Effective Microorganism 10 EM Pupuk

ditambah 3 isolat berupa yeast Saccharomyces cerevisiae dan dua jenis kapang Trichoderma dan Penicillium Elpawati, 2013. Trichoderma spp. Trichoderma spp. adalah jamur saprofit tanah yang secara alami merupakan parasit yang menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit tanaman Spektrum pengendalian luas. Jamur Trichoderma spp. dapat menjadi hiperparasit pada beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat cepat dan tidak menjadi penyakit untuk tanaman tingkat tinggi Purwantisari, 2009. Trichoderma spp. memiliki beberapa cara untuk berperan sebagai agen biokontrol. Pertumbuhannya yang cepat mampu membuat Trichoderma spp. menjadi kompetitif yang unggul. Selain itu, Trichoderma juga berperan sebagai mikoparasit terhadap beberapa jenis fungi patogen tertentu. Trichoderma spp. juga bisa menambah resistensi tanaman terhadap serangan penyakit dan menghasilkan zat untuk menghambat kerja dari enzim yang dihasilkan oleh patogen Mahato, 2005. Penicillium sp. Penicilium sp. dikenal sebagai kapang hijau biru. Miseliumnya tumbuh pada permukaan atau menembus substrat. Hifanya bercabang dengan bebas dan berdinding tipis, serta mempunyai dua nucleus atau lebih Pelczar dan Chan, 2006. Dalam metabolismenya Penicillium sp. mengasilkan asam organik seperti oksalat, fumarat, glukonat dan asam sitrat. Selain itu Penicillium juga dapat berperan sebagai agen biokontrol dengan menghasilkan antibiotic berupa penisilin yang biasa dimanfaatkan untuk kesehatan manusia. Griseofulvin yang dihasilkan oleh Penicillium griseofulvum merupakan salah satu antibiotik yang dimanfaatkan untuk menghambat pertumbuhan patogen pada hewan dan tumbuhan Vashishta, 2008. Saccharomyces sp. yeast Yeast merupakan mikroorganisme uniseluler, tidak memiliki miselium, bersifat sapofit, banyak ditemukan di alam pada bahan cair organik pada tanah, kotoran hewan, permukaan buah yang matang, dan di dalam madu pda bunga. Yeast memiliki kemampuan untuk memfermentasikan karbohidrat. Selama proses respirasi, sel yeast mengoksidasi gula membentuk asam organik yang sederhana, ketika asupan oksigen bebas terbatas, asam organik pecah menjadi alkohol dan karbondioksida. Sel yeast segar merupakan sumber utama dari vitamin b dan g. Yeast yang dikompres juga bisa dimanfaatkan sebagai sumber vitamin dan enzin. Sel yeast yang kecil mengandung protein yang tinggi dan pada beberapa jenis lainnya juga mengandung sedikit lemak Vashista, 2008. 2.3.Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan ikan budidaya, termasuk lele. Sekalipun lele dapat hidup pada kualitas air yang buruk, pertumbuhan lele akan terhambat karena energinya digunakan untuk bertahan pada lingkungan perairan yang buruk sehingga pertumbuhannya pun melambat. Kualitas air yang buruk juga dapat menjadi sumber penyakit sehingga dapat menginfeksi ikan budidaya. Kualitas air yang dianggap baik untuk kehidupan lele adalah suhu yang berkisar antara 25-30 o C, kandungan oksigen terlarut 3-6 ppm, pH 6,5-8,5 dan NH 3 sebesar 0,1 ppm. Kualitas air harus dipertahankan pada kisaran optimal sehingga pertumbuhan lele budidaya dapat dipacu Ghufran dan Kordi, 2010.

2.3.1. Temperatur

Suhu merupakan indikasi jumlah energi panas yang terdapat dalam satu sistem atau massa Wiratmaja, 2011. Suhu air sangat dipengaruhi oleh jumlah sinar matahari yang jatuh ke permukaan air yang sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer dan sebagian lagi diserap dalam bentuk energi panas Welch, 1952 dalam Suherman, 2002. Kenaikan suhu air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut Suriawiria, 2008. Suhu berpengaruh langsung terhadap tumbuhan dan hewan, yakni pada laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologis hewan, khususnya derajat metabolisme dan siklus reproduksinya. Selain itu suhu juga berpengaruh tidak langsung terhadap kelarutan CO 2 yang digunakan untuk fotosintesis dan kelarutan O 2 yang digunakan untuk respirasi hewan-hewan aquatik. Menurut hokum Vant Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10 o C hanya pada kisaran temperature yang masih ditolerir akan meningkatkan laju metabolism dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisme akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara di lain pihak dengan naiknya temperatur akan mengakibatkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan organisme air akan mengalami kesulitan untuk melakukan respirasi Silalahi, 2009.

2.3.2. pH

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion Hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan pH = 7 adalah netral, pH 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa Effendi, 2003. Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion Hidrogen dalam suatu larutan. Dalam air yang bersih jumlah konsentrasi ion H + dan OH - berada dalam keseimbangan sehingga air yang bersih akan bereaksi netral Silalahi, 2009. Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah Silalahi,2009. Menurut Suherman 2002, perairan yang ideal bagi kegiatan budidaya perikanan adalah 6,8 sampai dengan 8,5. Pembatasan pH penting dilakukan karena akan mempengaruhi korosifitas air dan efisiensi khlorinasi. Logam-logam berat dalam suasana asam juga akan bersifat lebih toksik Suriawiria, 2008.

2.3.1.4. Amoniak NH

4 Menurut Limbong 2005, istilah amoniak ditujukan untuk 2 senyawa kimia yaitu NH 3 bentuk tidak terionisasi dan NH 4 + bentuk terionisasi. Di dalam air, kedua senyawa ini berada dalam kesetimbangan : NH 3g + H 2 O l ↔ NH 4 + aq + OH - aq Amoniak merupakan gas yang higroskopis, mudah meyerap air dan mempunyai kelarutan terhadap air pada semua komposisi. Adanya ion OH - menjadikan pH larutan menjadi basa dan ini tergantung dari besarnya OH - dimana semakin pekat amoniak dalam air, semakin tinggi OH - juga semakin tinggi pula NH 3 bebasnya. NH 3 merupakan senyawa yang beracun dengan LD 50 adalah 1µgL. sebagai gas, amoniak dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada mata dan kulit, dapat menyebabkan mata dan hidung berair, batuk, bahkan kematian. Sebagai larutan pekat, amoniak dapat menyebabkan kulit dan mata terbakar Limbong, 2005. NH 3 mulai meracuni organisme air tawar pada kisaran konsentrasi 0,53 hingga 22,8 mgL. Kadar amoniak yang berlebih dalam air menyebabkan gangguan pada ikan. Salah satu efek yang paling signifikan adalah kerusakan insang, sehingga konsekuensinya respirasi ikan akan terganggu. Insang juga penting untuk keseimbangan asam-basa dalam mengatur pH darah ikan serta untuk pertukaran ion untuk menjaga jumlah ion-ion penting seperti natrium dan klorida dalam darah. Oleh