IMPLIKASI KEBIJAKAN Tingkat Keberdayaan dan Strategi Pemberdayaan Konsumen

119 KB juga dapat secara langsung ikut memberdayakan konsumen di desa dengan melaksanakan penyuluhanpendidikan konsumen kepada masyarakat. Model komunikasi untuk menyampaikan pesan pendidikan konsumen adalah two step flow model, yang dikembanglan oleh Katz dan Paul Lazarsfeld, yakni tahap pertama dari sumber informasi ke pemuka pendapat, semata-mata hanya merupakan pengalihan informasi, sedangkan tahap kedua, dari pemuka pendapat kepada pengikutnya merupakan penyebarluasan pengaruh Lubis et al. 2010. b Pemanfaatan dana desa yang akan digulirkan oleh pemerintah sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa untuk tambahan insentif dengan adanya beban tugas baru yang diberikan kepada penyuluh KB dan para motivator konsumen c Pendampingan dan pemantauan oleh penyuluh KB terhadap motivator konsumen yang telah dilatih dalam melaksanakan pemberdayaan konsumen. Strategi khusus yang dapat diterapkan di kota adalah peningkatan kesadaran masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas dan memahami pentingnya pendidikan konsumen. Ketersediaan saranaprasarana di kota relatif sudah memadai, sehingga hal penting yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah mendorong masyarakat untuk mengakses informasi-informasi terkait isu konsumen yang telah tersedia. Peningkatan kesadaran dapat dilakukan dengan memasang baliho, spanduk, atau media lainnya yang isinya secara intensif menyadarkan masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa materi pendidikan konsumen yang diterima secara umum kurang jelas, sehingga perlu dipikirkan untuk mempermudah isi materi agar pesan-pesan yang disampaikan dapat dipahami dengan mudah oleh sasaran. Tersedianya Klinik Konsumen Terpadu KKT dapat ditingkatkan jumlahnya dan lokasinya dapat diinformasikan setiap minggu melalui media seperti radio atau koran lokal mencontoh layanan SIM dari Kepolisian RI. Klinik lapangan ini dapat digunakan untuk melakukan pendidikan konsumen maupun untuk menampung pengaduan masyarakat yang mengalami ketidakpuasan ketika berhadapan dengan pelaku usaha. Klinik ini juga dapat menerima aduan dan bukti produk yang tidak sesuai standar yang telah ditetapkan. Adapun strategi generik pemberdayaan konsumen yang dapat diterapkan baik di kabupaten maupun kota adalah : 1 Pendayagunaan telepon genggam untuk sosialisasi tentang pendidikan dan perlindungan konsumen. Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia membangun komitmen bersama dalam rangka optimalisasi fungsi internetmedia sosial untuk pendidikan konsumen, khususnya dengan memanfaatkan telepon genggam. Pemerintah maupun lembaga-lembaga perlindungan konsumen dapat memanfaatkan internet dan berbagai jejaring sosial didalamnya untuk berbagi informasi kepada konsumen. Internet dapat diakses sewaktu-waktu menggunakan telepon genggam, sehingga memungkinkan jangkauan pendidikan konsumen hingga ke seluruh wilayah Indonesia. Media sosial berperan dalam pembentukan kelompok dan aksi kelompok, tanpa 120 pembatasan waktu dan biaya yang menjadi penghalang organisasi dan institusi tradisional. Sosial media memungkinkan konsumen terhubung untuk berbagi pengalaman, memberikan masukan dan memaksa pelaku usaha untuk memenuhi janjinya, bahkan mengatur internet, agar menjadi saluran utama untuk informasi konsumen. Internet memberdayakan masyarakat dengan memberikan akses cepat terhadap informasi yang dibutuhkan, dan kekuatan bertindak secara kolektif ketika diinginkan. Penyebaran akses mobile internet akan semakin memperkuat hal ini European Commission 2012. 