Sistem Imun TINJAUAN PUSTAKA

Dari data ini dapat dilihat bahwa kandungan senyawa mikronutrien pada ekstrak buah merah sangat dipengaruhi oleh metode ekstraksinya. Tabel 4 Sifat fisiko-kimia yang terpenting pada ekstrak buah merah d Parameter Satuan Buah segar Metode Tradisional Metode Modifikasi 1 Metode Modifikasi 2 Berat Jenis gml 0.65 0.60 0.62 0.66 Titik Asap ˚C 192.75 181.30 188.50 190.50 Kadar Air 0.03 0.03 0.04 0.03 Bililangan AsamFFA 0.089 21.96 0.57 0.09 Bilangan Peroksida gek 0.15 4.46 2.31 0.16 Titik Cair ˚C 12.35 16.00 15.00 12.50 d Andarwulan, et al 2006. Metode ekstraksi dapat berpengaruh terhadap sifat fisiko kimia ekstrak buah merah yang dihasilkan. Metode ekstraksi modifikasi 2 merupakan metode ekstraksi yang menghasilkan karakteristik fisiko-kimia buah merah terbaik. Selanjutnya menurut Andarwulan et al. 2006, ekstrak selain mengan dung senya wa mikronutrien juga mengandung asam lemak tidak jenuh dengan dominasi oleat C18:1 dan palmitat C16:0.

B. Sistem Imun

Sistem imun adalah suatu sistem yang merupakan interaksi komplek dari beragam jenis sel immunokompeten yang bekerja sama dalam proses identifikasi dan eliminasi mikroorganisme patogen dan zat-zat berbahaya lainnya yang masuk ke dalam tubuh. Menurut Kimball 1992, respon imun didifinisikan sebagai respon atau reaktifitas yang terjadi jika ada kontak antara antigen dengan molekul yang memiliki konfigurasi spesifik. Respon imun menjalankan tiga fungsi yaitu fungsi pertahanan, fungsi homeostatis dan fungsi pengawasan. Fungsi pertahanan bertujuan melawan invasi mikroorganisme dan senyawa asing lainnya. Fungsi hemostasis untuk mempertahankan dari jenis sel tertentu dan memusnakan sel-sel yang rusak. Fungsi pengawasan bertujuan untuk memonitor jenis sel yang abnormal atau sel mutan Belanti,1993. Sistem imun digolongkan menjadi dua golongan yaitu sistem imun non spesifik dan sistem imun spesifik. Adapun respon imun non spesifik dapat timbul sebagai reaksi terhadap adanya mikroorganisme patogen dan zat asing lainnya melalui fagositosis dan monosit makrofag. Pertahanan tubuh yang tidak termasuk di dalam sistem imun antara lain zat sebagai barier kimia melalui sekresi internal dan eksternal, zat lisozim yang terdapat di dalam mukus jaringan, air mata, laktoperoksidase dalam saliva, protein darah, interferon, sistem kinin, komplemen dan sel natural killer NK. Parslow 1997. Menurut Kresno 1996, berbagai penelitian telah membuktikan respon imun seluler memegang peranan penting, antara lain diperankan oleh sel makrofag, Tc, dan sel natural killer NK. Makrofag merupakan salah satu mediator seluler yang potensial dalam imunitas anti tumor dengan memproduksi sitokin seperti tumor nekrosis Faktor- α TNF–α. Sel natural killer adalah salah satu populasi sel nul karena sel tersebut tidak memiliki reseptor antigen pada permukaan seperti sel B dan sel T tetapi memiliki reseptor untuk C3 komplemen dan fragmen molekul antibodi Fe. Menurut Colegate 1993, berdasarkan pada beberapa penelitian tentang aktivitas imunomodulator pada tanaman obat, diketahui terdapat beberapa golongan senyawa yang dapat berperan sebagai imunomodulator, yaitu golongan karbohidrat, terpen, steroid, flavonoid, kumarin asam amino, protein glikoprotein, alkaloid dan senyawa organik yang lainnya yang megandung nitrogen. Sistem imun terdiri dari komponen genetik, molekuler, dan seluler yang berinteraksi secara luas dalam merespon antigen endogenus dan eksogenus. Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem imunitas antara lain faktor genetis, umur, kondisi metabolik, anatomi, status gizi, fisiologi manusia, dan sifat benda asing Bellanti, 1993. Kekebalan tubuh adalah suatu peristiwa terbentuknya kekebalan tubuh akibat masuknya zat asing baik secara alami maupun secara perolehan. Pembentukan kekebalan tubuh dapat terjadi melalui proses pengenalan recognition, proses ingatan memory terhadap zat asing, selanjutnya diolah oleh bagian tubuh pembentuk zat kebal immune system maka akhirnya dapat terbentuk zat kebal yang bersifat khas Pasaribu dan Joeniman, 1989. Menurut Roitt dan Delves 2001, sistem imun spesifik meliputi sistem imun seluler dan sistem imun humoral. Sistem imun seluler memberikan pertahanan terhadap masuknya mikroorganisme intra dan ekstra seluler melalui sekresi limfokin seperti interferon dan interleukin. Sedangkan sistem imun humoral memberi pertahanan melalui produksi antibodi terhadap antigen spesifik. Sistem imun merupakan sistem interakif komplek dari beragam jenis sel immunokompeten yang bekerja sama dalam proses identifikasi dan eliminasi mikroorganisme patogen dan zat-zat berbahaya lainnya yang masuk ke dalam tubuh. Dikatakan pula oleh Roitt 2001, limfosit adalah sel darah putih leukosit, yang berukuran kecil, berbentuk bulat dengan diameter 7-15 µm, mampu menghasilkan respon spesfik terhadap berbagai jenis antigen yang berbeda. Selain terdapat di dalam darah perifer limfosit terdapat juga pada organ limfoid seperti limpa, kelenjar limfe, dan timus. Limfosit merupakan sel kunci dalam proses respon imun spesifik, untuk mengenali melalui reseptor antigen. Populasi limfosit mempunyai reseptor antigen yang beragam, namun setiap limfosit hanya dapat mengenali satu antigen sehingga dalam proses respon imun limfosit saling bekerjasama untuk mengeliminasi beragam antigen yang masuk ke dalam tubuh. Menurut Garvey et al. 1977, antigen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun atau bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi yang sudah ada. Secara fungsional antigen dapat dibagi menjadi imunogen dan hapten. Imunogen adalah bahan yang dapat menimbulkan respon imun. Hapten adalah molekul yang dapat bereaksi dengan antibodi yang sudah ada secara langsung, tetapi tidak dapat merangsang pembentukan antibodi secara langsung Bratawidjaja, 2002. Sebagai contoh antigen adalah sel darah merah. Sel darah merah dari suatu spesies tertentu dapat menunjukkan sifat antigenik setelah disuntikkan kepada spesies yang lain. Kemudian antibodi yang timbul langsung akan menyerang antigen yang menetap sementara pada membran sel. Membran ini terdiri dari campuran serabut-serabut protein, lemak, mukopolisakarida. Cara mendapatkan antibodi yaitu apabila darah dibiarkan membeku, akan meninggalkan serum yang mengandung berbagai bahan larut tanpa sel. Bahan larut tersebut antara lain antibodi yang digolongkan dalam protein yang disebut globulin, lalu dikenal sebagai imunoglobulin. Sedangkan menurut Bratawidjaja 2002, struktur dasar dari imunoglobulin terdiri dari dua fragmen besar heavy chain yang identik, dan dua rantai ringan light chain yang juga identik. Setiap rantai ringan terikat pada rantai berat melalui ikatan disulfida. Molekul ini oleh enzim papain dapat dipecah menjadi tiga fragmen, yaitu dua fragmen fab fragmen antigen binding dan satu fragmen Fe Fregmen crystallizable . Imunoglobulin terdiri dari lima kelas utama yaitu Ig G, Ig A, Ig M, Ig M, Ig D, dan Ig E. Ig G merupakan imunoglobulin terbanyak, khususnya di dalam darah dan berguna untuk melawan jasad renik dan toksin. Imunoglobulin A terdapat sebagai monomer dan polimer dan terletak pada sekreta selaput lendir dan darah. Imunoglobulin ini merupakan imunuglobulin utama yang berfungsi mengatur pertahanan permukaan luar dari tubuh yang dapat membentuk suatu dimer yang terikat pada komponen sekret. Ig M merupakan suatu molekul pentamer yang terdapat pada intravaskuler dan dibentuk pada awal respon imun. Karena bervalensi tinggi, Ig