53
5.2 Hubungan antara Pencahayaan Alami Kamar dengan Kejadian ISPA
pada Balita
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pencahayaan alami kamar dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota
Semarang. Hasil ini didasarkan dari 43 responden yang tidak memenuhi syarat pencahayaan alami kamar yaitu kurang dari 60 Lux dan tidak menyilaukan
mempunyai balita yang menderita penyakit ISPA. Sedangkan 32 responden yang juga tidak memenuhi syarat luas ventilasi kamar yaitu kurang dari 60 Lux dan tidak
menyilaukan, akan tetapi balitanya tidak menderita penyakit ISPA. Pada uji Chi Square untuk data 2x2 tidak dijumpai nilai harapan Expected
Count kurang dari 5 dan tidak lebih dari 20 jumlah sel diperoleh nilai p value=
0,937 p value 0,05. Nilai Contingency Coefficient CC variabel pencahayaan alami kamar dengan kejadian ISPA pada balita adalah 0,008 yang menunjukkan
bahwa tingkat keeratan tidak adanya hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat sangat lemah 0,00-0,199.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 91 responden terdapat 75 responden yang pencahayaan alami kamarnya tidak memenuhi syarat 82,4. Salah satu
penyebab kurangnya pencahayaan alami yang masuk dalam rumah terutama pada kamar balita adalah karena daerah pemukimannya termasuk padat penduduk
sehingga batas antara rumah yang satu dengan yang lain sangat sempit sehingga memperkecil kemungkinan sinar matahari untuk bisa masuk ke dalam rumah.
54
5.3 Hubungan antara Kelembaban Udara Kamar dengan Kejadian ISPA
pada Balita
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kelembaban udara kamar dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang.
Pada uji Chi Square untuk data 2x2 tidak dijumpai nilai harapan Expected Count kurang dari 5 dan tidak lebih dari 20 jumlah sel diperoleh nilai p value= 0,000 p
value 0,05. Nilai Contingency Coefficient CC variabel kelembaban kamar dengan
kejadian ISPA pada balita adalah 0,512 yang menunjukkan bahwa tingkat keeratan adanya hubungan antara kelembaban kamar dengan kejadian ISPA pada balita
dalam kategori sedang 0,400-0,599. Kualitas udara yang baik dalam rumah diantaranya harus memenuhi beberapa
ketentuan diantaranya kelembaban udara dalam rumah berkisar antara 40-70, suhu udara yang nyaman berkisar antara 18
-30 Celcius, dan pertukaran udara = 5 kaki
kubik per menit per penghuni. Kualitas udara yang kurang baik dapat memicu perbagai penyakit yang berhubungan dengan saluran pernapasan, termasuk ISPA.
Menurut Lily P. dalam Soedjajadi Keman kualitas udara dalam ruangan yang baik didefinisikan sebagai udara yang bebas dari bahan pencemar penyebab iritasi,
ketidaknyamanan atau terganggunya kesehatan penghuni. Temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan juga dapat mempengaruhi kenyamanan dan
kesehatan bagi penghuninya Soedjajadi Keman, 2005:33. Imunitas balita yang masih tentan terhadap penyakit akan mudah terserang
penyakit yang berhubungan dengan saluran pernapasan terutama ISPA jika
55
kelembaban udara dalam kamar yang tidak memenuhi syarat yaitu berkisar antara 40-70. Sehingga sangat dianjurkan menambah ventilasi alami sebagai sarana
pertukaran udara dan diharapkan dapat mengurangi kelembaban udara yang terlalu tinggi.
5.4 Hubungan antara Kepadatan Hunian Kamar dengan Kejadian ISPA pada