2 Pengayaan materi pendidikan konsumen dalam bahan ajar. Berbagai tema dalam pelaksanaan pendidikan konsumen perlu dirancang sedemikian rupa yang disesuaikan dengan kebutuhan, pendidikan maupun kondisi sosial ekonomi konsumen di kabupaten dan kota. Langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah : a Penyusunan kurikulum dan modul lengkap pendidikan konsumen dilakukan untuk dapat digunakan dalam pendidikan formal maupun non formal. Contoh materi pendidikan konsumen yang dapat diberikan untuk pengayaan bahan ajar dan telah diperluas lingkupnya adalah : 1 hak dan kewajiban konsumen, 2 UU yang relevan, badan dan organisasi perlindungan konsumen, 3 pengajuan komplain dan advokasi konsumen, 4 mengenal praktik-praktik tidak adil pelaku usaha, 5 pengetahuan dan keterampilan membaca label produk, 6 pengetahuan tentang barang, 7 pengetahuan dan keputusan pembelian, 8 aku cinta produk dalam negeri, 9 pemahaman tentang iklan menyesatkan, 10 produk berbahaya, dan 11 hak dan kewajiban pelaku usaha. b Integrasi materi pendidikan konsumen dalam mata pelajaran di sekolah melalui koordinasi Kementerian Perdagangan RI dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Untuk tingkat SD materi pendidikan konsumen dapat disisipkan dalam mata pelajaran Pengantar Lingkungan Hidup PLH, Bahasa Indonesia dan Ilmu Pengetahuan Sosial; untuk SMP, disisipkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia dan Ilmu Pengetahuan Sosial dan untuk SMA dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Ilmu pengetahuan Sosial dan Ekonomi. Kementerian Perdagangan RI dapat bekerjasama dengan sekolah untuk mewajibkan siswa menyimak isu-isu konsumen melalui radiotelevisi yang disiarkan secara periodik misalnya setiap akhir bulan. Rekaman ini dapat dibahas juga di kelas untuk lebih memberikan wawasan kepada siswa agar menjadi konsumen cerdas. Jika hal ini dapat dilaksanakan, percepatan pencerdasan konsumen berusia muda yang jumlahnya sangat besar akan lebih mudah terwujud. 3 Sosialisasi dan fasilitasi perlindungan konsumen. Strategi ini diperlukan karena hasil penelitian menunjukkan masih rendahnya ketegasan konsumen khususnya dalam melakukan pengaduan. Masih banyak konsumen yang tidak mengetahui kemana harus melakukan pengaduan atau tidak mau melakukan pengaduan karena biaya dan rumitnya prosedur yang harus dilalui. a Perlu alokasi bantuan pembiayaan bagi advokat konsumen yang mewakili kepentingan konsumen, karena banyak konsumen malas mengadukan komplain, karena menganggap hanya menghabiskan uang dan waktu saja, sehingga perlu difasilitasi dengan bantuan advokasi gratis dari pemerintah. 121 b Penyediaan layanan pengaduan online selama 24 jam dan bebas pulsa untuk mempermudah akses masyarakat. Layanan ini harus disosialisasikan seluas-luasnya agar masyarakat tahu kemana harus mengadu ketika mengalami ketidakpuasan. c Pemerintah perlu mensosialisasikan tatacara penyampaian komplain dan ganti rugi, serta bantuan advokasi kepada masyarakat baik melalui media cetak maupun media elektronik. Dapat juga dijajaki peluang bekerjasama dengan pelaku usaha untuk pencantuman informasi pengajuan komplain konsumen selain ke pelaku usaha d BPSK sebagai lembaga penyelesaikan sengketa konsumen harus berada di lokasi yang strategis dan mudah dijangkau oleh masyarakat, serta birokrasi pengaduan yang relatif sederhana, cepat dan mudah Upaya pemberdayaan konsumen tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga perlindungan konsumen saja, namun diperlukan keterlibatan pelaku usaha dan konsumen. Hal ini diperlukan pula untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kontra prestasi pada pelaku