Latar Belakang. PENUTUP A.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Angkutan atau kendaraan adalah alat transportasi yang digerakkan oleh mesin atau makhluk hidup yang merupakan sarana pendukung bagi kemajuan perekonomian suatu bangsa. Alat transportasi digunakan oleh manusia untuk memudahkan manusia dalam melakukan kegiatan atau aktivitas sehari-hari. Penduduk di negara maju biasanya menggunakan alat transportasi seperti kereta bawah tanah dan taksi. Penduduk disana jarang mempunyai kendaraaan pribadi karena mereka sebagian besar menggunakan angkutan umum sebagai alat transportasi mereka. Transportasi dibagi menjadi 3 jenis yaitu: Transportasi darat, Transportasi laut dan Transportasi Udara. Transportasi udara merupakan sarana angkutan yang memerlukan banyak uang dalam penggunaanya dikarenakan menggunakan teknologi canggih dan juga merupakan alat transportasi atau angkutan tercepat dibandingkan angkutan lainnya. Dalam penggunaan ketiga jenis alat transportasi tersebut terdapat aspek-aspek hukum yang mengaturnya. Di Indonesia sendiri ada, Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 yang mengatur tentang angkutan di darat, Undang-Undang nomor 17 tahun 2008 tentang angkutan di laut dan Undang-Undang nomor 1 tahun 2009 yang mengatur tentang angkutan udara. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 mengatur tentang penerbangan di Indonesia. Pasal 1 angka 1 menyebutkan Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, Universitas Sumatera Utara angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya. Semua hal-hal diatas merupakan satu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan. Di dalam Undang-Undang no 1 tahun 2009 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang no 15 tahun 1992 yang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan penerbangan saat ini. Banyak yang merupakan kebijakan yang baru yang diatur didalam Undang-Undang no 1 tahun 2009 seperti: modal angkutan udara niaga commercial airline capital, komposisi saham share holder composition, kepemilikan pesawat udara aircraft ownership, jaminan bank bank guarantee, sumber daya manusia resource persons, kerjasama antar perusahaan penerbangan airline’s joint venture, tarif penumpang passenger’s tariff yang meliputi tariff penumpang kelas ekonomi economic class passenger tariff, tarif batas atas upper limit tariff, tarif atas bawah referensi, tarif non ekonomi, mekanisme penetapan tarif penumpang kelas ekonomi, tarif jasa kebandarudaraan yang meliputi tarif pelayanan kebandarudaraan, mekanisme penetapan besaran tarif pelayanan jasa terkait bandar udara, penegakan hukum law enforcement. 1 Terkait hal baru yang diatur diatas, masalah penumpang merupakan masalah yang paling krusial saat ini, permasalahan mengenai keselamatan penumpang sampai dengan kondisi barang penumpang. Dalam hukum pengangkutan, kewajiban pengangkut antara lain mengangkut penumpang danatau barang dengan aman, utuh dan selamat sampai di tempat tujuan, 1 K. Martono, Amad Sudiro. Hukum Angkutan Udara. PT.Raja Grafindo, Jakarta, 2011, hlm7. Universitas Sumatera Utara memberikan pelayanan yang baik, mengganti kerugian penumpang dalam hal adanya kerugian yang menimpa penumpang, memberangkatkan penumpang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan lain-lain. Sedangkan kewajiban penumpang adalah membayar ongkos pengangkutan yang besarnya telah ditentukan, menjaga barang-barang yang berada dibawah pengawasannya, melaporkan jenis-jenis barang yang dibawa terutama barang-barang yang berkategori berbahaya, mentaati ketentuan-ketentuan yang ditetapkan pengangkut yang berkenaan dengan pengangkutan. Hak dan kewajiban suatu pihak biasanya tertuang dalam suatu dokumen perjanjian pengangkutan. Secara teoritis, perjanjian pengangkutan merupakan suatu perikatan dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain sedangkan pihak lainnya, menyanggupi untuk membayar ongkosnya. 