Pembahasaan REDD inilah yang hendak diungkapkan lebih lanjut dalam penelitian ini, sebab REDD sebagai program usulan dari pemerintah Indonesia masih
banyak masyarakat belum jelas mengerti tentang apa itu program Reducing Emissions from Deforestation and Degradation sehingga mendorong penulis untuk memberikan
informasi yang utuh mengenai REDD tersebut. B.
Perumusan Masalah
Berangkat dari latarbelakang masalah, peneliti mencoba untuk merumuskan masalah yang hendak di teliti yaitu:
1. Siapa aktor-aktor di balik usul Reducing Emission From Deforestation
Degradation REDD pada Conference of Parties ke 13 United Nations Framework Convention on Climate Change CoP ke 13 UNFCCC Di Bali
tahun 2007 dan apa saja kepentingan yang hendak dicapainya? 2.
Apa dampak dari program Reducing Emission From Deforestation Degradation bila diterapkan di Indonesia?
C. Batasan Masalah
Untuk memperjelas dan mempertegas serta membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan menghasilkan uraian yang sistematis maka diperlukan
adanya batasan masalah. Penenelitian ini membatasi masalah yang dibahas hanya pada hal berikut :
1. Penelitian ini akan melihat bagaimana para aktor berperan dalam Program
Reducing Emission From Deforestation Degradation REDD.
Universitas Sumatera Utara
2. Penelitian ini juga akan melihat pandangan-pandangan para ahli tentang
Reducing Emission From Deforestation Degradation REDD serta analisis para ahli tentang dampak REDD bila di terapkan di Indonesia.
D. Tujuan Penelitian
Ada pun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui siapa saja aktor dibalik program Reducing Emission From Deforestation Degradation REDD.
2. Untuk mengetahui dampak bagi Indonesia jika menerapkan program Reducing
Emission From Deforestation Degradation REDD ini, baik dampak sosial, ekonomi serta dampak politiknya.
E. Manfaat Penelitian
Layaknya penelitian ilmiah tentunya penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat baik bagi penulis maupun orang lain yang membaca laporan
penelitian ini. Berikut adalah manfaat yang ingin dicapai dalam penlitian ini : 1.
Secara akademis, penelitian ini untuk memperkaya penelitan ilmiah dibidang politik lingkungan terutama yang berhubungan dengan isu Pemanasan global
yang disebabkan oleh kerusakan hutan. 2.
Bagi penulis sendiri penelitian ini untuk mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah khususnya dalam bidang politik lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
F. Kerangka Dasar Pemikiran 1. Wacana Politik Lingkungan
Masalah mendesak mengenai Perubahan Iklim atau pemanasan global yang terjadi saat ini adalah berhubungan dengan pengelolahan yang salah atas eksploitasi
atas sumber daya alam yang menunjukkan korelasi indikator sebagai berikut: Pertama, kelengahan atas pengelolahan sumberdaya alam diantara aktor yang
langsung seperti negara. Mereka seringkali lengah mengimplementasikan konsep dan sistem pembangunan ekonomi yang berbasis lingkungan.
Kedua, para aktor ini tidak memperhatikan pentingnya tabiat manusia dengan lingkungan, dan mereka gagal untuk mengintegrasikan sistem hubungan manusia
dengan alam. Hal ini penting untuk diakui perbedaan antara sistem manusia dan alam. Dinamika lingkungan adalah sebagai produk saling penguatan dari banyak susunan
yang saling berinteraksi dan proses dari pada suatu desain. Dengan demikian, perbedaan yang fundamental antara tabiat manusia dan lingkungan bermakna bahwa
pemahaman peran suatu masyarakat di dalam sistem lingkungan bermakna bahwa pemahaman bagaimana masyarakat telah terbuat di masa lampau, tetapi juga apa
yang mereka rencanakan untuk masa depan. Sekarang perlu dijelaskan tentang apa arti dari Political Ecology politik
lingkungan. Tercatat ada beberapa ilmuan yang yang memberikan defenisi yang berbeda mengenai politik lingkungan. Diantaranya adalah Gary Paterson, Bryant,
Vayda, Blaike dan Brookfield, Rocheleau dan Abe ken-ichi.
