Analisis Elastisitas Peranan Pajak Emisi Gas CO2 Bahan Bakar Fosil Dalam Mengurangi Dampak Lingkungan. ”Suatu Perspektif Untuk Indonesia

95

4.2 Analisis Elastisitas

4.2.1 Elastisitas Konsumsi Energi Terhadap GDP

Untuk periode tahun 1990 – 2002 rasio pertumbuhan pemakaian energi terhadap pertumbuhan GDP Indonesia berada diatas satu, kecuali pada tahun 1997 dimana Indonesia memasuki masa krisis akibat adanya reformasi pemerintahan rasio tersebut berada pada 0,06 lihat lampiran 28 dan gambar 55. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan GDP Indonesia sangat tergantung dari tingkat konsumsi BBF. Perubahan setiap unit BBF akan sangat mempengaruhi tingkat GDP. Untuk proyeksi tiga puluh tahun kedepan elastisitas konsumsi energi terhadap GDP berada pada 0,79 Elastisitas Konsumsi Energi Terhadap GDP -2,00 0,00 2,00 4,00 6,00 1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020 Tahun GDP elast Elastisitas GDP Terhadap Konsumsi Energi GDP e ind Elastisitas GDP Terhadap Konsumsi Energi GDP e kom Elastisitas GDP Terhadap Konsumsi Energi GDP e Res Elastisitas GDP Terhadap Konsumsi Energi GDP e Trans Gambar 55. Elastisitas konsumsi energi terhadap GDP Dari empat sektor konsumsi BBF, maka elastisitas pada sektor industri berada pada tingkat pertama kemudian diikuti sektor komersial, residen dan transportasi. Artinya sektor industri sangat sensitif terhadap perubahan pertumbuhan konsumsi BBF. Pada tahun 1990 elastisitas konsumsi energi sektor industri sebesar 1,25 dan proyeksi tiga puluh tahun kedepan akan berada 0,95 sedangkan sektor transportasi akan berada pada 0,63. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi energi pada sektor industri sangat mempengaruhi GDP Indonesia dibandingkan dengan sektor transportasi. 96

4.2.2 Elastisitas Harga Energi Terhadap GDP

Respon dari konsumsi dalam hal ini adalah solar diesel fuel dan bensin gasoline terhadap perubahan harga dan pendapatan di Indonesia adalah sebagai berikut : Ln TC = - 11,118 + 0,130 lnCP + 0,403 ln GDP + 0,488 ln LTC SE 3,175 0,033 0,169 0,327 Data untuk setiap variabel dapat dilihat pada lampiran 24 dan output SPSS dapat dilihat pada lampiran 10. Hasil pendugaan parameter persamaan memberikan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0,899. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi total TC 89,9 dapat diterangkan oleh variabel harga bahan bakar dan pendapatan. Koefisien determinasi antara total konsumsiTC terhadap harga bahan bakar adalah sebesar 0,825. Hal ini menunjukkan ada hubungan kuat antara harga bahan bakar dan total konsumsi dan dapat dijelaskan sebesar 82,5 dari model. Koefisien determinasi R 2 antara total konsumsi dan pendapatan adalah sebesar 0,728. Hal ini menunjukkan 72,8 total konsumsi dapat dijelaskan oleh pendapatan. Hubungan antara variabel harga dan pendapatan secara statistik cukup signifikan dengan taraf nyata α sebesar 0,05. Dari model dapat dijelaskan bahwa harga bahan bakar tidak elastis terhadap total konsumsi, karena kenaikan 1 harga hanya akan mempengaruhi total konsumsi sebesar 0,13. Tetapi kenaikan 1 pendapatan GDP akan mengakibatkan kenaikan total konsumsi sebesar 0,4. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan GDP Indonesia dipengaruhi oleh total konsumsi bahan bakar, tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan harga bahan bakar itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dari tren intensitas energi Indonesia pada gambar 60. Jika hubungan harga bahan bakar dan pendapatan dilihat secara terpisah, maka koefisien determinasi R 2 hubungan harga dan total konsumsi adalah sebesar 0,825 sedangkan R 2 untuk hubungan pendapatan terhadap total konsumsi adalah sebesar 0,728. Artinya secara statistik kedua variabel memiliki hubungan yang cukup signifikan. 97

4.3 Analisis Dampak Emisi Gas CO