kebudayaan India yang berintikan alam pikiran Hindu dan Buddha. Sifat keagamaan dan kesakralan candi bagi masyarakat masa lampau dapat dilihat
dari arsitektur dan maknanya. Candi juga berfungsi sebagai tempat beribadah agama Hindu dan Buddha dan sebagai tempat memuliakan raja yang sudah
meninggal. Candi-candi peninggalan agama Hindu Budha yang digunakan sebagai
lawatan sejarah yaitu Candi Mendut, Candi Ngawen, dan Candi Pawon. Ketiga candi tersebut terletak di Kabupaten Magelang. Setiap candi memiliki
karateristik yang berbeda-beda. Dengan adanya model pembelajaran lawatan sejarah maka siswa akan dapat mengetahui bukti sejarah dan fakta secara
langsung. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, peneliti bermaksud
mengadakan penelitian dengan judul
“Pengaruh Penggunaan Model Lawatan Sejarah Terhadap Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas VII SMP
Negeri 3 Magelang Tahun Ajaran 20142015
“. Dengan menggunakan model lawatan sejarah maka diharapkan dapat berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemasalahan di atas, dalam penelitian ini akan
diangkat beberapa permasalahan, yaitu:
1. Bagaimanakah penerapan model lawatan sejarah pada pembelajaran
sejarah?
2. Adakah pengaruh penggunaan model lawatan sejarah terhadap hasil belajar
siswa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah 1.
Untuk mendapatkan gambaran tahapan-tahapan dari penerapan pembelajaran model lawatan sejarah pada pembelajaran sejarah kelas VII
SMP Negeri 3 Magelang. 2.
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan model lawatan sejarah terhadap hasil belajar siswa.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat sebagai berikut:
1. Secara Teoretis
Secara teoritis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi oleh pihak yang berkepentingan untuk penelitian lebih lanjut mengenai hasil
belajar sejarah siswa.
2. Secara Praktis
a. Pihak Guru
1 Memberikan alternatif model pembelajaran yang tepat sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai. 2
Memperoleh pengalaman untuk meningkatkan ketrampilan memilih model pembelajaran yang bermanfaat dalam pembelajaran.
b. Pihak Siswa
1 Penggunaan model pembelajaran lawatan sejarah pada
pembelajaran sejarah diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami materi sejarah sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar sejarah siswa. 2
Dapat memberikan hal yang positif dalam peningkatan hasil belajar sejarah siswa.
c. Pihak Sekolah
Dapat memberikan sumbangan yang baik dalam upaya perbaikan proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya
mata pelajaran sejarah.
E. Batasan Istilah
1. Model Lawatan Sejarah
Lawatan Sejarah adalah upaya untuk menjadikan sejarah sebagai kata kerja. Sejarah sebagai praktik akan lebih menyenangkan bagi siswa
untuk belajar, apalagi dengan berwisata mengajak siswa mengunjungi situs dan monumen bersejarah. Lawatan sejarah adalah suatu program
penjelajahan masa lalu melalui kunjungan ke tempat-tempat bersejarah. Tempat bersejarah tersebut dapat berupa makam tokoh, tempat
pengasingan, komunitas masyarakat, dan juga pusat-pusat kegiatan
ekonomi Lestariningsih, 2007:3.
Menurut Cahyo Budi Utomo Makalah Seminar Sejarah, 2007, Lawatan Sejarah adalah suatu kegiatan perjalanan mengunjungi situs
bersejarah a trip to historical sites. Jika mencermati uraian di muka, khususnya tentang pengembangan model pembelajaran berbasis teori
belajar yang berkembang, maka Lawatan Sejarah dapat dikembangkan sebagai model pembelajaran sejarah.
2. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah Menurut Tri Anni 2004, hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah
mengalami aktivitas belajar. Menurut Sudjana 2005: 22, hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman- pengalaman belajarnya. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan
pendidikan baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional. Hasil belajar secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif merupakan ranah yang berhubungan dengan intelektual dan
penalaran seseorang. Dari ketiga ranah tersebut, ranah kognitif menjadi tolok ukur keberhasilan dalam proses pembelajaran siswa.
Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari dalam internal maupun faktor dari luar eksternal. Menurut Syaodih
Sukmadinata 2009: 162-165 yang termasuk faktor internal adalah faktor fisiologis dan psikologis misalnya kecerdasan motivasi berprestasi dan
kemampuan kognitif, sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah faktor lingkungan dan instrumental misalnya guru, kurikulum, dan model
pembelajaran. Suprijono 2011: 6 mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu kemampuan kognitif, motivasi
berprestasi dan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran adalah kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan ini menyangkut model
pembelajaran yang digunakan. Dalam penelitian ini, hasil belajar yang diteliti adalah hasil belajar
sejarah aspek kognitif pada materi perkembangan masyarakat kebudayaan dan pemerintahan Hindu-Budha serta peninggalan-peninggalannya. Kelas
VII SMP
Negeri 3
Magelang tahun
ajaran 20142015.
10
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Pembelajaran Sejarah
Menurut Slameto 2003: 2, belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.Pengertian belajar menitikberatkan pada 3
unsur pokok, yaitu perubahan tingkah laku, pengalaman, lamanya waktu perubahan perilaku yang dimiliki oleh pembelajar atau dengan kata lain
perubahan tersebut relatif menetap Winataputra, 2007:8. Perubahan tingkah laku yang dimaksud dapat berbentuk perubahan kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Unsur-unsur yang terdapat dalam belajar meliputi: pembelajar,
stimulus, memori, dan respon. Belajar yang efektif dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal belajar.Faktor internal meliputi aspek fisik, psikis,
dan sosial. Oleh karena itu, agar belajar dapat berlangsung efektif pada siswa, guru harus menguasai bahan belajar, keterampilan pembelajaran,
dan evaluasi pembelajaran secara terpadu. Teori yang berkaitan dengan belajar dinamakan dengan dengan
teori belajar.Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana informasi diproses dalam pikiran siswa.Berdasarkan suatu teori
belajar, suatu pembelajaran diharapkan dapat lebih meningkatkan
perolehan siswa sebagai hasil belajar.Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori pembelajaran konstruktivisk.
Teori kontruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta suatu makna dari apa yang
dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan
respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan
memberi makna pada pengetahuannya. Menurut teori konstruktivisme, pengetahuan bukanlah kumpulan
fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagi konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun
lingkungannya Rifa‟i Catharina, 2009: 225.Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal
sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkonstruksi pengetahuan yang baru. Guru memiliki peran
membantu agar proses pengonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar.
Teori belajar konstruktivisme ini sesuai untuk pembelajaran sekarang, karena dalam perkembangannya pembelajaran tidak hanya
didominasi oleh guru saja tetapi lebih dari itu. Siswa mempunyai peran dalam belajar sehingga terjadilah interaksi dalam proses belajar. Selain itu
menurut teori ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi
pendidikan adalah guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa.Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam
benaknya. Belajar menurut teori kontruktivisme bukanlah sekedar menghafal,
akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil “pemberian” dari orang lain seperti guru, akan
tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari “pemberian” tidak akan bermakna. Adapun
pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberi makna mendalam atau lebih
dikuasai dan lebih lama tersimpandiingat dalam setiap individu. Adapun tujuan dari teori kontruktivisme adalah sebagai berikut:
1 Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung
jawab siswa itu sendiri. 2
Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaan.
3 Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan
pemahaman konsep secara lengkap. 4
Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5 Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Pembelajaran menurut aliran behavioristik merupakan perubahan perilaku, karena terjadi interaksi atau hubungan antara linkungan dengan
pembelajar Rifa‟i Catharina, 2009: 205. Perubahan perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang akan memberikan beragam
pengalaman kepada seseorang. Lingkungan merupakan stimulus yang dapat mempengaruhi dan atau mengubah kapasitas untuk merespon
Winataputra, 2007: 24. Pembelajaran berdasarkan teori kontemporer adalah pembelajaran
yang didasarkan
pada teori
konstruktivisme. Pembelajaran
konstruktivisme mengkritisi konsep pembelajaran yang selama ini belajar- mengajar dalam arti cenderung berpusat pada guru di pihak lain cenderung
berpusat pada subyek belajar Rifa‟i Catharina, 2009: 220. Konstruktivisme berpegang kepada pandangan keaktifan siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan interaksinya dalam pengalaman belajar yang diperoleh. Dalam hal ini, pengajar dan siswa sama-sama aktif,
siswa aktif mengkonstruksi pengetahuan pengajar dan pengajar sebagai fasilitator.