3
3
Herman Hidayat, Politik Lingkungan Pengelolaan Hutan Masa Orde Baru dan Reformasi, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2005, hal. 9
Universitas Sumatera Utara
Menurut Paterson, bahwa politik lingkungan adalah pendekatan yang menggabungkan masalah lingkungan dengan politik ekonomi untuk mewakili suatu
pergantian tensi yang dinamik antara lingkungan dan manusia, dan antara kelompok yang bermacam-macam didalam masyarakat dalam skala individu lokal pada
transnasional secara keseluruhan. Blaike dan Brookfield, politik lingkungan adalah suatu bingkai untuk
memahami kompleksitas saling berhubungan antara masyarakat lokal, nasional, politik ekonomi global dan ekosistem.
Bryant mendefinisikan politik lingkungan sebagai usaha untuk memahami sumber-sumber politik, kondisi dan menjadi jaringan dari pergantian lingkungan.
Rocheleau mendefinisikan politik lingkungan sebagai kecenderungan untuk melihat mendalam dinamika lingkungan dan memfokuskan atas suatu sistem
manusia. Abe ken-ichi mendefinisikan politik lingkungan sebagai suatu kolektif nama
untuk semua usaha intelektual untuk secara kritis menganalisis masalah ketepatan sumber daya alam dan asal usul kerusakan sumber daya secara politik ekonomi,
dengan maksud itu diperoleh studi akademik atau aplikasi yang bersifat praktis. Sedangkan Vayda menjelaskan politik lingkungan adalah suatu metode
terapan oleh ahli-ahli lingkungan yang menganalisis kebijakan mengenai masalah lingkungan yang relevan, ini yang dikenal sebagai ‘progressive contextualization’
kontekstualisasi yang maju. Pendekatan ini memulai dengan aktor pelaku, dalam hal ini para pemakai sumber daya alam yang langsung, dan mempertimbangkan
Universitas Sumatera Utara
suatu konteks apa mereka berbuat atau tidak berbuat dalam cara khusus terhadap suatu sumber daya alam.
Mengamati skala sosial dan lingkungan yang berbeda, politik lingkungan menjelaskan sekurangnya dua peneltian area yang berbeda. Pertama, penelitian ke
dalam sumber yang kontekstual perubahan lingkungan yang menguji pengaruh lingkungan secara umum pada suatu negara, hubungan antar negara, dan kapitalisme
global. Kedua, area penelitian mencari tahu suatu lokasi dari aspek-aspek khusus mengenai perubahan lingkungan, yaitu dengan studi suatu konflik atas akses sumber-
sumber lingkungan. Jon Schubart menyatakan bahwa ekologi politik mencoba untuk menelusuri
empat hal, yakni a bagaimana struktur sosial dan alam saling menentukan, dan bagaimana keduanya membentuk akses terhadap sumber daya alam, b bagaimana
konsep alam dan masyarakat yang telah dikonstruksi menentukan interaksi manusia dengan lingkungan, c koneksi antara akses terhadap dan kontrol atas sumber daya
dan perubahan lingkungan, d hasil sosial dari perubahan lingkungan. Politik lingkungan dalam banyak negara di dunia mempunyai peran penting
tidak hanya pada tingkatan yang berbeda, tetapi juga dalam bingkai kerja struktural yang berbeda. Banyak lembaga antar pemerintahan mempunyai peranan penting
dalam aktivits serupa, membuat aturan lingkungan, membuat kebijakan , penelitian, monitor, training, proyek pembiayaan dan supervisi.
4
Meskipun politik lingkungan muncul pada tahun 1980-an sebagai agenda riset di negara-negara berkembang, sejak tahun 1990-an disiplin ilmu ini telah berkembang
4
Herman Hidayat, Ibid, hal. 12
Universitas Sumatera Utara
secara luas melalui wacana publik dibanyak negara. Ada banyak pendekatan untuk politik lingkungan.
Pertama, untuk menjelaskan penelitian atas politik lingkungan dunia ketiga mengenai masalah-masalah lingkungan yang khusus atau menunjukan masalah,
misalnya kerusakan hutan tropis, banjir, erosi tanah dan rusaknya mutu tanah.
5
Kedua, memfokuskan pada suatu konsep yang mengandung hubungan penting terhadap pertahanan politik lingkungan. Pendekatan ini untuk memahami
karakteristik dari banyak aktor yang berbeda dan membatasi promosi dari minat aktor yang khusus.