usaha seiring dengan semakin berdayanya konsumen. Seharusnya semakin berdaya konsumen, akan memberikan dampak iring positif kepada dunia usaha karena akan terjadi persaingan yang positif melalui peningkatan kualitas produk dan pelayanan konsumen : 1 Peningkatan peran pelaku usaha dalam memberdayakan konsumen. Hal ini diperlukan karena berdasarkan hasil temuan masih banyak praktik-praktik tidak adil pelaku usaha yang dialami konsumen dan pemenuhan hak konsumen yang paling lemah adalah pada hak didengar pendapat dan keluhannya atas ketidakpuasan terhadap makanan kemasan yang dibeli. Untuk itu, pelaku usaha harus ditingkatkan perannya agar secara sadar ikut melindungi konsumen, meskipun dalam hal ini pemerintah juga perlu bertindak tegas dalam menindak pelaku usaha yang melanggar kewajibannya, yakni khususnya dalam memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa dan memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan; memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Langkah- langkah yang dapat dilakukan adalah : a Pelibatan pelaku usaha dalam pemberdayaan konsumen untuk meminimalisasi berbagai praktik yang merugikan konsumen. Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, informasi yang disampaikan pelaku usaha kepada konsumen atas barang dan atau jasa yang ditawarkan harus lengkap, benar, jelas, dan jujur. Penyampaian informasi yang lengkap, benar, jelas, dan jujur merupakan salah satu kewajiban pelaku usaha, sebaliknya kewajiban pelaku usaha tersebut merupakan hak konsumen Samsul 2006. Hal ini dapat dilakukan oleh Kementerian Perdagangan RI dan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Disperindag pada level kabupatenkota bekerjasama dengan berbagai organisasi pelaku usaha seperti Kadin Kamar Dagang dan Industri, GAPMMI Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, APINDO Asosiasi Pengusaha Indonesia, HIPMI 122 Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia APRINDO, IWAPI Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia, ataupun Ikatan Pengusaha Muda Indonesia IPMI b Pelaku usaha dapat berperan sebagai aktor dalam kegiatan pendidikan konsumen. Hal ini dapat terwujud misalnya dengan adanya regulasi pemerintah bahwa di setiap akhir iklan produk, harus diselipkan pesan konsumen cerdas seperti “teliti sebelum membeli,” “perhatikan label,” “cintai produk Indonesia,” “perhatikan aturan pemakaian, dan lain-lain. c Pelaku usaha dapat juga membantu konsumen dalam mencari informasi tentang produkjasa yang dijual sehingga konsumen dapat melakukan perbandingan produk. Contohnya dengan menyediakan layanan bantuan di website yang memberikan informasi generik tentang produk termasuk harga, fungsi, ukuran dan sebagainya; kemana harus komplain; ataupun pengenalan terhadap pusat-pusat perbelanjaan. Komunikasi dan upaya penyediaan informasi oleh pelaku usaha dapat berdampak dalam mengubah pengetahuan, membentuk sikap, dan mengarahkan pengambilan keputusan konsumen Verbeke 2008. d Pelaku usaha wajib mencantumkan customer carelayanan konsumen pada setiap produknya, atau bahkan pemerintah dapat mewajibkannya menjadi salah satu atribut yang harus tercantum dalam label kemasan karena atribut ini dapat mempermudah konsumen menyampaikan ketidakpuasannya. 