Penerapan Asas Dalam Hukum Tanah Pada Konsep Rumah Susun

b. meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; c. mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh; d. mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif; e. memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR; f. memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun; g. menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu; dan h. memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.

4. Penerapan Asas Dalam Hukum Tanah Pada Konsep Rumah Susun

Di Indonesia ada dua asas hukum pertanahan, yaitu sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara a. Asas Accesi Asas Perlekatan atau Accessie Schelding Beginsel b. Asas pemisahan horizontal atau Horizontale Beginsel Menurut Boedi Harsono dalam bukunya “Beberapa Analisa Tentang Hukum Agraria”, di dalam asas asas perlekatan, bangunan menjadi bagian dari tanahnya. Oleh karena itu, dengan sendirinya bangunan itu tunduk pada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku terhadap tanahnya hukum tanah. Atas asas itu pula, maka hak pemilikan atas tanah hak barat itu meliputi juga pemilikan dari bangunan yang ada di atasnya Pasal 571 ayat 1 KUHPerdata. Bangunan yang didirikan di atas tanah kepunyaan pihak lain menjadi milik yang empunya tanah. 34 Asas perlekatan yang dikenal di dalam KUHPerdata terdiri atas perlekatan secara mendatar dan perlekatan secara tegak lurus vertikal. Perlekatan secara horizontal mendatar meletakkan suatu benda sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari benda pokoknya atau balkon pada rumah induknya Pasal 588 KUHPerdata. Berdasarkan asas perlekatan ini, pemilik benda pokok merupakan pemilik benda ikutan dan secara hukum benda ikutan tersebut mengikuti benda pokoknya. Sebaliknya, perlekatan vertikal adalah perlekatan secara tegak lurus yang melekatkan semua benda yang ada di atasnya maupun di dalam tanah dengan tanah sebagai benda pokoknya Pasal 571 KUHPerdata. 35 Sebagai kebalikan dari asas perlekatan vertikal adalah asas pemisahan horizontal. Asas pemisahan horizontal adalah asas yang dianut dalam hukum adat 34 Oloan Sitorus Balans Sebayang, Kondominium…Op cit. hlm 8 35 Masnari Darnisa, Status Tanah Bersama Pada Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Dikaitkan Dengan Penetapan Keringanan Pajak Bumi Dan Bangunan Studi: Rumah Susun Sukaramai Yang Diadakan Oleh Perum Perumnas.2007. hlm 24 Universitas Sumatera Utara yang menjadi dasar dari UUPA. Berdasarkan asas pemisahan horizontal ini pemilikan atas tanah dan benda atau segala sesuatu yang berada di atas tanah itu adalah terpisah. Asas pemisahan horizontal memisahkan tanah dan benda lain yang melekat pada tanah itu. 36 Menurut A. Ridwan Halim dalam bukunya “Hak Milik Kondominium dan Rumah Susun”, asas pemisahan horizontal adalah asas yang membagi, membatasi, dan memisahkan pemilikan atas sebidang tanah berikut segala sesuatu yang berkenaan dengan tanah tersebut secara horizontal. Di dalam hukum adat Indonesia, asas pemisahan horizontal terejawantah dalam bentuk magersari yaitu hak menumpang dari seseorang yang mendirikan bangunan tempat tinggal di atas tanah milik orang lain yang diperbolehkan oleh si pemilik selama si pemilik tersebut belum merasa perlu untuk menggunakan tanahnya itu sendiri, serta sistem tumpang sari tanaman bagi hasil sistem usaha bagi hasil. 37 Dari uraian di atas, jelaslah bahwa kedua asas tersebut mempunyai karakteristik dan konsekuensi yang berbeda. Seperti dikatakan oleh Masjchoen Sofwan, di dalam salah satu bukunya sebagai berikut. 38 36 M. Rizal Arif, Analisis…Op.Cit., hlm. 64. 37 Oloan Sitorus Balans Sebayang, Kondominium…Op cit. hlm 9 38 Masnari Darnisa, Op.Cit, hlm 10 “yang menjadi persoalan ialah bagaimana pengaturan lembaga jaminan atas tanah yang akan datang untuk tidak bertentangan dengan Asas Accessi yang tidak dikenal digarisbawahi oleh penulis dalam UUPA, sedangkan dalam Hukum Adat mengenal asas Pemisahan Horizontal”. Pendapat ini dikuatkan oleh Saleh Adiwinata dalam bukunya “Hukum Adat”, yang menyatakan: Universitas Sumatera Utara “Bahkan justru pada masa sekarang ini ada lebih lagi alasan dan rasio untuk memperlakukan asas pemisahan Horizontal ini secara lebih integral, lebih konsekuen dan terang-terangan lagi dari sebelum lahirnya UUPA sebab:…Ketiga: Di mana Pasal 5 menegaskan bahwa hukum agrarian baru: ialah hukum adat namun oleh Boedi Harsono diperingatkan bahwa yang dimaksudkan adalah hukum adat yang telah disaneer, maka dengan sendirinya untuk asasi dari hukum adat yaitu Pemisahan Horizontal, turut meresap dalam seluruh tubuh hukum agrarian baru kita”. Berdasarkan dua pendapat tersebut, berarti asas hukum tanah hukum agraria sempit adalah asas pemisahan horizontal yakni pemilikan atas benda di atas tanah tidak berarti atau dapat terpisah dengan pemilikan atas tanah tempat terletaknya benda-benda tadi. Sebagai kebalikannya adalah asas perlekatan yang berlaku pada kurun waktu sebelum diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria. Menurut Boedi Harsono dalam bukunya “Beberapa Analisa Tentang Hukum Agraria”, bahwa di dalam hukum adat berlaku asas pemisahan horizontal antara tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya. Tanah tunduk pada hukum tanah, sedangkan bangunan tunduk pada hukum perutangan yang mempunyai sifat lain dari hukum tanah. Dengan demikian, tanah adat tidak dengan sendirinya meliputi bangunan yang ada di atasnya. Dalam hukum adat berlaku asas bahwa pihak yang membangun dialah pemilik yang dibangunnya itu. 39 39 Oloan Sitorus Balans Sebayang, Kondominium…Op cit. hlm 9 Jadi, adanya konsep rumah susun kondominium sebagai fenomena baru yang dibutuhkan masyarakat modern, justru sudah sesuai dengan asas hukum tanah yang ditetapkan oleh UUPA. Universitas Sumatera Utara

