PROFIL KEBERDAYAAN KONSUMEN BERDASARKAN PERSPEKTIF KARAKTERISTIK DEMOGRAFI
70
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsumen saat ini berada dalam pasar yang semakin kompleks. Terjadinya perubahan dan peningkatan konsumsi menyebabkan konsumen semakin memiliki
kebebasan untuk memilih barang dan jasa Jarva 2011. Seiring dengan perkembangan kemudahan mengakses informasi, praktik perdagangan yang tidak
adil semakin marak terjadi. Konsumen semakin mudah terjerat menjadi korban promosi yang tidak jujur pelaku usaha yang tidak memberikan informasi yang
benar. Badan Pengawas Obat dan Makanan BPOM 2013 pada pertengahan tahun 2013, menemukan sekitar 1.308 makanan rusak, 667 item atau 11.188
kemasan makanan kadaluwarsa, 268 item atau 119.605 kemasan makanan Tanpa Izin Edar TIE, dan 160 item atau 6.809 kemasan makanan yang bermasalah
dengan label Wibowo 2013. Atas dasar masih banyaknya permasalahan terkait produk makanan kemasan, maka cakupan penelitian ini dibatasi pada kelompok
produk tersebut.
Data Badan Perlindungan Konsumen Nasional BPKN menunjukkan hanya 38 persen konsumen Indonesia yang menyadari bahwa mereka mempunyai hak
dan 11 persen diantaranya mengetahui bahwa hak tersebut dilindungi undang- undang. Artinya ada sekitar 62 persen masyarakat Indonesia yang belum
mengetahui mengenai hak-hak konsumen Liputan Bisnis 2013.
Berdasarkan permasalahan diatas, diperlukan upaya memberdayakan konsumen agar memiliki kekuasaan, pilihan nyata, informasi yang akurat,
transparansi pasar, dan keyakinan untuk ikut dalam perlindungan konsumen yang efektif dan hak-hak yang solid Commission of the European Communities 2007.
Selain itu, konsumen dianggap berdaya jika memiliki pilihan berkelanjutan untuk kebutuhan sehari-harinya yang mudah diidentifikasi, dipercaya, dan dipahami,
dan sesuai dengan cara hidup saat ini tanpa membuat tuntutan tidak masuk akal terhadap waktu, usaha termasuk pengambilan keputusan yang dibuat, dan uang
Thøgersen 2005. Inti pemberdayaan konsumen adalah gagasan bahwa konsumen harus memiliki perangkat untuk memastikan hasil yang terbaik bagi mereka.
Kesadaran tentang hak-hak konsumen meningkat dengan semakin tingginya tingkat pendidikan, pekerja terampil, dan pendapatan. Kelompok konsumen
berusia muda 15-20 tahun dan sangat tua 60 tahun memiliki kesadaran yang rendah tentang hak konsumen. Sebagian besar konsumen tahu hak-haknya untuk
memperoleh ganti rugi, didengarkan, dan memilih, tetapi kurang menyadari hak atas lingkungan yang aman dan pendidikan konsumen Paim et al. 2012.
Beberapa hasil penelitian menyimpulkan faktor-faktor yang memengaruhi keberdayaan diantaranya, adalah pendapatan Chandrasekhar 2012; Gholipour et
al. 2010; Chaudhry dan Nosheen 2009, usia Nardo et al. 2011; Lyon et al. 2002; Samina et al. 2010; Khan 2010, tingkat pendidikan Gholipour et al. 2010;
Collard et al. 2006; Suja 2012; Resendez et al. 2000; Rahman dan Naoroze 2007, pekerjaan Gholipour et al. 2010; Chaudhry dan Nosheen 2009; Tayde dan Chole
2010; Rathiranee dan Semasinghe 2013, besar keluarga Kotler dan Amstrong 2008; Resendez et al. 2000, lokasi geografis Chandrasekhar 2012; Wiklander
2010, dan kekosmopolitan Sugihen et al. 2004; Tayde dan Chole 2010.
71 Paparan di atas menjadi latar belakang dilakukannya penelitian untuk
mengindentifikasi profil keberdayaan konsumen. Pertanyaan penelitian yang dijawab melalui penelitian ini adalah bagaimana profil keberdayaan konsumen
berdasarkan karakteristik demografi dan kekosmopolitan di Kabupaten dan Kota Bogor, serta bagaimana pengaruh karakteristik demografi dan kekosmopolitan
terhadap keberdayaan konsumen di Kabupaten dan Kota Bogor?.
Tujuan Penelitian
1 Menganalisis profil keberdayaan konsumen berdasarkan perspektif karakteristik demografi dan kekosmopolitan di Kabupaten dan Kota Bogor
2 Menganalisis pengaruh karakteristik demografi dan kekosmopolitan terhadap keberdayaan konsumen di Kabupaten dan Kota Bogor
Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan perspektif baru terhadap pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan dan studi konsumen yang dikaitkan dengan
keberdayaan konsumen. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan dan lembaga-lembaga yang memiliki
perhatian terhadap masalah perlindungan konsumen. Manfaat bagi masyarakat adalah dapat memberikan wawasan untuk dapat menjadi konsumen yang bijak,
kritis, dan bertanggung jawab, serta mengetahui hak-hak dan kewajibannya. Hasil pemetaan profil keberdayaan konsumen yang diperoleh berguna bagi pemerintah
dalam menjalankan program pemberdayaan konsumen. Dengan demikian, masyarakat dapat menjadi konsumen berdaya yang dapat membuat keputusan
yang optimal dengan memahami preferensinya, serta mengenali pilihan-pilihan yang tersedia.
