Subyek Objek Perjanjian Dalam Pengangkutan Udara.

1 Pengangkutan sebagai usaha business. 2 Pengangkutan sebagai perjanjian agreement. 3 Pengangkutan sebagai proses penerapan applying process. 14 Ketiga aspek pengangkutan tersebut menyatakan kegiatan yang berakhir dengan pencapaian tujuan pengangkutan. Kata yang paling tepat untuk menyatakan ketiga aspek kegiatan dan hasilnya itu adalah “Pengangkutan“. Karena sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, bukan “angkutan”. Istilah angkutan sendiri artinya hasil dari perbuatan mengangkut atau menyatakan apa yang diangkut muatan. Jika dipakai dengan istilah hukum yang tepat adalah “hukum pengangkutan” transportation law bukan “Hukum Angkutan”. Menurut Pasal 33 Konvensi Warsawa 1929, perusahaan penerbangan maupun penumpang danatau pengirim barang bebas membuat perjanjian transportasi udara internasional asalkan perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan – ketentuan yang diatur dalam konvensi Warsawa 1929, sedangkan berlakunya konvensi Warsawa 1929 diatur dalam Pasal 34. 15 14 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Cipta Aditya Bakti, Bandung: 2008, hal 1 15 K. Martono, Amad sudiro, Hukum Angkutan Udara.PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta. 2011, hal 256.

B. Subyek Objek Perjanjian Dalam Pengangkutan Udara.

Perjanjian pengakutan udara merupakan perjanjian timbal balik dan sepihak yang merupakan salah satu dari jenis – jenis perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak melakukan prestasi secara timbal balik. Di dalam sebuah perjanjian terdapat subjek dan objek perjanjian begitu juga di dalam pengangkutan udara. Universitas Sumatera Utara Subjek hukum pengangkutan merupakan badan atau orang yang dikenakan hak dan kewajiban. Subjek hukum pengangkutan antara lain adalah: 1 Pihak yang secara langsung terikat dalam perjanjian yaitu mereka yang secara langsung terikat memenuhi kewajiban dan memperoleh hak dalam perjanjian pengangkutan. Mereka adalah pengangkut, penumpang, pengirim barang, dan adakalanya penerima dimasukkan. 2 Pihak yang tidak secara langsung terikat dengan perjanjian yaitu mereka yang secara tidak langsung terikat pada perjanjian pengangkutan karena bukan termasuk pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan bertindak untuk atas nama, kepentingan pihak lain atau karena sesuatu alasan mereka memperoleh hak dalam perjanjian pengangkutan. 16 Ad 1. Pengangkut Pengangkutan adalah berasal dari kata “angkut” yang berarti mengangkut dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan sebagai pembawa barang-barang atau orang-orang penumpang. 17 HMN Purwosutjipto mendefinisikan, pengangkutan adalah perjanjian timbale balik antara pengangkut sebagai pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. 18 Dalam Kitab Undang – Undang Hukum Dagang KUHD tidak ada definisi pengangkutan secara umum, kecuali dalam pengangkutan laut. Tetapi 16 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Op.cit, hal. 32. 17 W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Departemen P dan K, Balai Pustaka, Jakarta, 1976, Hal. 97 18 HMN. Purwosucipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3, hukum pengangkutan, Djambatan, Jakarta, 1991, hal.2 Universitas Sumatera Utara dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang danatau penumpang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Singkatnya, pengangkut adalah pihak yang penyelenggara pengangkutan. Pengangkut yang tidak memiliki perusahaan pengangkuan, tetapi menyelenggarakan pengangkutan, hanya menjalankan pekerjaan pengangkutan. Sedangkan, menurut pasal 1 ayat 26 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pengangkut adalah badan usaha angkutan udara niaga, pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuan Undang – Undang ini, danatau badan usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian angkutan udara niaga. Angkutan udara terdiri atas angkutan udara niaga berjadwal scheduled airlines dengan angkutan udara tidak berjadwal non-scheduled airlines baik domestik maupun internasional. Dalam Undang – Undang Republik Indonesia No 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan tidak terdapat pengertian angkutan udara niaga berjadwal scheduled airlines, namun demikian dapat meminjam pengertian yang terdapat dalam di dalam keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 13S1971. 