2 Dalam praktik kegiatan transportasi udara sering kali pengangkut tidak memenuhi kewajibannya secara baik dan benar atau dapat dikatakan telah Ketentuan tentang pengangkutan tersebut juga berlaku di dalam kegiatan pengangkutan atau transportasi udara, dalam hal ini pengangkut atau maskapai penerbangan berkewajiban untuk mengangkut penumpang dengan aman dan selamat sampai di tempat tujuan secara tepat waktu, dan sebagai kompensasi dari pelaksanaan kewajibannya tersebut maka perusahaan penerbangan mendapatkan bayaran sebagai ongkos penyelenggaran pengangkutan dari penumpang. 2 R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya, Bandung, 1995, hlm 69. Universitas Sumatera Utara melakukan “wanprestasi”. Beberapa hal yang dapat dikatakan pengangkut melakukan wanprestasi antara lain: 1. Kecelakaan Pesawat yang menyebabkan penumpang meninggal dunia atau cacad. 2. Penundaan penerbangan atau “delay”. 3. Keterlambatan. 4. Kehilangan atau kerusakan barang milik bagasi penumpang. 5. Pelayanan yang kurang memuaskan. 6. Informasi tentang produk jasa yang ditawarkan dan lain-lain. 3 Dari beberapa hal yang dikemukakan diatas masalah mengenai kehilangan atau kerusakan barang milik bagasi penumpang merupakan hal yang sering terjadi. banyak pengangkut yang mengabaikan masalah bagasi milik penumpang sehingga penumpang angkutan udara merasa tidak nyaman mengenai barang- barang bawaan mereka. Setiap Kerugian yang dialami oleh penumpang merupakan masalah hukum khususnya merupakan tanggung jawab perusahaan penerbangan atau pengangkut carrier terhadap penumpang dan pemilik barang baik sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan maupun sebagai konsumen. Tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan dapat dilakukan terhadap permasalahan tersebut. 4 Pada prinsipnya kegiatan pengangkutan udara merupakan hubungan hukum yang bersifat perdata akan tetapi mengingat transportasi udara telah menjadi kebutuhan masyarakat secara luas maka diperlukan campur tangan 3 http:majalahkonstan.com, diakses pada tanggal 23 Febuari 2012 pukul 19.00 wib. 4 Ridwan Khairandy, Tanggung Jawab pengangkut dan Asuransi Tanggung Jawab Sebagai Instrument Perlindungan Konsumen Angkutan Udara, Jurnal Hukum Bisnis vol 25, Jakarta, 2006, hlm 20-21. Universitas Sumatera Utara pemerintah dalam kegiatan pangangkutan udara yaitu menentukan kebijakan- kebijakan atau regulasi yang berhubungan dengan kegiatan pengangkutan udara, meskipun pada prinsipnya perjanjian pengangkutan pada hakekaatnya juga harus tunduk pada pasal-pasal dari bagian umum dari hukum perjanjian Burgelijk Wetboek KUHPerdata akan tetapi ada undang-undang telah ditetapkan aturan- aturan yang lebih khusus yang bertujuan demi kepentingan umum membatasi dalam hal kebebasan membuat perjanjian pengangkutan yaitu meletakkan berbagai kewajiban khusus kepada pihaknya pengangkut yang tidak boleh disingkirkan dalam perjanjian. 5 Suatu sistem perlindungan hukum bagi barang-barang penumpang dalam jasa angkutan udara adalah suatu sistem yang terdiri dari peraturan perundang- undangan dan prosedur yang mengatur semua aspek yang baik langsung maupun tidak langsung. Pada kegiatan penerbangan komersil atau transporatsi udara niaga terdapat beberapa ketentuan yang berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut udara terhadap penumpang dan juga barang-barang penumpang baik yang bersumber pada hukum nasional maupun yang bersumber pada hukum internasional. Ketentuan hukum nasional yang secara khusus mengatur tentang kegiatan penerbangan saat ini adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 tahun 1992, dan beberapa peraturan pelaksananya. Sedangkan ketentuan yang secara khusus mengatur tentang kegiatan penerbangan komersial domistik adalah Luchtvervoer ordonantie Stbl. 1939:100 atau ordonansi 1939 yang biasa 5 ibid hal 69. Universitas Sumatera Utara disingkat OPU 1939. Di dalam OPU ini ditegaskan tentang tanggung jawab pengangkut. Sedangkan ketentuan hukum internasional yang terkait erat dengan kegiatan penerbangan sipil adalah Konvensi Warsawa 1929. Banyak hal hukum yang terkait mengenai angkutan udara. Maka daripada itu saya akan membahas pengangkut