METODE
Data penelitian meliputi: 1 karakteristik demografi usia, besar keluarga, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, 2 kekosmopolitan; dan 3 keberdayaan
konsumen keterampilan konsumen, pengalaman praktik tidak adil dan pemenuhan hak konsumen, dan ketegasan konsumen. Pengumpulan data
dilakukan melalui wawancara menggunakan kuesioner terstruktur yang dilengkapi dengan showcard.
Data yang diperoleh diskoring dan ditransformasi menjadi skala 0 sampai 100 untuk mempermudah melakukan perbandingan skor antar variabel. Analisis
statistik yang digunakan adalah : 1 independent sample t-test, 2 One Way Anova dengan uji lanjut menggunakan Uji Beda Nyata terkecil LSD, dan 3
regresi linier berganda. Verifikasi asumsi klasik dilakukan dengan menganalisis kenormalan data, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas Ghozali 2009. Ada
dua hipotesis yang dijawab melalui penelitian ini, yakni : karakteristik demografi berpengaruh nyata terhadap keberdayaan konsumen H1, dan kekosmopolitan
berpengaruh nyata terhadap terhadap keberdayaan konsumen H2.
72
HASIL
Karakteristik Demografi dan Kekosmopolitan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia responden di kabupaten dan kota berada pada rentang 18-40 tahun dewasa awal. Rata-rata besar keluarga di
kabupaten dan kota adalah 4 orang dengan status responden adalah tidak bekerja. Tingkat pendidikan responden di kabupaten paling banyak adalah tamatan
SDsederajat, sedangkan tingkat pendidikan responden di kota adalah tamat SMAsederajat. Rata-rata pendapatan keluarga responden di kota Rp460
800.47kapitabulan lebih tinggi dibandingkan keluarga responden di kabupaten Rp334 948.66 kapitabulan. Persentase responden di kabupaten 46.3 yang
terkategori miskin berdasarkan BPS 2013 lebih tinggi dibandingkan di kota 36.9. Responden di kota lebih kosmopolit dibandingkan di kabupaten, artinya
responden yang tinggal di kabupaten masih memiliki keterbatasan untuk melakukan perjalanan ke luar daerah, mendapatkan ide-ide baru dari berbagai
media massa, membangun hubungan relasi, memanfaatkan informasi untuk perubahan diri, ataupun belum opimal menggunakan internet.
Profil Keberdayaan Konsumen berdasarkan Perspektif Demografi dan Kekosmopolitan
Untuk mengetahui profil keberdayaan konsumen berdasarkan perspektif demografi dan kekosmopolitan, maka pengelompokan data dilakukan berdasarkan
kategori usia Hurlock 2001, status bekerja dikelompokkan bekerja dan tidak bekerja, kategori kemiskinan BPS 2013, kategori besar keluarga didasarkan
pada kriteria BKKBN, lama pendidikan didasarkan wajib belajar 9 sembilan tahun pada jenjang pendidikan dasar, dan kekosmopolitan dikelompokkan
menjadi dua, yakni tidak kosmopolit jika skor 25 dan kosmopolit jika skor
25. Tabel 19 dicermati dengan membandingkan skor keterampilan konsumen,
pengalaman praktek tidak adil dan pemenuhan hak konsumen, ketegasan konsumen, dan keberdayaan konsumen antara kategori pada setiap variabel secara
kolom.
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari Tabel 19 adalah sebagai berikut : 1
Usia. Secara umum dari tiga kelompok usia Hurlock 2001, yang paling tidak
berdaya adalah kelompok dewasa lanjut
60 tahun, sedangkan untuk dewasa awal 18-40 tahun dan dewasa madya 41-59 tahun cenderung sama
skor keberdayaannya antara kedua kelompok usia tersebut, kecuali untuk keterampilan konsumen yang lebih tinggi dan nyata pada kelompok dewasa
awal 18-40 tahun. Secara umum, kelompok dewasa awal 18-40 tahun dan dewasa madya 41-59 tahun berbeda nyata dengan dewasa lanjut
60 tahun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kelompok usia paling
tidak berdaya adalah dewasa lanjut
60 tahun. 2
Status pekerjaan. Secara umum, antara kelompok responden yang bekerja dan tidak bekerja tidak berbeda nyata, kecuali pada skor keterampilan konsumen
yang berbeda nyata antara kedua kelompok serta lebih tinggi pada kelompok tidak bekerja. Hal ini karena kelompok ibu rumah tangga yang tidak bekerja
73 lebih mempunyai waktu untuk mengakses informasi tentang konsumen
dibandingkan kelompok ibu rumah tangga yang bekerja. 3
Kategori kemiskinan. Untuk total dan semua dimensi keberdayaan konsumen, skor antara kelompok responden yang miskin dan tidak miskin adalah berbeda
nyata, dengan skor paling rendah adalah pada kelompok yang miskin. Artinya, kondisi ekonomi yang lebih baik akan mendorong konsumen lebih berdaya
karena lebih memiliki fasilitas memadai dibandingkan kelompok responden yang miskin.