Ketiga, untuk menguji saling hubungan antara masalah-masalah politik dan lingkungan dalam hubungan kondisi geografis yang khusus. Hal ini dihubungkan
dengan sering munculnya masalah alam yang bervariasi dari suatu negara ke negara lain, tetapi tujuannya ialah untuk mengevaluasi masalah tersebut dalam suatu konteks
negara. Keempat, untuk mengali masalah politik lingkungan dalam hubungan
karakteristik sosial-ekonomi seperti golongan, etnisitas atau gender. Kelima, menekankan perlunya memfokuskan minat, karakteristik dan aksi
dari tipe pelaku yang berbeda didalam memahami konflik-konflik politik lingkungan. Pendekatan berbasis aktor ini dihubungkan dengan pemahaman para pelaku terhadap
proses lingkungan dan politik.
5
Herman Hidayat, Ibid, hal. 14
Universitas Sumatera Utara
Politik Lingkungan Global
Pendefinisian masalah lingkungan hidup dalam tataran hubungan internasional memiliki definisi tersendiri. Menurut Porter dan Brown, untuk masuk
dalam kategori “global environmental politics”, kualitas persoalan lingkungan yang dimaksud harus mengandung ancaman terhadap daya dukung alam sebagai sebuah
ekosistem the global commons yang mempengaruhi sendi-sendi kehidupan umat manusia, yang tidak hanya terbatas dalam wilayah jurisdiksi negara tertentu. dengan
kata lain minimal harus ada transedensi isu dalam cakupan: 1.
Dampak atau akibat impacts dari kerusakan lingkungan itu bersifat transboundary. Lintas jurisdiksi nasional ini baik yang berkenaan dengan
aspek social seperti human healthmaupun aspek ekonomi termasuk aspek politik dan keamanan. adanya kenyataan bahwa sekup dari kerusakan
lingkungan tertentu seperti deforestation, loss of biodiversity dan global warming, demikian luasnya. Dan karena biaya yang dikeluarkan untuk
mengatasi persoalan demikian besarnya, telah melampaui batas kapasitas individual Negara-negara tertentu yang karenanya menuntut kerjasama
internasional yang luas dan solid. Dengan kata lain global problems need global solutions. Akan tetapi pada gilirannya realitas obyektif ini harus
bersinggungan dengan karakter dari politik internasional yang memberikan tingkat kesulitan tersendiri dalam upaya pencapaian solusi yang diharapkan.
2. Para pelaku yang terlibat lebih beragam. Intensitas isu lingkungan global tidak
saja melibatkan peran banyak negara sebagai actor utama, tetapi juga berbagai institusi internasional dan non-governmental organizations,
Universitas Sumatera Utara
termasuk pula perusahaan-perusahaan multinasional. Perkembangan isu lingkungan dewasa ini menunjukkan semakin pentingnya peran non-state
actors yang bagi kaum hyperglobalist dianggap telah mengikis kedaulatan dan peran Negara sebagai aktor dominan dalam mengupayakan berbagai
penyelesaian internasional untuk mengatasi masalah lingkungan global. Namun demikian, tesis ini masih dapat diperdebatkan. Yang pasti masing-
masing actor memiliki peran dan powernya masing-masing yang memberi karakteristik tersendiri bagi lingkungan global misalnya :
a. Negara : Dalam politik internasional yang masih menganut sistem
negara bangsa, maka peran negara sangat dominan dalam proses pembentukan rejim bagi perlindungan lingkungan global. Ini sangat
memungkinkan karena negara dapat menggunakan kekuatan vetonya. Dalam setiap perundingan internasional selalu terjadi proses
pengelompokkan untuk menggalang kekuatan veto Veto Coalitions. Yang kedua kekuatan ekonomi sebuah Negara, dan bukan militer,
merupakan laverage yang sangat menentukan posisi tawar menawarnya di dalam setiap perundingan multilateral.
b. Non Governmental Organizations NGOs : Memainkan peran yang
semakin besar dalam era globalisasi ini sebagai berkah kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi. NGOs berperan
dalam pembentukan opini public secara luas, membangun jaringan kerja yang efektif serta memberikan tekanan yang kuat kepada
pemerintah dalam proses tawar menawar sebuah perundingan.
