II. GAMBARAN UMUM PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DI INDONESIA
2.1. Definisi Desa dan Sistem Administrasi Desa di Indonesia
Pada mulanya, istilah Desa hanya dikenal di Jawa yang sekaligus menunjukkan tatanan masyarakatnya. Dalam perkembangannya, istilah Desa digunakan di seluruh
wilayah Indonesia untuk menunjuk organisasi masyarakat yang setingkat yang merupakan unit organisasi pemerintahan terendah. Upaya pengaturan keberadaan Desa-
Desa di Indonesia sudah ada sejak masa kolonial, yang kemudian dilanjutkan setelah masa kemerdekaan. Pada masa kolonial, Desa-Desa di Jawa dan luar Jawa diatur
dengan dikeluarkan ordonansi-ordonansi. Dimulai pada tahun 1906 dengan dikeluarkannya Inlandse Gemeente Oruonunlie en Madura, disingkat I.G.O yang
mengatur Pemerintahan Desa. Kemudian menyusul I.G.O-I.G.O untuk wilayah-wilayah di luar Jawa-Madura, berturut-turut Surianingrat,1980. Ordonansi untuk Sumatera Barat
pada tahun 1918, Ordonansi untuk Bangka dan bawahannya pada tahun 1919, Ordonansi untuk Palembang pada tahun 1919, Ordonansi untuk Distrik-distrik Lampung pada tahun
1922, Ordonansi untuk Tapanuli pada tahun 1923, Ordonansi untuk Ambon pada tahun 1923, Ordonansi untuk Belitung pada tahun 1924, Ordinansi untuk Kalimantan Timur
pada tahun 1924, Ordonansi untuk Bengkulu pada tahun 1931, dan Ordonansi untuk Minahasa Manado pada tahun 1931. Namun, kemudian I.G.O.-I.G.O untuk luar Jawa-
Madura dicabut, dan digantikan satu I.G.O. yang dikenal dengan I.G.O.B. Dengan berbagai ordonansi tersebut yang mengatur Desa Pemerintahan Desa memungkinkan terdapatnya
keragaman organisasi pemerintahan terendah, seperti Desa Marga dan Negeri. I.G.O. dan I.G.O.B. tidak memberikan apa yang dimaksud dengan Desa. Desa
disebut dengan Inlandse Gemeente. Di Jawa, Inlandse Gemeente adalah Desa. Di dalam I.G.O.B. disebutkan bahwa Inlandse Gemeente adalah suatu badan hukum yang diwakili
oleh Kepala Haminte Pribumi Surianingrat, 1980. Inlandse Gemeente diberi sebutan sesuai dengan tradisi setempat seperti: Marga, Kampung, dan Negeri.
Hingga keluarnya Undang-undang No. 5 1979 tentang Pemerintahan Desa, tidak ada suatu rumusan formal, apa yang dimaksud dengan Desa. Namun mungkin
5
dijumpai rumusan-rumusan perorangan yang beraneka ragam yang mendeskripsikan tentang Desa. Rumusan apa yang dimaksud dengan Desa harus berintikan unsur-unsur
Desa yang berfungsi sebagai syarat-syarat yang perlu dipenuhi untuk terbentuknya atau eksistensinya Desa. Dari hasil suatu kajian ilmiah Koentjaraningrat, 1964,
terdapat empat prinsip yang dapat berfungsi dalam terbentuknya Desa. Keempat prinsip itu adalah:
1. Prinsip hubungan kekerabatan atau hubungan genealogis. 2. Prinsip hubungan tinggal dekat atau hubungan teritorial.
3. Prinsip tujuan khusus, terbentuknya Desa karena kebutuhan-kebutuhan khusus.
4. Prinsip yang datang dari atas, prinsip hubungan ini tidak timbul dalam masyarakat desa tetapi datang dari atas.
Sebelum keluarnya Undang-undang No.5 1979 tentang Pemerintahan Desa, pernah ada Undang-undang tentang Desapraja, yaitu Undang-undang No. 191965.
Undang-undang ini tidak merumuskan apa yang dimaksud dengan Desa, tetapi bahkan menghapus Desa. Namun, Undang - undang ini tidak sempat dilaksananakan berhubung
terjadinya perubahan ketatanegaraan, dan dicabut pada tahun 1969. Undang-undang No.5 1979 tentang Pemerintahan Desa merupakan Undang-undang pertama yang memberikan
rumusan pengertian Desa. Dirumuskan sebagai berikut: Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai ke
kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari definisi desa diatas terlihat adanya empat unsur desa: 1. Wilayah
2. Penduduk 3. Pemerintahan
4. Otonomi Selain itu dengan istilah kesatuan masyarakat, secara implisit menunjukkan adanya
tatanan hubungan yang terpola antar warganya yang dituntun oleh kelembagaan dan
6
organisasi dengan peran-peran dan status-status untuk mendukung tatanan hubungan yang terpola tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, ditegaskan kembali tentang otonomi Desa. Desa didefinisikan sebagai berikut:
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten
Dalam Pasal 93 antara lain dinyatakan bahwa Desa dapat dibentuk, dihapus danatau digabung dengan memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa masyarakat
dengan persetujuan Pemerintah Kabupaten dan DPRD. Dalam penjelasan Pasal 93, disebutkan istilah Desa disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat
setempat seperti nagari, kampung, huta, bori, dan marga. Untuk tujuan implementasi kebijakan dan program pembangunan, Desa juga
didefinisikan berdasarkan orbitasinya Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa. 1996. Orbitasi menunjukkan letak ataupun posisi DesaKelurahan dan
kemudahan untuk dijangkau. Definisi DesaKelurahan berdasarkan orbitasinya adalah sebagai berikut:
1. DesaKelurahan enclave atau desa hutan, yaitu DesaKelurahan yang berada dalam kawasan hutan produksi, lindung.
2. DesaKelurahan DAS, yaitu DesaKelurahan yang berada dalam kawasan daerah aliran sungai.
3. DesaKelurahan kepulauan, yaitu DesaKelurahan yang berada di daerah Kecamatan kepulauan, sehingga transportasi antar DesaKelurahan dalam satu
Kecamatan melalui Laut. 4. DesaKelurahan pantai, yaitu DesaKelurahan yang letaknya di pantai atau
lansung berbatasan dengan Laut. 5. Desa terisolasi, yaitu Desa yang waktu tempuh dari ibu kota Kecamatan lebih dari
5 jam dan belum ada sarana transportasi umum ke DesaKelurahan yang bersangkutan.
6. Desa perbatasan, yaitu Desa yang langsung berbatasan dengan wilayah negara lain.
7
2.2. Dinamika Perkembangan Penduduk Perdesaan di Indonesia