Pembelajaran secara umum dapat diartikan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah
ke arah yang lebih baik Darsono, 2000:24. Pembelajaran juga didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk mengorganisasikan atau
mengatur lingkungan baik fisik, maupun non fisik sehingga dapat digunakan untuk kegiatan proses belajar. Pembelajaran adalah setiap
perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Definisi sebelumnya menyatakan bahwa seorang manusia
dapat melihat perubahan terjadi tetapi tidak pembelajaran itu sendiri. Konsep tersebut adalah teoretis, dan dengan demikian tidak secara
langsung dapat diamati.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
pemerolehan ilmu danpengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata
lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat
seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran,
walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi
pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan aspek kognitif, juga dapat mempengaruhi perubahan sikap aspek afektif, serta
keterampilan aspek psikomotor seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru
saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran
Hamalik, 2009:57.
Berdasarkan teori-teori pembelajaran tadi, dapat ditarik sejumlah prinsip belajar mengajar sebagi berikut Hamalik, 2009: 54-55.
a. Belajar senantiasa bertujuan yang berkenaan dengan perkembangan
perilaku siswa. b.
Belajar didasarkan atas kebutuhan dan motivasi tertentu. c.
Belajar dilaksanakan dengan latihan daya-daya, membentuk hubungan asosiasi, dan melalui penguatan.
d. Belajar bersifat keseluruhan yang menitikberatkan pemahaman,
berpikir kritis, dan reorganisasi pengalaman. e.
Belajar membutuhkan bimbingan, baik secara langsung oleh guru
maupun secara tak langsung melalui bantuan pengalaman sebagai
pengganti. f.
Belajar dipengaruhi oleh faktor internal individu dan faktor eksternal individu.
g. Belajar sering dihadapkan kepada masalah dana kesulitan yang perlu
dipecahkan. h.
Hasil belajar dapat ditransferkan ke dalam situasi lain.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sejarah adalah proses interaksi antar siswa dengan guru
dalam kegiatan belajar mengajar yang mengkaji tentang peristiwa masa lampau yang membawa pengaruh besar untuk masa kini dan masa yang
akan datang.
a Tujuan Pelajaran Sejarah
Pengajaran sejarah di sekolah bertujuan agar siswa memperoleh kemampuan berpikir historis melalui melalui pemahaman
sejarah. Melalui pengajaran sejarah dapat mengembangkan kompetensi untuk berpikir secara kronologis. Pengetahuan tentang masa lalu dapat
digunakan untuk memahami dan menjelaskan proses perkembangan, perubahan serta keragaman sosial budaya masyarakat.
Mata pelajaran sejarah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1 Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya. 2
Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam
kehidupan sosial. 3
Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4 Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan
berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk baik di tingkat lokal, nasional dan global.
a Fungsi Mata Pelajaran Sejarah
Sejarah merupakan salah satu bagian dari kelompok ilmu yang berdiri sendiri. Tujuan yang luhur dari sejarah untuk diajarkan
pada semua. Jenjang sekolah adalah menanamkan semangat kebangsaan, cinta tanah air, bangsa dan negara.
Pengajaran sejarah dapat berfungsi dalam mengembangkan kepribadian peserta didik terutama dalam hal:
1 Membangkitkan perhatian serta minat sejarah kepada
masyarakat sebagai satu kesatuan komunitas. 2
Mendapatkan insiprasi dari cerita sejarah, baik dari kisah-kisah kepahlawanan maupun peristiwa-peristiwa yang merupakan
tragedi nasional untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. 3
Tidak mudah terjebak pada opini, karena dalam berpikir mengutamakan sikap kritis dan rasional dengan dukungan fakta
yang benar. 2.