melakukan wanprestasi dalam kerusakan atau kehilangan barang-barang milik penumpang dalam skripsi saya ini. Hal-hal yang terkait dengan perjanjian penumpang dengan jasa pengangkut, perjanjian mengenai angkutan barang-barang milik penumpang, perlindungan hukum terhadap barang tersebut sampai dengan tanggung jawab barang-barang tersebut. Seperti pada beberapa contoh kasus berikut ini yang demikianlah kronologis ceritanya lebih dan kurang. Teguh Priyo Utomo penumpang Sriwijaya Air tanggal 26 Desember 2011 dari Surabaya tujuan Pangkalpinang dengan penerbangan SJ 269 Surabaya SUB- Jakarta CGK dan SJ 074 Jakarta CGK-Pangkalpinang PGK dengan nomor tiket 97724050680754. Pada saat mendarat pada pukul 16.30 wib di Bandara Depati Amir Pangkalpinang saya tidak mendapati bagasi saya dengan nomor 01- 30-42, berupa kopor berwarna biru dengan berat 19 Kg yang berisi peralatan kamera, tas kamera, pakaian, data-data dalam flash disk, buku, yang saya hitung nilainya kurang lebih dari 5 juta rupiah. Saya sudah melaporkan kepada petugas lost and found Sriwijaya Air, petugas tersebut meminta waktu paling lama 2 minggu untuk mencari bagasi tersebut. Selama masa pencarian, petugas tersebut cukup kooperatif dengan menghubungi saya jika ada informasi terkait bagasi saya tersebut. Pada masa pencarian tersebut, saya juga menemui manager Sriwijaya Universitas Sumatera Utara Pangkalpinang yang menyatakan akan berusaha mencari dan membuat surat pengajuan kehilangan bagasi ke pusat Sriwijaya Air Jakarta pada saat itu juga. Namun sampai 2 minggu lebih saya tunggu ternyata bagasi saya tidak ditemukan, dan ternyata surat pengajuan kehilangan bagasi belum dikirimkan ke Pusat di Jakarta. Pada tanggal 21 Januari 2011, saya mendapat informasi dari petugas bahwa klaim bagasi yang diberikan pihak Sriwijaya Air hanya sebesar Rp 50.000kg. Sungguh tidak sebanding dengan nilai barang yang telah hilang. 6 Athur Andry Sibarani penumpang pesawat Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ 161 Tarakan– Balikpapan–Cengkareng pada tanggal 9 Desember 2011.Dalam penerbangan itu saya kehilangan bagasi, berupa 1 buah kardus besar berisikan 6 porsi besar kepiting senilai Rp 175 ribu perporsi, sehingga total Rp 1.050 ribu, menurut informasi bagasi saya terbawa oleh penumpang transit Balikpapan-cengkareng-lampung. Makanan tersebut tidak tahan lama, hanya satu malam, sedangkan pihak sriwijaya bersikeras memberikan solusi mengantar barang saya keesokan harinya dengan asumsi paling cepat jam 6 sore. Kepiting masak hanya sanggup bertahan sekitar 10 jam sedangkan pihak sriwijaya hanya menyanggupkan mengembalikan keesokan sore menjelang malam, itu berarti akan memakan waktu kurang lebih 33 jam. Dari pihak Sriwijaya Air menawarkan alternative lain dengan hanya mengganti Rp 30 ribu per kg, barang saya total 10 kg, berarti jumlah totalnya Rp 300 ribu, jauh dari nilai bagasi saya. Yang mengherankan, bagaimana mungkin seorang penumpang yang hanya sekedar transit di Jakarta ikut antri mengambil bagasi, seharusnya dia hanya turun untuk 6 http:suarapembaca.detik.comreadkoper-hilang-di-sriwijaya-air-penggantian-tidak- sebanding, diakses pada tanggal 23 Febuari 2012 pukul 19.00 wib. Universitas Sumatera Utara sekedar memutar ke tempat departure dan bagasi sudah diurus menuju ke tempat tujuan dia Lampung. Apakah tidak ada pengawasan yang memadai dari pihak Sriwijaya sehingga penumpang tersebut bisa lolos membawa bagasi dengan nomor bagasi yang berbeda. 7 1. Bagaimana penyelenggaraan perjanjian pengangkutan dalam angkutan udara menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Berdasarkan kronologis kasus-kasus diatas dapat disimpulkan bahwa kurangnya perlindungan hukum terhadap barang-barang milik penumpang dalam angkutan udara, bagaimana pertanggung jawaban pihak maskapai terhadap barang penumpang yang hilang atau rusak maka untuk itu saya sebagai penulis membuat skripsi saya yang berjudul “ Perlindungan Hukum Terhadap Barang-Barang Milik Penumpang Dalam Angkutan Udara Studi Pada PT. Sriwijaya Air, Medan”.

B. Permasalahan.