4 Besar keluarga. Skor keberdayaan konsumen dan dimensinya tidak berbeda
nyata antara kelompok responden dengan besar keluarga kecil 4 orang dan keluarga sedang atau besar 4 orang.
5 Lama pendidikan. Kelompok responden dengan pendidikan formal ≤ 9 tahun
maksimal SMP adalah yang paling tidak berdaya dilihat dari skor keberdayaan konsumen dan dimensinya yang lebih rendah dibandingkan
kelompok responden dengan pendidikan formal 9 tahun di atas SMP. Secara statistik, perbedaan antara kedua kelompok pendidikan adalah nyata
untuk keberdayaan konsumen dan dimensinya.
6 Kekosmopolitan. Kelompok responden yang tidak kosmopolit adalah yang
paling tidak berdaya dilihat dari skor keberdayaan konsumen dan dimensinya yang lebih rendah dibandingkan kelompok responden yang kosmopolit. Hasil
uji beda mengindikasikan perbedaan yang nyata antara kedua kelompok untuk keberdayaan konsumen dan dimensinya.
Tabel 19 Rata-rata dan uji beda keberdayaan konsumen berdasarkan perspektif
karakteristik demografi dan kekosmopolitan
Karakteristik Demografi dan Kekosmopolitan
Keterampilan Konsumen
skor 0-100 Pengalaman Praktek
Tidak Adil dan Pemenuhan Hak
Konsumen skor 0-100
Ketegasan Konsumen
skor 0-100 Indeks
Keberdayaan Konsumen
skor 0-100
Kategori Usia tahun - Dewasa awal 18-40
51.06
a
42.36
a
24.58
a
38.81
a
- Dewasa madya 41-59 47.18
b
43.56
a
24.59
a
39.24
a
- Dewasa lanjut 60
26.16
c
34.59
b
15.79
b
29.17
b
Status Pekerjaan - Tidak bekerja
50.25
a
43.19
a
24.13
a
39.17
a
- Bekerja 43.78
b
39.98
a
24.82
a
36.61
a
Kategori Kemiskinan - Miskin
42.79
a
39.96
a
21.43
a
35.67
a
- Tidak Miskin 53.20
b
44.32
b
26.31
b
40.72
b
Besar keluarga orang -
≤ 4
48.45
a
42.43
a
24.53
a
38.60
a
- 4 49.68
a
42.64
a
23.79
a
38.66
a
Lama pendidikan tahun -
≤ 9
42.53
a
40.22
a
21.67
a
35.88
a
- 9 61.15
b
46.93
b
29.34
b
43.94
b
Kekosmopolitan - Tidak Kosmopolit
44.15
a
38.62
a
19.54
a
34.45
a
- Kosmopolit 54.09
b
46.80
b
29.51
b
43.24
b
Ket : huruf yang berbeda dalam kurung
a, b
atau
a, b dan c
secara kolom menunjukkan perbedaan yang nyata, sedangkan huruf yang sama dalam kurung
a
dan
a
secara kolom menunjukkan perbedaan tidak nyata antara kelompok demografi dan kekosmopolitan pada keberdayaan konsumen dan dimensinya
74
Profil Keberdayaan Konsumen berdasarkan Perspektif Demografi, Kekosmopolitan dan Wilayah
Untuk mengidentifikasi
perbedaan profil
keberdayaan konsumen
berdasarkan wilayah, data yang telah dikelompokkan berdasarkan perspektif demografi dan kekosmopolitan disajikan pada Tabel 20. Tabulasi silang
digunakan untuk mengetahui profil keberdayaan konsumen pada wilayah kabupaten dan kota. Secara umum, berdasarkan perspektif demografi dan
kekosmopolitan, rata-rata skor keberdayaan konsumen dan dimensinya untuk wilayah kota lebih tinggi dibandingkan kabupaten. Data pada Tabel 20 dicermati
dengan membandingkan skor keterampilan konsumen, pengalaman praktek tidak adil dan pemenuhan hak konsumen, ketegasan konsumen, dan keberdayaan
konsumen antara kabupaten dan kota pada setiap kategori pada variabel secara baris, misalnya untuk mengetahui perbedaan keterampilan konsumen antara
kabupaten dan kota pada kelompok responden yang miskin, dan seterusnya.
