bagi pengembangan kehidupan karyawan maupun komunitas sosial disekitar lokasi operasi Perusahaan
37
37
Hendrik Budi Untung, Corporate Social Responsibility, Jakarta : Sinar pustaka, hal 1-12 , dapat dilihat dalam Bernadinus Steni, Quo vadis REDD di Indonesia?,
http;
. Logika yang sama juga berlaku untuk sumber pendanaan berupa hibah.
Hakikat hibah adalah fungsi sosial bukan komersial. Jika pemanfaatanya dipakai untuk tujuan menghasilkan sertifikat karbon yang diperjual belikan untuk
mendapatkan untung maka fungsi sosial tersebut berubah total jadi komersial.
3. Kekhawatiran Timbulnya Konflik Sosial Akibat Proyek REDD
Akibat pengadopsian UU no.41 tahun1999 dalam Permenhut REDD yang jika dianalisis lebih jauh akan menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya konflik sosial
antara masyarakat sekitar hutan dengan pemerintah atau dengan kelompok-kelompok yang dalam Permenhut No. P.30 tahun 2009 yang diberikan hak untuk melaksanakan
program REDD. Peraturan tersebut sangat bersifat sentralistik legal formal karena memberikan kontrol penuh kepada Komisi REDD sebagai pelaksana REDD tanpa
memberi ruang pada masyarakat adat untuk terlibat dalam implementasikan mekanisme REDD. Konflik sosial ini dapat terjadi karena dalam UU No. 41 dan
Permenhut tersebut dijelaskan dengan tegas bahwa hanya yang memiliki hak legal penguasaan tanah saja yang diakui pemerintah padahal sebagian besar dari
masyarakat hutan adat banyak yang tidak memiliki izin ataupun diakui sebagai masyarakat adat hutan setempat oleh pemerintah.
www.019_Quo_vadis_REDD_untuk _IESR_24_Agustus_ 09.Pdf di unduh pada tanggal 30
September 2009.
Universitas Sumatera Utara
Karena kebanyakan masyarakat adat tidak memiliki hak milik tanah secara resmi, REDD bisa saja menimbulkan praktek pengambilalihan tanah sebab dengan
kewenangan besar yang di berikan oleh Permenhut-permenhut tersebut kepada menteri kehutanan dalam menentukan izin hutan mana saja yang dapat dijadikan
sebagai areal proyek REDD apalagi nilai uang yang beredar besar maka akan sangat beresiko jika pejabat kehutanan dapat di suap oleh pihak-pihak tertentu yang ingin
mencoba mengambil keuntungan dari proyek REDD ini. Dan kasus penyuapan ini bukan sesuatu yang langka terjadi tetapi hampir setiap konflik disektor kehutanan
para pejabat kehutananlah yang menjadi salah satu aktornya. Ketidak adilan sosial akibat peraturan inilah yang mendorong terjadinya
konflik sosial, bagaimana mungkin masyarakata adat akan menerima kenyataan bahwa meereka harus tersingkir oleh karena adanya proyek REDD sedangkan para
pengelolah HPH dan para pengelolah perkebunan memperoleh hak untuk ikut sebagai pelaksana proyek REDD dan mendapat keuntungan dari penjualan karbon sebagai
reward kepada mereka yang katanya menjaga kelestarian hutan. Padahal sebenarnya para pemilik HPH dan pengelolah perkebunan inilah yang menyebabkan deforestasi
dan degradasi hutan namun mereka tidak mendapatkan sangsi tetapi bisa memperoleh keuntungan dengan dalih jika mereka mau mereboisasi areal izin usahanya. Padahal
dalam hal mereboisasi kembali hutan hasil penebangan mereka adalah kewajiban mereka.