19 Menurut keputusan tersebut angkutan udara berjadwal schedule airlines adalah penerbangan yang berencana menurut suatu jadwal perjalan pesawat udara yang tetap dan teratur melalui ruta – rute yang telah ditetapkan, sedangkan 19 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 13s1971 tentang Syarat – Syarat dan Ketentuan – ketentuan Mengenai Penggunaan Pesawat Terbang Secara Kormersil di Indonesia. Universitas Sumatera Utara angkutan udara niaga tidaak berjadwal adalah penerbangan dengan pesawat udara secara tidak terencana. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, angkutan udara niaga berjadwal diatur dalam pasal 85. Menurut pasal tersebut angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri domestic scheduled airlines hanya dapat dilakukan oleh badan usaha angkutan udara nasional yang telah mendapatkan izin usaha angkutan udara niaga berjadwal scheduled airlines, namun demikian, atas inisiatif – inisiatif pemerintah danatau atas permintaan badan usaha angkutan udara niaga nasional yang bersangkutan, dalam keadaan tidak terpenuhi atau tidak terlayaninya permintaan jasa angkutan udara oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal pada rute udara niaga tidak berjadwal non-scheduled airlines setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri Perhubungan, asalkan kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal non- scheduled airlines yang dilaksanakan oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal scheduled airlines tersebut tidak menyebabkan terganggunya pelayanan pada rute yang menjadi tanggung jawabnya dan pada rute yang masih dilayani oleh badan usaha angkutan udara niaga berjadwal lainnya. Ad 2. Pengirim Consinger,Shipper Sama halnya dengan pengangkut, pengirim adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan. Dalam KUHD juga tidak diatur defenisi pengirim secara umum. Tetatpi dilihat dari pihak perjanjian pengangkutan, pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan. Pengirim dalam bahasa Universitas Sumatera Utara Inggris disebut “consigner”, tetapi khususnya untuk pengangkutan laut disebut “shipper”. Pengirim adalah pemilik barang atau penjual eksportir, atau majikan penumpang dalam perjanjian pengangkutan serombongan penumpang tenaga kerja, olah raga. Pemilik barang dapat berupa manusia pribadi , atau perusahaan perseroan atau perusahaan persekutuan badan hukum, dan bukan badan hukum atau perusahaan umum perum. Sedangkan penjual eksportir selalu berupa perusahaan persekutuan badan hukum atau bukan badan hukum. Majikan penumpang adalah kepala rombongan atau ketua organisasi tertentu. Ad 3. Penumpang passanger. Penumpang adalah orang yang mengikatkan diri kepada pihak pengangkut. 20 Pihak pengangkut adalah pihak-pihak yang melakukan pengangkutan terhadap barang dan penumpang orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan baik dengan cara Carter menurut waktu perjalanan. 21 20 Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport, Angkutan Laut, Angkutan Udara, USU Press, Medan, 2006, Hal 20 21 Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal 135 Penumpang adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan penumpang. Penumpang mempunyai dua kedudukan, yaitu sebagai subjek karena ia adalah pihak dalam perjanjian, sebagai objek karena ia adalah muatan yang diangkut. Sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan, penumpang harus sudah dewasa atau mampu melakukan perubahan hukum atau mampu membuat perjanjian Pasal 1320 KUHPerdata Universitas Sumatera Utara Kenyataan menunjukan bahwa anak – anak dapat membuat perjanjian pengangkutan menurut kebiasaan yang berlaku didalam