kerusakan struktur seluler secara menyeluruh diikuti dengan lisisnya sel dan inflamasi jaringan. Kejadian apoptosis dapat divisualisasikan dengan pewarna
flurosen karena prinsip kerja zat pewarna yang berperan sebagai interkalator DNA Fluorokrom bis-benzimida triklorida Hoechst 33342 akan berikatan dengan
DNA sel kanker. Hilangnya spesifitas sel yang disebabkan sewaktu sel atau jaringan tersebut masih berada di dalam tubuh, sel atau jaringan tersebut bekerja
secara terintegritas dalam satu jaringan dan berhubungan erat dengan yang lain. Sel yang hidup tidak berwarna, berbentuk bulat, sedangkan sel yang mati
berwarna biru dan mengkerut. Sel natural killer NK berperan penting di dalam pertahanan alami terhadap pertumbuhan sel kanker dan berbagai macam penyakit
infeksi, khususnya infeksi virus. Sel NK dikenal sebagai large granular lymphocyte
LGL yang merupakan limfosit besar berisi sejumlah sitoplasma dengan granula azurofilik Kuby,1992. Menurut Ohno, et al. 1995, untuk
menghitung persentase toksisitas seluler dapat dilakukan dengan menghitung selisih antara rata-rata kematian sel yang ditambah zat uji dan rata-rata kematian
sel blangko, dibagi dengan selisih rata-rata kematian sel kontrol dan rata-rata kematian sel blangko, dikalikan dengan 100.
E. Kultur Sel Limfosit dan Proliferasi Sel Limfosit
Limfosit adalah sel darah putih leukosit, yang berukuran kecil, berbentuk bulat dengan diameter 7-15 µm, selain terdapat di dalam darah perifer terdapat
juga pada organ limfoid seperti limpa, kelenjar limfe, dan timus. Limfosit merupakan sel kunci dalam proses respon imun spesifik, untuk mengenali melalui
reseptor antigen. Populasi limfosit mempunyai reseptor antigen yang beragam, namun setiap limfosit hanya dapat mengenali satu antigen sehingga dalam proses
respon imun limfosit saling bekerjasama untuk mengeliminasi beragam antigen yang masuk ke dalam tubuh Roitt, 1991. Limfosit merupakan sel yang
bertanggung jawab dan sesuai untuk membentuk kekebalan adaptif, yang mempunyai keunikan penting yaitu dibatasi dikelilingi oleh reseptor-reseptor
yang memungkinkan terjadinya reaksi terhadap antigen individual. Limfosit dapat mengadakan recirculasi beredaar kembali yaitu dari jaringan tubuh ke dalam
aliran darah, hal ini menyebabkan reaksi lokal yang diikuti terjadinya spcific
memory Pasaribu dan Joeniman, 1989. Limfosit terdiri dari limfosit B dan
limfosit T, limfosit B disintesis menjadi dewasa di dalam sumsum tulang dan menghasilkan antibodi yang berfungsi sebagai imunitas humoral sedangkan
limfosit T disintesis menjadi dewasa di dalam timus dan menghasilkan komponen yang berfungsi sebagai mediator untuk imunitas seluler Abbas dan Lichtman,
2003. Menurut, Pasaribu dan Joeniman 1989, sub populasi utama dari limfosit yaitu limfosit T thymus dependen dan limfosit B bursa atau bone marrow
dependent, yang secara kasar mempunyai pengaruh yang sama pada imunitas
seluler. Sedangkan sifat utama limfosit T yaitu membantu sel B untuk membuat antibodi. Menurut Langdon 2004, untuk mengisolasi sel limfosit digunakan
larutan ficoll-hypaque, disentrifus selama 20-30 menit dengan kecepatan 450 G pada temperatur kamar, akan didapat lapisan sel berinti tunggal. Sel tersebut dapat
terlihat pada bagian atas sedangkan granulosit berinti banyak dan eritrosit, keduanya akan terpusat di bawah fase
ficoll-hypaque
.
Untuk memeriksa kematian dan kehidupan sel kultur digunakan alat hematositometer dengan pewarnaan biru
trifan, biru trifan hanya mewarnai sitoplasma sel-sel yang mati dengan kerusakan dinding sel.