Tabel 20 Rata-rata dan uji beda keberdayaan konsumen berdasarkan perspektif
demografi dan kekosmopolitan, serta uji beda antar wilayah
Karakteristik Demografi dan Kekosmopolitan
Keterampilan Konsumen
skor 0-100 Pengalaman
Praktek Tidak Adil dan
Pemenuhan Hak Konsumen
skor 0-100 Ketegasan
Konsumen skor 0-100
Indeks Keberdayaan
Konsumen skor 0-100
Kab Kota
Kab Kota
Kab Kota
Kab Kota
Kategori Usia tahun - Dewasa awal 18-40
44.54
a
58.49
b
39.52
a
45.60
b
21.63
a
27.93
b
35.60
a
42.47
b
- Dewasa madya 41-59 41.15
a
52.21
b
40.99
a
45.69
a
23.10
a
25.84
a
36.61
a
41.43
b
- Dewasa lanjut 60
21.90
a
28.60
a
26.10
a
39.44
b
13.68
a
17.00
a
22.65
a
32.90
b
Satus Pekerjaan - Tidak bekerja
44.25
a
55.62
b
40.39
a
45.68
b
22.19
a
25.87
b
36.28
a
41.75
b
- Bekerja 39.05
a
50.95
b
37.47
a
43.79
b
21.02
a
30.59
b
33.58
a
41.22
b
Kategori Kemiskinan - Miskin
37.86
a
48.96
b
37.32
a
43.26
b
17.12
a
26.84
b
32.41
a
39.76
b
- Tidak Miskin 47.26
a
58.25
b
41.64
a
46.59
b
26.00
a
26.57
a
38.33
a
42.77
b
Besar keluarga orang -
4
42.37
a
55.88
b
38.65
a
47.05
b
22.09
a
27.52
b
34.93
a
43.08
b
- 4 44.35
a
53.29
b
42.26
a
42.90
a
21.37
a
25.43
a
37.32
a
39.58
a
Lama pendidikan tahun -
9
38.19
a
48.60
b
37.96
a
43.38
b
19.21
a
25.11
b
33.37
a
39.38
b
- 9 58.64
a
62.44
a
45.26
a
47.79
a
30.82
a
28.57
a
42.96
a
44.44
a
Kekosmopolitan - Tidak Kosmopolit
39.61
a
52.32
b
36.17
a
43.02
b
18.41
a
21.59
a
32.13
a
38.63
b
- Kosmopolit 49.78
a
56.34
b
46.85
a
46.77
a
29.13
a
29.72
a
42.77
a
43.48
a
Ket : huruf yang berbeda dalam kurung
a
dan
b
secara baris menunjukkan perbedaan yang nyata p0.05 antara wilayah kabupaten dan kota untuk setiap kategori karakteristik demografi dan kekosmopolitan, sedangkan huruf yang sama dalam kurung
a
dan
a
secara baris menunjukkan perbedaan tidak nyata p0.05 antara wilayah kabupaten dan kota untuk setiap kategori karakteristik demografi
dan kekosmopolitan pada skor keberdayaan konsumen dan dimensinya.
Berdasarkan Tabel 20, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut :
1 Usia. Secara umum, skor keberdayaan konsumen dan dimensinya pada tiga
kelompok usia Hurlock 2001, yang paling tidak berdaya adalah kelompok responden di kabupaten. Secara statistik, untuk kelompok dewasa awal 18-40
tahun, ada konsistensi perbedaan yang nyata antara kabupaten dan kota untuk skor keberdayaan konsumen dan ketiga dimensinya, sedangkan untuk
kelompok dewasa madya 41-59 tahun dan dewasa lanjut
60 tahun
75 masing-masing tren yang tidak konsisten terkait hasil uji beda antara
kabupaten dan desa. Pada kelompok dewasa madya 41-59 tahun, perbedaan yang nyata ditemukan pada skor keterampilan konsumen dan keberdayaan
konsumen, sedangkan pada kelompok dewasa lanjut
60 tahun perbedaan yang nyata ditemukan pada skor pengalaman praktek tidak adil dan
pemenuhan hak konsumen, dan skor keberdayaan konsumen. 2
Status pekerjaan. Untuk skor keberdayaan konsumen dan dimensinya, baik untuk kelompok responden yang bekerja dan tidak bekerja ditemukan
perbedaan yang nyata antara kabupaten dan kota. Untuk kelompok responden yang bekerja maupun tidak bekerja, secara konsisten skor keberdayaan
konsumen dan dimensinya lebih rendah pada responden di kabupaten. Artinya, pada kriteria responden yang sama baik bekerja maupun tidak
bekerja, konsumen paling tidak berdaya adalah di kabupaten.
3 Kategori kemiskinan. Skor keberdayaan konsumen dan dimensinya, baik
untuk kelompok responden yang masuk kelompok miskin dan tidak miskin ditemukan perbedaan yang nyata antara kabupaten dan kota. Untuk kelompok
responden yang miskin maupun tidak miskin, secara konsisten skor keberdayaan konsumen dan dimensinya lebih rendah pada responden di
kabupaten. Artinya, pada kriteria responden yang sama, baik miskin maupun tidak miskin, konsumen paling tidak berdaya adalah di kabupaten.
4 Besar keluarga. Untuk skor keberdayaan konsumen dan dimensinya, untuk
kelompok responden dengan besar keluarga kecil 4 orang ditemukan perbedaan yang nyata antara kabupaten dan kota dengan skor paling rendah
adalah di kabupaten. Sebaliknya, tidak ada perbedaan yang nyata antara kabupaten dan kota untuk kelompok responden keluarga sedang atau besar
4 orang. Artinya, pada responden dengan besar keluarga kecil 4 orang ada variasi skor keberdayaan konsumen dan dimensinya antara kabupaten dan
kota, sedangkan pada kelompok responden dengan keluarga sedang atau besar 4 orang cenderung homogen atau sama keberdayaannya.
5 Lama pendidikan. Untuk skor keberdayaan konsumen dan dimensinya, untuk
kelompok responden dengan pendidikan formal ≤ 9 tahun maksimal SMP
ditemukan perbedaan yang nyata antara kabupaten dan kota dengan skor paling rendah adalah di kabupaten. Sebaliknya, tidak ada perbedaan yang
nyata antara kabupaten dan kota untuk kelompok responden dengan pendidikan formal 9 tahun di atas SMP. Artinya, pada responden dengan
pendidikan formal
≤ 9 tahun ada variasi skor keberdayaan konsumen dan dimensinya antara kabupaten dan kota, sedangkan pada kelompok responden
dengan pendidikan formal 9 tahun di atas SMP cenderung homogen atau sama keberdayaannya.