Hasil Belajar
Hasil prestasi adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah
Tu‟u 2004: 75. Hasil belajar dibuktikan dan ditunjukkan melalui nilai, atau angka nilai dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa
dan ulangan-ulangan atau ujian y ang ditempuhnya Tu‟u, 2004:75.
Hasil belajar atau yang disebut prestasi belajar dalam penelitian ini adalah berupa angka-angka tertentu yang tercantum dalam nilai raport,
prestasi adalah hasil yang telah dicapai atau dilakukan. Winkel 2004: 162, menyatakan
: “Prestasi adalah bukti keberhasilan yang telah dicapai. Belajar adalah suatu proses mental yang mengarah kepada penguasaan pengetahuan,
kecakapanskill, kebiasaan atau sikap yang semuanya diperoleh, disimpan dan dilaksanakan sehingga menimbulkan tingkah laku yang progresif dan afektif.
Secara singkat belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku yang merupakan hasil dari pengalaman.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan rutin pada seseorang sehingga akan
mengalami perubahan secara individu baik pengetahuan, keterampilan, sikap dan tingkah laku yang dihasilkan dari proses latihan dan pengalaman individu
itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini prestasi belajar merupakan suatu kemajuan dalam
perkembangan siswa setelah ia mengikuti kegiatan belajar dalam waktu tertentu. Seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku individu
terbentuk dan berkembang melalui proses belajar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa di sekolahnya sifatnya relatve,
artinya dapat berubah setiap saat. Hal ini terjadi karena prestasi belajar siswa sangat berhubungan dengan faktor yang mempengaruhi, faktor-faktor tersebut
saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Kelemahan salah satu faktor, akan dapat mempengarui keberhasilan seseorang dalam belajar.
Dengan demikian, tinggi rendahnya prestasi belajar yang dicapai siswa di sekolah didukung oleh faktor internal dan eksternal sperti tersebut di atas.
Hasil belajar dapat dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal menunjukkan sebagai berikut: kepuasan dan kebanggaan yang dapat
menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, hasl yang dicapai bermakna bagi siswa,
dan hasil belajar yang diperoleh siswa komprehensif atau menyeluruh yang
mencakup ranah kognitif, pengetahuan, afektif, psikomotorik, serta keterampilan atau perilaku. Kemampuan siswa mengontrol atau menilai hasil
yang dicapai maupun proses dan usaha belajar. Slameto 2003:54, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
dapat digolongkan menjadi 2 yaitu: a.
Faktor Intern, di antaranya: 1.
Faktor Jasmaniah, di antaranya adalah : faktor kesehatan dan cacat tubuh.
2. Faktor Psikologi, di antaranya adalah : intelegensi; perhatian; minat;
bakat; motif;kematangan;kesiapan 3.
Faktor kelelahan b.
Faktor ekstern, di antaranya: 1.
Faktor keluarga, meliputi: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, dan
sebagainya. 2.
Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, disiplin, alat pengajaran, dan sebagainya.
3. Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media,
dan sebagainya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa
di sekolah sifatnya relative, artinya dapat berubah setiap saat. Hal ini terjadi karena prestasi belajar siswa sangat berhubungan dengan faktor
yang mempengaruhinya, faktor-faktor tersebut saling berkaitan antara
yang satu dengan yang lainnya. Kelemahan salah satu faktor, akan dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar. Dengan demikian,
tinggi rendahnya prestasi belajar yang dicapai siswa di sekolah didukung oleh faktor internal dan eksternal seperti yang tersebut di atas.
3.
Model Lawatan Sejarah
Lawatan sejarah adalah upaya untuk menjadikan sejarah sebagai kata kerja. Sejarah sebagai praktik akan menyenangkan bagi siswa untuk
belajar, apalagi dengan berwisata mengajak siswa mengunjungi situs dan monumen bersejarah. Lawatan sejarah adalah suatu program penjelajahan
masa lalu melalui kunjungan ke tempat-tempat bersejarah. Tempat bersejarah tersebut dapat berupa makam tokoh, tempat pengasingan,
komunitas masyarakat, dan juga pusat-pusat kegiatan ekonomi Lestariningsih, 2007:3.