Proliferasi merupakan fungsi biologis mendasar limfosit, yaitu proses diferensiasi dan pembelahan mitosis sel. Limfosit adalah sel tunggal yang
bertahan baik saat diukur dalam media sederhana, dan secara konsisten tetap dalam tahap diam dan tidak membelah sampai ditambahkan mitogen. Respon
proliferatif kultur limfosit digunakan untuk menggambarkan fungsi limfosit dan status imun individu Tejasari, 2000. Menurut Wagner 199, ketahanan sel
dapat diukur dengan cara pewarnaan biru trifan, uji ini juga dapat digunakan untuk pengujian terhadap makrofag atau monosit. Uji proliferasi limfosit dapat
dilakukan melalui pengukuran kemampuan sel limfosit yang ditumbuhkan dalam kultur sel jangka pendek yang mengalami proliferasi klonal ketika dirangsang
secara in vitro oleh antigen maupun mitogen Valentine dan Lederman, 2000. Menurut Malole 1990, faktor yang mendukung pertumbuhan sel dalam kultur
adalah media pertumbuhan. Pemilihan medium merupakan langkah yang penting di dalam teknik kultur sel. Fungsi utama media kultur sel adalah untuk
mempertahankan pH, menyediakan lingkungan yang baik dimana sel dapat
bertahan hidup dan juga menyediakan substansi-substansi yang tidak dapat disintesa oleh sel itu sendiri. Menurut Zakaria et al. 1992, kemampuan limfosit
untuk berproliferasi atau membentuk klon menunjukkan secara tidak langsung kemampuan respon imunologik atau tingkat kekebalan. Apabila sel dikultur
dengan senyawa mitogen, maka limfosit akan berproliferasi secara tidak spesifik, begitu pula bila limfosit dikultur dengan antigen spesifik misalnya kasein susu,
maka kemampuan limfosit untuk merespon secara spesifik dapat diukur. Menurut Fresney 1994, menyatakan bahwa protein merupakan komponen
serum terbesar dan protein yang penting yaitu albumin dan globulin. Fibronectin globulin tak larut berguna untuk merangsang pelekatan sel, sedangkan alpha-2-
makroglobulin berfungsi menghambat tripsin yang merupakan enzim proteolitik. Fetuin yang terdapat di dalam serum fetus meningkatkan pelekatan sel. Transferin
berfungsi mengikat unsur besi. Protein lain yang bermanfaat dalam pelekatan sel dan pertumbuhan mungkin masih banyak, tetapi belum jelas karakteristiknya.
Pertumbuhan sel memerlukan pH 7.4, apabila pada proses pembiakan sel, dengan pH media lebih rendah dari 7, maka pertumbuhan sel biasanya terhambat. Sebagai
indikator pH media, biasanya digunakan zat warna fenol merah. Media akan berwarna merah pada pH 7.4, oranye pada pH 7.0 dan kuning pada pH 6.5, merah
kebiruan pada pH 7.6 dan ungu pada pH 7.8. Pengaturan pH dapat dilakukan dengan penambahan 5 CO
2
pada ruangan di atas media. Keseimbangan pH dijaga dengan menambah NaHCO
3
.HEPES N-2-hidroxymetil-piperazine-N-2- ethansu fonic acid pada pH 7.2-7.6 merupakan buffer yang kuat dan mulai
banyak digunakan. Suhu kultur dipertahankan pada 37
o
C, untuk menyamakan dengan suhu tubuh. Selain memberi pengaruh langsung terhadap pertumbuhan
sel, temperatur juga mempengaruhi pH melalui peningkatan kelarutan CO
2
pada temperatur rendah dan mungkin melalui perubahan ionisasi dan pH dari buffer.
Kebutuhan oksigen sebesar 95 . Ketebalan media kultur dapat mempengaruhi difusi oksigen ke dalam sel. Oleh karena itu ketebalannya berkisar antara 2-5 mm.
Antibiotik ditambahkan ke dalam media untuk mencegah terjadinya kontaminasi Fresney, 1994. Menurut Subekti 1997, suhu kultur dipertahankan 37°C, untuk
menyamakan dengan suhu tubuh. Selain memberikan pengaruh langsung terhadap pertumbuhan sel, temperatur juga mempengaruhi pH melalui peningkatan
kelarutan CO
2
pada temperatur rendah dan mungkin melalui perubahan ionisasi dan pH dari buffer. Kultur sel secara in vitro merupakan suatu cara untuk
mengembangbiakkan atau menumbuhkan sel di luar tubuh hewan atau manusia. Lingkungan atau bahan makanan untuk pertumbuhan sel secara in vitro
diusahakan menyerupai keadaan sel secara in vivo. Oleh karena itu diperlukan media pertumbuhan yang berisi asam-asam amino, vitamin, mineral, garam-
garam anorganik, glukosa dan serum. Peranan serum di dalam medium biakan sangat penting yaitu sebagai nutrien untuk pertumbuhan sel serta fungsinya
dalam pelekatan sel. Serum memberi kan hormon - hormon penting, faktor penempel sel ke matrik tempat sel tumbuh, protein lipid serta mineral-mineral
yang diperlukan sebagian besar jenis sel untuk tumbuh dan berkembang Freshney, 1994. Proliferasi merupakan fungsi biologis mendasar limfosit, yaitu
proses diferensiasi dan pembelahan mitosis sel. Limfosit adalah sel tunggal yang bertahan baik saat dikultur dalam media sederhana, dan secara konsisten tetap
dalam tahap diam dan tidak membelah sampai ditambahkan mitogen. Respon proliferatif kultur limfosit digunakan untuk menggambarkan fungsi limfosit dan
