8. Karbondioksida padat dry ice boleh dibawa dalam penerbangan
dengan jumlah yang tidak melebihi 2,5 kg 5 pound setiap orang bilamana dipergunakan untuk pengawetan, dikecualikan pada
peraturan pada peraturan yang direkomendasikan oleh IATA-DGR. 9.
Bahanbarang produksi panas seperti peralatan yang bertenaga baterai dapat menghasilkan panas tinggi dan dapat menyebabkan
kebakaran bilamana diaktifkan.
50
B. Penyelenggaraan Pengangkutan Barang Dalam Angkutan Udara.
Seperti yang kita ketahui barang yang diangkut dalam angkutan udara adalah barang kargo dan di dalam barang kargo ada salah satunya barang bawaan
penumpang. Barang bawaan penumpang itu terdiri dari bagasi tercatat dan bagasi kabin. Mengen penyelenggaraan pengangkutannya pun berbeda. Apalagi setelah
lahirnya Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan yang membedakan barang berbahaya dan tidak berbahaya.
Konvensi Warsawa 1929 tidak mengatur pengertian atau definisi bagasi tercatat check baggage. Menurut Pasal 4 Konvensi Warsawa 1929, bagasi
tercatat harus disertai tiket bagasi tercatat yang dibuat rangkap 2, 1 untuk perusahaan penerbangan dan 1 untuk penumpang.
Tiket bagasi tercatat tersebut harus berisikan tempat dan tanggal penerbitan, Bandar udara keberangkatan dan Bandar udara tujuan, nama dan
alamat perusahaan penerbangan, nomor tiket penumpang, suatu pernyataan bahwa penyerahan bagasi tercatat kepada pemegang tiket bagasi tercatat, nomor dan
50
K. Martono, dkk. Opcit. Hal 29.
Universitas Sumatera Utara
berat bagasi tercatat, deklarasi harga barang yang terdapat dalam bagasi tercatat dan suatu pernyataan bahwa pengangkutan bagasi tercatat berlaku tanggung jawab
berdasarkan Konvensi Warsawa 1929.
51
Hilang, rusaknya tiket bagasi tercatat tidak mengurangi berlakunya perjanjian antara perusahaan penerbangan dengan penumpang pesawat udara.
52
Perusahaan penerbangan wajib menyertakan tanda pengenal bagasi tercatat check baggage yang berisi paling tidak nomor tanda pengenal bagasi, sandi
code Bandar udara keberangkatan dan Bandar udara tujuan serta berat bagasi tercatat. Menteri Perhubungan bertanggung jawab melakukan pengaturan,
pengendalian dan pengawasan bagasi tercatat check baggage yang berisi bahan danatau barang berbahaya karena itu sebagai pelaksanaan, telah dikeluarkan
keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP40II1995. Menurut Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009, bagasi tercatat check
baggage adalah barang penumpang yang diserahkan oleh penumpang kepada perusahaan penerbangan untuk diangkut dengan pesawat udara yang sama.
53
Semua bagasi tercatat check baggage harus diperiksa melalui mesin pemindai x-ray machine untuk memastikan bahwa bagasi tercatat tidak berisi
Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP40II1995 tersebut bagasi tercatat check baggage harus diperiksa untuk
menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan. Pemeriksaan bagasi tercatat tersebut dilakukan oleh petugas keamanan security personnel Bandar udara yang
telah mempunyai sertifikat tanda kecakapan personel.
51
Ibid. Hal 69.
52
Ibid. Hal 70.
53
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
bahan danatau barang berbahaya seperti senjata api atau barang – barang yang dikategorikan ke dalam barang berbahaya. Senjata api maupun senjata tajam
bilamana diperlukan dan harus dibawa di dalam penerbangan dapat diizinkan diperlakukan sebagai barang keamanan security item dengan prosedur dan
pengawasan.
54
1. Alcohol beverages maksimum 5 liter.
Pada umumnya barang – barang terlarang boleh dimasukkan dalam bagasi tercatat check baggage tetapi dibatasi. Barang – barang tersebut antara lain:
2. Non radioactive medical or toilet articles including aerosol
maksimum 2 kilogram. 3.
Hairculer containing hydrocarbon gas maksimum 1 botol. 4.
Dry ice maksimum 2 kilogram. 5.
Avalance rescue backpack maksimum 1 buah. 6.
