Bahan Pangan yang Mempunyai Aktivitas Peningkatan Proliferasi Sitotoksik

infeksi mikroorgsanisme dengan imunomodulator, maka imunomodulator tersebut tidak akan langsung menghadapi mikroorganismenya melainkan sistem imunitas akan didorong untuk menghadapi melalui efektor sistem imunitas Subowo, 1996. Kemampuan limfosit untuk berproliferasi menunjukkan secara tidak langsung terhadap kemampuan respon imunologik Zakaria et.al. 1992.

C. Bahan Pangan yang Mempunyai Aktivitas Peningkatan Proliferasi

Limfosit dan Imunomodulasi Menurut Budiharto 1997, vitamin C dan E merupakan bahan pangan yang mempunyai efek imunomodulasi atau dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit. Bahan lain yang dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit yaitu ekstrak jahe Zakaria et al. 1999. Sedangkan ekstrak bawang putih juga dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit Lestari, 1998. Menurut Pandoyo 2000, ekstrak tanaman cincau hijau dapat pula miningkatkan proliferasi sel limfosit. Kecuali itu hasil penelitian dari Setiawati 2003, bahwa teh daun cincau Cyclea dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit 141 dan pada penelitiannya terhadap serbuk gel cincau dapat menyebabkan peningkatan proliferasi sel limfosit 122 sedang menurut Aquarini 2005, pada penelitian terhadap bunga kumis kucing Orthosimiphon stamineus benth dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit 240, dan pada penelitiannya terhadap bunga knop Gomphrena globosa L dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit 107. Peneliti lain, Puspaningrum, 2003, ekstrak air kayu secang Caesalpinia sappan Linn dapat menyebabkan peningkatan proliferasi sel limfosit 150. Penelitian terhadap kitooligomer kitin dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit 136 Hertriyani, 2005. Menurut hasil penelitian Wahyuni 2006, Hidrolisat kitooligomer FBS 0,0085 1j DD85 dapat menyebabkan peningkatan proliferasi sel limfosit 288. Cara kerja senyawa-senyawa tersebut diatas adalah melalui mekanisme menginduksi proliferasi sel limfosit. Senyawa oleoresin, shogaol dari jahe dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit B, bahkan senyawa gingerol secara nyata dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit B pada kondisi stres oksidatif Tejasari et al. 2000.