M merupakan aglutinin kuman yang sangat efektif dan sebagai perantara sitolisis yang tergantung pada komplemen sehingga merupakan pertahanan yang kuat terhadap bakteri. Ig D sebagian besar terdapat pada limfosit dan berfungsi sebagai reseptor antigen. Ig E berperan penting pada infeksi parasit tertentu dan merupakan penyebab gejala-gejala alergi tropik. Bratawidjaja, 2002. Diagram dari organ-organ limfoid primer dan proses pembentukan darah pada embrio dan dewasa dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Diagram dari organ-organ limfoid primer dan Proses pembentukan darah pada embrio dan dewasa Plyfair, 1987 Menurut Ganong 1990, respon imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi berbagai serangan mikroorganisme, sehingga dapat memberikan respon langsung terhadap antigen. Sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu, sebelum dapat memberikan respon. Respon imunologik yang dilakukan oleh sel limfosit adalah respon imun yang bersifat spesifik. Respon imun spesifik terdiri atas dua jenis yaitu imunitas humoral dan imunitas seluler. Imunitas humoral dilakukan oleh sel plasma yaitu sel limfosit B dewasa yang mensekresikan antibodi, sedangkan imunitas seluler dijalankan oleh sel limfosit T. Komposisi dan nilai normal dari masing-masing elemen seluler pada darah manusia dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai normal elemen-elemen seluler pada darah manusia. e Elemen-elemen seluler Rata-rata selml Kisaran normal Persen dari leukosit total A. Leukosit 9000 4000-9000 - -Granulosit : Neutrofil Eusinofil Basofil 5400 275 35 3000-6000 150-300 0-100 50-70 1-4 0-4 -Agranulosit: Limfosit Monosit 2750 15000 20-40 B. Eritrosit Laki-laki wanita 5,4x106 4,8x106 C. Platelets 300000 2-5x10 e Ganong 1990 Respon imun dapat dipakai pula dalam analisis menentukan konsentrasi antigen. Menurut Mancini 1996, Imuno difusi radial RID atau teknik Mancini adalah suatu metode yang sering digunakan untuk mengukur konsentrasi berbagai macam antigen yang larut di dalam cairan biologis. Metode ini melibatkan antigen yang berdifusi secara radial dari sumuran menembus gel agarosa yang mengandung antibodi spesifik yang sesuai. Apabila antigen dibiarkan berdifusi ke dalam agar yang mengandung anti serum sesuai yang telah diencerkan, pada mulanya akan terdapat dalam konsentrasi yang relatif tinggi dan membentuk kompleks yang larut, dengan berdifusi lebih jauh lagi konsentrasi antigen akan menurun sampai tercapai titik dimana kedua reaktan terdapat di dalam perbandingan yang optimal dan terbentuklah suatu cincin presipitat. Makin tinggi konsentrasi antigen, makin besar diameter cincin presipitat. Misalnya menggunakan tiga macam ukuran konsentrasi antigen dalam lempeng agar-agar, suatu kurva kalibrasi dapat diperoleh dan digunakan untuk menentukan jumlah antigen dalam bahan-bahan pemeriksaan yang sedang diperiksa. Metode ini biasa dipakai dalam imunologi klinik, terutama untuk penentuan imunoglobulin Tizard,1982. Menurut Kuby 1992, limfosit merupakan sel kunci di dalam proses respon imun spesifik, melalui reseptor antigen dan mampu membedakan dari komponen tubuhnya sendiri. Adapun menurut Pasaribu dan Joeniman 1989, limfosit merupakan sel yang bertanggung jawab dan sesuai untuk membentuk kekebalan adaptif yang mempunyai keunikan penting yaitu dibatasi dikelilingi oleh reseptor-reseptor yang mamungkinkan terjadinya reaksi terhadap antigen individual. Limfosit dapat mengadakan recirculation dari jaringan tubuh ke dalam aliran darah, yang menjamin terbentuknya reaksi lokal yang diikuti terjadinya specific memory, dapat disebar luaskan di dalam tubuh. Limfosit digolongkan dua yaitu limfosit T Thymus dependet dan limfosit B Bursa atau bone merrow dependent yang