BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.
1. Perjanjian angkutan udara merupakan perjanjian timbal balik yang dikenal
dalam hukum perdata, dimana pihak penumpang mengikatkan diri kepada pengangkut kemudian pengangkut mengangkut penumpang ke tempat
tujuan dengan alatmoda transportasi udara dan penumpang membayar tarifupah kepada pengangkut sebagai imbalan atas jasa yang
diberikannya. Sebuah perjanjian akan menghasilkan sebuah tanggung jawab dan apabila tidak bertanggung jawab akan mengahsilkan sebuah
sengketa. Pengangkut dalam hal ini sebagai subjek yang memberikan jasa. Jadi, terdapat beberapa ketentuan mengenai tanggung jawab pengangkut
seperti Prinsip “presumption of liability”, Prinsip “presumption of non liability”, Prinsip “absolute liability” atau “strict liability”, Prinsip
“limitation of liability” yang diatur di dalam konvensi Warsawa 1929 dan diatur di dalam Undang – Undang lainnya termasuk Undang – Undang
Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. 2.
Mengenai perlindungan terhadap barang – barang milik penumpang dalam angkutan udara dapat dibagi menurut jenis barangnya. Barang kargo yaitu
setiap barang yang diangkut oleh pesawat udara termasuk hewan dan tumbuhan selain pos, barang kebutuhan pesawat selama penerbangan,
barang bawaan atau barang yang tidak bertuan. Barang – barang milik penumpang dibagi menjadi 2 jenis yaitu: barang bagasi dan barang bawaan
Universitas Sumatera Utara
dan dari jenis barang tersebut ada yang dikategorikan barang berbahaya danatau tidak berbahaya. Mengenai penyelenggaraan pengangkutan
barang – barang tersebut terdapat 2 pihak yang mengaturnya yaitu petugas bandar udara dan pihak pengangkutpenerbanganmaskapai. Petugas
bandara udara melayani penggunaan jasa kebandaraan seperti mengawasi apakah barang – barang yang akan diangkut oleh maskapai, sedangkan
pihak pengangkut adalah pihak yang mengakut barang – barang sampai ke tempat tujuan.
3. Perlindungan hukum terhadap barang – barang penumpang dibedakan
peraturannya antara barang bagasi dan barang tercatat. Dalam barang bagasi diatur dalam Pasal 167 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009,
jumlah ganti kerugian untuk bagasi kabin tersebut ditetapkan setinggi – tingginya sebesar kerugian nyata, yaitu kerugian yang didasarkan pada
nilai barang yang hilang atau rusak pada saat kejadian penumpang sedangkan barang tercatat didelegasikan oleh Undang – Undang Nomor 1
Tahun 2009 ke peraturan lebih rendah yaitu Peraturan Menteri Perhubungan yaitu PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab
Pengangkut Angkutan Udara. 4.
Mengenai perlindungan dan pertanggung jawaban PT Sriwijaya Air terhadap barang – barang milik penumpang sudah mengikuti ketentuan
Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 dan PM 77 Tahun 2011 tapi tidak sepenuhnya atau dengan kata lain setengah – setengah. Seperti contoh :
Bentuk pertanggung jawaban PT. Sriwijaya Air terhadap barang milik
Universitas Sumatera Utara
penumpang yang rusak adalah dengan cara memperbaikinya bukan dengan menggantikan yang baru. Bentuk pertanggung jawaban PT. Sriwijaya Air
terhadap barang yang dinyatakan hilang adalah dengan cara mengganti antara Rp. 50.000,- sampai dengan Rp. 200.000,- per kilogram dengan
negosiasi di awal terlebih dahulu sedang PM 77 Tahun 2011 mengatur antara Rp. 200.000,- per kilogram sampai dengan Rp. 4.000.000,- per
penumpang dan PT. Sriwijaya Air tidak memberikan uang tunggu sebesar Rp. 200.000,- saat masa pencarian selama 14 hari setelah 3 hari masa
kelender saat barang hilang.
B. Saran.