37
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Kandungan Inulin pada Pisang Awak, Pisang Barangan dan Pisang
Kepok
Inulin merupakan komponen pangan yang tidak dapat dicerna dan memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri baik dalam
pencernaan. Inulin terdapat di beberapa tanaman seperti umbi dahlia, gandum, bawang putih, daun bawang, bawang merah, dan pisang. Dari semua sumber inulin tersebut,
pisanglah yang paling mudah dikonsumsi oleh kelompok masyarakat termasuk bayi. Adapun dalam pemilihan pisang barangan, awak, dan kepok yang dijadikan
sampel dipilih pisang yang belum terlalu matang. Hal ini karena mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk membawa pisang ke lokasi laboratorim. Walaupun
waktu yang dibutuhkan tidak lebih dari 24 jam namun buah pisang termasuk buah yang cepat matang dalam hitungan jam sehingga dipilih buah pisang dengan kulit yang
hijau kekuningan. Dengan asumsi ketika tiba di laboratorium pisang sudah dalam keadaan matang.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ketiga jenis sampel yaitu pisang awak, pisang barangan dan pisang kepok memiliki jumlah inulin yang berbeda setiap
100 gramnya. Pada pisang awak kandungan inulinnya adalah 3,74. Sedangkan pada pisang barangan mengandung lebih banyak kadar inulin yaitu sebesar 4,27.
Kandungan inulin paling kecil terdapat pada pisang kepok yaitu 3,00. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian Van Loo et al 1995 yang
Universitas Sumatera Utara
menemukan kandungan inulin pada pisang hanya sekitar 0,7. Walaupun tidak diketahui pisang jenis apa yang diteliti.
Berdasarkan grafik kromatogram yang dihasilkan pada monitor ketika dihubungkan dengan HPLC terlampir, pada masing-masing sampel yang diuji
sebanyak 2 kali memiliki perbedaan waktu retensi. Namun perbedaan tersebut tidaklah besar. Pada sampel pisang barangan pertama adanya inulin terdeteksi pada waktu
2,250 sekon sedangkan pada sampel pisang barangan kedua terdeteksi pada waktu 2,263 sekon. Perbedaan waktu yang terjadi adalah 0,013 sekon. Pada sampel pisang
awak, perbedaan waktu yang terjadi adalah 0,072 sekon dimana sampel pisang awak pertama terdeteksi pada 2,285 sekon dan sampel pisang awak yang kedua terdeteksi
pada waktu 2,213 sekon. Pada pisang kepok perbedaan waktu yang terjadi adalah 0,037 sekon dimana sampel pisang kepok pertama terdeteksi pada waktu 2,237 sekon
dan sampel pisang kepok kedua terdeteksi pada waktu 2,200 sekon. Sedangkan pada inulin standar waktunya adalah 2,2 sekon.
Berdasarkan hasil penelitian kandungan inulin pada pisang tersebut menunjukkan bahwa kandungan inulin yang cukup baik dapat mempengaruhi
kesehatan pada bayi. Sebagaimana hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Puspita 2011 di Desa Paloh Gadeng Kabupaten Dewantara Aceh Utara diketahui bahwa
sebanyak 83,3 persen dari seluruh bayi yang dijadikan sampel yang diberi makan pisang awak, sebanyak 72,2 persennya tidak mengalami gangguan pencernaan seperti
diare.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Dorsey 1938 terhadap 444 bayi diberi makan pisang matang tumbuk sebagai MP ASI. Sebagian besar bayi adalah
yang mengalami gizi kurang dan diare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pisang baik dijadikan MP ASI awal bagi bayi karena teksturnya dapat melatih bayi untuk
dapat terbiasa dengan makanan padat dan didapati bahwa bayi tidak legi mengalami diare.
Di sisi lain, ditemukan masyarakat menjadikan pisang barangan untuk mengobati anak yang sedang diare. Fenomena tersebut semakin menguatkan bahwa
pemberian pisang kepada bayi dapat memberikan dampak yang positif untuk kesehatan terutama masalah gangguan pencernaan dikarenakan kandungan inulinnya.
Kandungan inulin yang terdapat pada pisang barangan menunjukkan kandungan inulin yang paling banyak dibandingkan dengan dua jenis pisang lainnya. Hal ini berarti
semakin baik untuk kesehatan dan semakin maksimal dalam menjalankan fungsinya di dalam tubuh. Sehingga menjadi hal yang wajar ketika pada masyarakat, pisang
baranganlah yang paling banyak dikonsumsi termasuk orang dewasa. Pisang dapat dikonsumsi oleh penderita diare karena kandungan inulinnya
yang baik. Hal tersebut didukung pula oleh penelitian Gibson dan Roberfroid 2007, dimana pemberian inulin atau oligofruktosa sebanyak 2 gram dapat menurunkan pH
feses yang terkait dengan penekanan produksi substansi putrefactive di kolon. Dimana dengan pH yang rendah keadaan menjadi asam kemudian akan menekan keberadaan
bakteri pathogen disebabkan bakteri pathogen bisa hidup dalam pH netral sehingga
Universitas Sumatera Utara
dapat menekan proses pembusukan yang terjadi pada kolon. Itulah sebabnya mengapa konsumsi pisang baik untuk penderita diare.
Selain pemberian pisang secara langsung kepada bayi, saat ini banyak industri makanan yang sudah menambahkan buah pisang pada produknya. Seperti pada bubur
bayi dan balita. Pada susu formula digunakan untuk menambah rasa. Pada sebagian produk juga disebutkan kandungan inulin yang ditambahkan. Inulin ditambahkan pada
susu formula tersebut kaarena memang tidak terdapat secara alami pada susu sehingga harus ditambahkan.
Jumlah inulin yang terdapat pada bubur instan yang ditambahkan pisang adalah sekitar 1gram sedangkan pada susu formula ada yang mencapai 3 gram dalam
setiap 100 gramnya. Namun ketika penyajiannya tetap 1 gr per sajian. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan mengonsumsi buah pisang yang memilki
kandungan inulin hingga 4,27 gram per 100 gram pisang. Fakta tersebut semakin menguatkan kebiasaan masyarakat yang menjadikan pisang awak, pisang
barangan,dan pisang kepok sebagai MP ASI merupakan tindakan yang berdampak positif terhadap kesehatan terutama bila dilihat dari kandungan inulinnya.
5.2 Jumlah Inulin yang Dikonsumsi Bayi