Hasil Pentipologian Berdasarkan Skenario 2 Kelompok cluster

BAB VI. TIPOLOGI DESA PERBATASAN TERTINGGAL

Berdasarkan hasil analisis pentipologian dengan menggunakan teknik two step clustering, terdapat 3 skenario yang masing-masing menghasilkan 2, 3 dan 4 kelompok cluster wilayah berdasarkan tipologinya. Pengelompokan yang menghasilkan 3 kelompok cluster wilayah secara statistik merupakan pengelompokan yang paling optimal. Meskipun demikian pengelompokan yang menghasilkan 2 dan 4 kelompok cluster wilayah perlu diperhatikan mengingat tipologi wilayah yang lebih sedikit memiliki karakteristik penciri kelompok yang secara signifikan cukup berbeda, dan tipologi wilayah yang lebih beragam akan memudahkan perumusan program-program pembangunan prioritas untuk masing- masing tipologi wilayah.

6.1. Hasil Pentipologian Berdasarkan Skenario 2 Kelompok cluster

Wilayah Berdasarkan pengelompokan yang menghasilkan 2 kelompok cluster wilayah ternyata masing-masing tipologi memiliki karakteristik penciri kelompok yang secara signifikan cukup berbeda Tabel 6.1. Wilayah-wilayah yang masuk ke dalam kelompok cluster I secara umum dapat digambarkan sebagai desa-desa tertinggal di daerah perbatasan. Ketertinggalan ini dapat dilihat dari berbagai indikator yang muncul sebagai penciri karakteristik kelompok cluster wilayah I. Dari sisi kapasitas energi ternyata kebanyakan masyarakatnya menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar. Pasokan BBM kemungkinan besar sulit untuk dijangkau sehingga akibatnya aktivitas ekonomi atau produksi akan sulit berkembang. Selanjutnya dilihat dari sisi sanitasi dan kesehatan, rata-rata tempat buang air sebagian besar keluarga adalah jamban bersama umum. Hal ini menunjukkan kesadaran masyarakat untuk membiasakan diri hidup sehat masih sangat rendah. Belum lagi karakteristik penciri lainnya yang memperburuk sanitasi adalah kebiasaan sebagian besar keluarga yang masih membuang sampah ke sungai dan sulitnya untuk mencapai puskesmas fasilitas kesehatan yang lain. 77 Dari sisi kelembagaan kondisinya juga relatif lemah dimana hal ini ditandai dengan tidak adanya kelembagaan masyarakat seperti majelis taklim, kelompok pengakian, kelompok kebaktian, LSM dan sebagainya. Situasi ini menunjukkan bahwa modal sosial dari masyarakat di wilayah-wilayah ini sangat rapuh. Ditambah lagi kapasitas pemerintah desa juga relatif terbatas yang ditandai dari indikator tingkat pendidikan kepala desa yang hanya tamatan SD. Satu hal yang cukup mengherankan, wilayah-wilayah tertinggal ini juga dicirikan oleh adanya kasus masalah lingkungan buatan dalam setahun terakhir yang bisa mencakup pencemaran tanah air udara. Hal ini menunjukkan adanya aktivitas-aktivitas enclave yang mengakibatkan terjadinya pencemaran tanpa memperhatikan besarnya kerugian yang harus ditanggung oleh masyarakat desa. Meskipun demikian sampai sejauh ini tidak ada kasus lingkungan alam dalam 3 tahun terakhir dan tidak ada kasus masalah sosial yang terjadi dalam setahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa di wilayah-wilayah tertinggal rata- rata kondisi alam dan lingkungannya masih sangat baik meskipun di beberapa tempat harus menerima limbah yang mengakibatkan terjadinya pencemaran tanah, air dan udara. Sementara itu dari sisi aktivitas ekonomi sebagian besar masih mengandalkan pada aktivitas pertanian dimana jumlah KK yang bekerja di sektor pertanian mencapai lebih dari 87,5. Sayangnya aktivitas pertanian masih bersifat tradisional dimana hal ini ditandai dengan tidak adanya perusahaan pertanian; tidak adanya kawasansentra industri; tidak adanya lembaga keuangan informal; dan tidak adanya fasilitas kredit ketahanan pangan KKP, Kredit Usaha Kecil KUK dan sebagainya. Dengan terbatasnya akses terhadap industri dan sumber finansial maka aktivitas ekonomi di wilayah-wilayah ini menjadi sulit untuk berkembang. Terbatasnya aktivitas ekonomi selain dipengaruhi oleh faktor-faktor diatas ternyata juga dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur yang kurang memadai. Situasi ini ditunjukkan oleh indikator terbatasnya alat transportasi yang dapat digunakan. Berbagai indikator yang mencirikan ketertinggalan ini ternyata banyak terdapat di desa-desa yang memang berlokasi di kawasan perdesaan. 