status imun individu Tejasari, 2000. Senyawa oleoresin, shogaol dari jahe dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit B, bahkan senyawa gingerol secara nyata
dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit B pada kondisi stres oksidatif Tejasari et al. 2000. Penelitian jahe lainnya memperlihatkan secara signifikan
ekstrak air jahe menperlihatkan efek peningkata proliferasi sel limfosit T, efek perlindungan terhadap limfosit dari stres oksidatif, peningkatan aktivitas sitolitik
sel NK, dan menurunkan MDA dalam plasma Zakaria et al, 2001 c. Sebagian besar penggunaan antibiotik untuk pengendalian kontaminasi dari sel atau kultur
jaringan baik terhadap bakteri gram positip maupun bakteri gram negatif. Gentamisin dan siprofloksasin mempunyai aktivitas terhadap pengendalian
spesies mikoplasma, penggunaan polynes ampotrisin B dan nistatin dapat digunakan untuk pencegahan kontaminasi oleh ragi dan jamur. Kombinasi dari
penisillin G sampai konsentrasi 10
5
U 1
-1
dengan streptomisin 1
-1
sulfas 100 mg dan ampoterisin B 5mg 1
-1
mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dan jamur pada sel dan kultur jaringan, penggunaan gentamisin sulfat pada konsentrasi 50
mgl dengan streptomisin sulfat dapat digunakan sebagai alternatif, karena
kombinasi tersebut mempunyai kemampuan untuk mencegah aktivifitas spesies Pseudomonas
Doyle dan Griffiths 2000. Menurut Pollard dan Walker 1997, penambahan penisillin G 10
5
IU dan streptomisin sulfat 100 μg untuk mencegah
kontaminasi bakteri gram positif, maupun gram negatif Doyle dan Griffiths,
2000. Menurut Castel dan Gomez-Lechon 1997, pemisahan limfosit dari darah dilakukan pertama-tama ambil darah dengan antikoagulan, sentrifuse, campur
dengan ficoll 1:3, sentrifus 800 G selama 25 menit pada suhu kamar, ambil endapan putih tambahkan 5 ml RPMI, sentrifuse 400 G selama 10 menit pada
suhu kamar, ulangi dua kali atau lebih, pindahkan ke dalam ficoll-pâque, hitung limfosit menggunakan hematositometer dengan pewarnaan biru trifan, terlihat sel
hidup berwarna hijau, dan yang mati berwarna oranye. Pengujian proliferasi sel dapat dilakukan dengan pewarnaan MTT3-[4,5-dimethylthiazol-2-yl ]-2,5-
diphenyl-tetrazolium. Prinsip pewarnaan MTT adalah MTT diubah oleh enzim suksinat dehidrogenase di dalam mitokondria menjadi formazan, dengan
penambahan DMSO, isopropanol atau larutan yang sesuai, maka formasan dapat diukur absorbansinya secara kolorimetri. Kandungan suksinat dehidrogenase
relatif konstan, sehingga jumlah formazan yang terbentuk proporsional terhadap jumlah sel dan merupakan indikasi dari aktivitas mitokondria, yang mana juga
dapat merupakan interpertasi pengukuran ketahanan sel. Menurut Doyle dan Griffiths 2000, pengujian ketahanan sel dapat ditentukan berdasarkan aktivitas
enzim dehidrogenase dari mitokondria dan dapat diukur secara kolorimetri dengan spektrofotometer. Enzim ditutup oleh substrat kuning dari MTT yang
bersifat larut air dan masuk ke dalam formasan berwarna biru tua yang bersifat tidak larut air. Jumlah formasan yang terjadi secara langsung proporsional dengan
ketahanan sel. Menurut Kubota et al. 2003, metode penghitungan jumlah sel yang mengalami proliferasi adalah metode pewarnaan MTT3-[4,5-
dimethylthiazol-2-yl ]-2,5-diphenyl-tetrazolium bromide. Prinsip metode MTT adalah konversi MTT menjadi senyawa formasan berwarna ungu oleh enzim
suksinatdehidrogenase dari mitokondria sel hidup. Jumlah formasan yang terbentuk adalah proporsional dengan jumlah sel limfosit yang hidup. Sel yang
hidup tidak akan berwarna, berbentuk bulat, sedangkan sel yang mati berwarna
biru dan mengkerut Bird dan Forrester, 1981. Mekanisme reaksi MTT menjadi MTT Formazan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Mekanisme reaksi MTT menjadi MTT Formazan Kubota, et al. 2003
Selanjutnya menurut Doyle dan Griffiths 2000, kecuali dengan metode MTT tersebut, untuk menghitung sel secara rutin dapat digunakan dengan metode
biru trifan. Metode ini menggunakan prinsip penyerapan zat warna biru trifan melalui membran sel dan hanya dapat mewarnai sitoplasma jika membran sel
mengalami kerusakan, oleh karena itu pewarnaan ini dapat digunakan untuk membedakan antara sel hidup atau sel matirusak. Sel hidup tidak akan berwarna
terang dan berbentuk bulat, sedangkan sel mati akan berwarna biru dan mengkerut. Pada pemeriksaan dan penghitungan sel limfosit ini secara rutin
digunakan alat yang disebut hemtositometer dengan kedalaman chamber 0,1 mm kemudian sel limfosit segera dilihat dengan menggunakan mikroskop dalam
keadaan segar Doyle dan Griffiths, 2000.
F. Mitogen Sebagai Senyawa Pemacu Proliferasi Sel Limfosit