penghuni satuan rumah susun PPPSRS yang berkewajiban mengurus kepentingan para pemilik dan penghuni yang berkaitan dengan pengelolaan
kepemilikan benda bersama, bagian bersama, tanah bersama, dan penghunian.
B. Penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 untuk Semua
Bangunan Bertingkat
Dalam praktek, sistem bangunan gedung bertingkat yang ruang-ruangnya dapat dipakai secara individual sudah lama dikenal dan dilaksanakan di beberapa
kota besar di Indonesia. Namun, sistem pemilikan gedung tersebut berada dalam sistem pemilikan tunggal, dengan pemegang hak atas tanah sebagai pemilik
gedung. Pemakai-pemakai pada sistem pemilikan sebagaimana tersebut di atas hanya terikat dalam bentuk hubungan hukum sewa menyewa, yang tidak
memberikan hak kebendaan atas obyek perjanjian, sehingga pemanfaatannya bagi yang bersangkutan sangat terbatas.
78
Sebelum tahun 1985, kecenderungan di atas tidak dapat ditampung. Dari segi hukum belum ada lembaga pemilikan yang menampung sistem pemilikan
satuan-satuan pada bangunan bertingkat yang dapat dimanfaatkan dan dimiliki secara individual. Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 sistem
Perkembangan selanjutnya kemudian memperlihatkan adanya kebutuhan bagi yang memakai bagian-bagian gedung tersebut untuk sekaligus
menjadikannya sebagai asetnya terutama untuk jaminan dalam perolehan kredit usahanya.
78
Masnari Dasnari, Status Tanah….Op.Cit, hlm. 36
Universitas Sumatera Utara
pemilikan tersebut dapat dipakai atas bangunan-bangunan bertingkat. Undang- Undang Nomor 16 Tahun 1985 menerapkan lembaga pemilikan yang dikenal
dengan sistem pemilikan kondominium. Undang-undang ini menyajikan lembaga pemilikan baru yang mengakui adanya hak atas ruang untuk dihuni yang
dinamakan hak milik atas satuan rumah susun yang juga meliputi hak atas tanah bersama, benda bersama, dan bagian bersama.
79
1. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam
suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan
merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang Nomor 16 Tahun 1985.
Ciri-ciri penerapan konsep kepemilikan secara kondominium dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 dapat dijelaskan sebagai berikut:
2. Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang
bersifat perseorangan dan terpisah, seperti yang diatur dalam Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985. Hak milik tersebut meliputi juga
hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, yang kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan
yang bersangkutan seperti yang diatur dalam Pasal 8 ayat 3 Undang- Undang Nomor 16 Tahun 1985.
79
Dedi kurniadi, Aspek Hukum….Op.Cit hlm. 51
Universitas Sumatera Utara
3. Hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 3
dapat beralih dengan cara pewarisan atau dengan cara pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini diatur dalam pasal 10
ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985. 4.
Satuan rumah susun dapat dijadikan jaminan hutang, hal ini diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985.
Dalam penjelasannya, dinyatakan bahwa rumah susun yang dimaksudkan dalam undang-undang ini adalah istilah yang memberikan pengertian hukum bagi
bangunan gedung bertingkat yang senantiasa mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, yang penggunaannya untuk hunian atau bukan
hunian, secara mandiri atau terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan. Inti dari sistem condominium adalah pemilikan individual dan hak
bersama. Yang dapat dimiliki secara individual adalah satuan-satuan rumah susun. Satuan rumah susun dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun
1985 adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana penghubung ke jalan
umum, tanpa mengganggu dan tidak boleh melalui satuan rumah susun milik orang lain.
