Kesetaraan

Kesetaraan yang dimaksud adalah saling menghargai pengetahuan, pengalaman,keberadaan dan keahlian mitranya. Jadi harus dimulai dari menerima mitra apa adanya setara dengan dirinya.

2. Keterbukaan

Keterbukaan yang dimaksud adalah kemauan bersama untuk menjelaskan perasaan dan keinginannya serta membicarakan persoalan masing-masing yang masih harus diuji kebenarananya.Antara bidan dan dukun bayi harus dibuat suasana yang tidak membuat satunya merasa lebih rendah, lebih pintar dan lebih mampu.


(51)

Kemitraan yang dimaksud adalah tidak ada yang kehilangan atau kerugian yang diterima pada salah satu pihak, tetapi terjadi sinergi dari para pihak. Dengan demikian harus dicari hal apa yang dapat disinergikan dan menyebabkan keuntungan lebih besar untuk para pihak yang bermitra.

2.3.4 Landasan Kemitraan Bidan desa dan Dukun bayi

Dalam suatu kerjasama yang berprinsip kemitraan ada beberapa landasan yang harus dipenuhi para pihak yang bermitra atau biasa disebut tujuh saling, yaitu:

1. Saling Memahami Kedudukan, Tugas dan Fungsi

Bidan memiliki tugas dan fungsi utama dalam membantu persalinan ibu hamil.Dukun bayi tidak melakukan tugas dan fungsi dalam membantu persalinan ibu secara langsung. Tugas dan fungsi dukun bayi adalah mendorong agar proses rujukan ibu bayi hanya kepada bidan atau tenaga kesehatan terlatih.

2. Saling Memahami Kemampuan Masing-masing

Bidan memiliki kemampuan teknis dan tugas utama dalam membantu persalinan ibu sedangkan dukun bayi memiliki pengaruh dan dipercaya masyarakat. Masing-masing kemampuan tersebut saling sinergi dan perlu dioptimalkan dalam mendukung persalinan yang aman dan selamat bagi ibu.

3. Saling Menghubungi

Optimalisasi kemitraan antara bidan dan dukun bayi perlu terus ditingkatkan dengan upaya saling menghubungi di antara masing-masing.

4. Saling Mendekati

Bidan lebih banyak berada di unit pelayanan (Puskesmas, Pustu, atau Poskesdes), sedangkan dukun bayi sering dikunjungi atau mengunjungi ibu hamil. Untuk itu perlu kiranya para pihak tersebut saling mendekati, seperti mendorong dukun bayi


(52)

juga aktif datang ke posyandu, pustu, poskesdes ataupun Puskesmas. Demikian pula dengan bidan desa untuk lebih aktif mengunjungi dukun bayi.

5. Saling Bersedia

Membantu dan dibantu pada umumnya bidan yang ditugaskan di desa masih relatif muda, terutama di daerah terpencil dan kurang banyak pengalaman dan kepercayaan dari masyarakat dibandingkan dukun bayi. Pada sisi lain, dukun bayi dengan pengalaman yang cukup banyak dan disegani oleh masyarakat tidak memiliki keterampilan medis. Karenanya dukun bayi tidak bisa mendeteksi persoalan komplikasi kehamilan ibu serta penanganannya secara medis. Hal tersebut perlu saling disadari dengan cara sifat bersedia membantu dan dibantu. 6. Saling Mendorong dan Mendukung

Bidan perlu terus mendorong dan mendukung dukun bayi untuk tetap dihargai oleh masyarakat. Demikian pula sebaliknya, dukun bayi perlu mendukung proses persiapan dan pasca persalinan yang dilakukan oleh bidan.

7. Saling Menghargai

Saling menghargai antara bidan dan dukun bayi sangat penting. Dukun bayi telah ada di masyarakat jauh sebelum keberadaan bidan ataupun perkembangan ilmu kebidanan.Dukun bayi perlu menghargai perkembangan ilmu dan teknologi kebidanan yang dimiliki dan ditugaskan oleh pemerintah.