6 Kekosmopolitan. Skor keberdayaan konsumen dan dimensinya untuk
kelompok responden yang tidak kosmopolit ditemukan berbeda nyata antara kabupaten dan kota, dengan skor paling rendah adalah di kabupaten.
Sebaliknya, secara umum tidak ada perbedaan yang nyata antara kabupaten dan kota untuk kelompok responden yang tidak kosmopolit. Artinya, pada
responden yang tidak kosmopolit ada variasi skor keberdayaan konsumen dan dimensinya antara kabupaten dan kota, sedangkan pada kelompok responden
yang tidak kosmopolit cenderung homogen atau sama keberdayaannya.
76
Pengaruh Karakteristik Demografi dan Kekosmopolitan terhadap Keberdayaan Konsumen dan Dimensinya
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh karakteristik demografi dan kekosmopolitan terhadap keberdayaan konsumen di
kabupaten dan kota. Asumsi klasik regresi linier berganda telah terpenuhi dari aspek normalitas, homoskedastisitas, nonmultikolinieritas, dan non autokorelasi.
Hasil analisis asumsi klasik adalah sebagai berikut : 1 hasil uji Kolmogorov Smirnov terkait kenormalan data menunjukkan error data berdistribusi normal
karena nilai signifikansi lebih besar dari 0.05, artinya asumsi normalitas terpenuhi;
2 scatterplot
yang dihasilkan
melalui analisis
regresi mengindikasikan bahwa error menyebar di sekitar nol, sehingga dapat
disimpulkan bahwa asumsi homoskedastisitas terpenuhi; 3 Hasil pengujian asumsi non multikolinieritas mengindikasikan nilai VIF di bawah 5, artinya model
telah memenuhi asumsi non multikolinieritas Hair et al. 2006; dan 4 nilai Durbin Watson mendekati 2 menunjukkan model bebas autokorelasi Tabel 21.
Tabel 21 Koefisien regresi pengaruh karakteristik demografi dan kekosmopolitan
terhadap keberdayaan konsumen untuk Kabupaten dan Kota Bogor
Variable Bebas Kabupaten nilai beta
Kota nilai beta Usia tahun
0.049 -0.065
Besar keluarga orang 0.173
-0.111 Status pekerjaan 0=tidak bekerja; 1=bekerja
-0.035 0.003
Lama pendidikan tahun 0.360
0.317 Pendapatan Rpkapitabulan
0.154 -0.181
Kekosmopolitan skor 0.361
0.272 Kolmogorov-Smirnov Z Sig
0.768 0.632
Durbin-Watson 1.790
1.791 F sig
22.455 0.000 7.508 0.000
Adjusted R Square 0.447
0.197
Ket: nyata pada p0.05; nyata pada p0.01
Secara parsial, keberdayaan konsumen di kabupaten dipengaruhi secara nyata dan positif oleh besar keluarga
=0.173, p0.01, lama pendidikan =0.360, p0.01, pendapatan =0.154, p0.05, dan kekosmopolitan =0.361,
p0.01. Variabel lain yang diteliti, yakni usia dan status pekerjaan tidak memengaruhi keberdayaan konsumen. Untuk wilayah kota, keberdayaan
konsumen dipengaruhi secara nyata dan positif oleh lama pendidikan =0.317,
p0.01 dan kekosmopolitan =0.272, p0.01, serta secara nyata dan negatif
oleh pendapatan =-0.181, p0.05. Variabel lain yang diteliti, yakni usia dan
status pekerjaan tidak memengaruhi keberdayaan konsumen. Secara bersama-sama variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel
tidak bebas keberdayaan konsumen dengan tingkat kepercayaan 99 persen atau p0.01. Analisis regresi terhadap keberdayaan konsumen menghasilkan nilai
adjusted R square sebesar 0.447 untuk kabupaten dan 0.197 untuk kota, artinya masing-masing 44.7 persen di kabupaten dan 19.7 persen di kota, keberdayaan
konsumen dijelaskan oleh variabel-variabel karakteristik demografi dan kekosmopolitan, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel di luar penelitian.
Variabel lain yang tidak diteliti, namun dapat memengaruhi keberdayaan konsumen adalah kepercayaan dan efikasi diri Macdonald dan Uncles 2007.
77
PEMBAHASAN
Penelitian ini mengangkat bahasan tentang profil keberdayaan konsumen berdasarkan perspektif karakteristik demografi dan kekosmopolitan, serta faktor-
faktor yang memengaruhi keberdayaan konsumen di Kabupaten dan Kota Bogor. Menurut Hunter et al. 2006, pemberdayaan konsumen berhubungan dengan
keterampilan, kompetensi, hak dan kemampuan konsumen pada satu sisi, dan dengan pilihan yang lebih besar di sisi lain.