secara kasar mempunyai pengaruh yang sama pada imunitas seluler. Sifat utama limfosit T yang dikenal yaitu membantu sel B untuk membuat antibodi. Sel limfosit dapat mengenal suatu antigen secara spesifik dan menerima sinyal untuk berproliferasi. Setelah berikatan dengan antigen, limfosit B akan mengalami proses perkembangan melalui dua jalur yaitu : a berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin dan b membelah lalu kembali dalam keadaan istirahat sebagai sel limfosit B memori. Sel limfosit mampu berproliferasi dan berdeferensiasi menjadi sebuah klon yang terdiri dari sel-sel efektor dengan spesifisitas antigen yang sama. Pada orang-orang tertentu bisa terjadi penyimpangan reaksi kekebalan tubuh sebagai contoh pada penderita autoimmune disease, yaitu kejadian dimana tubuh mengalami kegagalan kemampuan untuk membedakan antara zat sendiri self antigen dengan zat asingnon self antigen, sehingga tubuh akan membentuk autoantibodies yang akan berfungsi sebagai anti bodi terhadap bagian-bagian tubuhnya sendiri Pasaribu dan Joeniman, 1999. Darah adalah suspensi yang terdiri dari elemen-elemn atau sel-sel, dan plasma yaitu larutan yang mengandung berbagai molekul organik dan anorganik. Dikatakan pula bahwa darah digolongkan menjadi tiga grup sel, yaitu sel darah merah atau eritrosit, sel darah putih atau luekosit, yang terdapat kurang dari 1 dari volume total darah, dan butir pembeku platelets atau trobosit. Decker, 2001. Sel-sel yang terlibat di dalam proses kekebalan tubuh melalui sistem hemopoitik secara skematik dapat dilihat pada Gambar 3. Keterangan gambar = S : Steam cell, LS : Limfoid stem cells, T :Thymus, B: Bursa Fabricii, HS : Haemopoietic stem cells, MK : Megakariosit, ES : Erytroid stem cell, TP : Trombophoietin, EP : Eritropoietin, CFS: Colony stimulating factors. Gambar 3 Sel-sel yang terlibat dalam proses kekebalan tubuh melalui sistim hemopoitik Playfair, 1987. Keseimbangan oksidan dan antioksidan pada sistem imun Sel imunokompeten sangat sensitif terhadap oksidasi oleh radikal bebas karena kandungan asam lemak tak jenuh ALTJ yang tinggi pada lipid membran sel. Radikal bebas bertindak sebagai prooksidan melalui transfer elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya sehingga dapat melakukan oksidasi terhadap ALTJ dan protein membran serta DNA inti sel Krinsky, 1992. Stres oksidatif adalah keadaan ketidak seimbangan antara prooksidan dan anti oksidan. Keadaan stres oksidatif dapat diinduksi oleh beberbagai faktor antara lain kurangnya anti oksidan dan kelebihan produksi radikal bebas. Pada keadaan pertahanan anti oksidan lemah, asupan zat kimia sintetik berbahaya seperti pestisida, asap rokok, polusi udara, radiasi, diet tinggi asam lemak tak jenuh ALTJ dan cahaya ultra violet dapat menimbulkan stres oksidatif, hal ini dapat berakibat menyebabkan kerusakan sel, sehingga terjadi percepatan proses penuaan dan dapat menimbulkan penyakit jantung, tumor ganas, diabetes militus, dan lainnya Supari, 1996. Antioksidan adalah sebagai senyawa yang melindungi sistem biologi, melawan efek potensial dan proses atau reaksi yang dapat menyebabkan oksidasi yang berlebihan Krinsky, 1992. Mekanisme reaksi antioksidan senyawa fenolik terjadi melalui pemberian atom hidrogen dari gugus hidroksil dengan cepat kepada radikal substrat, dapat dilihat pada Gambar 4. OH O e + R e + RH Gambar 4 Reaksi antioksidan fenol dengan radikal substrat Ranney, 1979 Radikal antioksidan yang terbentuk dari mekanisme di atas cukup stabil atau secara sterik dicegah dari reaksi berikutnya, maka radikal antioksidan tersebut tidak akan bekerja sebagai suatu inisiator bagi reaksi berikutnya. Menurut, Kuby 1992, bahwa limfosit merupakan sel kunci di dalam proses respon imun spesifik