Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Angkutan Udara.

mempertimbangkan masukan dari asosiasi pengguna jasa penerbangan dihitung berdasarkan komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, biaya tuslahsurcharge. 32 Tarif pelayanan penumpang angkutan nonekonomi angkutan udara niaga berjadwal scheduled airlines dalam negeri dan angkutan kargo berjadwal dalam negeri mengacu pada konsep liberal, karena itu pemerintah hanya menentukan prosentasi kapasitas tempat duduk kelas nonekonomi, sedangkan besaran tarif ditentukan oleh perusahaan angkutan udara niaga yang bersangkutan berdasarkan mekanisme pasar supply and demand. Menurut Pasal 130 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, mengenai tarif angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi serta tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif diatur dengan peraturan menteri perhubungan. Menurut peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 tahun 2010, badan usaha angkutan udara niaga berjadwal wajib menetapkan besaran tarif normal, namun demikian besaran tarif tersebut tidak boleh melebihi batas atas yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan. 33 Masalah yang penting pada penerbangan dan angkutan udara adalah tanggung jawab pengangkut atau operator pesawat udara untuk kerugian – kerugian yang ditimbulakannya pada pemakai jasa angkutan udara dan pihak

D. Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Angkutan Udara.

32 Ibid, hal 28. 33 Ibid, hal 31. Universitas Sumatera Utara ketiga, yang mungkin menderita kerugian sebab akibat dari kegiatan penerbangan dan angkutan udara tersebut. Tanggung jawab berarti kewajiban untuk mengganti kerugian karena suatu tindakan seorang pasal 1365 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Menetapkan bahwa “barang siapa menimbulkan kerugian kepada pihak lain karena perbuatan melawan hukum, wajib menggantikan kerugian tersebut”, sedangkan dalam hukum adat terdapat suatu azas bahwa “tiap – tiap gangguan ari keseimbangan, tiap – tiap gangguan benda – benda lahiriah dan rohaniah untuk seseorang akan menimbulkan reaksi untuk mengembalikan keseimbangan tadi, dengan perkataan lain suatu perbuatan yang merugikan orang lain, memberi hak kepada pihak yang dirugikan untuk minta dihilangkan kerugian itu, agar keseimbangan kembali. 34 34 Suwardi, Penulisan Karya Ilmiah Tentang Penentuan Tanggung Jawab Pengangkut Yang Terikat Dalam Kerjasama Pengangkutan Udara Internasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta; 1991, hal 39. Dalam hukum udara internasional masalah tanggung jawab telah lama menjadi perhatian, karena dalam kenyataan konvensi internasional kedua yang penting setelah konvensi Paris 1919 yang mengatur aspek pengaturan penerbangan internasional setelah perang dunia I adalah Konvensi Warsawa 1929 yang mengatur masalah tanggung jawab pengangkut dan dokumen angkutan pada penerbangan internasional, dan disusul dalamtahun 1933 oleh konvensi roma yang mengatur tanggung jawab untuk kerugian yang ditimbulkan pada pihak ketiga di permukaan bumi. perjanjian Roma ini digantikan oleh Konvensi Roma tahun 1952. Universitas Sumatera Utara Dari Konvensi Warsawa 1929 dan konvensi – konvensi lain mengenai tanggung jawab dapat kita simpulkan adanya prinsip – prinsip tanggung jawab sebagai berikut: a. Prinsip “presumption of liability” b. Prinsip “presumption of non liability” c. Prinsip “absolute liability” atau “strict liability” d. Prinsip “limitation of liability” 35 Ad 1. Prinsip “presumption of liability” Prinsip “presumption of liability” oleh beberapa penulis disebut juga “presumption of fault” atau “presumption of negligence”. Berdasarkan Prinsip ini maka pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab untuk kerugian – kerugian yang ditimbulkan pada penumpang, barang atau bagasi tercatat yang diangkutnya. Dalam keadaan biasa pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab tanpa perlu diperhatikan apakah ada alasan hukum untuk tanggung jawab tersebut, misalnya apakah ada suatu tindkan melawan hukum atau apakah ada suatu kesalahan dalam bentuk apapun. 36 Menurut konsep tanggung jawab hukum praduga bersalah presumption of liability concept, perusahaan penerbangan dianggap presumed bersalah, sehingga perusahaan penerbangan demi hukum harus membayar ganti kerugian yang diderita oleh penumpang danatau pengirim barang tanpa dibuktikan 35 E.Suherman, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Udara Indonesia”, N.V.Eresco I,Bandung.1962. hal 43. 36 Suwardi. Opcit. hal 41. Universitas Sumatera Utara kesalahan lebih dahulu, kecuali perusahaan penerbangan membuktikan tidak bersalah 37 yang dikenal sebagai beban pembuktian terbalik. 38 Prinsip ini hanya berlaku untuk bagasi tangan. Dengan prinsip ini maka pengangkut dianggap selalu tidak bertanggung jawab untuk kerugian yang ditimbulkan pada bagasi tangan yaitu barang – barang yang dibawa sendiri oleh penumpang. Ad 2. Prinsip “presumption of non-liability” 39 Perbedaan yang prinsipil antara bagasi tercatat dengan bagasi tangan adalah bahwa bagasi tercatat diserahkan ke dalam pengawasan pengangkut, sedangkan bagasi tangan tidak, Oleh karena itu prinsip tanggung jawabnya pun harus kebalikannya, yaitu bahwa untuk bagasi tangan pengangkut dianggap selalu tidak bertanggung jawab. 