masyrakat ialah fungsi dan tujuan pengangkutan. Anak – anak sekolah naik taksi atau bus ke kota untuk mencapai tujuan yaitu tiba dengan selamat di sekolah atau di rumah masing – masing. Apakah kebiasaan ini dapat diartikan menyingkirkan Pasal 1320 KUHPerdata. . Dalam Undang – Undang Republik Indonesia No 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan tidak terdapat pengertian penumpang namun menurut Undang – Undang No 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Menurut Pasal 1 ayat 25, Penumpang adalah orang yang berada di dalam kendaraan selain pengemudi dan awak kendaraan. Objek hukum adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan hukum. Yang diartikan “objek hukum” pengangkutan adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai tujuan hukum pengangkutan. Tujuan hukum pengangkutan adalah terpenuhinya kewajiban dan hak pihak – pihak dalam pengangkutan, maka yang menjadi objek hukum pengangkutan adalah: 22 1 Muatan barang. 2 Muatan penumpang. 3 Alat pengangkutan. 4 Biaya pengangkutan. Ad 1. Muatan Barang. 22 AbdulKadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1994. hal 61 Universitas Sumatera Utara Muatan Barang yang diangkut oleh pesawat udara udara disebut kargo. Menurut Undang – Undang No 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Pasal 1 Ayat 23, Kargo adalah setiap barang yang diangkut oleh pesawat udara termasuk hewan dan tumbuhan selain pos, barang kebutuhan pesawat selama penerbangan, barang bawaan atau barang tidak bertuan. Barang – barang yang dibawa oleh penumpang dalam perjanjian yang dikenal secara luas ada 2 jenis yaitu: a. Barang bawaan, ialah barang – barang kecil, yang dapat dibawa oleh penumpang dalam tempat duduknya, misalnya Kopper tangan. Adanya barang – barang ini tidak perlu dilaporkan kepada pengangkut dan terhadap barang – barang ini tidak dipungut biaya. b. Barang – barang bagasi ialah barang – barang yang dilaporkan kepada pengangkut dan untuk ini penumpang mendapat tiket bagasi. sampai berat tertentu penumpang dapat melaporkan barang bagasi tanpa biaya. Definisi otentik mengenai bagasi tersebut dalam pasal 6 ayat 2 OPU yang berbunyi : “Bagasi adalah semua barang kepunyaan atau di bawah kekuasaan seorang penumpang yang atas namanya sebelum ia penumpang pesawat terbang diminta untuk diangkut melalui udara”. 23 Undang – Undang No. 15 Tahun 1992 belum mengatur angkutan barang khusus dan berbahaya, sedangkan dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, angkutan barang khusus dan berbahaya diatur dalam Pasal 23 Sution Usman Adji, dkk. Hukum Pengangkutan di Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta: 1990. hal 59 Universitas Sumatera Utara 136 sampai dengan Pasal 139. Barang khusus tersebut dapat berupa barang yang khusus karena sifat, jenis, dan ukurannya memerlukan penanganan khusus, sedangkan barang berbahaya dapat berbentuk cair , bahan padat atau bahan gas yang dapat membahayakan kesehatan, keselamatan jiwa, dan harta benda, serta keselamatan dan keamanan penerbangan. 24 Barang berbahaya dapat diklasifikasikan bahan peledak explosive, gas yang dimampatkan, dicairkan, atau dilarutkan dengan tekanan compressed gases, liquefied or dissolved under pressured, cairan mudah menyala atau terbakar flammable solids, bahan atau barang pengoksidasi oxidizing substance, bahan atau barang beracun dan mudah menular toxic and infectious substances, bahan atau barang radio aktif radioactive material, bahan atau barang perusak corrosive substances, cairan, aerosol, jelly liquids, aerosols, and gels dalam jumlah tertentu atau bahan atau zat berbahaya lainnya miscellaneous dangerous substances. 25 Semua calon penumpang pesawat udara, kargo udara air cargo, bagasi tercatat check baggage, bagasi kabin cabin baggage harus melalui pemeriksaan oleh pihak keamanan bandar udara. Barang – barang bawaan calon penumpang pesawat udara harus diperiksa melalui mesin pemindai x-ray machine untuk memastikan bahwa bagasi tercatat, bagasi kabin, serta barang bawaan mereka aman tidak berisi bahan danatau barang berbahaya seperti senjata api atau barang – barang yang dikategorikan ke dalam barang berbahaya, namun demikian bilamana senjata api maupun senjata tajam tersebut diperlukan dan 24 E.Suherman, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Udara Indonesia”, N.V.Eresco I,Bandung 1962. hal 74. 