Universitas Sumatera Utara
c. International Institution : Berperan sebagai fasilitator yang aktif dalam
pembentukan berbagai rejim internasional bagi pengawasan, perlindungan dan pemeliharaan alam dan segala sumber-sumbernya.
Setidaknya peran mereka adalah menghasilkan kesepakatan multilateral soft law.
2. Definisi Deforestation Deforestation telah didefinisikan oleh FAO Food and Agricultural
Organization sebagai konversi lahan hutan untuk penggunaan lahan lain atau
pengurangan yang tajam dari tutupan hutan dibawah 10. Disamping itu, deforestation kerusakan hutan menekankan kehilangan permanen tutupan hutan
dalam jangka panjang. Kehilangan itu hanya dapat disebabkan melalui pengaruh manusia yang berlanjut atau gangguan alam.
6
WRI World Resources Institute juga mendefinisikan deforestation sebagai konversi lahan hutan untuk penggunaan lahan pertanian. Deforestation mencakup
lahan hutan yang dipakai untuk infrastruktur seperti pembangunan, pertambangan, permukiman, ladang berpindah, dan sebagainya.
Definisi dasar oleh FAO mengenai deforestation telah dikembangkan dan pada umumnya diterima oleh negara-negara yang berpartisipasi dan dikenal oleh para
ahli penemuan dan penilaian hutan. Istilah internasional dan definisi adalah tidak tetap, tetapi mengikuti perkembangan umum dari proses internasional.
7
6
Food and Agricultural organizationFAO, Global Forest Resources Assessment 2000: Main Report.
7
World Resources Institute WRI Report 2001.
Universitas Sumatera Utara
Norman Myers mendefinisikan deforestation sebagai penghancuran tutupan hutan secara sempurna melalui pembersihan lahan land clearing untuk sektor
pertanian. Misalnya, pengembalaan sapi, pertanian dalam skala besar dan kecil. Ini berarti tidak ada pohon yang tersisa, dan lahannya diberikan untuk tujuan bukan
hutan.
8
Penggunaan istilah pembangunan berkelanjutan sustainable development diperkenalkan pertama kali pada masa 1970-an dan menjadi istilah utama pada saat
dan setelah terbentuknya World Commission on Environment and Development WCED pada 1987 atau lebih dikenal dengan Brundtland Commission. Komisi
tersebut mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan
generasi masa depan. Definisi FAO dan WRI mengenai deforestation lebih cocok dalam
menjelaskan skala deforestation dalam skala besar dan menengah yang terjadi di Indonesia.
3. Pembangunan Berkelanjutan
9
8
Herman Hidayat, op.cit, hal.91
9
Pan Mohamad Faiz, paper position pada Forum Diskusi Kelompok Kerja Pakar Hukum mengenai
“Perubahan Iklim” yang diselenggarakan oleh Indonesian Center for Environmental Law ICEL di Hotel Grand Mahakam, Jakarta pada tanggal 27 April 2009. Perubahan Iklim dan Perlindungan
Terhadap lingkungan : Suatu Kajian Berperspektif Hukum Konstitusi. http:www.wordPress.com. Dikutip dari World Commission on Environment and Development WCED, Our Common Future,
Oxford University Press, Oxford, 1987, hlm. 43. diakses tanggal 16 Mei 2009
Secara sekilas, definisi seperti ini terlihat begitu sederhana, akan tetap isu yang berkembang cepat serta mendalam nyatanya membuat ruang
lingkupnya menjadi semakin kompleks.
Universitas Sumatera Utara
Dalam World Summit Report 2005, pembangunan berkelanjutan haruslah didirikan di atas tiga pilar pokok, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ketiganya
dibentuk untuk saling menopang antara satu dengan lainnya. Dengan demikian dapatlah dirumuskan bahwa pembangunan berkelanjutan tidak saja memfokuskan diri
pada aspek-aspek pembangunan ekonomi dan sosial semata, namun juga harus berlandaskan pada perlindungan terhadap lingkungan. Pengembangan konsep
pembangunan berkelanjutan juga masuk dalam hal terpenuhinya kebutuhan dasar basic needs dan tersalurkannya kesempatan untuk memberikan aspirasi kehidupan
yang lebih baik.