Walaupun tujuan peruntukan utamanya untuk tempat hunian, namun demikian dalam kenyataannya ada kebutuhan akan rumah susun yang bukan
hunian, antara misalnya untuk tempat usaha, pertokoan, perkantoran, maka untuk dapat menampung kebutuhan tersebut ketentuan-ketentuan dalam Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 1985 dinyatakan berlaku dengan penyesuaian
Universitas Sumatera Utara
seperlunya. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 24 dan penjelasan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985. Dalam penjelasan Pasal 24 ayat
1 dikemukakan bahwa mengingat dalam kenyataannya ada kebutuhan akan rumah susun yang bukan untuk hunian yang mendukung fungsi pemukiman dalam
rangka menunjang kehidupan masyarakat, antara lain misalnya untuk tempat usaha, tempat perbelanjaan, pertokoan, perkantoran, perindustrian, maka untuk
dapat menampung kebutuhan tersebut ketentuan-ketentuan dalam undang-undang ini dinyatakan berlaku juga terhadap rumah susun bagi keperluan lain dengan
penyesuaian seperlunya. Menurut Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang
Rumah Susun sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985, rumah susun yang digunakan untuk hunian atau bukan hunian secara
mandiri atau secara terpadu sebagai kesatuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yaitu Pengaturan dan Pembinaan Rumah Susun meliputi ketentuan-ketentuan
mengenai persyaratan teknis dan administratif pembangunan rumah susun, izin layak huni, pemilikan rumah susun, penghunian, pengelolaan, dan tata cara
pengawasannya. Konsep usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan
dengan peningkatan usaha-usaha penyediaan perumahan yang layak, dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli masyarakat terutama golongan
masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah menjadi bergeser karena ternyata pembangunan rumah susun yang kemudian berkembang adalah bukan
untuk golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah akan tetapi lebih banyak
Universitas Sumatera Utara
dibangun adalah rumah susun mewah untuk golongan masyarakat berpenghasilan ekonomi menengah ke atas.
Bahkan akhir-akhir ini juga banyak pengembang yang membangun rumah susun dengan peruntukan campuran hunian-bukan hunian, karena banyak
diminati oleh masyarakat dan lebih praktis, dimana terdapat lantai untuk non huniankios-kios komersial, sedangkan lantai lainnya digunakan untuk hunian
atau yang disebut apartemen atau untuk hotel. Di Kota Medan contoh rumah susun dengan peruntukan campuran
hunian-bukan hunian dapat kita lihat pada bangunan gedung Cambridge Square City. Di dalamnya selain terdapat Cambridge Condominium sebagai tempat
huniannya, juga terdapat Shopping Mall bukan hunian dan bangunan hotel yang terletak di salah satu menara komplek Cambrige yang dikenal sebagai Tower
Swiss-Belhotel Suites Residences. Selain Cambrige Square City, di Medan juga terdapat Mall Grand
Paladium yang merupakan rumah susun bukan hunian. Di bagian bawahnya merupakan pusat perbelanjaan yang kemudian di bagian atas di sambung dengan
The Arya Duta Hotel. Muhammad Tjandra dari Kantor Pertanahan Kota Medan mengatakan
bahwa bangunan gedung bertingkat yang bukan hunian seperti Shopping Mall yang berdiri di Kota Medan memang diberikan sertifikat rumah susun. Hal ini
sudah sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 yang
memperlakukan sama terhadap ketentuan-ketentuan rumah susun hunian dan
Universitas Sumatera Utara
bukan hunian Hanya penggunaannya saja yang berbeda disesuaikan dengan tata ruang yang dituangkan dalam pertelaan dan harus mendapatkan persetujuan dari
Walikota. Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa rumah susun tidak dikategorikan
dalam bentuk bangunan bertingkat rendah, sedang, ataupun tinggi. Yang membedakan antara bangunan bertingkat yang dikatakan rumah susun atau tidak
dapat dilihat dalam proses pembangunannya. Dalam proses pembangunan bangunan bertingkat rumah susun berbeda dengan pembangunan gedung lain yang
bukan rumah susun. Untuk menerbitkan sertifikat atas satuan rumah susun ada prosedur yang harus diikuti seperti yang ditujukan pada Diagram Penerbitan
Sertifikat Atas Satuan Rumah Susun terlampir. Di hal lain, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 membagi rumah susun
ke dalam 4 empat jenis seperti yang diatur dalam Pasal 1 dan Pasal 13 ayat 2 yang meliputi:
1. Rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk
memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. 2.
Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus.
3. Rumah susun negara adalah rumah susun yang dimiliki negara dan berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan keluarga ,
serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat danatau pegawai negeri.
4. Rumah susun komersial adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk
mendapatkan keuntungan.
Universitas Sumatera Utara
Abdul Rahim Lubis, SH.,M.Kn dari Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah Sumatera Utara mengatakan bahwa Badan Pertanahan Nasional hanya
membagi rumah susun ke dalam 2 dua jenis yakni hunian atau bukan hunian contoh terlampir.
Dengan demikian meskipun Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 telah berlaku semenjak 10 November 2011 lalu, namun dalam prakteknya belum ada
realisasi dari undang-undang ini.
C. Implikasi Penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 terhadap