FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT KEBERDAYAAN KONSUMEN

83 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah utama konsumen di Indonesia adalah kesadaran masyarakat Indonesia akan hak dan tanggung jawab konsumen yang pada umumnya masih rendah Sumiyati dan Fatmasari 2006; Barata 2004. Kementerian Perdagangan RI menyatakan telah ditemukan sebanyak 621 produk yang tidak memenuhi ketentuan, sepanjang tahun 2012. Jumlah temuan ini meningkat dibandingkan tahun 2011 yang hanya mencapai 28 kasus Prihtiyani 2013. Semakin maraknya barang dan jasa yang tidak memenuhi standar dapat berujung pada ketidakpuasan Siwach dan Dahiya 2009. Ketika konsumen berdaya, maka akan semakin yakin dalam menentukan pilihannya Muthukrishnan dan Kardes 2001. Konsumen yang berdaya adalah konsumen dengan “pilihan nyata, informasi yang akurat, transparansi pasar dan keyakinan yang berasal dari perlindungan yang efektif dan hak yang solid” Commission of The European Communities 2007. Penelitian Crafford dan Bitzer 2008 menemukan bahwa pengetahuan tentang hak dan tanggung jawab konsumen masih belum banyak diketahui oleh konsumen yang menjadi responden dalam studinya, yakni hanya 27.2 persen. Pendidikan konsumen dapat menjadi suatu alternatif untuk dapat mengembangkan potensi konsumen sehingga menjadi lebih berdaya. Pendidikan konsumen penting untuk menggerakkan konsumen yang tidak terampil secara sadar menjadi lebih terampil Australian Securities and Investments Commission 2001. Menurut Hunter dan Garnefeld 2008, konsumen dapat diberdayakan menggunakan berbagai cara yang salah satunya melalui pendidikan konsumen. Pendidikan adalah dimensi pemberdayaan konsumen, sehingga penting untuk memahami dan menggunakan informasi yang tersedia dalam menunjang keberdayaan konsumen Hunter et al. 2006; Cutler dan Nye 2000. Pendidikan konsumen yang diakses responden ditujukan untuk mengubah perilaku, memperkuat tanggung jawab, memotivasi untuk berpartisipasi dan memberdayakan konsumen Brennan dan Ritters 2004. Berbagai hasil studi telah menemukan bahwa karakteristik demografi, kekosmopolitan dan faktor lingkungan memengaruhi keberdayaan. Kennedy et al. 2005 dan Grunert et al. 2010 menyimpulkan bahwa pengetahuan konsumen sebagai bagian dari aspek keberdayaan adalah berbeda berdasarkan status ekonomi. Faktor ekonomi merupakan faktor kontributor penting terhadap peningkatan keberdayaan Thapa dan Gurung 2010; Duflo 2003; Blumberg 2005. Temuan European Commission 2011 berdasarkan analisis ekonometrik Indeks Keberdayaan Konsumen dan Ahmad 2002 menunjukkan bahwa individu yang berusia muda dan tua dikategorikan sebagai kurang berdaya. Dasipah et al. 2010 menyimpukan bahwa konsumen dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi lebih memilih melakukan pembelian produk yang terjamin kualitasnya. Raquib et al. 2010 mengungkapkan bahwa orang yang berpendidikan tinggi memiliki lebih banyak pengetahuan, dewasa, dan memiliki keterampilan. Studi Gunasekaran dan Ezhil 2012 menunjukkan bahwa baik di perdesaan maupun di perkotaan pendidikan berpengaruh positif terhadap keberdayaan perempuan. Nardo et al. 2011 menyatakan bahwa konsumen yang tidak aktif bekerja adalah kurang 84 berdaya dibandingkan yang bekerja. Studi Samina et al. 2010 mengindikasikan bahwa besar keluarga berhubungan negatif dengan keberdayaan perempuan di desa. Hasil studi Tayde dan Chole 2010 partisipasi sosial, dan kekosmopolitan dan penggunaan sumber informasi secara signifikan positif berkontribusi terhadap keberdayaan perempuan Hasil penelitian Rahman dan Naoroze 2007 menyatakan bahwa ada empat variabel independen yang signifikan memengaruhi keberdayaan perempuan, yakni partisipasi dalam aquaculture, pendidikan, kontak dengan media penyuluhan dan paparan pelatihan. Hasil studi Khan 2010 mengidentifikasi tiga belas variabel yang berpengaruh signifikan terhadap keberdayaan perempuan, diantaranya kesadaran hak-hak dan jaringan sosial. Gunasekaran dan Ezhil 2012 menunjukkan bahwa baik di perdesaan maupun perkotaan, paparan terhadap media berpengaruh positif signifikan terhadap keberdayaan perempuan. Mengacu dari penelitian terdahulu, pada penelitian ini pertanyaan yang dijawab adalah bagaimana pengaruh karakteristik demografi, kekosmopolitan, faktor lingkungan, dan intensitas pendidikan konsumen terhadap keberdayaan konsumen?. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh karakteristik demografi, kekosmopolitan, faktor lingkungan, dan intensitas pendidikan konsumen terhadap keberdayaan konsumen. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan khususnya Kementerian Perdagangan RI, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi pada level KabupatenKota dan lembaga-lembaga perlindungan konsumen lainnya dalam menerapkan upaya memberdayakan konsumen. Melalui penelitian ini akan dapat diketahui faktor-faktor apa yang memengaruhi keberdayaan konsumen, sehingga dapat ditentukan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan keberdayaan konsumen, khususnya dengan sasaran rumah tangga. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi ilmuwan atau peneliti bidang penyuluhan pembangunan dan studiilmu konsumen yang akan mengembangkan penelitian sejenis terutama yang memfokuskan pada pendidikan dan perlindungan konsumen. METODE Jenis data penelitian meliputi: 1 karakteristik demografi pendidikan, pendapatan dan usia; 2 faktor lingkungan keterjangkauan harga dan ketersediaan produk; 3 intensitas pendidikan konsumen frekuensi pendidikan konsumen, media pendidikan konsumen, dan materi pendidikan konsumen; dan 4 keberdayaan konsumen keterampilan konsumen, pengalaman praktik tidak adil dan pemenuhan hak konsumen, dan ketegasan konsumen. 85 Data yang diperoleh diolah dengan Microsoft Excel versi 2007, SPSS 18.0 for Windows, dan AMOS Analysis of Moment Structure versi 21. Skor setiap variabel dikompositkan, lalu ditransformasi menjadi skala 0 sampai 100. Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling SEM Santoso 2011; Haryono dan Wardoyo 2013. Menurut Widarjono 2010, dari beberapa uji kelayakan model, maka model dikatakan layak jika paling tidak salah satu metode uji kelayakan model terpenuhi diantara uji statistik Chi Squares, GFI –Goodness of Fit Index, AGFI –Adjusted Goodness-of-Fit-Index dan Root Mean Square Residual RMSR. Menurut Widarjono 2010, dalil limit pusat menyatakan bahwa sampel besar mengikuti distribusi normal, meskipun populasi asal sampel diperoleh tidak berdistribusi normal. Untuk model SEM dengan jumlah variabel laten konstrak sampai dengan lima buah, dan setiap konstrak dijelaskan oleh tiga atau lebih indikator, maka jumlah sampel 100-150 data sudah dianggap memadai Singgih 2011. Dengan demikian, jumlah sampel penelitian ini telah memadai untuk analisis SEM. Kerangka hipotetik model struktural variabel penelitian disajikan pada Gambar 7, sedangkan model persamaan struktural adalah sebagai berikut:  2 =  21  1 +  1 …...............……..………………………….…………... 1  3 =  21  1 + +  31  1 +  32  2  3 …………..………………………......…2  4 =  21  1 +  31  1 +  32  2 +  41  1 +  42  2 +  43  3 +  41  1 +  4 …........…3 Hipotesis yang dijawab melalui penelitian ini adalah karakteristik demografi, kekosmopolitan, faktor lingkungan dan intensitas pendidikan konsumen berpengaruh nyata secara langsung maupun tidak langsung terhadap tingkat keberdayaan konsumen. HASIL Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keberdayaan Konsumen Faktor-faktor yang memengaruhi keberdayaan konsumen dianalisis dengan SEM Structural Equation Modeling yang disajikan pada Gambar 8. Dalam penelitian ini, analisis SEM menghasilkan dua model keberdayaan konsumen berdasarkan lokasi geografis, yakni kabupaten maupun kota. Secara umum, parameter kelayakan model di kabupaten lebih baik dibandingkan di kota. Nilai GFI dan CFI yang diperoleh dari model keberdayaan konsumen di kabupaten menunjukkan nilai yang diperoleh lebih besar dari 0.90 yang mengindikasikan model keberdayaan konsumen tergolong good fit. Untuk model keberdayaan konsumen di kota, telah mendekati kelayakan model dengan nilai GFI dan CFI lebih besar dari 0.80. Nilai RMSEA untuk kabupaten sebesar 0.100 dan untuk kota sebesar 0.115 yang tergolong “moderate” hampir mendekati batas kelayakan model yakni 0.05 hingga 0.10. 