10
Lebih lanjut, apabila ditarik melalui persepektif kerangka hukum internasional, Dominic McGoldrick merumuskan pembangunan berkelanjutan yang
ditopang oleh tiga pilar menyerupai bangunan rumah. Pilar-pilar tesebut dibangun di atas tiga ranah hukum internasional, yaitu hukum lingkungan internasional, hukum
ekonomi internasional, dan hukum hak asasi manusia internasional.
11
10
Pan Mohamad Faiz, Ibid, dikutip dari Dinah M. Payne dan Cecily A. Rainborn, Sustainable
Development: The Ethics Support the Economics, dalam Thomas A. Easton, ed., Taking Sides: Clashing Views on Controversial Environmental Issues, McGraw Hill, 2008, hlm. 28-33.
11
Pan Mohamad Faiz, Ibid, dikutip dari Dominic McGoldrick,Sustainable Development and Human
Rights: An Integrated Conception, dalam The International and Comparative Law Quarterly, Vol. 45, No. 4, Oktober, 1996, hlm. 2-7.
Dengan demikian, antara pembangunan berkelanjutan dengan hak asasi manusia dapat
dikatakan juga memiliki hubungan yang begitu erat. Oleh karenanya, hak-hak asasi manusia yang secara tegas tercantum dalam Pasal 28 hingga Pasal 28J UUD 1945
juga menjadi persyaratan penting untuk dipenuhi apabila pembangunan berkelanjutan ingin dikatakan berjalan sesuai dengan amanat konstitusi. Sebab, ketentuan dan
norma hak asasi manusia di dalam UUD 1945 memiliki substansi dan pengaturan
Universitas Sumatera Utara
yang selaras dengan ketentuan perlindungan HAM yang bersifat universal sebagaimana tercantum dalam berbagai Konvensi Internasional, seperti UDHR,
ICCPR, ECOSOC, dan lain sebagainya. Terkait dengan issu perubahan iklim, maka perlu juga diperhatikan hasil KTT
Pembangunan Berkelanjutan yang dilaksanakan di Johannesburg, Afrika Selatan pada tahun 2002. Asas-asas pembangunan berkelanjutan yang tercantum dalam UNCED
tersebut, terdiri dari: 1.
keadilan antargenerasi intergenerational equity; 2.
keadilan dalam satu generasi intra-generational equity; 3.
prinsip pencegahan dini precautionary principle; 4.
Perlindungan keanekaragaman hayati conversation of biological diversity; dan
5. Internalisasi biaya lingkungan internalisation of environment cost and
incentive mechanism. Kemudian, salah satu hasil yang disepakati untuk menunjang pembangunan
berkelanjutan yaitu dilakukannya suatu pendekatan yang terpadu, memperhatikan berbagai aspek bahaya multihazard dan inklusi untuk menangani kerentanan,
penilaian resiko, dan penanggulangan bencana, termasuk pencegahan, mitigasi, kesiapan, tanggapan dan pemulihan yang merupakan unsur penting bagi dunia yang
lebih aman di abad ke-21.
12
12
Pan Mohamad Faiz, Ibid, dikutip dari Supriadi, Hukum Lingkungan di Indonesia: Sebuah
Pengantar, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 104-107
Universitas Sumatera Utara
Berwawasan Lingkungan
Menurut Surna T. Djajadiningrat, proses pembangunan berkelanjutan bertumpu pada tiga faktor utama, yaitu: 1 kondisi sumber daya alam; 2 kualitas
lingkungan, dan 3 faktor kependudukan. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan tidak akan bermakna banyak apabila tidak turut memperhatikan aspek-
aspek yang berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, pembangunan haruslah mampu untuk menjaga keutuhan
fungsi dan tatanan lingkungan, sehingga sumber daya alam yang ada dapat senantiasa tersedia guna mendukung kegiatan pembangunan baik untuk masa sekarang maupun
masa yang akan datang. Untuk menciptakan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan CBESD, maka diperlukanlah pokok-pokok
kebijaksanaan yang di antaranya berpedoman pada hal-hal sebagai berikut:
13
a. Pengelolaan sumber daya alam perlu direncanakan sesuai dengan daya
dukung lingkungannya; b.