Small gaseous oxygen or air cylinder kecuali terbang dari Amerika Serikat, GUAM.
7. Small carbondioxide gas cylinder jumlahnya tidak dibatasi.
8. Self inflating life jacket jumlahnya sesuai dengan kebutuhan.
9. Securely boxed
10. Ammunition for sporting purpose maksimum 5 kilogram.
11. A small medical or clinical thermometer jumlahnya 1 buah.
12. Battery driven wheelchair jumlahnya 1 buah.
55
54
Ibid.
55
Ibid. hal 71.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009, bagasi kabin cabin baggage adalah barang yang dibawa oleh penumpang yang berada dalam
pengawasan penumpang sendiri. Menteri Perhubungan bertanggung jawab melakukan pengaturan, pengendalian, dan pengawasan bagasi kabin cabin
baggage yang berisi barang atau bahan berbahaya. Sebagai pelaksanaan telah dikeluarkan keputusan Direktur Jenderal
Perhubungan Udara Nomor SKEP40II1995. Menurut keputusan tersebut bagasi kabin cabin baggage harus diperiksa untuk menjamin keamanan dan
keselamatan penerbangan. Pemeriksaan bagasi kabin dilakukan oleh petugas keamanan dan
keselamatan penerbangan. Pemeriksaan bagasi kabin dilakukan oleh petugas keamanan security personnel Bandar udara yang telah mempunyai sertifikat
tanda kecakapan personel.
56
Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh mesin pemindai x-ray machine untuk memastikan bahwa bagasi kabin tidak berisi bahan
danatau barang berbahaya seperti senjata api atau senjata tajam atau barang – barang yang dikategorikan ke dalam barang berbahaya.
57
Setiap perusahaan penerbangan mempunyai regulasi sendiri, Contohnya Saudi Arabian airlines melarang penumpang membawa barang – barang atau
bahan danatau barang berbahaya kecuali barang – barang atau bahan danatau Senjata api atau senjata
tajam bilamana diperlukan dan harus dibawa di dalam penerbangan dapat diizinkan diperlukan sebagai barang keamanan security item dengan prosedur
dan pengawasan.
56
Ibid. Hal 73.
57
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
barang berbahaya tersebut milik perusahaan penerbangan yang digunakan selama dalam penerbangan seperti botol oksigen, CO2 di dalam jaket pelampung,
pemadam kebakaran, abterai dan lain – lain yang diperlukan untuk operasi pesawat udara, parfum, gas korek api dan lain – lain yang dijual selama
penerbangan berlangsung.
58
Setiap bagasi tercatat check baggage maupun bagasi kabin cabin baggage harus diperiksa oleh petugas keamanan security personnel Bandar
udara baik pemeriksaan secara fisik danatau menggunakan alat bantu pemeriksaan.
Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP40II95 semua calon penumpang pesawat udara, penumpang khusus, awak
pesawat udara, calon jemaah haji, dokumen penumpang, pesawat udara, bagasi tercatat check baggage, bagasi kabin cabin baggage, kargo maupun pos harus
dilakukan pemeriksaan oleh petugas keamanan security untuk menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan. Di samping itu, petugas kemanan
security personnel juga harus mengawasi jalur dari check-in counter ke ruang tunggu dan sisi udara air side, jalur menuju pesawat udara.
59
58
Ibid. hal 74.
59
Ibid. hal 99.
Pemeriksaan tersebut dapat menggunakan alat bantu yang diselengi dengan pemeriksaan secara fisik dengan cara diacak. Setiap bagasi harus diperiksa
lebih intensif. Bagasi tercatat check baggage, bagasi kabin cabin baggage yang telah diperiksa secara fisik dengan menggunakan alat bantu harus disegel
Universitas Sumatera Utara
oleh petugas kemananan security personnel dengan label kemanan security sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
60
Petugas keamanan security personnel Bandar udara berwenang untuk menolak keberangkatan bagasi tercatat maupun bagasi kabin yang tidak boleh
diperiksa oleh petugas keamanan security personnel Bandar udara. Perusahaan penerbangan dalam kapasitasnya sebagai pengangkut wajib menolak transportasi
bagasi tercatat check baggage setelah diberi tahu oleh petugas keamanan security personnel Bandar udara bahwa bagasi tercatat maupun bagasi kabin
tersebut tidak mau diperiksa oleh petugas keamanan security personnel Bandar udara.