Menurut Cahyo Budi Utomo Makalah Seminar Sejarah, 2007, Lawatan Sejarah adalah suatu kegiatan perjalanan mengunjungi situs
bersejarah a trip to historical sites. Jika mencermati uraian di muka, khususnya tentang pengembangan model pembelajaran berbasis teori
belajar yang berkembang, maka Lawatan Sejarah dapat dikembangkan sebagai model pembelajaran sejarah baik dengan basis teori behavioristik,
kognitif, maupun konstruktivistik. Tinggal bagaimana guru dan murid mengemasnya. Tentu saja, kalau kita mengikuti perkembangan baru.
Terutama paradigma baru yang dijadikan rujukan yang mendasari penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, yang dituangkan baik pada UU
tentang Sisdiknas maupun Peraturan Menteri tentang Standart Kompetensi dan
Implementasinya, maka sangat jelaslah bahwa paradigma pembelajaran kontruktivisme menjadi pilihan utamanya.
Mengamati perkembangan
penyelenggaraan pendidikan
di Indonesia, gejala diterimanya paradigma kontruktivisme dan tren
pembelajaran quantum sungguh menggembirakan. Hal ini terbukti dari mulai maraknya kegiatan-kegiatan pendidikan baik formal sekolah
maupun non formal pelatihan, workshop, atau bahkan seminar lokakarya yang dikemas dalam bentuk Edutainment.
Kita sudah lama mengenal istilah learning by doing, maka learning by experience adalah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan
“Edutainment”. Edutainment yaitu sebuah konsep yang saat ini sedang dikembangkan oleh berbagai lembaga pendidikan formal sekolah
maupun non formal lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pelatihan, workshop, atau seminar. Bahkan dinegara maju, edutainment telah
ditopang oleh teknologi yang maju, sehingga sebutannya menjadi edutainment and technotainment Edutechnotainment. Progam ini diakui
telah membuka sumber daya baru, perkakas dan strategi untuk mengangkat capaian siswa ke tingkat yang lebih tinggi McKenzie, 2000.
Edutainment adalah akronim dari “education and entertainment”.
Dapat diartikan sebagai progam pendidikan atau pembelajaran yang dikemas dalam konsep hiburan sedemikian rupa, sehingga tiap-tiap peserta
hampir tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya sedang diajak untuk
belajar atau untuk memahami nilai-nilai value, sehingga kegiatan tersebut
memiliki nuansa
yang berbeda
dibandingkan dengan
pembelajaran biasa. Edutainment
dapat digunakan
untuk mengemas
model pembelajaran melalui lawatan sejarah. Aplikasinya tergantung dari
kebutuhan dan impact yang diharapkan oleh peserta. Lawatan sejarah yang dikemas dalam Edutainment akan menjadi lebih menarik bagi peserta.
Sebenarnya lawatan sejarah ini hanyalah kendaraan saja. Yang terpenting adalah muatannya, baik itu internal maupun external issues, misalnya
educational vision and mission, self esteem, sense of belonging, awarding, appreciation, product knowledge, atau competency.
Beberapa testimony mengungkapkan bahwa setelah mengikuti lawatan sejarah tingkat daerah Laseda maupun tingkat nasional
Lasenas- sudah 5 kali sejak 2 003, peserta merasa memperoleh “sesuatu
yang baru” yang berbeda dengan sebelumnya Kompas, 06 September 2003. Hal tersebut secara teoritik bukan hal yang mengherankan. Ada
faktor-faktor kunci sukses yang terkumpul dalam diri peserta, serta positive mental attitude, knowledge, skill, dan habit. Dengan melihat
faktor-faktor tersebut, maka pendekatan penting dikembangkan adalah memberikan motivasi pada faktor positive mental attitude. Tekniknya
dilakukan dengan menggali keinginan seseorang yang paling dalam dan menjadikannya sebagai main need atau main good. Sedang outputnya
nanti adalah momentum seseorang untuk berubah.