Proyek pembangunan yang berdampak negatif terhadap lingkungan dikendalikan melalui penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
AMDAL sebagai bagian dari studi kelayakan dalam proses perencanaan proyek;
c. Adanya pengutamaan penanggulangan pencemaran air, udara, dan tanah;
d. Pengembangan keanekaragaman hayati sebagai persyaratan bagi stabilitas
tatanan lingkungan;
13
Pan Mohamad Faiz, Ibid, dikutip dari Surna T. Djajadiningrat, Jurnal Hukum Lingkungan, Tahun I
No. 11994, ICEL, Jakarta, hlm. 6-9.
Universitas Sumatera Utara
e. Pengendalian kerusakan lingkungan melalui pengelolaan daerah aliran
sungai, rehabilitasi dan reklamasi bekas pembangunan, serta pengelolaan wilayah pesisir dan lautan;
f. Pengembangan kebijakan ekonomi yang memuat pertimbangan
lingkungan; g.
Pengembanan peran serta masyarakat, kelembagaan, dan ketenagaan dalam pengelolaan lingkungan hidup;
h. Pengembangan hukum lingkungan yang mendorong badan peradilan
untuk menyelesaikan sengketa melalui penerapan hukum lingkungan; i.
Pengembangan kerja sama luar negeri.
4. Teori Ketergantungan
Ketergantungan dependency adalah sebuah konsep yang digunakan secara populer dalam analisis negara-negara dunia ketiga di Asia, Afrika dan Amerika Latin
selama tahun 1960-an dan kemudian sering dipakai dalam beberapa tulisan tentang Asia dan Afrika. Sedikitnya ada enam ilmuan yang tercatat menulis tentang teori
ketergantungan yaitu Philip J. O’brien, Fernando Henrique Cardoso, Claire Savir Bacha dan Ronald H Chilcote, Andre Gunder Frank dan Theotonio Dos Santos.
14
Mereka yang menerapkan ketergantungan dalam analisis pembangunan dan keterbelakangan seringkali berfokus pada masalah penetrasi asing ke dalam ekonomi
politik dunia ketiga. Frank menyatakan bahwa pemahaman terhadap sejarah ekonomi, sosial dan politik menjadi suatu hal yang penting dalam menentukan kebijakan
14
Ronald H. Chilcote, Toeri Perbandingan Politik, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2007, hal. 403
Universitas Sumatera Utara
pembangunan pada suatu negara. Karakteristik suatu negara yang khas dapat dikaji dari perspektif historis. Pendekatan pembangunan yang dilakukan oleh negara
terbelakang saat ini sebenarnya merupakan hasil pengalaman sejarah negara maju yang kapitalis seperti negara-negara Eropa dan Amerika Utara.
Terdapat perbedaan sejarah yang sangat mendasar antara negara maju dan negara bekas koloni atau daerah jajahan sehingga menyebabkan struktur sosial
masyarakatnya berbeda. Frank juga menganggap adanya kegagalan penelitian sejarah dalam menganalisis hubungan ekonomi yang terjadi antara negara penjajah dan
negara jajahannya selama masa perdagangan dan imperialisme. Pembangunan ekonomi merupakan sebuah perjalanan menuju sistem ekonomi kapitalisme yang
terdiri dari beberapa tahap. Saat ini negara terbelakang masih berada pada awal tahapan tersebut.
Frank menyajikan lima tesis tentang dependensi, yaitu : 1.
Terdapat kesenjangan pembangunan antara negara pusat dan satelitnya, pembangunan pada negara satelit dibatasi oleh status negara satelit tersebut.
2. Kemampuan negara satelit dalam pembangunan ekonomi terutama
pembangunan industri kapitalis meningkat pada saat ikatan terhadap negara pusat sedang melemah. Pendapat ini merupakan antitesis dari modernisasi
yang menyatakan bahwa kemajuan negara dunia ketiga hanya dapat dilakukan dengan hubungan dan difusi dengan negara maju. Tesis ini dapat dijelaskan
dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu “isolasi temporer” yang disebabkan oleh krisis perang atau melemahnya ekonomi dan politik negara
pusat. Frank megajukan bukti empirik untuk mendukung tesisnya ini yaitu
Universitas Sumatera Utara
pada saat Spanyol mengalami kemunduran ekonomi pada abad 17, perang Napoleon, perang dunia pertama, kemunduran ekonomi pada tahun 1930 dan
perang dunia kedua telah menyebabkan pembangunan industri yang pesat di Argentina, Meksiko, Brasil dan Chili. Pengertian isolasi yang kedua adalah
isolasi secara geografis dan ekonomi yang menyebabkan ikatan antara “pusat- satelit” menjadi melemah dan kurang dapat menyatukan diri pada sistem
perdagangan dan ekonomi kapitalis. 3.