melalui reseptor antigen dan mampu membedakannya dari komponen tubuhnya sendiri. Pemisahan dan pemeliharaan dari limfosit T dan limfosit B dari spesimen klinik dapat dilakukan dengan tiga tingkatan yaitu : Tingkat pemisahan dari darah atau jaringan lain, tingkat pengkayaan dari masing-masing limfosit B dan limfosit T dan tingkat pemeliharaan kultur primer. Yang terpenting dalam pengkayaan limfosit B dan limfosit-T harus dapat diperoleh tingkat kemurnian 90. Sedangkan menurut Bellanti 1993, sel limfosit terdiri dari 2 tipe sel yang mampu membuat kekebalan yaitu sel limfosit T yang berfungsi di dalam imunitas seluler dan sel limfosit B yang berfungsi di dalam imunitas humoral. Sel limfosit B berasal dari sumsum tulang belakang dan dapat berdiferensiasi di dalam jaringan ekivalen bursa. Jumlah sel limfosit B dalam keadaan normal berkisar antara 10-15. Setiap sel B memiliki 10 5 B Cel Receptor BCR memiliki dua situs pengikatan antigen yang identik. Antigen yang umum bagi sel B adalah protein dengan struktur tiga dimensi. BCR dan antibodi mengikat antigen dalam bentuk aslinya, hal ini yang membedakan antara sel B dengan sel T, yang mengikat antigen yang telah terproses di dalam sel. Kresno, 1996. Menurut Pasaribu dan Joeniman 1989, sel sel yang menyerupai makrofag yang ditemukan pada simpul limfe disebut dendritic cell, sel-sel tersebut juga ditemukan di dalam lymphoid follicel dari limpa dan sel-sel serupa yang ditemukan di dalam epidermis dikenal sebagai sel-sel langerhans, diduga sel-sel tersebut mampu merangsang sel T, sehingga sel T tersebut mampu mengenali antigen-antigen asing yang terikat pada permukaan sel yang merupakan tanda bagi major histocompatibility complex MHC. MHC merupakan daerah genetik yang terkait erat dengan tanggap kebal. Diduga ada sel dendrit tertentu yang dapat mampu menghantarkan antigen kepada sel-sel B. Pendapat lain, bahwa sel dendrit dan sel-sel langerhan dapat mengikat antibodi pada sitoplasmanya sehingga antibodi dapat tetap melekat pad antigen, sehingga dapat membentuk sebuah jaring-jaring penjerat antigen yang sangat kuat 10.000 kali lebih kuat dari antigen bebas. Satu limfosit dapat mengenali suatu sel antigen secara spesifik dan menerima sinyal untuk berproliferasi. Setelah berikatan dengan antigen, limfosit B akan mengalami proses perkembangan melalui 2 jalur yaitu a berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, dan b membelah kemudian kembali dalam keadaan istirahat sebagai sel limfosit B memori. Sel limfosit mampu berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sebuah klon yang terdiri dari sel-sel efektor dengan spesifitas antigen yang sama Decker, 2001. Sel limfosit T merupakan bagian dari sel limfosit yang sebagian besar terdapat di dalam sirkulasi darah, yaitu sebanyak 65-85 Kresno, 1996. Sel limfosit T terdiri dari 3 subset yaitu subset sel TC atau subset sel T sitotoksik, subset sel Th atau subset sel helper, dan subset sel Ts atau sel T supressor Roitt dan Delves, 2001. Tumbuhan obat yang bekerja pada sistem imunitas bukan hanya bekerja sebagai efektor yang langsung menghadapi penyebab penyakitnya, melainkan bekerja melalui pengaturan imunitas. Bahan-bahan yang bekerja demikian digolongkan sebagai imunomodulator, sehingga apabila kita mengobati penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorgsanisme dengan imunomodulator, maka imunomodulator tersebut tidak akan langsung menghadapi mikroorganismenya melainkan sistem imunitas akan didorong untuk menghadapi melalui efektor sistem imunitas Subowo, 1996. Kemampuan limfosit untuk berproliferasi menunjukkan secara tidak langsung terhadap kemampuan respon imunologik Zakaria et.al. 1992.

C. Bahan Pangan yang Mempunyai Aktivitas Peningkatan Proliferasi