Tingkat keberdayaan konsumen di kabupaten dan kota relatif masih rendah, dengan skor keberdayaan paling rendah di kabupaten. Kelompok usia yang paling
tidak berdaya adalah dewasa lanjut
60 tahun, diikuti dewasa awal 18-40 tahun dan dewasa madya 41-59 tahun. Kategori kemiskinan, lama pendidikan
dan kekosmopolitan membedakan keberdayaan konsumen dengan kelompok paling tidak berdaya adalah pada kelompok yang miskin, pendidikan formal
≤ 9 tahun maksimal SMP, dan tidak kosmopolit. Status pekerjaan dan kategori besar
keluarga tidak membedakan keberdayaan konsumen. Dengan demikian, bekerja atau tidaknya responden, serta besar keluarga tidak mengakibatkan perbedaan
tingkat keberdayaan konsumen. Padahal menurut Nardo et al. 2011 konsumen yang tidak aktif bekerja adalah kurang berdaya dibandingkan yang bekerja.
Profil konsumen yang tidak berdaya berdasarkan karakteristik demografi yang ditemukan pada penelitian ini, sejalan dengan hasil studi Ministry of
Domestic Trade, Cooperation and Consumerism di Malaysia yang menemukan bahwa kesadaran terhadap hak-hak konsumen meningkat dengan semakin
tingginya tingkat pendidikan dan pendapatan. Kelompok usia konsumen yang paling rendah kesadaran tentang hak konsumen adalah usia muda 15-20 tahun
dan sangat tua 60 tahun. Temuan lain yang mendukung adalah oleh European Commission 2011 yang berdasarkan analisis ekonometrik Indeks Pemberdayaan
Konsumen menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan merupakan faktor yang berkontribusi terhadap rendahnya keberdayaan konsumen.
Kelompok responden yang terkategori dewasa lanjut
60 tahun adalah yang paling tidak berdaya. Hal ini karena perubahan usia yang semakin tua, dapat
membatasi akses konsumen terhadap informasi, mencoba pilihan, kemudahan pembelian dan penyelesaian masalah Lyon et al. 2002. Selain itu, temuan dari
European Commission 2011 berdasarkan analisis ekonometrik Indeks Keberdayaan Konsumen dan Ahmad 2002 menunjukkan bahwa individu yang
berusia muda dan tua dikategorikan sebagai kurang berdaya. Temuan penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya dengan kelompok usia paling berdaya
adalah kelompok dewasa awal 18-40 tahun.
Secara umum, skor keberdayaan konsumen dan dimensinya pada tiga kelompok usia, yang paling tidak berdaya adalah kelompok responden di
kabupaten. Untuk kelompok responden yang bekerja maupun tidak bekerja, konsumen paling tidak berdaya adalah di kabupaten yang berbeda nyata dengan
kota. Untuk kelompok responden yang miskin maupun tidak miskin, secara konsisten skor keberdayaan konsumen dan dimensinya lebih rendah pada
responden di kabupaten, serta berbeda nyata dengan kota. Pada kelompok responden dengan besar keluarga kecil 4 orang ditemukan perbedaan yang
nyata antara kabupaten dan kota dengan skor paling rendah adalah di kabupaten, sedangkan pada kelompok responden dengan keluarga sedang atau besar 4
78 orang cenderung homogen atau sama keberdayaannya. Untuk skor keberdayaan
konsumen dan dimensinya, untuk kelompok responden dengan pendidikan formal
≤ 9 tahun maksimal SMP ditemukan perbedaan yang nyata antara kabupaten dan kota dengan skor paling rendah adalah di kabupaten. Sebaliknya, tidak ada
perbedaan yang nyata antara kabupaten dan kota untuk kelompok responden dengan pendidikan formal 9 tahun di atas SMP. Skor keberdayaan konsumen
dan dimensinya untuk kelompok responden yang tidak kosmopolit ditemukan berbeda nyata antara kabupaten dan kota, dengan skor paling rendah adalah di
kabupaten. Sebaliknya, secara umum tidak ada perbedaan yang nyata antara kabupaten dan kota untuk kelompok responden yang tidak kosmopolit.
Responden yang lebih tidak berdaya menurut temuan penelitian adalah di kabupaten, yang sejalan dengan studi Chandrasekhar 2012 di India, yakni
konsumen perdesaan dalam penelitian ini mendekati karakteristik kabupaten cenderung masih memiliki masalah komunikasi dan melek huruf yang rendah,
sehingga belum mengenal dan memahami informasi konsumen sepenuhnya. Selain itu, konsumen di perdesaan lebih suka membeli produk yang harganya
lebih murah dan mudah terpengaruh pengecerpenjual dibandingkan konsumen kota dalam penelitian ini mendekati karakteristik kota. Berdasarkan Agriculture
and Agri-Food Canada 2010, ketersediaan produk di perkotaan lebih beragam dan konsumennya lebih mudah mengakses informasi, sehingga memungkinkan
konsumen mengonsumsi makanan yang lebih bervariasi baik dari luar maupun dalam negeri.
Hasil penelitian ini Hipotesis 1 H1, ada pengaruh yang nyata dari karakteristik demografi terhadap keberdayaan konsumen di Kabupaten dan Kota
Bogor. Untuk wilayah kabupaten, keberdayaan konsumen dipengaruhi secara nyata dan positif oleh besar keluarga, lama pendidikan, dan pendapatan,
sedangkan untuk wilayah kota, keberdayaan konsumen dipengaruhi secara nyata dan positif oleh lama pendidikan, serta secara nyata dan negatif oleh pendapatan.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa di kabupaten, besar keluarga berpengaruh nyata dan positif terhadap keberdayaan konsumen, artinya semakin
besar jumlah anggota keluarga, akan membuat responden semakin berdaya sebagai konsumen. Besar keluarga berpengaruh terhadap makin terampilnya
responden. Semakin banyak anggota keluarga, maka sumber informasi juga akan semakin banyak, demikian pula sebaliknya. Anggota keluarga dapat memengaruhi
perilaku konsumen Kotler dan Amstrong 2008. Temuan penelitian ini bertentangan dengan studi Samina et al. 2010 bahwa besar keluarga
berhubungan negatif dengan keberdayaan perempuan di desa.