2.3.5 Pihak-pihak yang Terlibat dalam Kemitraan Bidan dan Dukun

Pihak-pihak yang terlibat dalam kemitraan bidan dan dukun bayi bukan saja pihak di desa/kelurahan, namun juga pihak-pihak terkait di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan.Berikut para pihak tersebut serta perannya.


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala

limpahan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang

beerjudul ”Kemitraan Bidan Desa dan Dukun Bayi dalam Menekan Angka Kematian

Ibu dan Bayi di Desa Teluk Ambun Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil”.

Penulisan penelitian ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar

Sarjana Sosial.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak

yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini baik langsung maupun tidak

langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1.

Bapak Muriyanto Amin S.sos MSP selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2.

Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP. selaku ketua Departemen ilmu

Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Sumatera Utara.

3.

Bapak Husni Thamrin S.Sos, M.SP selaku dosen pembimbing penulis yang

telah bersedia membimbing, meluangkan waktu, tenaga, kesabaran dan

memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih Pak, sudah

berkenan membagi ilmunya kepada saya. Semoga ilmu pengetahuan yang

Bapak berikan dapat menjadi bekal pembelajaran bagi saya kedepannya.

4.

Seluruh Dosen di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah

memberikan pembelajaran kepada penulis selama kuliah di departemen ini,

dan pegawai administrasi Fisip USU.


(2)

5.

Ayahku tersayang Khaidir dan ibuku terkasih Nurhayati terima kasih untuk

segala kasih sayang, semangat, bimbingan, bantuan dan doa yang tiada

henti-hentinya mengalir dalam hidup penulis. Terimakasih untuk segalanya.

Semoga Allah Swt memudahkan jalan saya untuk membahagiakan ayah dan

ibu di masa mendatang.

6.

Saudara dan saudariku, Maya Dir Yati dan Al-Ahmad Syaputra yang tidak

bosan – bosannya memberikan banyak doa dan dukungannya kepada penulis.

7.

Sahabat Primusku selama perkuliahan Aulia Rahman Syaputra, Al Aminul

Kahfi, Muhammad Febry, Muhammad Agus Pratam Hsb, dan Rival Hakif

yang dari Semester I sampai sekarang kita lalui dengan penuh rasa senang

maupun susah bersama-sama, yang selalu mendukung mulai dari perkuliahan

sampai proses penulisan skripsi ini selesai. Terimakasih buat setiap hal yang

telah kita lewati ya! Sukses buat kita kedepannya.

8.

Kawan-kawan pergerakan, Komandan Fahruza, Bung RafiQ Panjaitan, Lek

Arief Ilhadi, Pra joko Situmorang yang selalu menemani dalam proses

perkuliahan sampai proses penulisan skripsi ini selesai. Terimakasih sudah

rela selalu menemanin sampai proses penulisan skripsi ini, makaihya gaes!

Sukses buat kita kedepannya.

9.

Seniorku Murdani Barat, Abdul Halim, Asrul Wijaya Saragih, Saiful Bahri,

Ramadhan Padang, Jefri Wanda. Terimakasih atas berbagi pengalamannya

10.

Teman-teman kessos 12 yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.

Terimakasih buat kebersamaan dan dukungan selama proses perkuliahan kita.

Sukses buat kita! VIVA KESSOS!!!!!


(3)

11.

Terimakasih kepada keluarga besar Desa Teluk Ambun Kecamatan Singkil

dan semua pegawai yang mengijinkan penulis menjalankan penelitian

ditempat.

12.

Terakhir untuk semua pihak yang tidak bisa disebut satu persatu yang telah

memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. .

Semoga ALLAH SWT senantiasa memberikan anugerah dan limpahan

berkah untuk membalas segala kebaikan yang sudah penulis dapatkan.

