4
berjalan secara efektif untuk menampung produksi yang dihasilkan oleh kelompok tani
yang bersangkutan. Sentra-sentra produksi tersebut di daerah-daerah terpencil sehingga
proses pemasaran untuk pertanian menjadi tidak efisien baik dari segi waktu, mutu dan
biaya. Lemahnya petani dalam mengakses pasar sehingga proses produksi tidak bisa
direncanakan secara terpadu sesuai dengan prinsip
agrobisnis. Petani
belum bisa
memberikan alternatif apabila produknya tidak sepenuhnya terserap oleh pasar.
2.2.2. Jenis-Jenis Salak Salak yang dibudidayakan secara
meluas di Indonesia dibedakan antara varietas zalacca
dari Jawa, dan varietas amboinensis Becc dari Bali dan Ambon. Jenis-jenis salak
yang telah diketahui cukup banyak. Burkil pada tahun 1935 dan Heyne pada tahun 1950
melaporkan spesies salak diantaranya : Salacca conferta
, Salacca edulis, Salacca globuscans
, Salacca affinis dan Salacca wullichiana
. Sedangkan
Bruckman melaporkan varietas salak diantaranya : salak
Putih, salak Pondoh, salak Madu dan salak Malam Sudibyo, 1974. Salak Putih memiliki
ciri-ciri kulit buah muda berwarna hijau muda, lalu menguning sehingga warna kulit buah
masak putih kekuningan. Rasanya seperti salak biasa tetapi tidak sepet. Salak Pondoh
memiliki ciri-ciri buahnya kecil-kecil, kulit buahnya hitam, daging buahnya berwarna
putih, tipis dan rasanya manis sejak muda sampai masak. Salak Madu ciri-cirinya kulit
buah berwarna coklat, lebih cepat masak, dalam daging buah ada zat manis seperti
madu. Salak Malam memiliki rasa seperti salak biasa tetapi daging buahnya lunak.
Varietas salak lebih dikenal menurut nama daerahnya yang disebut kultivar. Nama
salak asalnya
inilah yang
popular dimasyarakat. Kultivar yang terkenal adalah
salak Bali dari Bali, salak Condet dari DKI Jakarta, salak Sleman dan salak Jenu dari
Yogyakarta, salak Madura dari Madura, salak Gondanglangi dan salak Suwaru dari Malang,
salak Tanulandang dari Sulawesi Utara, salak Banten dari Banten, salak Padangsidempuan
dari Sumatera Utara, salak Manonjaya dari Tasikmalaya, salak Hutalambung dan salak
Sibakus dari Tapanuli Selatan, dan lain- lainnya.
Menurut Setijati Sastrapradja, et al 1978 salak yang dikembangkan di Bali
berasal dari spesies edulis yaitu varietas amboinensis
Becc. ,
sedangkan yang
umumnya dikembangkan
di Padangsidempuan, Sumatera Utara adalah
merupakan jenis Salacca sumatrana Becc. Jenis salak yang ada di daerah Sibetan ada
dua, yakni: salak bali yang memiliki rasa enak dan khas dan salak gula pasir sebutan oleh
penduduk setempat, warna dan rasa salak gula pasir mirip dengan salak pondoh. Hanya
buahnya lebih besar dan bijinya lebih kecil dibanding salak pondoh. Pohon salak ini
secara kebetulan ditemukakan oleh Nengah Dondong 65 sekitar lima tahun 1991 di
tengah-tengah kebun salaknya sendiri. Karena rasanya yang berbeda, jauh lebih
manis dari salak bali, maka sejumlah orang mulai menangkarnya. Kini sudah ada sekitar
15.000 pohon salak gula pasir berkembang di Desa Sibetan.
2.2.3. Morfologi Buah Salak Perbedaan morfologi antara jenis-