Hasil analisis regresi yang berbeda antara kabupaten dan kota ditemukan pada pendapatan keluarga yang berpengaruh nyata dan positif di kabupaten,
sebaliknya berpengaruh nyata dan negatif di kota terhadap keberdayaan konsumen. Artinya, semakin rendah pendapatan keluarga di kabupaten dan
semakin tinggi pendapatan di kota akan meningkatkan keberdayaan konsumen. Temuan bahwa pendapatan berpengaruh nyata dan positif di kabupaten sejalan
dengan studi Chandrasekhar 2012, Agriculture and Agri-Food Canada 2010, Gholipour et al. 2010, Chaudhry dan Nosheen 2009. Collard et al. 2006 dan
Tayde dan Chole 2010 menyimpulkan bahwa keberdayaan dipengaruhi oleh pendapatan. Hal ini sejalan pula dengan studi Nardo et al. 2011 pendapatan yang
semakin rendah menurunkan keberdayaan konsumen di Bulgaria, Jerman,
79 Polandia, Portugal, dan Rumania. Kennedy et al. 2005 dan Grunert et al. 2010
menyimpulkan bahwa pengetahuan konsumen sebagai bagian dari aspek keberdayaan adalah berbeda berdasarkan status ekonomi. Faktor ekonomi
merupakan faktor kontributor penting terhadap peningkatan keberdayaan Thapa dan Gurung 2010; Duflo 2003; Blumberg 2005.
Pendapatan berpengaruh nyata dan negatif terhadap keberdayaan untuk wilayah kota, artinya kondisi ekonomi yang semakin baik cenderung menurunkan
keberdayaan konsumen. Responden dengan pendapatan semakin tinggi cenderung lebih memberikan perhatian terhadap pembelian produk yang lebih mahal
dibandingkan produk makanan kemasan. Hal ini sejalan dengan temuan Nardo et al. 2011, bahwa di Finlandia, Inggris, Irlandia, Norwegia dan Denmark
pendapatan memiliki hubungan terbalik dengan keberdayaan konsumen.
Status pekerjaan tidak berpengaruh nyata terhadap keberdayaan bertentangan dengan temuan beberapa temuan peneliti seperti Gholipour et al.
2010; Chaudhry dan Nosheen 2009; Scheel dan Rieckmann 1998; Commission Staff Working Paper Brussels 2011; dan Rathiranee dan
Semasinghe 2013. Usia tidak berpengaruh nyata terhadap keberdayaan bertentangan dengan temuan beberapa temuan peneliti seperti Nardo et al. 2011,
Lyon et al. 2002 Oumlil dan Williams 2000; Samina et al. 2010, Khan 2010, dan Ahmad 2002.
Untuk kedua wilayah, semakin tinggi pendidikan formal responden, akan dapat meningkatkan keberdayaan konsumen. Responden yang berhasil menempuh
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi akan lebih terbuka pemikiran dan wawasannya mengenai isu-isu konsumen. Pendidikan yang tinggi dapat
meningkatkan pemahaman dan kesadaran, serta meningkatkan aspek kognitif dan psikologinya. Studi Gunasekaran dan Ezhil 2012 menunjukkan bahwa baik di
perdesaan maupun perkotaan pendidikan berpengaruh positif terhadap keberdayaan perempuan. Pendidikan yang tinggi merupakan salah satu kunci
penting untuk mewujudkan keberdayaan yang lebih baik Raquib et al. 2010; Gholipour et al. 2010, Collard et al. 2006; Suja 2012; Chaudhry dan Nosheen
2009; European Commission 2011; Vandiver et al. 1995; Resendez et al. 2000; dan Scheel dan Rieckmann 1998. Menurut Sethumadhava Rao Mandal 2013,
pendidikan menciptakan self-confidence, self-esteem dan self-sufficiency bagi individu.
Untuk wilayah kota, besar keluarga tidak berpengaruh dengan keberdayaan konsumen, artinya jumlah keluarga yang semakin besar tidak menaikkan atau
menurunkan keberdayaan konsumen. Hal ini karena jumlah keluarga di kota cenderung homogen, dengan rata-rata besar keluarga empat orang. Hal ini sejalan
dengan temuan Resendez et al. 2000 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara keberdayaan dengan besar keluarga.
Hasil penelitian ini menjawab Hipotesis 2 H2, ada pengaruh yang nyata dari variabel tingkat kekosmopolitan terhadap keberdayaan konsumen di
Kabupaten dan Kota Bogor. Hasil analisis regresi mengindikasikan bahwa untuk wilayah kabupaten dan kota, keberdayaan konsumen dipengaruhi secara nyata dan
positif oleh kekosmopolitan.