1 Keterangan : x1 = Keterjangkauan harga x2 = Ketersediaan produk y1 = Usia y2 = Lama pendidikan y3 = Pendapatan y4= Kekosmopolitan y5 = Media pendidikan konsumen y6 = Frekuensi pendidikan konsumen y7 = Materi pendidikan konsumen y8 = Keterampilan konsumen y9 = Pengalaman praktik tidak adil dan pemenuhan hak konsumen y10 = Ketegasan konsumen Gambar 7 Kerangka hipotetik model struktural variabel penelitian faktor-faktor yang memengaruhi keberdayaan konsumen y31 y11 y 24 y 84 y 104 x 21 Karakteristik Demografi 1 Intensitas pendidikan konsumen 3 Tingkat Keberdayaan Konsumen 4 Faktor Lingkungan 1 y11 Kekosmopolitan 2 21 42 y2 y3 y21 x1 x2 x 11 y4 y 73 y 53 y5 y6 y7 y 63 32 43 41 31 41 y8 y10  4  3  1  2  1  1  2  3  8  9  5  6  7 y9 y 94  6 2 Gambar 8 Model faktor-faktor yang memengaruhi keberdayaan konsumen di Kabupaten dan Kota Bogor menggunakan analisis SEM 0.386 0.337 -0.232 -0.457 0.691 0.489 0.671 0.612 0.751 0.497 0.197 0.284 Karakteristik Demografi 1 Intensitas Pendidikan Konsumen 3 Keberdayaan Konsumen 4 Faktor Lingkungan 1 y1 Kekosmopolitan 2 Uji Hipotesis : Chi-Square= 114.365; 136.461 Probability= 0.000; 0.000 CminDF= 2.599; 3.101 GFI= 0.905; 0.878 AGFI= 0.832; 0.784 CFI= 0.915; 0.863 RMSEA= 0.100; 0.115 Keterangan : x1 = Keterjangkauan harga x2 = Ketersediaan produk y1= Usia y2= Lama pendidikan y3= Pendapatan y4= Kekosmopolitan y5 = Media pendidikan konsumen y6 = Frekuensi pendidikan konsumen y7 = Materi pendidikan konsumen y8 = Keterampilan Konsumen y9 = Pengalaman praktik tidak adil dan pemenuhan hak konsumen y10 = Ketegasan konsumen Baris ke-1: Kabupaten Baris ke-2: Kota 0.964 0.716 0.442 0.509 y2 y3 0.757 0.648 x1 x2 0.343 0.435 y4 0.931 0.985 0.983 0.931 y5 y6 y7 0.544 0.449

1.03 0.57

0.85 0.185 0.162 0.228 0.021 0.212 0.485 0.504 0.358 0.423 0.625 y8 y10 y9 0.656 0.476 88 Pada Gambar 8 terdapat satu variabel intervening atau intermediating yaitu intensitas pendidikan konsumen yang memiliki variabel predecesor variabel sebelumnya, yaitu karakteristik demografi dan kekosmopolitan, serta memiliki satu variabel konsekuen variabel sesudahnya, yaitu keberdayaan konsumen. Pada variabel laten karakteristik demografi, indikator lama pendidikan adalah yang paling tinggi kontribusinya dilihat dari nilai muatan faktor, sedangkan pada variabel laten faktor lingkungan, keterjangkauan harga produk menjadi indikator yang paling tinggi kontribusinya. Dari tiga indikator variabel laten intensitas pendidikan konsumen, indikator media dan frekuensi pendidikan konsumen memberikan kontribusi dengan nilai muatan faktornya yang tinggi. Pada variabel laten keberdayaan konsumen, indikator keterampilan konsumen, pengalaman praktik tidak adil dan pemenuhan hak konsumen, dan ketegasan konsumen berkontribusi hampir berimbang terhadap konstraknya. Untuk kabupaten, variabel laten keberdayaan konsumen dipengaruhi nyata dan positif oleh karakteristik demografi, faktor lingkungan, kekosmopolitan dan intensitas pendidikan konsumen. Hal tersebut menunjukkan keberdayaan yang dirasakan dapat meningkat bila karakteristik demografi keluarga memadai, faktor lingkungan memberikan dukungan dan kemudahan, responden lebih kosmopolit, serta intensitas pendidikan konsumen lebih intensif. Sejalan dengan meningkatnya intensitas ibu rumah tangga dalam melakukan perjalanan ataupun memperoleh informasi dari lingkungan luar akan berpeluang meningkatkan keberdayaan konsumen secara tidak langsung. Karakteristik demografi juga memberikan dampak terhadap intensitas pendidikan konsumen yang bersifat positif, sehingga intensitas dapat meningkat bila karakteristik demografi keluarga memadai usia lebih muda, serta pendidikan dan pendapatan relatif tinggi. Ibu rumah tangga yang tinggal di kabupaten jika lebih intensif mengakses pendidikan konsumen dapat meningkatkan keberdayaan konsumen. Hasil dekomposisi efek model SEM faktor-faktor yang memengaruhi keberdayaan konsumen Tabel 22 menggambarkan : 1 Keberdayaan konsumen akan meningkat secara langsung kabupaten β=0.423 dan kota β=0.625, maupun tidak langsung kabupaten β=0.575 dan kota β=0.374 dengan karakteristik demografi indikator usia yang semakin muda, pendapatan yang semakin besar dan pendidikan formal yang semakin tinggi yang semakin baik. Pengaruh total langsung dan tidak langsung karakteristik demografi secara nyata memengaruhi keberdayaan konsumen dengan nilai β=0.998 di kabupaten dan β=0.999 di kota. 2 Keberdayaan konsumen akan meningkat secara langsung kabupaten =0.212 dan kota =0.485 dengan faktor lingkungan yang semakin baik dari sisi ketersediaan maupun keterjangkauan harga makanan kemasan. Dengan demikian, faktor lingkungan paling tinggi pengaruhnya di kota dibandingkan di kabupaten. 