Pada tahap persiapan setiap rancangan kegiatan, maka guru bertanggungjawab penuh menentukan scedule, dimana mereka secara
cermat memperhitungkan alokasi waktu menit per menit. Harus dirancang agar tidak ada jeda yang menyebabkan acara jenuh. Hal ini dapat
dikembangkan teknik-teknik entertainment seperti sounds, diantaranya music, ilustration, video presentation, inspirational message, games. Suatu
variasi yang direkomendasikan oleh pembelajaran kontruktivisme dengan quantum learningnya.
Tiap-tiap pembicara yang terlibat dalam kegiatan ini saling berkoordinasi antara satu dengan yang lainnya. Mereka dapat saling
mengisi dan saling menguatkan pesan message, muatan qoute serta materi material yang akan disampaikan sebagai suatu cotinual synergy
yang memiliki benang merah, yang akan memudahkan peserta untuk memahami pembelajaran yang disampaikan secara sederhana.
Lawatan sejarah ini dapat dilaksanakan dalam waktu mulai dari setengah hari hingga tiga hari, baik indoor maupun outdoor, misalnya di
ballroom hotel, aula, lapangan terbuka, pool side, atau camp didaerah pegunungan atau pantai diluar kota, tergantung situs sejarahnya tentu saja.
Lamanya kegiatan, penggunaan equipments serta penentuan aplikasi materi-materi outbound mempengaruhi hasil akhir, yang dapat berupa soft,
middle, atau high impact. Artinya semakin tinggi impact yang dihasilkan, semakin tinggi pula motivasi orang tersebut setelah selesai mengikuti
lawatan sejarah. Bahkan ia akan dapat secara positif mempengaruhi dan memotivasi teman yang lainnya.
Menurut Mills 1989 dalam Cahyo Budi Utomo 2010:40, model adalah bentuk representasi akurat, sebagai proses actual yang
memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Hal itu merupakan interpretasi atas hasil observasi
dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Perumusan model mempunyai tujuan :
1. Memberikan gambaran kerja sistem untuk periode tertentu, dan
didalamnya secara implisit terdapat seperangkat aturan untuk melaksanakan perubahan.
2. Memberikan gambaran tentang fenomena tertentu menurut
diferensiasi waktu atau memproduksi seperangkat aturan yang bernilai bagi keteraturan sebuah sistem.
3. Memproduksi model yang mempresentasikan data dan format
ringkas dengan komplesitas rendah. Dengan demikian, suatu model dapat ditinjau dari aspek mana kita
memfokuskan suatu pemecahan permasalahannya. Pengertian model pembelajaran dalam konteks ini, merupakan landasan praktik pembelajaran
hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar, yang direncanakan berdasarkan proses analisis yang diarahkan pada implementasi
KTSP dan implikasinya pada tingkat operasional dalam pembelajaran.
Model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pembelajaran dan
memberi petunjuk kepada pengajar didalam kelas dalam setting pengajaran. Untuk menetapkan model mengajar yang tepat, merupakan suatu pekerjaan
yang tidak mudah, karena memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai materi yang akan diberikan dan model mengajar yang dikuasai Utomo,
2010:40. Memilih suatu model mengajar, harus juga disesuaikan dengan realitas
yang ada dan situasi kelas yang akan dihasilkan dari proses kerjasamanya yang dilakukan antara guru dan peserta didik. Meskipun dalam menentukan
model mengajar yang cocok itu tidak mudah, tetapi guru harus memilih asumsi, bahwa hanya ada model mengajar yang sesuai dengan model belajar.
Apabila guru mengharapkan peserta didiknya menjadi produktif, maka guru harus membiarkannya dia berkembang sesuai dengan gayanya masing-masing.
Guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar peserta didikUtomo, 2010:41.
Model-model pengajaran merupakan hasil dari perjuangan para guru yang telah berhasil membuat jalan baru bagi kita untuk melakukan penelitian.