Responden yang terbiasa melakukan perjalanan ke luar daerah dan menjalin hubungan yang luas dengan orang lain akan lebih berdaya dibandingkan
responden yang jarang berhubungan dengan orang lain. Semakin kosmopolit
80 konsumen, semakin terjadi peningkatan yang lebih positif untuk keberdayaan
konsumen baik di kabupaten maupun kota. Ketika konsumen memiliki mobilitas yang tinggi untuk berinteraksi dengan lingkungan dan membangun relasi dengan
orang lain, akan mendukung peningkatan keberdayaan konsumen. Suja 2012 mengungkapkan bahwa mobilitas adalah salah satu aspek yang mewakili
pemberdayaan. Temuan Nardo et al. 2011 menunjukkan bahwa keberdayaan konsumen sangat berkorelasi dengan tingkat penggunaan internet yang menjadi
salah satu indikator kekosmopolitan konsumen. Pengetahuan konsumen semakin meningkat seiring dengan semakin banyak informasi yang diterima. Informasi
tentang masalah konsumen yang diterima tidak hanya berasal dari pendidikan formal, tetapi juga dari orang lain di lingkungan sekitar. Pengalaman
berkomunikasi dengan orang lain akan membuat konsumen lebih berpeluang untuk menjadi lebih berdaya Hunter dan Garnefeld 2008. Demikian pula dengan
temuan Chaudhry dan Nosheen 2009 menunjukkan bahwa akses terhadap media memengaruhi keberdayaan. Sugihen et al. 2004 dan Tayde dan Chole 2010
juga menemukan bahwa kekosmopolitan memengaruhi keberdayaan.
Penelitian menunjukkan masih lemahnya keberdayaan konsumen, sehingga konsumen semakin dituntut membuat pilihan terbaik di pasar bebas dengan
memahami pilihan-pilihan yang tersedia. Selain itu, sudah sepatutnya konsumen mengetahui hak-haknya, mengenali praktik-praktik yang merugikan konsumen,
berupaya mengajukan komplain bila dirugikan, dan menuntut ganti rugi bila memungkinkan. Konsumen membutuhkan keahlian dan pengetahuan yang lebih
baik dibandingkan dengan sebelumnya untuk mendukung pemahamannya tentang praktik perdagangan pelaku usaha. Konsumen di kabupaten adalah kelompok
yang tidak berdaya, sehingga pemerintah, LSM maupun swasta perlu memberikan prioritas kegiatan pemberdayaan konsumen. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk memberdayakan konsumen adalah dengan mengintensifkan pendidikan konsumen.
Rendahnya tingkat keberdayaan konsumen menjadi masukan bagi para pengambil
kebijakan. Tiga
stakeholder yang
berperan melaksanakan
pemberdayaan konsumen adalah pemerintah, industri, dan pendidik konsumen McGregor 2005. Kebijakan pemberdayaan konsumen dapat meliputi
pengembangan kebijakan penyusunan perangkat kebijakan perlindungan konsumen dan evaluasi kebijakan perlindungan konsumen, pemberdayaan
konsumen dan pembinaan pelaku usaha pembudayaan, sosialisasi, partisipasi aktif dalam forum komunikasi lintas sektor, dan pengembangan kelembagaan
Satory 2010.
SIMPULAN
Tingkat keberdayaan konsumen di kabupaten dan kota relatif masih rendah, dengan skor keberdayaan paling rendah di kabupaten. Kelompok usia yang paling
tidak berdaya adalah dewasa lanjut
60 tahun. Kategori kemiskinan, lama pendidikan dan kekosmopolitan membedakan keberdayaan konsumen dengan
kelompok paling tidak berdaya adalah pada kelompok yang miskin, pendidikan formal
≤ 9 tahun maksimal SMP, dan tidak kosmopolit. Status pekerjaan dan kategori besar keluarga tidak membedakan keberdayaan konsumen.
81 Secara umum skor keberdayaan konsumen dan dimensinya pada tiga
kelompok usia, yang paling tidak berdaya adalah kelompok responden di kabupaten. Secara statistik, untuk kelompok dewasa awal 18-40 tahun, ada
konsistensi perbedaan yang nyata antara kabupaten dan kota untuk skor keberdayaan konsumen dan ketiga dimensinya, sedangkan pada kelompok dewasa
madya 41-59 tahun, perbedaan yang nyata ditemukan pada skor keterampilan konsumen dan keberdayaan konsumen, sedangkan pada kelompok dewasa lanjut
60 tahun perbedaan yang nyata ditemukan pada skor pengalaman praktek tidak adil dan pemenuhan hak konsumen, dan skor keberdayaan konsumen.
Secara umum, skor keberdayaan konsumen dan dimensinya hampir pada semua kategori karakteristik demografi dan kekosmopolitan yang paling rendah
skornya adalah di kabupaten, yang berbeda nyata dengan responden di kota. Hanya pada kelompok responden dengan keluarga sedang atau besar 4 orang,
kelompok responden dengan pendidikan formal 9 tahun di atas SMP dan kelompok responden yang tidak kosmopolit cenderung homogen atau sama
keberdayaannya antara kabupaten dan kota.
Hasil analisis menyimpulkan bahwa untuk kabupaten, semakin besar keluarga, semakin tinggi pendidikan formal, semakin besar pendapatan dan
semakin kekosmopolit responden, akan meningkatkan keberdayaan konsumen. Untuk kota, semakin tinggi pendidikan formal, semakin kekosmopolit dan
semakin rendah pendapatan responden, akan meningkatkan keberdayaan konsumen.
82