3 Keberdayaan konsumen akan meningkat secara langsung kabupaten =0.442 dan kota =0.509 dengan responden yang semakin kosmopolit, sedangkan secara tidak langsung keberdayaan konsumen tidak dipengaruhi oleh kekosmopolitan kabupaten =0.042 dan kota =0.003. Pengaruh total langsung dan tidak langsung kekosmopolitan, secara nyata memengaruhi keberdayaan konsumen dengan nilai β=0.484 di kabupaten dan β=0.512 di 89 kota. Dengan demikian, kekosmopolitan paling tinggi pengaruhnya di kota dibandingkan di kabupaten. 4 Keberdayaan konsumen akan meningkat secara langsung dan nyata hanya untuk wilayah kabupaten dengan nilai =0.228 dengan intensitas pendidikan konsumen yang semakin baik, dilihat dari indikator frekuensi dan media pendidikan konsumen, sedangkan untuk kota, keberdayaan konsumen tidak dipengaruhi oleh intensitas pendidikan konsumen dengan nilai =0.021. Dengan demikian, intensitas pendidikan konsumen hanya berpengaruh di kabupaten, sedangkan di kota tidak berpengaruh terhadap keberdayaan konsumen. Tabel 22 Hasil dekomposisi efek model faktor-faktor yang memengaruhi keberdayaan konsumen di wilayah Kabupaten dan Kota Bogor menggunakan SEM Variabel Kabupaten Kota TE DE IE TE DE IE 1. Faktor lingkungan 1 0.212 0.212 0.000 0.485 0.485 0.000 2. Karakteristik demografi 1 0.998 0.423 0.575 0.999 0.625 0.374 3. Kekosmopolitan 2 0.484 0.442 0.042 0.512 0.509 0.003 4. Intensitas pendidikan konsumen 3 0.228 0.228 0.000 0.021 0.021 0.000 Ket: TE= Total effect; DE= Direct effect; IE= Indirect effect; nyata pada p0.05 PEMBAHASAN Hipotesis yang dijawab melalui penelitian ini adalah karakteristik demografi, kekosmopolitan, faktor lingkungan dan intensitas pendidikan konsumen berpengaruh nyata secara langsung maupun tidak langsung terhadap tingkat keberdayaan konsumen. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa keberdayaan konsumen akan meningkat secara langsung maupun tidak langsung baik di kabupaten maupun kota dengan karakteristik demografi keluarga yang semakin baik. Artinya, jika responden berusia lebih muda, memiliki pendidikan formal relatif tinggi dan kondisi ekonomi yang relatif baik, akan mendukung peningkatan keberdayaan konsumen. Usia berkontribusi negatif terhadap variabel laten karakteristik demografi dalam memengaruhi keberdayaan konsumen sejalan dengan Nardo et al. 2011 dan Lyon et al. 2002. Pendapatan berkontribusi positif terhadap variabel laten karakteristik demografi dalam memengaruhi keberdayaan konsumen sejalan dengan studi Chandrasekhar 2012; Gholipour et al. 2010; Chaudhry dan Nosheen 2009; Thapa dan Gurung 2010; Duflo 2003; dan Blumberg 2005. Responden yang berhasil menempuh jenjang pendidikan yang tinggi akan semakin memberikan peluang bagi dirinya menjadi lebih berdaya untuk memperjuangkan hak konsumen, serta melaksanakan kewajiban konsumen. Hal ini sejalan dengan temuan beberapa peneliti Gholipour et al. 2010; 90 Chaudhry dan Nosheen 2009; Collard et al. 2006; Suja 2012; Vandiver et al. 1995; Resendez et al. 2000; Scheel dan Rieckmann 1998; Rahman dan Naoroze 2007; Khan 2010; Tayde dan Chole 2010; dan Rathiranee dan Semasinghe 2013. Keberdayaan konsumen akan meningkat secara langsung dengan faktor lingkungan yang semakin baik dari sisi ketersediaan maupun keterjangkauan harga makanan kemasan di kabupaten dan kota. Artinya, konsumen akan lebih berdaya dengan tersedianya berbagai pilihan produk kemasan di pasar dan dengan harga yang terjangkau oleh pendapatan keluarga. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Wathieu et al. 2002 bahwa pemberdayaan konsumen akan membuat konsumen mampu mengevaluasi berbagai pilihan dan menghasilkan keputusan yang lebih baik melalui ketersediaan dan keterjangkauan harga berbagai produk di pasar. Faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya di kota dibandingkan di kabupaten mengindikasikan bahwa pilihan produk lebih tersedia dan harga lebih terjangkau di kota yang berperan dalam peningkatan keberdayaan konsumen. Ketersediaan produk yang diperdagangkan tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi dapat pula berasal dari luar negeri. Seiring dengan rencana pembentukan pasar bebas ASEAN, semakin memperbesar peluang beragamnya produk luar negeri yang masuk ke Indonesia. Keberdayaan konsumen akan meningkat secara langsung dengan semakin kosmopolitnya responden baik di kabupaten maupun kota. Wawasan konsumen semakin terbuka sejalan dengan bertambahnya informasi yang diterima. Informasi yang diterima mengenai isu konsumen dapat berasal tidak hanya dari pendidikan formal, tetapi dari lingkungan sekitarnya. Pengalaman berkomunikasi dengan orang lain akan membuat konsumen memiliki harapan yang lebih baik untuk menjadi berdaya dalam mengambil keputusan yang tepat Hunter dan Garnefeld 2008. Kekosmopolitan yang tercermin dari tingkat mobilitas dan relasi dengan orang lain memberikan dampak terhadap keberdayaan. Hal ini sejalan dengan teori keseimbangan balance theory dari Heider yang menyatakan bahwa individu-individu sebagai bagian dari struktur sosial, cenderung untuk menjalin hubungan satu sama lain Goldberg dan Larson 1985. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa meningkatnya intensitas pendidikan konsumen di kabupaten dapat meningkatkan keberdayaan konsumen, sebaliknya di wilayah kota tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan keberdayaan konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan konsumen harus lebih diintensifkan pelaksanaannya di Kabupaten Bogor, karena dapat membentuk konsumen yang berdaya dibandingkan di kota. Ekanem et al. 2006 menyatakan bahwa lokasi konsumen adalah variabel penting dalam menjelaskan perbedaan sumber informasi tentang produk, dalam hal ini sebagai bagian dari pemberdayaan konsumen. Temuan penelitian ini sejalan dengan studi Samina et al. 2010 dan Rahman dan Naoroze 2007 bahwa pelatihan dan capacity building peningkatan pengetahuan dan skill penting dalam memberdayakan perempuan di desa. Hasil studi mengindikasikan bahwa pelatihan yang diterima berhubungan dengan keberdayaan perempuan. Semakin sering perempuan mendapat informasi melalui pelatihan yang diberikan akan dapat meningkatkan keberdayaan perempuan. Namun temuan ini bertentangan dengan hasil penelitian Gunasekaran dan Ezhil 2012 yang menyatakan bahwa pada 91 lokasi geografis yang berbeda, paparan terhadap media berpengaruh positif signifikan terhadap keberdayaan perempuan. Konsumen yang semakin terpapar informasi setelah mengakses pendidikan konsumen akan memungkinkan dirinya menjadi lebih terampil dan tegas dalam membuat keputusan pembelian dan terbuka wawasannya terhadap praktik-praktik yang dapat merugikan konsumen. Temuan ini sejalan dengan tujuan pendidikan konsumen, yakni : 1 membantu konsumen memperoleh pengetahuan sehingga dapat bertindak sebagai konsumen yang memiliki informasi yang cukup, misalnya memahami hak-hak konsumen dan pengetahuan gizi yang cukup sehingga dapat memilih produk pangan yang tepat; 2 memiliki keterampilan sehingga dapat berfungsi sebagai konsumen yang bertanggung jawab, misalnya mampu menyampaikan keluhan atau pengaduan, mampu mendeteksi praktik-praktik perdagangan yang merugikan konsumen; dan 3 memiliki keterampilan melakukan transaksi dengan produsen sehingga memperoleh produk yang berkualitas Sudaryatmo 2004. McGregor 2007 menyatakan bahwa pendidikan konsumen berpontensi mengarahkan pada keberdayaan dan tanggung jawab global dalam perannya sebagai konsumen. Orang akan merasa berdaya jika merasa inklusif, memiliki suara, diberi kesempatan berpartisipasi, memegang tanggungjawab, memiliki informasi dan diberi peluang untuk membangun kapasitas dan skill yang kondusif terhadap aksi dan perubahan sosial Pande 2004; McGregor 2005. Intensitas pendidikan konsumen di kota tidak terbukti memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan keberdayaan konsumen, hal ini karena intensitas pendidikan konsumen cenderung homogen tidak bervariasi. Faktor demografi, kekosmopolitan, dan faktor lingkungan masih lebih kuat pengaruhnya dalam membentuk konsumen yang berdaya dibandingkan pendidikan konsumen. SIMPULAN Untuk kabupaten, keberdayaan konsumen akan meningkat secara langsung dan tidak langsung dengan karakteristik demografi responden yang semakin muda, pendapatan yang semakin besar dan pendidikan formal yang semakin tinggi. Secara