B. Definisi dan Klasifikasi Bangunan Bertingkat serta Batasan Rumah

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Terhadap Pembangunan Rumah Susun Yang Dibangun Dengan Pemanfaatan Barang Milik Negara Berupa Tanah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

1 74 127

Analisis Yuridis Pemberian Hak Tanggungan Pada Hak Milik Satuan Rumah Susun Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

1 67 140

KAJIAN YURIDIS TENTANG RUMAH SUSUN DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

0 25 13

Tinjauan Yuridis terhadap Iktikad Baik Pengembang Rumah Susun dalam Tindakan Hukum Pemesanan Rumah Susun Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

1 3 56

Tinjauan Yuridis Terhadap Kewajiban Developer Untuk Membangun Rumah Susun Umum Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun.

0 0 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

0 0 82

Analisis Yuridis Pemberian Hak Tanggungan Pada Hak Milik Satuan Rumah Susun Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

0 0 17

Analisis Yuridis Pemberian Hak Tanggungan Pada Hak Milik Satuan Rumah Susun Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

0 0 2

Analisis Yuridis Pemberian Hak Tanggungan Pada Hak Milik Satuan Rumah Susun Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

0 0 24

Analisis Yuridis Pemberian Hak Tanggungan Pada Hak Milik Satuan Rumah Susun Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

1 2 58