D. Sitotoksik

Sitotoksik adalah suatu zat, senyawa atau sel yang mempunyai efek dapat me nyebabkan kerusakan dan kematian terhadap sel dari makluk hidup. Senyawa tersebut bisa berasal dari luar tubuh dan dapat berasal dari dalam tubuh itu sendiri. Menurut Tyler et al. 1995, sel apoptosis menunjukkan terjadinya degradasi DNA menjadi fragmen-fragmen kecil yang terdiri atas beberapa pasang DNA. Fragmentasi DNA terjadi sebelum lisis dan diduga akibat aktivitas endonuklease di dalam nukleus sel sasaran sendiri, sehingga serupa dengan proses bunuh diri. Adanya kematian sel ditandai dengan fenomena sel menjadi lisut, pemecahan selaput intim, kondensasi kromatin dan degradasi DNA Becker, 2000. Sel normal dan sel yang mengalami kondensasi kromatin dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Foto mikroskop elektron dari : a sel normal dan b sel yang mengalami kondensasi kromatin Tyler, 1995 Menurut Doyle dan Padhye 1995, kematian sel secara umum pada sistem kultur jaringan biasanya melalui apoptosis dan nekrosis. Apoptosis dicirikan dengan terjadinya kondensasi dan fragmentasi inti dan terjadi pengerutan sel. Kematian sel karena apoptosis terjadi oleh perubahan kondisi lingkungan. Menurut Govan et al. 1995, apoptosis merupakan kematian terhadap sel tunggal atau sekelompok sel. Kematian sel disebabkan karena perubahan metabolik di dalam sel yang mengakibatkan sel mengalami gangguan, sehingga terjadi kondensasi sitoplasma dan inti. Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis, tetapi sel utama yang berperan dalam pertaahanan non spesifik adalah sel mononuklear monosit dan makrofag serta sel polimorfonuklear atau granulosit. Perforin terpolimerisasi untuk membentuk pori transmembran sehingga sitolisis dapat masuk ke dalam membran sel target dengan cara pengikatan ke fosforilkolin. Hal tersebut menyebabkan terjadinya fragmentasi nuklease yang sangat cepat sehingga menyebabkan sel mati dengan cara apoptosis Roitt, 1991. Menurut Bird dan Forrester 1981, pada perhitungan sel yang mati dapat dilakukan dengan metode pewarnaan biru trifan, yang hanya dapat mewarnai apabila sel sudah rusak, sehingga dapat digunakan untuk membedakan sel hidup, mati atau rusak. Sel yang hidup tidak akan berwarna, berbentuk bulat, sedangkan sel yang mati berwarna biru dan mengkerut. Untuk menguraikan mekanisme apoptosis dan kerusakan sel membran. Menurut Wahyuni 2006, komponen kimia yang memiliki aktivitas anti tumor dapat melalui dua cara, yaitu a langsung membunuh sel, dan b secara tidak langsung dengan menggertak sistem imun, dimana cara ini harus dilakukan secara in vivo. Menurut Becker, 2000, bahwa mekanisme terjadinya kerusakan DNA akibat bahan uji dapat terjadi pada tahap sel menyiapkan proses replikasi G1 dan pada saat setelah sel menyelesaikan proses replikasi DNA dan sedang bersiap untuk mengalami mitosis G2. Hadirnya bahan uji di dalam sel dapat bertindak sebagai inhibitor CDK yang dapat menekan aktifitas kompolek CDK-siklin dan menghalangi tahap G1dalam siklus sel, sehingga terjadi kematian sel yang disebut apoptosis. Peristiwa apoptosis biasanya dikarakterisasi oleh adanya perubahan permiabilitas membran mitokondria. Menurut Wispriyono et al. 2002, kerusakaan sel merupakan gangguan atau perubahan yang dapat mengurangi viabilitas atau fungsi esensial sel. Stres oksidatif menyebabkan kematian sel secara apoptosis, mencakup proses otodistruksi seluler aktif yang ditandai dengan penyusutan sel, kerusakan membran dan frakmentasi DNA inti sedangkan nekrosis merupakan kematian sel akibat kerusakan berat yang ditandai dengan kerusakan struktur seluler secara menyeluruh diikuti dengan lisisnya sel dan inflamasi jaringan. Kejadian apoptosis dapat divisualisasikan dengan pewarna flurosen karena prinsip kerja zat pewarna yang berperan sebagai interkalator DNA Fluorokrom bis-benzimida triklorida Hoechst 33342 akan berikatan dengan DNA sel kanker. Hilangnya spesifitas sel yang disebabkan sewaktu sel atau jaringan tersebut masih berada di dalam tubuh, sel atau jaringan tersebut bekerja secara terintegritas dalam satu jaringan dan berhubungan erat dengan yang lain. Sel yang hidup tidak berwarna, berbentuk bulat, sedangkan sel yang mati berwarna biru dan mengkerut. Sel natural killer NK berperan penting di dalam pertahanan alami terhadap pertumbuhan sel kanker dan berbagai macam penyakit infeksi, khususnya infeksi virus. Sel NK dikenal sebagai large granular lymphocyte LGL yang merupakan limfosit besar berisi sejumlah sitoplasma dengan granula azurofilik Kuby,1992. Menurut Ohno, et al. 1995, untuk menghitung persentase toksisitas seluler dapat dilakukan dengan menghitung selisih antara rata-rata kematian sel yang ditambah zat uji dan rata-rata kematian sel blangko, dibagi dengan selisih rata-rata kematian sel kontrol dan rata-rata kematian sel blangko, dikalikan dengan 100.

E. Kultur Sel Limfosit dan Proliferasi Sel Limfosit