langsung, keberdayaan konsumen akan meningkat dengan faktor lingkungan yang semakin baik dengan indikator ketersediaan maupun keterjangkauan harga makanan kemasan, responden yang semakin kosmopolit, dan intensitas pendidikan konsumen yang semakin baik dengan frekuensi yang sering dan media pendidikan konsumen yang beragam. Untuk kota, keberdayaan konsumen meningkat secara langsung maupun tidak langsung dengan karakteristik demografi responden yang semakin muda, pendapatan yang semakin besar dan pendidikan formal yang semakin tinggi. Secara langsung, keberdayaan konsumen meningkat dengan faktor lingkungan yang semakin baik dengan indikator ketersediaan maupun keterjangkauan harga makanan kemasan dan responden yang semakin kosmopolit. Keberdayaan konsumen di kota tidak dipengaruhi oleh intensitas pendidikan konsumen. 92

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF KONSUMEN

Factors Influence Consumer Subjective Well-being Level Abstrak . Kesejahteraan subjektif konsumen dikonseptualisasikan sebagai respons emosional atau kognitif. Konsumen yang semakin rutin mengakses pendidikan konsumen akan menjadi semakin berdaya dalam memperjuangkan haknya, sehingga berpeluang besar mencapai kepuasan sebagai konsumen. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh karakteristik demografi, kekosmopolitan, faktor lingkungan, intensitas pendidikan konsumen dan keberdayaan konsumen terhadap kesejahteraan subjektif konsumen. Penelitian dilaksanakan di delapan desa dari empat kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor dengan responden adalah ibu rumah tangga sebanyak 320 orang. Analisis statistik yang digunakan adalah independent sample t-test dan regresi linier berganda. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan subjektif konsumen di Kabupaten dan Kota Bogor tidak berbeda nyata, dengan dimensi perlindungan konsumen dan pendidikan konsumen adalah yang paling rendah pada wilayah Kabupaten dan Kota Bogor. Untuk kabupaten, konsumen akan semakin tinggi kepuasannya dengan semakin intensifnya pendidikan konsumen, semakin sedikit kelompok rujukan, dan semakin terjangkaunya harga makanan kemasan. Untuk kota, kesejahteraan subjektif konsumen akan semakin tinggi pada konsumen dengan pendidikan formal yang lebih rendah, semakin intensifnya pendidikan konsumen, semakin tersedianya dan terjangkaunya harga makanan kemasan, dan semakin berdayanya konsumen. Kata-kata Kunci : demografi, faktor lingkungan, keberdayaan konsumen, kekosmopolitan, pendidikan konsumen Abstract. Consumer subjective well-being is conceptualized as an emotional or cognitive response. Consumers who increasingly access to consumer education will become increasingly empowered to stand up for their rights, so likely to reach the consumer subjective well-being. The purpose of this study was to analyze the influence of demographic characteristics, cosmopoliteness, environmental factors, consumer education and empowered consumers level on consumer subjective well-being. The research was undertaken in eight villages of four sub districts of Bogor with 320 housewives as respondents. Statistical analysis used independent sample t-test and linear regression. The study concluded that the level of consumer subjective well-being in the district and the city of Bogor were not significantly different, with the satisfaction of consumer protection and consumer education were the lowest both in district and city of Bogor. For district of Bogor, consumer subjective well-being would increase along with the intensify of consumer education, the less the reference groups, and the more affordable price of food packaging. For city of Bogor, the consumer subjective well-being would increase along with the lower formal education, the intensify of consumer education, the availability and accessibility of the price of food packaging, and the higher empowered consumers level. Key Words: consumer education, cosmopoliteness, empowered consumers, environmental factors 92 93 PENDAHULUAN Latar Belakang Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI menyatakan bahwa selama tahun 2012 sebanyak 620 kasus pengaduan konsumen, lebih rendah jumlahnya dibandingkan Hongkong yang mencapai 25.280 kasus pengaduan konsumen untuk