Konflik sosial inipun bisa menjadi konflik berdarah apabila pada pelaksanaannya REDD nantinya akan menimbulkan penguncian hutan oleh broker-
broker perusahan karbon dengan dalih untuk menghindari terjadinya eksploitasi kayu
Universitas Sumatera Utara
hutan. Sehingga masyarakat sekita hutan tersebut dilarang masuk kedalam hutan kawasan proyek REDD. Pada hal ini sama saja dengan merampas sumber
penghidupan mereka. Kecurigaan hal ini akan terjadi bukan tanpa alasan karena sudah banyak konflik sosial seperti ini pada proyek-proyek konservasi sebelumnya.
Pelangggaran HAM terhadap penduduk local dalam proyek konservasi lahan sudah sering terjadi. Konflik ini biasa terjadi karena dipicu oleh keinginan negara
melakukan konservasi lingkungan tanpa memedulikan pemenuhan hak-hak penduduk local dalam mengakses sumberdaya alam yang ada alam yang ada dalam lahan
konservasi tersebut. Dari serangkaian konflik yang terjadi selam ini menimbulkan kekhawtiran baru bila proyek REDD ini akan dijalankan dengan berdarah-darah.
Adalah sebuah ketidak adilan bila penduduk local yang selama ini memanfaatkan hutan secara lestari harus tersingkir dari sumber-sumber kehidupannya bahkan
dikorbankan pula hak hidupnya atas nama konservasi dan penyelamataniklim bumi. Ketidak adilan bagi penduduk lokal yang harus kehilangan mata
penghidupannya akibat negara yang harusnya melindungi mereka malah merampasnya padahal negara tidak berhak mengusir mereka sebab masyarakat adat
ini telah ada bahkan sebelum negara ini terbentuk. Tentunya dengan kehilangan ini mereka tidak akan tinggal diam, mereka pasti melakukan perlawanan. Dan
perlawanan ini biasanya akan di redakan oleh negara dengan mengunakan kekerasan melalui aparatnya.
Bahkan kekhawatiran akan adanya kekerasan dalam pengamanan hutan kawasan REDD ini semakin nyata dengan adanya ucapan dari Dorjee Sun, CEO
Carbon Conservation yang akan merekrut 1000 mantan anggota Gerakan Aceh
Universitas Sumatera Utara
Merdeka GAM yang bersenjata
38
Sebenarnya sikap pemerintah Indonesia mendua dalam mengimplementasikan mekanisme REDD, pada satu sisi menyetujui akan adanya REDDD tetapi disisi lain
ia juga menerbitkan kebijakan yang memperbolehkan pembukaan hutan dan lahan gambut untuk jadi wilayah produksi, salah satunya adalah adanya Permentan No.
14PermentanPL.11022009 tentang Tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Budidaya Kelapa Sawit yangmembuka kemungkinan pembukaan lahan
gambut lebih luas. Padahal, karena pembukaan dan pembakaran lahan gambut, Indonesia telah menjadi pengemisi ketiga terbesar di dunia. Padahal sebelumnya
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Pernah berpidato bahwa melestarikan hutan lebih menguntungkan secara ekonomi dibandingkan dengan menebangi hutan, jadi
. Pemerintah provinsi Aceh dan Carbon Conservation berdalih bahwa perekrutan manatan anggota GAM ini adalah dalam
upaya memberdayakan para mantan anggota GAM tersebut tidak terjerumus kedalam tindak criminal akibat tidak mempunyai pekerjaan. Hal ini sanagat tidak masuk akal
bagaimana mungkin mereka akan mempersenjatai masyarakat sipil dengan alasan untuk menghalau masyarakat sipil lainnya agar tidak masuk kedalam hutan areal
proyek REDD, Tentunya jika ini terjadi maka REDD hanya di jadikan sebagai proyek pembiayaan peralatan militer untuk memerangi rakyatnya sendiri.
Jika sampai hal tersebut dilakasanakan maka kawasan hutan proyek REDD akan sangan mencekam dan hanya tinggal menunggu waktu saja akan terjadi konflik
berdarah.
4. Ketidak Seriusan Pemerintah dalam Mendukung REDD