Negara yang terbelakang dan terlihat feodal saat ini merupakan negara yang memiliki kedekatan ikatan dengan negara pusat pada masa lalu. Frank
menjelaskan bahwa pada negara satelit yang memiliki hubungan sangat erat telah menjadi “sapi perah” bagi negara pusat. Negara satelit tersebut hanya
sebatas sebagai penghasil produk primer yang sangat dibutuhkan sebagai modal dalam sebuah industri kapitalis di negara pusat.
4. Kemunculan perkebunan besar di negara satelit sebagai usaha pemenuhan
kebutuhan dan peningkatan keuntungan ekonomi negara pusat. Perkebunan yang dirintis oleh negara pusat ini menjadi cikal bakal munculnya industri
kapitalis yang sangat besar yang berdampak pada eksploitasi lahan, sumberdaya alam dan tenaga kerja negara satelit.
5. Eksploitasi yang menjadi ciri khas kapitalisme menyebabkan menurunnya
kemampuan berproduksi pertanian di negara satelit. Ciri pertanian subsisten pada negara terbelakang menjadi hilang dan diganti menjadi pertanian yang
kapitalis.
Universitas Sumatera Utara
Dalam tulisan Dos Santos membenarkan bahwa dengan ketergantungan kita mengartikan sebuah situasi dimana ekonomi negara-negara tertentu terkondisikan
oleh perkembangan dan ekspansi ekonomi lain yang menjadi tempat tergantung negara-negara tadi. Hubungan saling ketergantungan antara dua atau lebih ekonomi,
dan antara ekonomi-ekonomi ini dengan perdagangan dunia, mengambil bentuk ketergantungan sementara beberapa negara yang dominan dapat melakukannya
hanya sebagai pencerminan ekspansi, yang bisa memiliki pengaruh positif ataupun negatif bagi perkembangan langsung mereka.
15
Lebih lanjut lagi Dos Santos dengan teori ketergantungan baru menunjukan bahwa hubungan negara-negara dependen dengan negara dominan tidak dapat diubah
tanpa adanya perubahan dalam struktur internal dan hubungan-hubungan eksternalnya. Selanjutnya, struktur ketergantungan bertambah dalam, membawa
Dan di pertegas lagi oleh ekonom Chili, Osvaldo Sunkel bahwa faktor-faktor asing tidak hanya dilihat sebagai hal-hal eksternal melainkan interistik pada sistem,
dengan bermacam-macam akibat politik, keuangan, ekonomi, teknis dan budaya, yang terkadang tersembunyi dan terselubung di dalam negara terbelakang. Dengan
konsep ketergantungan secara internasional menghubungkan evolusi kapitalisme paska perang dengan sifat-sifat diskriminatif proses pembangunan lokal, sebagaimana
kita ketahui. Akses terhadap proses-proses dan keuntungan-keuntungan pembangunan bersifat selektif; bukan menyebarkannya, proses ini cenderung
memastikan adanya akumulasi keistimewaan dan penguatan diri bagi kelompok- kelompok khusus maupun lanjutan kebereadaan suatu kelas marjinal.
15
Ronald H. Chilcote, ibid, hal. 402
Universitas Sumatera Utara
negara-negara dependen pada keterbelakangan, memperburuk permasalahan masyarakat ketika negara-negara tersebut mengikuti struktur internal dan
internasional yang dipengaruhi secara kuat oleh peran perusahaan-perusahaan multinasional maupun pasar-pasar komoditas dan modal internasional.