tahun yang sama. Jumlah pengaduan yang sedikit ini tidak mencerminkan rendahnya pelanggaran perlindungan konsumen, melainkan fenomena ini seperti gunung es yang lebih disebabkan oleh rendahnya kesadaran konsumen untuk melaporkan ketidakadilan yang diterimanya. Padahal di tengah pelambatan ekonomi dunia, serbuan produk berkualitas rendah semakin marak dan beragam Prihtiyani 2013. Menurut Wathieu et al. 2002, dampak dari pemberdayaan konsumen akan membuat konsumen mampu mengevaluasi berbagai pilihan dan menghasilkan keputusan yang lebih baik, sehingga semakin berpeluang memaksimalkan kepuasan yang akan diperolehnya. Menurut Hunter dan Garnefeld 2008, pemberdayaan konsumen berdampak besar terhadap kepuasan konsumen. Menurut Jarva 2011, konsumen yang semakin rutin mengakses pendidikan konsumen akan menjadi semakin berdaya dalam memperjuangkan haknya, sehingga berpeluang besar mencapai kepuasan sebagai konsumen. Kepuasan konsumen merupakan bentuk penilaian dari kesejahteraan subjektif konsumen. Kesejahteraan subjektif adalah evaluasi kognitif dan emosional seseorang terhadap kondisi hidupnya. Evaluasi ini mencakup reaksi emosional terhadap berbagai peristiwa, serta penilaian kognitif dari kepuasan dan pemenuhan Diener 2009. Kesejahteraan konsumen adalah kepuasan konsumen dalam beragam subdomain kehidupan konsumen Day 1987; Leelakulthanit et al 1991; Meadow 1983. Dengan demikian, kesejahteraan subjektif konsumen adalah evaluasi kognitif dan emosional konsumen terhadap subdomain kehidupannya sebagai konsumen. Beberapa studi sebelumnya telah mengukur kesejahteraan konsumen di tingkat makro, namun perhatian masih kurang diberikan dalam mengembangkan pengukuran kesejahteraan konsumen yang dapat menangkap berbagai konstrak subdomain Sirgy et al. 1995. Penelitian tentang kesejahteraan konsumen telah dilakukan untuk mengukur kepuasan terhadap kepemilikan barang Nakano et al. 1995 dan kepuasan terhadap lembaga ritel Meadow 1983 yang menggunakan konsep kesejahteraan konsumen sebagai dimensi tunggal. Day 1987 dan Leelakulthanit et al. 1991 mengkonseptualisasikan kesejahteraan konsumen secara lebih luas dengan dua dimensi berbeda, yaitu, kepuasan terhadap akuisisi dan kepemilikan barang-barang konsumsi dan jasa. Fenomena konsumen kesejahteraan psikososial harus diukur dalam hal kepuasan dan ketidakpuasan yang berasal dari pengalaman agregat seseorang terhadap barang-barang konsumsi dan jasa dalam sistem pemasaran makro Lee et al. 2002. Faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, pendapatan, status perkawinan dan karakteristik demografi lainnya umumnya menjelaskan kurang dari 20 persen keragaman pada kesejahteraan subjektif Wang dan VanderWeele 2011. Faktor- faktor yang memengaruhi memengaruhi kesejahteraan subjektif adalah status 94 pekerjaan dengan pengaruh negatif Frey dan Stutzer 2002; Gerlach dan Stephan 1996; Diener et al. 1997, pendapatan dengan pengaruh positif Clark et al. 2001; Diener dan Biswas-Diener 2002, tingkat pendidikan dengan pengaruh positif Diener et al. 1997; Glenn dan Weaver 1981, usia Rojas 2007, jenis kelamin Toseland dan Rasch 1979-1980, kesehatan Cohen et al. 2003, dan self-esteem Diener 2009. Tingkat kebahagiaan diri perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki Diener et al. 1997; Blanchflower dan Oswald 2004; Clark et al. 2001. Kesejahteraan subjektif memiliki hubungan berbentuk U dengan usia, dengan titik balik antara 30 dan 50 tahun Hayo dan Seifert 2003; Blanchflower dan Oswald 2004. Faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif adalah jenis kelamin perempuan, kelas pendapatan tinggi, pernikahan, kerja, pola konsumsi modern, dan keanggotaan dalam organisasi Wang dan VanderWeele 2011. Temuan Paim et al. 2012 menunjukkan bahwa secara umum, konsumen memiliki kepuasan yang tinggi terhadap komponen kebutuhan dasar, tanggung jawab konsumen, dan perlindungan konsumen. Kepuasan terendah adalah dengan penjual dan pasar. Di pasaran, konsumen merasa puas dengan standar dan keselamatan produk, namun kurang puas dengan kejujuran pelaku usaha. Kepuasan konsumen terhadap dengan pasar adalah yang terendah dibandingkan dengan komponen kepuasan lainnya. Responden paling merasa puas dengan undang-undang dan peraturan tentang konsumen, diikuti