Semua guru membuat sebuah reportoar tentang berbagai praktik pengajaran agar
mereka berinteraksi
dengan para
siswa dan
mempertajam lingkungansuasana saat mengajar siswi-siswinya. Beberapa praktik ini
menjadi sasaran kajian formal, diteliti dan dipoles sehingga menjadi model- model yang dapat kita gunakan dalam mengembangkan skill-skill propesional
untuk tugas-tugas pengajaran. Model-model pengajaran sebenernya juga bisa dianggap sebagai model-model pembelajaran. Saat kita membantu siswa
memperoleh informasi, gagasan, skill, nilai cara berfikir, dan tujuan mengekspresikan diri mereka sendiri, kita sebenarnya tengah mengajari
mereka untuk belajar. Pada hakikatnya, hasil intruksi jangka panjang yang paling penting adalah bagaimana siswa mampu meningkatkan kapabilitas
mereka untuk dapat belajar lebih mudah dan lebih efektif pada masa yang akan datang, baik karena pengetahuan dan skill yang mereka peroleh maupun
karena penguasaan mereka tentang proses belajar yang baik Joyce, 2009:6-7. Bruce Joyce, dkk 2009 dalam bukunya Models of Teaching, model-
model pengajaran di kelompokkan ke dalam empat kelompok pengajaran yang para anggotanya memiliki orientasi pada sikap manusia dan bagaimana
mereka belajar. Kelompok-kelompok tersebut adalah: Kelompok Model Pengajaran Memproses Informasi the information-
processing family Kelompok Model Pengajaran Sosial the social family
Kelompok Model Pengajaran Personal the personal family Kelompok Model Pengajaran Sistem Perilaku the behavioral system
family Pada kegiatan lawatan sejarah ini, siswa di perkenalkan mengenai
sumber, bukti dan fakta sejarah langsung. Misalkan saja sumber lisan, dimana siswa dapat bertanya langsung kepada saksi atau pelaku sejarah. Kemudian
siswa menyaksikan secara langsung jejak-jejak sejarah berupa bangunan- bangunan bersejarah serta monumen peringatan.
Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan model lawatan sejarah ini, pertama adalah kegiatan pembelajaran teori yang dilakukan oleh guru di
dalam kelas pada pertemuan pertama. Kemudian pada jam mata pelajaran siswa diajak ketempat bersejarah, tetapi jam mata pelajaran nantinya akan di
ambil jam pelajara terakhir. Pada pertemuan kedua di dalam kelas dilakukan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan.
Lawatan sejarah di lakukan di situs sejarah yang berada di Kabupaten Magelang. Situs sejarah adalah daerah dimana ditemukan benda-benda
purbakala. Benda-benda purbakala tersebut di antaranya: istana-istana, makam, masjid dan candi. Situs di Kabupaten Magelang banyak sekali
peninggalan-peninggalan terutama candi-candi yang bercorak Hindu dan Buddha. Candi adalah bangunan keagamaan yang dipengaruhi oleh
kebudayaan India yang berintikan alam pikiran Hindu dan Buddha. Sifat keagamaan dan kesakralan candi bagi masyarakat masa lampau dapat dilihat
dari arsitektur dan maknanya. Candi juga berfungsi sebagai tempat beribadah agama Hindu dan Buddha dan sebagai tempat memuliakan raja yang sudah
meninggal. Candi-candi peninggalan agama Hindu Budha yang di gunakan
sebagai lawatan sejarah yaitu Candi Mendut, Candi Ngawen, dan Candi Pawon. Ketiga candi tersebut terletak di Kabupaten Magelang. Setiap candi
memiliki karateristik yang berbeda-beda. Dengan adanya model pembelajaran
lawatan sejarah maka siswa akan dapat mengetahui bukti sejarah dan fakta secara langsung.