Santos mengamsusikan bahwa bentuk dasar ekonomi dunia memiliki aturan- aturan perkembangannya sendiri, tipe hubungan ekonomi yang dominan di negara
pusat adalah kapitalisme sehingga menyebabkan timbulnya saham melakukan ekspansi keluar dan tipe hubungan ekonomi pada negara periferi merupakan bentuk
ketergantungan yang dihasilkan oleh ekspansi kapitalisme oleh negara pusat. Santos menjelaskan bagaimana timbulnya kapitalisme yang dapat menguasai sistem ekonomi
dunia. Keterbatasan sumber daya pada negara maju mendorong mereka untuk melakukan ekspansi besar-besaran pada negara miskin. Pola yang dilakukan
memberikan dampak negatif berupa adanya ketergantungan yang dialami oleh negara miskin. Negara miskin akan selalu menjadi negara yang terbelakang dalam
pembangunan karena tidak dapat mandiri serta selalu tergantung dengan negara maju. Negara maju identik menjadi negara pusat, sedangkan negara miskin menjadi
satelitnya. Konsep ini lebih dikenal dengan istilah “pusat - periferi”. Menurutnya ada 3 bentuk ketergantungan, yakni :
a. Ketergantungan Kolonial: hubungan antar penjajah dan penduduk setempat
bersifat eksploitatif. b.
Ketergantungan Finansial- Industri: pengendalian dilakukan melalui kekuasaan ekonomi dalam bentuk kekuasaan financial-industri.
Universitas Sumatera Utara
c. Ketergantungan Teknologis-Industrial: penguasaan terhadap surplus industri
dilakukan melalui monopoli teknologi industri.
16
Intinya Ketergantungan adalah : 1.
Yang menjadi hambatan pembangunan bukan karena tidak ada modal melainkan pembagian verja internasional yang terjadi.
2. Pembagian verja Internasional itu diuraikan menjadi hubungan antar kawasan
yakni pusat dan pinggiran, terjadilah surplus dari negara pinggirian ke negara pusat
3. Akibat pengalihan surplus ini negara pinggiran kehilangan sumber yang
dibutuhkan karena di hisap negara pusat. Pembangunan dan keterbelakangan adalah dua aspek dari proses global yang sama. Proses global tersebut adalah
kapitalisme dunia. 4.
Teori Ketergantungan menganjurkan untuk memutuskan hubungan dengan kapitalisme dunia.
5. Dalam pandangan ketergantungan negara pusat dan kapitalisme mengandung inti
Dominasi, Hegemoni dan Eksploitasi. Dan ketika berbicara tentang penyelamatan lingkungan tidak terlepas dari
ketergantungan negara-negara berkembang terhadap negara-negara berkembang. Dalam hal ini negara-negara berkembang yang biasanya dalam pembangunan
ekonominya selalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi tetapi kurang
16
Slamet Widodo, Ketergantungan dan Keterbelakangan, http:www.WordPress.comF:ketergantunganKETERGANTUNGAN20DAN20KETERBELAK
ANGAN20_20Learning20of20Slamet20Widodo.htm diakses tanggal 18 Mei 2009
Universitas Sumatera Utara
memperdulikan dampak negative dari pembangunan tersebut bagi lingkungan hidup. Ketika hasil dari pembangunan ekonomi tersebut memberi dampak buruk bagi
kehidupan bersama, beramai-ramai negara-negara maju melakukan aksi kritik terhadap pembangunan di negara-negara berkembang.
Negara-negara berkembang ditekan agar dalam pembangunan ekonominya mengunakan teknologi yang canggih dan bersih sehingga tidak memberikan efek
negative terhadap kondisi lingkungan. Dibuatlah standarisasi pengelolahan produk sesuai dengan keinginan negara-negara maju. Sehingga menyebabkan produk yang
dihasilkan oleh negara satelit sulit masuk kedalam pasar negara pusat. Dan untuk itu terpaksa negara satelit membeli teknologi baru dari negara pusat yang lebih maju, hal
ini yang menyebabkan semakin kaburnya kesepakatan internasional tentang penyelamatan lingkungan atau hanya sebagai bentuk baru lagi dari evolusi system
penghisapan baru negara pusat terhadap negara satelit.
G. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah Deskriptif, yaitu analisis masalah dengan pengumpulan data melalui Studi Pustaka Library Research dengan
teknik Pengumpulan bahan kepustakaan buku-buku, artikel, media massa cetak dan media massa elektronik serta data-data tertulis yang berkaitan dengan masalah
penelitian.
Universitas Sumatera Utara
H. Sistematika Penulisan