Sungguh penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memerlukan kritik dan

saran yang sifatnya membangun, untuk itu diharapkan masukannya. Akhirnya

penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua

pihak, terutama bagi kemajuan Ilmu Kesejahteraan Sosial kedepannya. Untuk

itu dengan segala kerendahan hati penulis mohon maaf atas

ketidaksempurnaan tersebut

Medan,20 Agustus 2016

Penulis


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRAC ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemitraan ... 8

2.1.1 Elemen-Elemen Kemitraan. ... 8

2.2 Bidan Desa dan Dukun Bayi ... 11

2.2.2 Pengertian Bidan Desa ... 11

2.2.3 Pengertian Dukun Bayi ... 11

2.3. Kemitraan Bidan Desa dan Dukun Bayi ... 12

2.3.1 Pengertian Kemitraan Bidan Desa dan Dukun Bayi ... 12

2.3.2 Ruang lingkup Kemitraan Bidan Desa dan Dukun Bayi ... 12

2.3.3 Prinip Kemitraan Bidan Desa dan Dukun Bayi ... 13

2.3.4 Landasan Kemitraan Bidan Desa dan Dukun Bayi ... 14

2.3.5 Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Kemitraan Bidan Desa dan Dukun Bayi ... 15

2.3.6 Peran Bidan Desa dan Dukun Bayi dalam Pelaksanaan Kemitraan ... 16

2.3.6.1 Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Kehamilan ... 17

2.3.6.2 Peran Bidan Desa dan Dukun Bayi Masa Persalinan ... 18

2.3.6.3 Peran Bidan Desa dan Dukun Bayi Masa Nifas ... 18

2.3.7 Langkah-Langkah Kemitraan Bidan Desa dan Dukun Bayi ... 19

2.4.Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) ... 20

2.4.1Pemgertian Angka Kematian Ibu (AKI ... 20

2.4.2 Pengertian Angka Kematian Bayi (AKB) ... 21

2.4.3 Pengertian Angka Kematian Bayi ... 22

2.5 Kerangka Pemikiran ...

24


(5)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian ... 29

3.2 Lokasi Penelitian ...

29

3.3

Informan ...

29

3.3.1 Informan Utama ... 30

3.3.2 Informan Kunci ... 30

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.4 Teknik Analisis Data ... 30

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Aceh Singkil ... 31

4.1.1 Kondisi Geografis, Administrasi dan Kondisi Fisik ... 31

4.1.2 Pendidikan ... 34

4.1.3 Sosial dan Budaya... 36

4.1.4 Keuangan dan Ekonomi ... 37

4.1.5 Agama ... 38

4.2 Gambaran Umum Desa Teluk Ambun ... 39

4.2.1 Kondisi Geografis ... 39

4.2.2 Kondisi Demografis ... 39

BAB V ANALISIS DATA

5.1 Karakteristik Informan Utama dan Kunci ...

43

5.1.1 Informan Utama ...

43

5.1.2 Informan Kunci ...

43

5.2 Sumber Daya ... 44

5.2.1 Dana ... 44

5.2.2 Sarana dan Prasarana ... 45

5.3 Krakteristik Partner ... 47

5.3.1 Keterampilan dan Keahlian ... 47

5.3.2 Motivasi ... 49

5.4 Relasi Antar Partner ... 51

5.4.1 Kepercayaan ... 52

5.4.2 Penghargaan ... 52

5.4.3 Konflik ... 53

5.5 Karakteristik Kemitraan ... 54

5.5.1 Pembagian Peran ... 55


(6)

5.5.3 Koordinasi ... 60

5.5.4 Pengambilan Keputusan ... 62

5.5.5 Komitmen ... 65

5.5.6 Lingkungan Eksternal ... 66

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 69

6.1.2 Sumber Daya ... 69

6.1.3 Karakteristik Partner ... 69

6.1.4 Relasi Antar Partner ... 70

6.1.5 Karakteristik Kemitraan ... 70

6.1.6 Lingkungan Eksternal ... 70

6.2 Saran ... 71