2 Peningkatan kemandirian konsumen. Strategi ini disarankan karena keberdayaan konsumen tidak dapat dicapai hanya mengharapkan peran pemerintah. Pendidikan konsumen secara informal dapat juga dilakukan pada tataran keluarga. Untuk itu, dalam memperkuat peran konsumen secara mandiri beberapa hal yang dapat dilakukan adalah: a Konsumen meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan mengakses berbagai informasi tentang konsumen yang telah banyak disediakan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga perlindungan konsumen. Dibutuhkan keterampilan seorang konsumen untuk memilah produk yang aman dan sehat untuk dikonsumsi, karena meskipun ada lembaga yang menaungi konsumen, diperlukan kemandirian konsumen untuk melindungi diri dan keluarganya. b Berdasarkan hasil temuan penelitian yang mengindikasikan masih rendahnya tingkat keberdayaan konsumen ibu rumah tangga, maka para ibu harus meningkatkan dan mengaplikasikan keterampilannya sebagai konsumen, dalam kehidupan sehari-hari, agar menjadi pembeli dan pemakai yang baik, dan menyampaikan segala keluhannya kepada pelaku usaha, meningkatkan pemahaman mengenai praktik yang tidak adil dan hak konsumen, mencari informasi dari media atau lembaga perlindungan konsumen terkait produk-produk yang layak beredar dan dikonsumsi, lebih teliti memeriksa label sebelum melakukan pembelian, dan melakukan pembelian sesuai kebutuhan. c Membangun rasa percaya diri konsumen dalam berhadapan dengan pelaku usaha. Tanpa rasa percaya diri, konsumen tidak akan mau memperjuang- kan haknya. Istilah “konsumen adalah raja” harus terus dipertahankan agar pelaku usaha tidak melanggar hak-hak konsumen. 123 Strategi, program, sasaran dan aktor dalam pemberdayaan konsumen disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Strategi, program, sasaran dan aktor dalam pemberdayaan konsumen No Strategi Program Sasaran Aktor 1. GENERIK Kabupaten dan Desa a. Pendayagunaan telepon genggam untuk sosialisasi tentang perlindungan konsumen ∙ Optimalisasi penyampaian informasi melalui telepon genggam. Masyarakat ∙ Kementerian Perdagangan RI ∙ Kementerian Komunikasi dan Informatika RI ∙ YLKI ∙ LPKSM ∙ BPSK ∙ BPOM ∙ Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi b. Pengayaan materi pendidikan konsumen dalam bahan ajar ∙ Penyusunan kurikulum dan modul lengkap pendidikan konsumen. ∙ Integrasi materi pendidikan konsumen dalam mata pelajaran di sekolah ∙ Pelajar, mahasiswa, guru, motivator konsumen ∙ Kementerian Perdagangan RI ∙ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. c. Sosialisasi dan fasilitasi perlindungan konsumen ∙ Alokasi bantuan pendanaan advokasi ∙ Layanan pengaduan online 24 jam bebas pulsa ∙ Sosialisasi tatacara komplain dan ganti rugi ∙ Akses mudah ke BPSK ∙ Masyarakat ∙ Kementerian Perdagangan RI ∙ YLKI ∙ LPKSM ∙ BPSK ∙ BPOM ∙ Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi ∙ LBH ∙ Pihak terkait lainnya 2. Khusus Kabupaten: a. Penyediaan sarana prasarana komunikasi bermedia untuk memfasilitasi pendidikan konsumen secara massa kelompok ∙ Peningkatan jumlah materi siaran yang sifatnya mendidik konsumen pada televisi dan radio ∙ Masyarakat Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, BPOM, YLKI, LPKSM, stasiun-stasiun TV dan radio milik swasta maupun pemerintah b. Pelibatan Penyuluh KB dalam pemberdayaan konsumen ∙ Pelatihan Penyuluh KB untuk pemberdayaan konsumen ∙ Pemanfaatan dana desa untuk insentif ∙ Pendampingan dan pemantauan ∙ Kader posyandu posdaya ∙ PKK ∙ Organisasi dan Tokoh Masyarakat ∙ Kementerian Perdagangan ∙ BKKBN ∙ Penyuluh KB 3. Khusus Kota : Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan konsumen ∙ Peningkatan kesadaran menggunakan media seperti baliho, spanduk, dan media lainnya ∙ Peningkatan jumlah dan akses Klinik Konsumen Terpadu KKT ∙ Masyarakat ∙ Kementerian Perdagangan RI ∙ YLKI ∙ LPKSM ∙ BPSK ∙ BPOM ∙ Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi 124 Pelaksanaan pemberdayaan konsumen tidak dapat dilepaskan dari peran