61
Perusahaan penerbangan hanya diizinkan mengangkut bagasi tercatat check baggage maupun bagasi kabin cabin baggage yang telah ditempeli label
pemeriksaan keamanan oleh petugas keamanan Bandar udara. Bilamana kondisi bagasi tercatat atau bagasi kabin kurang baik sebelum diangkut dengan pesawat
udara, maka perusahaan penerbangan sebagai pengangkut wajib membertahu pemilik yang bersangkutan untuk memperbaikinya.
62
Bagasi calon penumapang yang batal berangkat danatau tidak melanjutkan penerbangan tanpa memberitahu kepada perusahaan penerbangan,
bagasi tersebut dilarang untuk diangakut dengan pesawat udara, kecuali atas persetujuan pimpinan penerbangan pilot in command. Bagasi tercatat milik
60
Ibid.
61
Ibid. hal 100.
62
Ibid
Universitas Sumatera Utara
calon penumpang yang membatalkan pemberangkatannya dilarang angkut kecuali telah melalui pemeriksaan keamanan dan disertai dengan bukti kenal diri,
sedangkan bagasi tercatat milik calon penumpang yang tidak diangkut bersama dengan penumpangnya dapat diangkut apabila telah melalui pemeriksaan petugas
security.
63
Jumlah bagasi kabin setiap calon penumpang pesawat udara tidak boleh melebihi dari 2 koli dengan ukuran berat bagasi kabin serta kebutuhan penumpang
selama penerbangan ditentukan oleh perusahaan penerbangan yang mengangkut. Pengawasan terhadap jumlah dan ukuran bagasi kabin dilakukan oleh perusahaan
penerbangan yang mengangkut. Bagasi kabin yang melampaui jumlah maupun berat yang ditentukan oleh perusahaan penerbangan yang mengangkut harus
diangkut sebagai bagasi tercatat.
64
Pesawat terbang sebagai alat pengangkutan udara yang tercepat mempunyai pengaruh yang tidak sedikit dalam dunia perdagangan oleh karena
kecepatannya, bermacam barang yang dahulu tidak dapat diangkut mengingat jarak yang jauh dan oleh karena sifatnya dari barang yang diangkut mudah rusak
ataupun busuk, sekarang dapat diangkut dengan cepat dan aman sehingga dipergunakan ataupun dijual dengan harga yang lebih baik di tempat – tempat
yang membutuhkannya.
C. Perlindungan Hukum Terhadap Barang – Barang Penumpang Menurut Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.
63
Ibid. hal 101.
64
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Peraturan – peraturan hukum sangat penting dalam setiap kegiatan dan usaha termasuk pengangkutan. Adapun pengaturan mengenai peraturan dari
pengangkutan udara diatur dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Stb. 1939-100 Ordonansi Pengangkutan Udara menurut ketentuan tentang
pengangkutan udara. 2.
Luchtvekeersverordening Stb. nomor 4251936 tentang lalu lintas udara dan rambu – rambu serta syarat yang harus digunakan pada perjanjian
pengangkutan udara. 3.
verordeningtoezichtluchtvaart Stb nomor 4911939 tentang pengawasam penerbangan dan personil penerbangan.
4. luchtverordeningordonantie Stb nomor 4911939 tentang penyakit
menular. 5.
Luchtverordeningordonantie Stb nomor 1001939 tentang dokumen pengangkutan dan tanggung jawab pengangkut.
6. Undang – Undang nomor 83 tahun 1958 LN 1956-159 tentang
penerbangan lebih banyak bersifat publik administrasi penerbangan. 7.
Undang – Undang nomor 15 tahun 1992 tentang Penerbangan. 8.
Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan.
65
Undang – Undang no 1 tahun 2009 tentang penerbangan menerangkan pengertian Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat
65
Abdulkadir Muhammad, hukum pengangkutan niaga. PT. Cipta Aditya Bakti. Bandung 2008. hal 53.
Universitas Sumatera Utara
udara untuk mengangkut penumpang, kargo, danatau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.
Dalam arti sempit perjanjian angkutan udara suatu “luctvervoer overrenskomst” adalah suatu perjanjian antara seseorang pengangkut udara dengan pihak
penumpang atau pihak pengirim barang untuk mengangkut penumpang atau barang dengan pesawat udara dengan imbalan bayaran atau suatu prestasi lain.
