BAB III Analisa dampak atau konsekuensi REDD kehidupan Politik,
Ekonomi dan Lingkungan Indonesia
Dengan ikut menyepakatinya Bali Action Plan dan sebagai negara yang juga
mau menerapkan REDD maka Indonesia seiring dengan itu memiliki tanggung jawab serta konsekuensi yang akan diterima akibatnya. Konsekuensi akibat Politik
Lingkungan yang dilakukan Indonesia membawa dampak bagi sedikitnya tiga bidang kehidupan, diantaranya bidang Politik, Lingkungan dan Ekonomi. Maka secara
khusus pada bab ke tiga ini akan dibahas mengenai dampak serta konsekuensi yang akan di terima Indonesia akibat penerapan REDD, berikut adalah pembahasannya:
A. Analisa REDD Pada Bidang Politik Indonesia.
Berbicara konsekuensi REDD pada bidang politik Indonesia tentu yang pertama kali keharusan mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur
penerapan program REDD agar memiliki ketetapan hukum yang jelas. Namun mengeluarkan peraturan pedoman REDD ini tidaklah mudah sebab peraturan yang
dibuat tidak boleh bertentangan dengan peraturan lain yang terkait yang telah berlaku sebelumnya, sebab jika tidak sinergi dengan peraturan lain yang terkait dikhawatirkan
akan menimbulkan masalah pada saat REDD di terapkan.
1. Peraturan Perundang-undangan Serta Kebijakan Yang Lemah dan Kontroversial
Sejak penyelenggaraan CoP 13 di Bali, Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kehutanan sangat giat mengembangkan perangkat hukum atau peraturan
Universitas Sumatera Utara
yang terkait langsung dengan pelaksanaan REDD. Diantara perangkat tersebut terdapat tiga Peraturan menteri yang telah resmi diundangkan, yaitu:
1. Permenhut No.68Menhut-II2008 tentang penyelenggaraan Demonstration
Activities REDD 2.
Permenhut No.P.30Menhut-II2009 tentang tata cara REDD 3.
Permenhut No.P.36Menhut-II2009 tentang Tata Cara Perijinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan atau Peyimpanan Karbon pada Hutan Kayu
Produksi dan Hutan Lindung. Permenhut No.68Menhut-II2008 pada dasarnya menguraikan prosedur
permohonan dan pengesahan kegiataan demonstrasi REDD, sehingga metodologi,tekhnologi dan kelembagaan REDD dapat dicoba dan dievaluasi.
Tantangannya adalah bagaimana kegiatan demonstrasi dapat dialihkan menjadi proyek REDD yang sesungguhnya dimasa yang akan datang.
Sementara itu, Permenhut No.P.30Menhut-II2009 mengatur Tata Pelaksanaan REDD,termasuk persyaratan yang harus dipenuhi pengembang,
verifikasi dan sertifikasi, serta hak dan kewajiban pelaku REDD. Hingga saat ini ketentuan mengenai penetapan tingkat emisi acuan sebagai pembanding belum
ditetapkan. Permenhut No.P.36Menhut-II2009 mengatur ijin usaha REDD melalui
penyerapan dan penyimpanan karbon. Di dalamnya juga diatur perimbangan keuangan, tata cara pengenaan, pengenaan, pemungutan, penyetoran dan penggunaan
penerimaan negara dari REDD. Peraturan ini membedakan antara kegiatan penyerapan dan penyimpanan karbon diberbagai jenis hutan dan jenis usaha.
Universitas Sumatera Utara
Namun ketiga peraturan mentri kehutahan tersebut masih memiliki beberapa kekurangan, salah satu kekurangannya adalah bahwa peraturan menteri kehutanan itu
masih mengacu pada Undang-undang no. 41 tahun 1999 dalam mendefinisikan hutan. walaupun dalam UU tersebut pendefinisian pemerintah kurang tepat tetapi jelas
dinyatakan bahwa perkebunan tidak masuk dalam definisi hutan namun hal ini berkebalikkan dengan Permenhut No.P.30Menhut-II2009 yang menyatakan bahwa
siapa saja yang memegang izin dari Menteri Kehutanan termasuk para pemilik perkebunan yang memiliki izin IUPHHK-HT bisa ikut dalam program REDD dan
memperoleh dana dari penjualan karbon dengan skema REDD. Peraturan UU No. 41 tahun 1999 yang kemudian diadopsi dalam Permenhut
tentang REDD bahwa dalam UU tersebut menyatakan bahwa “hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang
didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan”. Lalu definisi Hutan Negara adalah hutan yang
berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah” dan dipertegas lagi dalam pasal 5 butir ketiga “pemerintah menetapkan status hutan…dan hutan adat ditetapkan
sepanjang menurut kenyataan masyarakat hukum adat yang masih bersangkutan masih ada dan diakui keberadaanya”, dengan pendefinisian ini bisa menimbulkan
konflik antara pemerintah dengan masyarakat. Yang dikhawatirkan menimbulkan konflik akibat diberlakukannya Permenhut
REDD ini adalah bahwa dengan adanya pendefinisian hutan tersebut pemerintah dinilai bisa melakukan tindakan semena-mena. Sebab dengan UU No.41 tahun 1999
tersebut pemerintah bisa mempertanyakan penguasaan hutan oleh masyarakat adat.
Universitas Sumatera Utara
Maka bisa saja pemerintah menyingkirkan masyarakat adat dalam memberlakukan REDD ini. Curigaan ini bukan tanpa alasan sebab bukan kali ini saja pemerintah
berkonflik dengan masyarakat ada dalam pengelolahan hutan.
2. Peraturan Sumber Pendanaan Proyek REDD Yang Kontroversial