40 Secara umum istilah – istilah ini berarti bahwa tanggung jawab berlaku mutlak, tanpa ada kemungkinan membebaskan diri, kecuali dalam hal kerugian yang disebabkan atau turut disebabkan oleh pihak yang menderita kerugian sendiri. Ad 3. Prinsip “absolute liability” atau “strict liability” 41 Menurut konsep tanggung jawab tanpa bersalah legal liability without fault concept, perusahaan penerbangan air carrier bertanggung jawab mutlak 37 Beban pembuktian terbalik atau juga disebut pembuktian negatif. 38 K. Martono, Amad sudiro, Hukum Angkutan Udara. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011. hal 223 39 Suwardi, Penulisan Karya Ilmiah Tentang Penentuan Tanggung Jawab Pengangkut Yang Terikat Dalam Kerjasama Pengangkutan Udara Internasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta; 1991. hal 41. 40 Ibid. 41 Ibid. hal 42. Universitas Sumatera Utara terhadap kerugian yang diderita oleh pihak ketiga 42 yang timbul akibat pendaratan darurat atau jatuhnya barang danatau orang dari pesawat udara, tanpa memerlukan adanya pembuktian terlebih dahulu. 43 Konsep tanggung jawab tanpa bersalah atau tanggung jawab mutlakoperator tidak dapat membebaskan diri kewajiban membayar ganti kerugian damages. 44 Dalam Konvensi Warsawa 1929 dan konvensi – konvensi lain dalam bidang hukum udara, apapun prinsip yang dipergunakan, selalu disertai dengan prinsip “limitation of liability” yaitu bahwa pada dasarnya tanggung jawab pengangkut atau operator pesawat udara dibatasi sampai jumlah tertentu. Ad 4. Prinsip “limitation of liability” 45 Penumpang danatau pengirim barang tidak perlu membuktikan kerugian yang terjadi pada saat pendaratan darurat atau kecelakaan , sehingga penumpang danatau pengirim barang tidak harus membuktikan kesalahan perusahaan penerbangan. Karena perusahaan penerbangan dianggap bersalah, maka sebagai imbalan, perusahaan penerbangan berhak menikmati batas maksimum ganti kerugian yang telah ditetapkan dalam konvensi atau peraturan perundang – 42 Pihak ketiga adalah pihak – pihak yang tidak tahu menahu penggunaan pesawat udara, tetapi menderita kerugian akibat dampak negative penggunaan pesawat udara. contoh konkretnya adalah korban penduduk dan harta benda mereka yang juga menyisakan trauma yang mendalam akibat kecelekaan Mandala airlines tanggal 5 September 2005 di Padang Bulan, Medan. Kecelakaan Pesawat udara juga menimbulkan pencemaran seperti kasus kecelakaan Silk Air di Palembang yang mencemari Sungai Musi, kecelakaan Mandala Airlines yang terpaksa mengadakan sanitasi atau disinfektan untuk mecegah wabah penyakit akibat korban yang meninggal dunia. 43 K. Martono, Amad sudiro, Hukum Angkutan Udara. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011. hal 228 44 Ibid. hal 228. 45 Suwardi, Penulisan Karya Ilmiah Tentang Penentuan Tanggung Jawab Pengangkut Yang Terikat Dalam Kerjasama Pengangkutan Udara Internasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta; 1991. hal 42. Universitas Sumatera Utara undangan artinya berapa pun kerugian yang diderita oleh penumpang danatau pengirim barang, perusahaan penerbangan tidak akan selalu bertanggung jawab membayar semua kerugian yang diderita oleh penumpang danatau pengirim barang, melainkan hanya memabayar sejumlah yang ditetapkan di dalam konvensi atau peraturan perundang – undangan. 46 46 K. Martono, Amad Sudiro, Opcit. hal 224. Prinsip ini mengatur soal tanggung jawab pengangkut yang dibatasi sampai jumlah tertentu. Dari beberapa penjelasan terhadap prinsip tanggung jawab pengangkutan diatas secara umum dapat diketahui bahwa tanggung jawab adalah ditimbulkan dari akibat adanya keadaan yang menyebabkan kerugian ataupun kehilangan terhadap pihak lain yang merupakan akibat dari penyelenggaraan suatu perjanjian pengangkutan. Pasal 1365 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata KUHPerdata yang menyatakan “Bahwa barang siapa yang menimbulkan kerugian pada pihak lain karena perbuatannya yang melawan hukum wajib mengganti kerugian tersebut”. Peraturan ini tetap berlaku terhadap setiap perjanjian yang diadakan oleh para pihak yang berkepentingan dan para pihak yang secara tidak sengaja menjadi turut ke dalam perjanjian tersebut secara dikehendaki ataupun tidak dikehendaki. Dari prinsip – prinsip tersebut dimaksudkan untuk dapat terselenggaranya tujuan penerbangan sesuai dengan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang tercantum dalam Pasal 3 yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat. 2. Mempelancar arus perpindahan orang danatau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka mempelancar kegiatan perekonomian nasional. 3. Membina jiwa kedirgantaraan. 4. Menjunjung kedaulatan negara. 5. Menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri angkutan udara nasional. 6. Menunjang, mengerakkan dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional. 7. Memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka perwujudan nusantara. 8. Meningkatkan ketahanan nasional. 9. Mempererat hubungan antar bangsa. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan menerapkan konsep tanggung jawab hukum praduga bersalah presumption of liability concept seperti halnya yang berlaku pada konvensi Warsawa 1929 dan konsep tanggung jawab atas dasar kesalahan based on fault liability, khusus mengenai bagasi kabin cabin baggage. Hal ini terbukti dari ketentuan Pasal 141 ayat 1 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan yang mengatakan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal Universitas Sumatera Utara dunia, cacat tetap ,misalnya kehilangan atau menyebabkan tidak berfungsinya salah satu anggota badan atau yang mempengaruhi aktivitas secara normal seperti hilangnya tangan, kaki, atau mata yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat udara danatau naik turun pesawat udara, kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut sesuai dengan Pasal 144 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah, rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama kargo berada dalam pengawasan pengangkut berdasarkan Pasal 145 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Berdasarkan ketentuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 141 ayat 1, Pasal 144 dan Pasal 145 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, pengangkut otomatis bertanggung jawab dibuktikan lebih dulu, sehingga pengangkut berhak menikmati batas ganti kerugian yang ditetapkan oleh Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009, namun demikian menurut Pasal 141 ayat 2 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009, bats ganti kerugian tersebut tidak dapat dinikmati oleh pengangkut bilamana kerugian tersebut timbul karena tindakan sengaja willful misconduct atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakan, sehingga ahli waris atau korban dapat melakukan tuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian tambahan selain ganti kerugian yang ditetapkan unlimited liability principle sesuai dengan Pasal 141 ayat 3 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009. Universitas Sumatera Utara Bukti lain berlakunya konsep praduga bersalah presumption of liability dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 adalah kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi dan kargo. Dikatakan bahwa pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional Pasal 146 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009. Dalam Pejelasan yang dimaksud faktor cuaca dan teknis operasional adalah Faktor cuaca: Hujan lebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang di bawah standar minimal weather minima yang menggangu keselamatan penerbangan, faktor operasional: bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat dgunakan operasional pesawat udara, lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya misalnya retak, banjir, atau kebakaran, terjadinya antrian pesawat udara lepas landas take off, mendarat landing, atau alokasi waktu keberangkatan depatur slot time di bandar udara, keterlambatan pengisian bahan bakar aviation turbine, sedangkan tidak dapat digunakan sebagai alasan adalah keterlambatan pilot, co-pilot, dan awak kabin, keterlambatan jasa boga catering, keterlambtana penanganan di darat, menunggu penumpang, baik yang melapor check in, pindah pesawat udara transfer atau penerbangan lanjutan connection flight dan ketidaksiapan pesawat udara. Angkutan bagasi kabin cabin baggage berlaku konsep tanggung jawab berdasarkan kesalahan based on fault liability sebagaimana disebutkan dalam Pasal 143 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Universitas Sumatera Utara Menurut pasal tersebut pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian karena hilang atau rusaknya kabin, kecuali apabila penumpang membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakan. Maksud dari ketentuan ini adalah bagasi kabin yaitu barang yang dibawa oleh penumpang dan berada dalam pengawasan penumpang sendiri, rasanya tidak adil bilamana pengangkut yang bertanggung jawab , kecuali bagasi kabin tersebut diserahkan kepada pramugari atau pramugara selama penerbangan berlangsung. 47 Menurut Pasal 16 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011, Tanggung jawab pengangkut sebagaimana dimaksud wajib Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan juga mengatur kewajiban asuransi terhadap tanggung jawab perusahaan penerbangan, asuransi pengoperasian pesawat udara, asuransi operator bandar udara bahkan juga wajib mengasuransikan kegiatan lainnya. Pasal 179 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Perusahaan penerbangan wajib mengasuransi tanggung jawab hukum atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka – luka, tanggung jawab hukum atas kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, tanggung jawab hukum atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah atau rusak, tanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pengirim kargo karena kargo yang dikirim hilang, musnah atau rusak dan tanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi atau kargo. 47 Ibid, hal 295. Universitas Sumatera Utara diasuransikan kepada perusahaan asuran dalam bentuk konsorsium asuransi. bentuk konsorium bersifat terbuka kepada seluruh perusahaan asuransi yang memenuhi syarat dan perizinan untuk dapat berpatisipasi dalam program asuransi tanggung jawab pengangkut angkutan udara. Universitas Sumatera Utara

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BARANG – BARANG