Melawat ke masa lampau perjalanan bangsa ini, berarti pula kita dapat memupuk terus sumber motivasi membangun kebersamaan untuk
kesejahteraan bersama. Dalam konteks belajar sejarah, kebersamaan menjadi prioritas yang dibangun melalui komitmen dan tindakan nyata. Dalam konteks
inilah jaringan ke Indonesiaan dapat pula kita lacak melalui situs-situs bangunan bersejarah dan lingkungan masyarakat tempatan. Bahkan melalui
tradisi lisan atau sejarah lisan yang menyimpan kenangan tentang pejuang atau tokoh dapat pula kita telusuri kembali asal usulnya.
Sebagai sebuah contoh dalam kegiatan ini misalnya pada tahun 2006, dilaksanakan program lawatan sejarah ke Propinsi Bangka Belitung. Peserta
yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia setelah diseleksi diajak untuk mengikuti program lawatan sejarah selama 5 hari. Bangka Belitung
mempunyai peran yang sangat besar dalam menentukan nasib negara Indonesia. Setelah Yogyakarta diserang oleh Belanda, Sukarno Hatta
ditangkap dan diasingkan. Soekarno dan Agus Salim tiba di Pelabuhan Pangkalbalam Bangka pada 5 Februari 1949, dari pengasingannya di Parapat
dengan pesawat Catalina untuk bergabung dengan tokoh-tokoh lain yang diasingkan ke Bukit Menumbing Bangka. Selama di pengasingan ini Soekarno
dan tokoh-tokoh lainnya seperti Agus Salim, Soepomo, dr. J. Leimena mengadakan perundingan dengan Belanda dari perundingan di Pangkalpinang
inilah kemudian lahir perundingan Roem Royen pada 7 Mei 1949. Atas dasar
perundingan inilah kemudian Soekarno dan Hatta pada tanggal 6 Juli 1949 kembali ke Yogyakarta. Dan Bung Karno mengatakan bahwa pada saat ini
“dari Pangkalpinang pangkal kemenangan bagi perjuangan”. Selain itu Bangka Belitung mempunyai tempat-tempat bersejarah yang
sangat beragam. Pada tahun 1770 Sultan Palembang Darussalam Mahmud Badaruddin II mendatangkan pekerja-pekerja Cina untuk menambang timah
guna meningkatkan produksi Timah di Pulau Bangka. Sejak itulah mulai berdatangan orang-orang Cina dari Siam, Cina Selatan, Malaka. Para pekerja
Cina ini kemudian membentuk komunitas tersendiri dan mengadakan perkawinan dengan penduduk asli Bangka. Sehingga di Pangkal Pinang
banyak terdapat kelenteng dan bangunan berasitektur Cina. Selama mengikuti kegiatan lawatan sejarah di Pulau Bangka, peserta diajak untuk mengunjungi
tempat-tempat bersejarah tidak hanya yang bersifat death monument tetapi juga komunitas-komunitas penduduk baik kampung Cina maupun Islam.
Karena kegiatan ini dibiayai oleh pemerintah tentu peserta seolah-olah dimanjakan baik tempat penginapan maupun transportasi dan fasilitas lainnya
Lestariningsih dalam makalah seminar nasional 2007. Dalam kegiatan lawatan sejarah untuk kegiatan pembelajaran ini letak
perbedaanya adalah tempat, ruang lingkup, peserta, serta biaya pelaksanaan, kalau kegiatan lawatan yang telah dipaparkan sebelumnya adalah merupakan
program pemerintah dimana ruang lingkupnya adalah nasional, pesertanya adalah siswa yang terpilih dari berbagai sekolah, serta biaya sepenuhnya di
tanggung oleh pemerintah. Sedangkan lawatan sejarah dalam pembelajaran ini
ruang lingkupnya adalah lokalitas, dengan maksud memperkenalkan peninggalan bersejarah yang ada di sekitar lingkungan siswa. Pelaksanaannya
secara konseptual tidak jauh berbeda, yaitu mengunjungi tempat-tempat bersejarah. Selain itu kreatifitas guru dalam pelaksanaan model lawatan
sejarah sangat diperlukan agar kegiatan ini bisa menarik minat siswa dalam mempelajari bidang studi sejarahpelajaran sejarah yang selama ini di ajarkan.
F. Kerangka Berpikir