78 Tabel 6.1. Deskripsi Tipologi Kecamatan Terluar dengan Skenario 2 Cluster Skenario Cluster Tipologi Deskripsi Tipologi Luar_2Cluster I Kayu bakar pada umumnya digunakan masyarakat sebagai bahan bakar untuk memasak, sanitasi lingkungan kurang baik, tidak ada kelembagaan komunitas masyarakat, kelembagaan pemerintah masih kurang memadai, terdapat kasus lingkungan buatan, tidak ada kasus lingkungan alam, tidak ada kasus lingkungan sosial, aktivitas ekonomi didominasi sektor pertanian bersifat tradisional, infrastruktur kurang memadai, lokasi di wilayah perdesaan. II Minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak, sanitasi lingkungan relatif baik, terdapat kelembagaan komunitas masyarakat, kelembagaan pemerintah cukup memadai, tidak ada kasus lingkungan buatan, terdapat kasus lingkungan alam, terjadi kasus masalah lingkungan alam, aktivitas ekonomi selain sektor pertanian mulai berkembang, infrastruktur relatif memadai, lokasi di wilayah perkotaan. Selanjutnya desa-desa yang termasuk ke dalam kelompok cluster wilayah II memiliki ciri-ciri sebagai wilayah desa yang lebih maju. Hal ini ditunjukkan oleh penggunaan bahan bakar yang telah berupa minyak tanah. Sementara dari sisi sanitasi dan kesehatan dicirikan oleh tempat buang air besar sebagian keluarga adalah jamban sendiri, pembuangan sampah yang telah menggunakan angkutan sampah, dan akses yang relatif mudah ke rumah sakit fasilitas kesehatan yang lain. Sementara dari sisi kelembagaan, kelembagaan-kelembagaan komunitas masyarakat mulai berkembang baik berupa majelis taklim, kelompok pengajian, kelompok kebaktian, LSM dan sebagainya. Kondisi ini mencerminkan adanya modal sosial masyarakat yang cukup berkembang. Demikian pula kapasitas aparat desanya sudah cukup baik dimana hal ini ditunjukkan oleh tingkat pendidikan kepala desa yang tamatan Perguruan Tinggi. Satu hal yang menarik ternyata kondisi wilayah yang lebih maju di daerah perbatasan tidak memiliki masalah lingkungan buatan seperti pencemaran tanah, udara dan air. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi yang berkembang di wilayah-wilayah ini merupakan aktivitas ekonomi yang mampu meminimalkan 79 limbah seperti pertanian, perkebunan, perikanan ataupun ekowisata. Namun sayangnya wilayah ini diwarnai oleh adanya kasus masalah lingkungan alam seperti banjir, longsor dan sebagainya. Kemungkinan situasi ini menggambarkan pembukaan lahan yang berlebihan baik untuk pertanian, perkebunan maupun permukiman yang kemudian mendorong timbulnya berbagai dampak negatif seperti banjir, longsor dan sebagainya. Kasus lainnya yang juga terjadi adalah masalah sosial seperti konflik, kriminalitas dan sebagainya. Kemajuan atau perkembangan wilayah di Indonesia yang lebih dominan mengikuti mekanisme market memang seringkali diikuti dengan masalah-masalah lingkungan dan sosial. Dari sisi aktivitas ekonomi, meskipun sektor pertanian terlihat masih dominan namun persentase keluarga pertanian sudah mulai berkurang yaitu kurang dari 65. Hal ini menunjukkan aktivitas-aktivitas non pertanian juga sudah mulai berkembang. Kemajuan perekonomian wilayah juga ditunjukkan oleh berkembangnya perusahaan pertanian perkebunan peternakan perikanan dan sebagainya, adanya kawasan sentra industri, terdapatnya lembaga keuangan informal sebagai alternatif sumber modal finansial, dan adanya fasilitas kredit KKP, KUK dan sebagainya. Berkembangnya aktivitas perekonomian di wilayah pada cluster II ini juga diakibatkan oleh kondisi infrastruktur transportasi yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari indikator alat transportasi utama yang berupa kendaraan roda tiga atau lebih. Berbagai indikator yang mencerminkan wilayah yang lebih maju ini ternyata dimiliki oleh desa-desa yang temasuk dalam kategori desa-desa di wilayah perkotaan.

6.2. Hasil Pentipologian