66
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas suatu perjanjian angkutan udara dapat merupakan sebagian dari perjanjian pemberian jasa dengan pesawat
udara.
67
1. Prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu bertanggung jawab”
Prinsip – prinsip pokok yang dapat kita simpulkan itu adalah:
2. Prinsip “pembatasan tanggung jawab”.
68
Selanjutnya dapat pula kita tarik kesimpulan bahwa prinsip 1 hanya berlaku bagi tanggung jawab pada pengangkutan penumpang, bagasi tercatat dan barang,
sedangkan bagi bagasi tangan, berlaku prinsip lain yang justru berlawanan dengan prinsip 1 tersebut yaitu: prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu tidak
bertanggung jawab”. Prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu bertanggung jawab” dengan
singkat dapat kita uraikan sebagai berikut: “seorang pengangkut udara dianggap
66
E. Suherman, Perjanjian Angkutan Udara dan Beberapa Masalah Lain Dalam bidang Hukum Udara Perdata, Bina Cipta, Jakarta, 1977, Hal 193.
67
Ibid hal 195
68
E. Suherman, Aneka Masalah Hukum Kedirgantaraan, Mandar Maju, Bandung, 2000, hal 189.
Universitas Sumatera Utara
selalu bertanggung jawab untuk kerugian – kerugian yang timbul pada pengangkutan udara dan pengangkut udara tidak bertanggung jawab, hanya ia
membuktikan bahwa ia tidak mungkin dapat menghidarkan kerugian.
69
1. Teori bahwa pengangkut udara dalam usahannya menimbulkan bahaya
terhadap pihak lain. Adapun alasan – alasan untuk mempergunakan prinsip “praduga bahwa
pengangkut selalu bertanggung jawab” dalam ordonansi pengangkutan dan konvensi warsawa jadi anggapan bahwa pengangkut udara sealalu bertanggung
jawab dan beban pembuktian sebaliknya diletakkan pada pengangkutan udara dapat dikemukakan teori – teori sebagai berikut:
2. Teori bahwa pengangkut udara harus memikul risiko untuk usaha – usaha
yang dijalankan. 3.
Teori bahwa karena pengangkut udara mendapat keuntungan dari usahanya iapun harus memikul risiko dari usaha – usahanya.
4. Teori bahwa pesawat udara merupakan pengangkut udara dan segala
kerugian yang disebabkan oleh alat itu harus ditanggung oleh pengangkut udara.
70
Teori – teori diatas mempunyai kelemahan – kelemahan sebagi berikut: 1.
Anggapan bahwa usaha pengangkut udara adalah berbahaya mungkin berlaku pada taraf permulaan dari penerbangan, ketika teknik pembuatan
dan penggunaan pesawat udara masih berada dalam keadaan yang boleh
69
Ibid.
70
Ibid. hal 191
Universitas Sumatera Utara
dikatakan primitive sehingga kemungkinan besar terjadinya kecelakaan masih besar.
2. Bila kita katakana bahwa pengangkut udara harus menanggung resiko dari
usahanya, maka ini adalah selayaknya, asal jangan dilupakan bahwa penumpang dan pengirim barang juga tahu benar resiko – resiko yang
dihadapinya. 3.
Tujuan pengangkut udara dengan usaha – usahanya adalah umumnya untuk mendapatkan keuntungan. Alasan ini dapat saya katakana tidak tepat
untuk dijadikan alasan untuk membebankan seluruh resiko pada pengangkutan udara karena:
a. Prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu bertanggung jawab”
juga berlaku dalam hal pengangkut udara melakukan usaha – usahanya dengan rugi.
b. Penumpang danatau pengirim barang atau penerima barang juga
mengecap keuntungan dari pengangkut udara, karena bila tidak, ia tidak akan menggunakan cara pengangkutan ini.
4. Teori keempat sesuai dengan prinsip dalam hukum perdata, bahwa
seseorang bertanggung jawab untuk kerugian – kerugian yang ditimbulkan oleh barang – barang dibawah pengawasannya. Meskipun demikian
prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu bertanggung – jawab” terhadap pengangkutan udara.