berbagai pihak seperti pemerintah, lembaga-lembaga perlindungan konsumen, pelaku usaha dan konsumen sendiri Gambar 10. Pemerintah memberdayakan konsumen melalui Kementerian Perdagangan RI dan dinas-dinas terkait, serta lembaga-lembaga perlindungan konsumen seperti BPSK, LPKSM, maupun BPKN. Lembaga perlindungan konsumen non pemerintah misalnya adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI. Para pelaku usaha melibatkan berbagai organisasi seperti Kadin Kamar Dagang dan Industri, GAPMMI Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, APINDO Asosiasi Pengusaha Indonesia, HIPMI Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia APRINDO, IWAPI Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia, ataupun Ikatan Pengusaha Muda Indonesia IPMI. Untuk menciptakan konsumen yang berdaya, tidak dapat diserahkan hanya kepada satu pihak saja, namun kerjasama semua pihak mutlak diperlukan. Gambar 10 Strategi pemberdayaan konsumen berdasarkan pihak-pihak yang terlibat 125

XI. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Hasil uji beda antara wilayah Kabupaten dan Kota Bogor, disimpulkan bahwa usia dan besar keluarga tidak berbeda nyata, sedangkan pendapatan, pendidikan, dan kekosmopolitan berbeda nyata. Pada variabel intensitas pendidikan konsumen, frekuensi dan media pendidikan konsumen berbeda nyata, sedangkan kejelasan materi tidak berbeda antara kedua wilayah. Di antara kedua wilayah, keberdayaan konsumen adalah berbeda nyata, sebaliknya kesejahteraan subjektif konsumen tidak berbeda nyata. Tingkat keberdayaan konsumen di kabupaten dan kota adalah masih relatif rendah, dengan kondisi keberdayaan konsumen di kota lebih baik dibandingkan di kabupaten. Diantara tiga dimensi keberdayaan konsumen, dimensi ketegasan konsumen adalah yang paling rendah, diikuti pengalaman praktik tidak adil pelaku usaha dan pemenuhan hak konsumen, dan keterampilan konsumen adalah yang paling baik. Beberapa fakta ketidakberdayaan konsumen yang ditemukan adalah: 1 Rendahnya keterampilan dasar membedakan harga produk, pemahaman tentang layanan pelanggan dan membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pada makanan kemasan; 2 Pemahaman tentang label khususnya tentang pemahaman tentang kode produk dalam negeri MD atau luar negeri ML masih sangat lemah; 3 Keterampilan membaca label paling lemah pada nama dan alamat pihak yang memproduksi, tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa, serta keterangan kandungan gizi; 4 Pengalaman praktik tidak adil paling banyak dirasakan adalah makanan kemasan yang dibeli seolah-olah terisi penuh, padahal kenyataannya tidak penuh, terdapat ruang tidak berguna dalam kemasan dan makanan kemasan rusaktercemar; 5 Pemenuhan hak konsumen masih lemah pada hak didengar pendapat dan keluhannya atas ketidakpuasan terhadap makanan kemasan yang dibeli dan mendapat pembinaan dan edukasi kepada konsumen; 6 Kurangnya konsumen melakukan perbandingan produk sebelum melakukan pembelian makanan kemasan; 7 Sangat rendahnya pemahaman terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hak advokasi atau perlindungan hukum, serta hak-hak konsumen, UUPK, dan lembaga perlindungan konsumen; dan 8 Masih kurangnya kemauan konsumen dalam mengajukan komplain dan ganti rugi. Kelompok usia yang paling tidak berdaya adalah dewasa lanjut  60 tahun, kelompok yang miskin, pendidikan formal ≤ 9 tahun maksimal SMP, dan tidak kosmopolit. Secara umum, skor keberdayaan konsumen dan dimensinya hampir pada semua kategori karakteristik demografi dan kekosmopolitan yang paling rendah skornya adalah di kabupaten, yang berbeda nyata dengan responden di