25 Ibid. hal 75. Universitas Sumatera Utara harus dibawa di dalam penerbangan dapat diizinkan dan diperlakukan sebagai security item dengan prosedur dan pengawasan yang ketat. 26 Sebagai pengusaha pengangkutan, pengangkut memiliki alat pengangkutan sendiri atau menggunakan alat pengangkutan orang lain dengan perjanjian sewa. Alat pengangkutan darat adalah kenderaan bermotor yang dijalankan oleh pengemudi sopir. Alat pengangkutan jalan rel adalah kereta api yang dijalankan oleh masinis. Alat pengangkutan laut adalah kapal laut niaga yang dijalankan oleh nakhoda. Alat pengangkutan udara adalah peswat udar a yang dijalankan oleh Ad 2. Muatan Penumpang Muatan penumpang lazim disebut penumpang saja. Sama halnya dengan barang, penumpang juga tidak ada definisinya dalam undang – undang. tetapi dilihat dari perjanjian pengangkutan selaku objek perjanjian, penumpang adalah setiap orang yang berbeda dalam alat pengangkutan yang memiliki tiket penumpang, yang diangkut dari satu tempat ke tempat tujuan. Setiap penumpang yang diangkut memperoleh pelayanan yang wajar dari pengangkut, bergantung dari jenis pengangkutan, jarak pengangkutan, jumlah biaya pengangkutan. Pelayanan terutama terdiri Makanan, Minuman serta perawatan kesehatan ringan selama perjalanan. Selain itu, juga hiburan dan bacaan dalam perjalanan. Pelayanan yang lebih baik terdapat pada pengangkutan udara dan pengangkutan laut. penumpang dengan kapal laut khusus, seperti kapal kambuna. Ad 3. Alat Pengangkutan. 26 K. Martono, dkk. Transportasi`Bahan danatau Barang Berbahaya Dengan Pesawat Udara. Rajagrafindo persada. Jakarta: 2011. hal 5. Universitas Sumatera Utara pilot. Sopir, masinis, nakhoda, pilot bukan pengangkut melainkan sebagai buruh pengangkut yang dikuasai oleh hubungan hukum peburuhan Bab VII-A KUHPerdata. Semua alat pengangkutan harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh undang – undang. Ad 4. Biaya Pengangkutan Dalam KUHD tidak diatur secara umum mengenai biaya pengangkutan. Tetapi dilihat dari perjanjian pengangkutan, biaya pengangkutan adalah kontra prestasi terhadap penyelenggaraan pengangkutan yang dibayar oleh pengirim atau penerima atau penumpang kepada pengangkut. Dalam pengangkutan barang, biaya pengangkutan dapat dibayar lebih dahulu oleh pengirim atau dibayar kemudian oleh penerima. Pasal 533-j KUHD menentukan bahwa biaya pemeliharaan penumpang selama pengangkutan termasuk dalam biaya pengangkutan. Dengan demikian, Biaya pengangkutan terdiri dari 2 unsur yaitu, pertama kontra prestasi penyelenggara pengangkutan, kedua biaya pemeliharaan yang meliputi makan dan minum selama pengangkutan. Menurut Pasal 533-I KUHD biaya pengangkutan penumpang harus dibayar lebih dahulu. Perhitungan jumlah biaya pengangkutan ditentukan juga oleh beberapa hal berikut ini: 1. Jenis pengangkutan yaitu pengangkutan darat, laut dan udara. Tiap pengangkutan mempunyai biaya pengangkutan yang tidak sama. Universitas Sumatera Utara 2. Jenis alat pengangkutan yaitu bus, kereta api, kapal laut, pesawat udara. Tiap jenis alat pengangkutan mempunyai pelayanan dan kenikmatan yang berbeda sehingga berbeda pula tariff yang ditetapkan. 3. Jarak pengangkutan yaitu jarak jauh atau jarak dekat. Jarak jauh memakan biaya pengangkutan lebih banyak dibandingkan jarak dekat. 4. Waktu pengangkutan yaitu cepat atau lambat. Pengangkutan yang cepat ekspress kilat lebih besar biayanya dibandingkan dengan pengangkutan biasa lansam. 5. Sifat muatan yaitu berbahaya, mudah rusak, mudah busuk, mudah pecah. Sifat ini mempunyai kemungkinan timbul kerugian yang lebih besar jika dibandingkan dengan muatan yang mempunyai sifat tidak berbahaya. 27

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Pengangkutan udara.