oleh kepuasan terhadap upaya pemerintah untuk membantu kelompok rawan seperti orang miskin, orang tua dan orang yang membutuhkan. Responden paling tidak puas dengan program pendidikan konsumen dan penegakan hukum dan kebijakan konsumen. Investasi dalam pendidikan konsumen, baik formal maupun informal, memungkinkan penciptaan keterampilan dan kemampuan yang berkontribusi terhadap kesadaran hak-hak konsumen di bawah undang-undang perlindungan konsumen, dan untuk meningkatkan gaya hidup konsumen, yang mencakup keuntungan pribadi, sosial dan ekonomi Burghelea dan Cristina 2014. Temuan Liu et al. 2008 menemukan bahwa semakin tinggi kualitas informasi akan meningkatkan kepuasan konsumen. Berbagai hasil studi tentang kesejahteraan subjektif konsumen, lebih berfokus kepada kepuasan terhadap produk dan jasa, serta ditinjau dari sisi pemasaran. Dalam penelitian ini, fokusnya tidak dilihat dari sisi pemasar, namun dari sudut kepentingan konsumen. Dengan demikian, pertanyaan penelitian ini adalah : 1 bagaimana gambaran kesejahteraan subjektif konsumen di Kabupaten dan Kota Bogor?; 2 apakah ada perbedaan tingkat kesejahteraan subjektif konsumen antara Kabupaten dan Kota Bogor?; dan 3 faktor-faktor apa yang memengaruhi tingkat kesejahteraan subjektif konsumen di Kabupaten dan Kota Bogor?. Tujuan Penelitian 1 Mengidentifikasi kesejahteraan subjektif konsumen di Kabupaten dan Kota Bogor 2 Menganalisis perbedaan tingkat kesejahteraan subjektif konsumen antara Kabupaten dan Kota Bogor 3 Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kesejahteraan subjektif konsumen di Kabupaten dan Kota Bogor 95 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tingkat kesejahteraan subjektif konsumen di wilayah Kabupaten dan Kota Bogor, sehingga dapat menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan agar dapat meningkatkan kesejahteraan subjektif konsumen. Penelitian ini juga dapat berkontribusi terhadap pengayaan bidang ilmu konsumen maupun penyuluhan pembangunan. METODE Jenis data penelitian meliputi: 1 karakteristik demografi usia, besar keluarga, status pekerjaan, lama pendidikan, pendapatan, 2 kekosmopolitan, 3 faktor lingkungan keterjangkauan harga, kelompok rujukan, dan ketersediaan produk, 3 intensitas pendidikan konsumen frekuensi pendidikan konsumen, media pendidikan konsumen, dan materi pendidikan konsumen, 4 keberdayaan konsumen mencakup tiga dimensi, yakni keterampilan konsumen, pengalaman praktik tidak adil dan pemenuhan hak konsumen, dan ketegasan konsumen, dan 5 kesejahteraan subjektif konsumen pemenuhan kebutuhan, konsumsi, pendidikan konsumen, hak konsumen, dan perlindungan konsumen. Data yang diperoleh diolah dengan Microsoft Excel versi 2007 dan SPSS 18.0 for Windows. Skor setiap variabel dikompositkan, lalu ditransformasi menjadi skala 0 sampai 100. Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah independent sample t-test, korelasi Pearson, dan regresi linier berganda. Ada dua hipotesis yang dijawab melalui penelitian ini, yakni : tingkat kesejahteraan subjektif konsumen berbeda nyata antara kelompok responden di Kabupaten dan Kota Bogor H1 dan karakteristik demografi, kekosmopolitan, faktor lingkungan, intensitas pendidikan konsumen, dan keberdayaan konsumen berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan subjektif konsumen H2. HASIL Analisis Faktor Instrumen Kesejahteraan Subjektif Konsumen Hasil analisis instrumen kesejahteraan subjektif konsumen menggunakan komponen utama dan faktor konfirmatori disajikan pada Lampiran 12. Instrumen kesejahteraan subjektif konsumen terdiri dari 14 butir pernyataan dengan kisaran skor 0 sampai 3 dan total skor berkisar antara 0 sampai 42. Awalnya jumlah butir pernyataan adalah 26 butir, namun 12 butir dikeluarkan untuk mencapai instrumen yang reliabel melalui analisis faktor. Hasil analisis cronbach alpha menunjukkan kisaran nilai antara 0.596 hingga 0.935. Hasil Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy adalah 0.756 dengan Bartletts Test of Sphericity 2660.392, Approx. Chi-Square df= 105; Sig= 0.000. Artinya, hasil pengujian KMO adalah nyata dan nilai sebesar 0.756 mengindikasikan pola korelasi diantara butir relatif erat dan baik, karena diatas nilai yang disarankan oleh Field 2003, yakni 0.500.