kota. Hanya pada kelompok responden dengan keluarga sedang atau besar 4 orang, kelompok responden dengan pendidikan formal 9 tahun di atas SMP dan kelompok responden yang tidak kosmopolit cenderung homogen atau sama keberdayaannya antara kabupaten dan kota. Untuk wilayah kabupaten, semakin tinggi pendidikan formal dan kosmopolit responden, akan mendorong akses terhadap pendidikan konsumen dengan media yang beragam dan frekuensi yang lebih sering. Untuk wilayah kota, 125 126 semakin kosmopolit responden, akan meningkatkan frekuensi dan akses terhadap media pendidikan konsumen. Untuk wilayah kabupaten, keberdayaan konsumen akan meningkat secara langsung dan tidak langsung dengan karakteristik demografi responden yang semakin muda, pendapatan yang semakin besar dan pendidikan formal yang semakin tinggi. Secara langsung, keberdayaan konsumen akan meningkat dengan faktor lingkungan, responden yang semakin kosmopolit, dan intensitas pendidikan konsumen yang semakin baik. Untuk wilayah kota, keberdayaan konsumen meningkat secara langsung maupun tidak langsung dengan karakteristik demografi responden yang semakin muda, pendapatan yang semakin besar dan pendidikan formal yang semakin tinggi. Secara langsung, keberdayaan konsumen meningkat dengan faktor lingkungan yang semakin baik dan responden yang semakin kosmopolit. Keberdayaan konsumen di kota tidak dipengaruhi oleh intensitas pendidikan konsumen. Tingkat kesejahteraan subjektif pada dimensi perlindungan konsumen dan pendidikan konsumen adalah yang paling rendah di wilayah Kabupaten dan Kota Bogor. Untuk wilayah kabupaten, konsumen akan semakin sejahtera dengan semakin intensifnya pendidikan konsumen, semakin sedikit kelompok rujukan, dan semakin terjangkau harga makanan kemasan. Untuk wilayah kota, kesejahteraan subjektif konsumen akan semakin tinggi pada konsumen dengan pendidikan formal yang lebih rendah, semakin intensifnya pendidikan konsumen, semakin tersedianya dan terjangkaunya harga makanan kemasan, dan semakin berdayanya konsumen. Strategi generik pemberdayaan konsumen di kabupaten dan kota adalah pendayagunaan telepon genggam untuk sosialisasi tentang pendidikan dan perlindungan konsumen, pengayaan materi pendidikan konsumen dalam bahan ajar, dan sosialisasi dan fasilitasi perlindungan konsumen. Strategi khusus di kabupaten adalah penyediaan saranaprasarana komunikasi bermedia untuk memfasilitasi pendidikan konsumen secara massakelompok dan pelibatan Penyuluh KB dalam pemberdayaan konsumen. Strategi khusus di kota adalah peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan konsumen. Strategi lainnya yang melibatkan pelaku usaha dan konsumen adalah peningkatan peran pelaku usaha dalam memberdayakan konsumen dan peningkatan kemandirian konsumen. Saran Saran bagi pemerintah dan lembaga-lembaga terkait dengan perlindungan konsumen adalah memanfaatkan fakta-fakta ketidakberdayaan konsumen yang ditemukan dalam penelitian ini dalam menyusun materi pendidikan konsumen, termasuk media yang banyak diakses konsumen, yakni media elektronik. Dengan demikian, pesan yang disampaikan berbasis kepada kebutuhan dan lebih sering diakses masyarakat. Hasil yang nyata pada pengaruh pendidikan konsumen terhadap keberdayaan konsumen di wilayah kabupaten mengindikasikan perlunya dilakukan gerakan pendidikan konsumen yang lebih intensif. Salah satu caranya adalah dengan “menitipkan” tugas pendidikan konsumen kepada Penyuluh KB yang berada di tingkat kecamatan, sehingga tidak diperlukan penyuluh-penyuluh 127 khusus untuk pendidikan konsumen. Para Penyuluh KB perlu dilatih untuk dapat memberikan materi pendidikan konsumen. Pemerintah juga perlu memperhatikan tambahan insentif dengan adanya beban tugas yang diberikan kepada Penyuluh KB. Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan dana desa sebagai implikasi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa khususnya Pasal 86 tentang Sistem Informasi Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Kabupaten yang berbunyi “Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi Desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah KabupatenKota. ” Informasi-informasi tentang konsumen dapat masuk dalam sistem informasi desa yang dapat diakses oleh semua masyarakat desa. Hal ini tentunya memerlukan koordinasi pihak-pihak terkait, baik pemerintah maupun kalangan LSM. Peran pengawasan masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat terhadap barang dan jasa yang beredar di pasaran akan membuat pelaku usaha lebih berhati-hati dalam menghasilkan produkjasa yang berkualitas. Jika masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat menemukan paraktik tidak adil pelaku usaha, dapat dilakukan class action atau gugatan kelompok, sehingga memberikan efek jera kepada pelaku usaha. Perlu penggalakan gerakan konsumerisme, yakni seperangkat kegiatan pemerintah, bisnis, organisasi independen dan konsumen yang peduli dengan maksud melindungi hak-hak konsumen. Saran bagi konsumen adalah agar pendidikan dan perlindungan konsumen tidak dapat hanya dibebankan kepada pemerintah dan lembaga-lembaga yang memiliki perhatian kepada konsumen, namun peran paling besar adalah berasal dari konsumen sendiri sebagai aktor utama. Kesadaran untuk melindungi diri dan keluarganya secara mandiri merupakan langkah pencegahan untuk terhindar dari praktik-praktik tidak adil yang masih dilakukan pelaku usaha. Selain itu, harus ditumbuhkan motivasi yang kuat dalam diri konsumen untuk mencari informasi tentang isu-isu terkait konsumen, tidak hanya saat menghadapi masalah dengan pelaku usaha, namun hal tersebut menjadi kebutuhan setiap saat. Dengan demikian, masyarakat Indonesia akan menjadi konsumen-konsumen yang cerdas, kritis dan pada akhirnya menjadi konsumen yang berdaya. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah agar instrumen keberdayaan konsumen yang disusun berdasarkan rujukan empiris, serta diperkaya dari undang-undang perlindungan konsumen dikembangkan dan diuji kembali agar menjadi alat ukur yang baku. Demikian pula dengan instrumen pendidikan konsumen, perlu dikembangkan agar dapat digunakan pada berbagai penelitian lain yang mengambil topik pendidikan konsumen. Penelitian tentang keberdayaan konsumen ini perlu diperluas tanpa memfokuskan pada produkjasa tertentu untuk dapat memotret keberdayaan konsumen secara holistikkomprehensif. Meskipun demikian, dapat pula dilakukan penelitian dengan memfokuskan pada satu produk saja jika diinginkan hasil penelitian yang lebih spesifik, misalnya keberdayaan konsumen dalam hal keuangan personal, kesehatan, pendidikan, iklan, konsumsi dan lingkungan, keamanan pangan, dan lain-lain. Penelitian keberdayaan konsumen dapat diperluas juga pada kelompok masyarakat lainnya seperti pada pelajar, mahasiswa, lansia, atau dengan 128 menstratifikasi responden berdasarkan kelas ekonomi, pendidikan, atau zona wilayah. Penelitian lain yang dapat dilakukan adalah kajian efektivitas pelatihan dan edukasi yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan RI atau dinas terkait kepada para motivator perlindungan konsumen, kajian tingkat pemahaman dan kesadaran pelaku usaha tentang kewajibannya, serta kesiapan konsumen dan produsen dalam menghadapi pasar bebas khususnya Asean Community 2015.