71
71
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Sistem yang digunakan oleh ordonansi pengangkutan udara dan juga konvensi warsawa, posisi dari penumpang dan pengirim penerima barang
telah diperkuat dengan ketentuan – ketentuan yang sesuai dengan prinsip – prinsip yang dipergunakan yaitu ketentuan – ketentuan bahwa:
1. Beban pembuktian untuk tidak adanya tanggung jawab diletakkan pada
pengangkut. 2.
Pengangkut tidak boleh mengadakan syarat – syarat perjanjian pengangkutan udara yang meniadakan tanggung jawabnya.
Sebagai imbangan dari posisi penumpang dan pengirim penerima barang yang diperkuat itu, maka dipergunakanlah prinsip “pembatasan tanggung
jawab”. Pembatasan tanggung jawab pengangkut udara dalam ordonansi
pengangkutan udara dan konvensi warsawa pada pokoknya merupakan pembatasan dalam jumlah ganti rugi yang harus dijabarkan.
72
1. Kedudukan yang lebih baik dari penumpang dan pengirim barang
untuk mengasuransikan resiko yang dipikulnya dibanding dengan kedudukan pengangkut, berhubung dengan premi – premi yang harus
dibayar misalnya: serta mengingat bahwa penumpang dan pengirim barang sendirilah lebih mengetahui berapa ganti rugi yang
Beberapa alasan – alasan yang dipergunakan untuk pemakaian prinsip pembatasan yaitu:
72
Ibid. hal 194.
Universitas Sumatera Utara
diharapkannya untuk penggatian kerugian yang mungkin timbul pada dirinya.
2. Suatu alasan yang penting adalah pula bahwa adanya limit – limit
tertentu dihubungkan dengan prinsip “praduga bahwa pengangkut selalu bertanggung jawab” merupakan suatu dasar untuk
menyelesaikan tuntutan – tuntutan ganti rugi dengan secepat – cepatnya dan semudah – mudahnya tanpa harus meminta perantaan
hakim lagi. 3.
Suatu alasan lain untuk prinsip pembatasn adalah suatu alasan yang semata – mata melihat persoalan dari sudut pengangkut udara, yaitu
untuk memungkinkan pengangkut udara memperhitungkan sebelumnya besarnya resiko yang harus ditanggungnya, baik untuk
setiap pesawat udaranya maupun untuk seluruh armadanya. 4.
Dalam tahun – tahun permulaan tumbuhnya industry angkutan udara pernah dikemukakan suatu alasan sebagai berikut: “perlindungan dari
suatu cabang usaha yang financial lemah”. Alasan ini tidak mempunyai dasar sama sekali, meningat bahwa pada umumnya
pengangkut – pengangkut udara dalam hal ini perusahaan – perusahaan penerbangan justru mempunyai modal yang besar sekali
dan bahkan sebagian besar medapat subsidi dari pemerintah dan memang pada kenyataannya perusahaan penerbangan di berbagai
negara adalah sebagian atau seluruhnya milik pemerintah atau sebgian
Universitas Sumatera Utara
besar sahamnya dipunyai oleh pemerintah atau mendapat subsidi – subsidi yang besar.
73
Pada pengangkutan bagasi tangan, berlaku prinsip – prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip bahwa “praduga bahwa pengangkut selalu tidak
bertanggung jawab”. 2.
Prinsip “pembatasan tanggung jawab”.
74
Dari ketentuan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pada prinsipnya pengangkut tidak bertanggung jawab untuk bagasi tangan dan bahwa beban
pembuktian adanya tanggung jawab ini baru ada kalau ada kesalahan pihak pengangkut udara.
75
Dengan adanya prinsip ini maka ada kemungkinan bahwa tidak ada satu pihakpun yang dapat dipertanggung jawabkan mengenai kerugian bagasi tangan,
yaitu bila penumpang membuktikan bahwa ia telah mengambil tindakan seperlunya untuk menjaga barang tersebut, sedangkan pengangkut telah
membuktikan bahwa ia tidak mungkin dapat mencegah timbulnya kerugian.
76
Pengangkut bagasi tercatat dan barang, benda – benda tersebut diserahkan kepada pengawasan pengangkut juga penumpang dapat dikatakan
“diserahkan” ke dalam pengawasan pengangkut, sedangkan bagasi tangan
73
Ibid.
74
Ibid. hal 197.
75
Ibid.
