mengeksploitasikan hutannya saja Indonesia masih mengalami kesulitan finansial apa lagi harus menghentikannya dan hanya di beri Insentif yang kecil dari usahanya
menyelamatkan hutan. dan jika dikaitkan dengan tujuan proyek REDD yang katanya ingin memberdayakan masyarakat tentu dengan mekanisme REDD yang seperti ini
hal tersebut akan tidak tercapai melainkan hanya akan menguntungan para lembaga- lembaga broker perdagangan karbon.
C. Analisa REDD pada Bidang Lingkungan hidup Indonesia
Segala upaya yang dihasilkan oleh berbagai pertemuan serta konferensi para puihak yang membahas masalah perubahan iklim semuanya sebenarnya bertujuan
untuk memperbaiki lingkungan alam yang telah mengalami pemanasan global akibat rusaknya lingkungan hidup yang ada. Termasuk diantara banyaknya program yang
dicanangkan untuk mengatasi perubahan iklim adalah REDD. Tentunya REDD sengaja dirancang dengan maksud dan tujuan menyelamatkan lingkungan hutan agar
mampu mengatasi pemanasan global maka perlu dikaji lebih lanjut apakah REDD ini mampu mencapai hasil yang diharapkan.
1. REDD, kegagalan pemenuhan bahan Baku Industri dan illegal logging
REDD secara jelas memang dirancang untuk mencegah pemanasan global melalui pencegahan deforestasi lingkungan hutan. Maka hendaknya untuk mengukur
sejauh mana ke efektifitasan REDD dalam penyelamatan hutan maka kita pertama kali harus paham masalah apa yang menyebabkan terjadinya deforstasi.
Menjadi sesuatu yang penting untuk menempatkan perdebatan REDD di dalam konteks global dengan mempertimbangkan apa yang menjadi penyebab dari
deforestasi itu sendiri. Bahwa persoalan Deforestasi di negara berkembang tidak
Universitas Sumatera Utara
dapat dipisahkan dengan masalah perdagangan internasional dan juga pola konsumsi industry negara-negara maju. Selama ini deforestasi yang terjadi di negara
berkembang adalah akibat dari dorongan dari industri negara maju yang membutuhkan bahan baku murah yang berasal dari hutan. industri-industri negara
maju ini lah yang melakukan ekspansi ke negara-negara berkembang dengan tujuan mengeksploitasi sumberdaya alam termasuk yang berada dalam kawasan hutan.
Maka hal yang pertama kali yang harus mampu dijawab oleh REDD ini adalah keterkaitan apakah REDD mampu menjamin bahwa tidak terjadinya
kekurangan pasokan bahan baku bagi industry. Sebab jika hal ini tidak dapat di jawab oleh REDD maka segala upaya yang dilakukan untuk penyelamatan hutan akan sia-
sia karena industry akan selalu mencari segala cara agar mereka memperoleh bahan bakunya.
Salah satu contoh yang harus dijawab oleh REDD adalah bagaimana REDD tetap mampu menjamin ketersediaan bahan baku bagi Industri Pulp dan kertas.
Dengan tidak memperdulikan penjaminan atas ketersedian kayu bagi industry tersebut, maka REDD akan terus menjadi konsep yang cacat. Kalau REDD dalam
programnya mampu menekan deforestasi dengan tetap masalah permintaan bahan baku ini diabaikan maka pada akhirnya kemungkinan besar akan menyebabkan
peningkatan harga kayu akibat kelangkaan sehingga otomatis insentif untuk menebang kayu hutan juga akan meningkat. Dan yang mengkhawatirkan apabila
insentif yang diterima masyarakat dari usaha mereka menjaga hutan tetap utuh dalam hal ini intensif yang diterima masyarakat dari program REDD dirasa tidak
memuaskan dan tidak mencukupi memenuhi kebutuhan hidup mereka maka dituntut
Universitas Sumatera Utara
oleh naluri memenuhi kebutuhan hidup maka masyarakat pasti akan kembali beralih untuk menebang hutan sebab tingginya harga jual kayu.
Jika melihat kemungkinan terjadinya hal seperti diatas maka bisa ditarik kesimpulan bahwa program REDD tidak mampu menjamin akan adanya pengurangan
Deforestasi apa lagi mencegah degradasi hutan. Dengan demikian REDD gagal dalam mencapai target penyelamatan lingkungan dan hanya sebagai pasar karbon saja.
2. Pendekatan Karbon Offset
Kekhawatiran lain mengenai ke efektifitasan REDD dalam pencegahan pemanasan global adalah adanya mekanisme karbon offset. Karbon offset adalah
salah satu mekanisme untuk membantu negara-negara maju memenuhi kewajibannya mengurangi GRK.Dengan mekanisme carbon offset, negara maju dapat mengurangi
GRK di luar negaranya. Hal itu dilakukan karena biaya untuk mengurangi GRK di negaranya dinilai jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan mengurangi GRK di
luar negaranya. Dengan kata lain bahwa karbon offset melalui REDD merupakan alat bagi
negara maju untuk tetap memproduksi emisi karbonnya dan sekaligus mampu memenuhi kewajibannya dalam mencapai target penurunan tingkat emisi karbon
negaranya. Adanya karbon offset ini maka target penurunan emisi tidak lagi penting sebab target tersebut dapat saja di langgar dan hanya membayar dendanya dengan
cara mendanai proyek REDD di negara berkembang. Dampak dari hal ini adalah bahwa penurunan tingkat emisi global tidak terjadi Karena pada dasarnya negara
maju yang telah memenuhi target penurunan emisi di negaranya tidak benar-benar memenuhi target tersebut. Sebab karbon yang dihasilkan tetap saja sama hanya
Universitas Sumatera Utara
bedanya negara maju tersebut melakukan “pembelian” karbon dari negara lain guna menutupi kegagalan menurunkan emisi karbonnya. Ini sama saja dengan
memindahkan emisi karbon dari satu negara ke negara lain. Maka mekanisme karbon offset dalam REDD sama saja halnya dengan
menurunkan emisi di daerah ini namun tetap menambahnya di daerah lainnya. Jadi penurunan emisi secara globalnya tidak ada. Yang ada penurunan emisi di satu
tempat dan di tempat lain tetap terjadi produksi emisi karbon. Sehingga tujuan awal REDD untuk menyerap emisi karbon dunia dan mencegah pemanasan global tidak
tercapai. Lalu dengan demikian REDD hanya akan menjadi barang dagangan saja dan
tidak menguntungkan bagi lingkungan dunia. Dunia akan tetap memanas kerusakan alam akan tetap terjadi. Dan iklim semakin tidak menentu. Adanya karbon Offset ini
juga malah membuat REDD hanya lebih bernilai ekonomi dan politik dibandigkan memiliki nilai penyelamatan lingkungan.
D. Sisi Positif Program REDD