76
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
sepenuhnya berada dalam pengawasan jadi tanggung jawab penumpang sendiri. Dengan demikian maka tanggung jawab pengangkut udara, bila ada, hanya
mungkin berdasarkan atas perbuatan melawan hukum jadi suatu “delictual liability”, suatu “aansprakelijkheid met schuld”.
77
Prinsip – prinsip tanggung jawab tidak berlaku, dalam arti bahwa tanggung jawab pengangkut tidak “presumed” dan tidak terbatas lagi, dalam hal
pengangkut menimbulkan kerugian dengan sengaja atau karena suatu kesalahan berat. apa yang disebut perbuatan sengaja “opzet, dolus, willful misconduct”
dapat kita uraikan sebagai berikut: “tindakan yang salah dari seorang yang sadr bahwa tindakan itu dapat menimbulkan kerugian pada orang lain, dan tindakan itu
justru dilakukan untuk menimbulkan kerugian itu”, sedangkan suatu kesalahan berat “grove schuld, culpa lata, gross negligence” adalah “ suatu tindakan yang
salah dari seorang yang sadar tindakan itu dapat menimbulkan kerugian pada orang lain, tetapi tindakan itu dilakukan juga dengan tidak menghiraukan sama
sekali kemungkinan timbulnya kerugian itu”.
78
Prinsip – prinsip tanggung jawab pada pengangkutan bagasi tangan mungkin tidak berlaku, dalam arti tidak ada “praduga bahwa pengangkut selalu
tidak bertanggung jawab”, tetapi justru ada “proof of liability” dan tidak ada pembatasan, dalam hal pengangkut udara menimbulkan kerugian karena suatu
77
Ibid. hal 198.
78
Ibid. hal 200.
Universitas Sumatera Utara
perbuatan sengaja atau kesalahan berat, sedangkan beban pembuktian dalam hal ini ada pada panumpang.
79
Pengangkut dan penumpang dapat membuat persetujuan khusus untuk menetapkan jumlah ganti kerugian yang lebih tinggi dari jumlah ganti kerugian
yang ditetapkan. Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan
bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakan
80
Jumlah ganti kerugian untuk setiap bagasi tercatat yang hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat
berada dalam pengawasan pengangkut dan kargo yang hilang, musnah atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam
pengawasan pengangkut ditetapkan dengan peraturan menteri perhubungan. Menurut Pasal 167 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009, jumlah ganti
kerugian untuk bagasi kabin tersebut ditetapkan setinggi – tingginya sebesar kerugian nyata, yaitu kerugian yang didasarkan pada nilai barang yang hilang atau
rusak pada saat kejadian penumpang.
81
79
Ibid, hal 201.
80
K. Martono, Amad sudiro, Hukum Angkutan Udara. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011. Hal 301.
81
Ibid.
Menurut Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara:
Universitas Sumatera Utara
1. Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami
kehilangan, musnah atau rusaknya bagasi tercatat sebagaimana dimaksud ditetapkan sebagai berikut:
a. Kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau
bagasi tercatat musnah diberikan ganti kerugian sebesar Rp.200.000,- dua ratus ribu rupiah per kg dan paling
banyak Rp. 4.000.000,- empat juta rupiah per penumpang dan
b. Kerusakan bagasi tercatat diberikan ganti kerugian sesuai
jenisnya bentuk, ukuran dan merk bagasi tercatat. 2.
Bagasi tercatat dianggap hilang sebagaimana dimaksud ayat 1 apabila tidak ditemukan dalam waktu 14 empat belas hari
kelender sejak tanggal dan jam kedatangan penumpang di Bandar udara tujuan.
3. Pengangkut wajib memberikan uang tunggu kepada penumpang
atas bagasi tercatat yang belum dapat dinyatakan hilang sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sebesar Rp. 200.000,- dua
ratus ribu rupiah per hari paling lama untuk 3 tiga hari kelender. Menurut Pasal 6 Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 77 Tahun 2011,
pengangkut dibebaskan dari tuntutan ganti kerugian terhadap hilangnya barang berharga atau barang yang berharga milik penumpang yang disimpan dalam
bagasi tercatat, kecuali pada saat pelaporan keberangkatan check-in, penumpang
Universitas Sumatera Utara
telah menyatakan dan menunjukan bahwa di dalam bagasi tercatat terdapat barang berharga atau barang yang berharga dan pengangkut setuju untuk mengangkutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM DAN TANGGUNG JAWAB PT. SRIWIJAYA