168 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika SNAPTIKA 2015, Palembang 16 Mei 2015
d. Keaslian
originality
adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara yang asli, tidak klise dan jarang diberikan kebanyakaan orang.
e. Elaborasi
elaboration
adalah kemampuan menambah situasi atau masalah sehingga menjadi lengkap, dan merincinya secara detail, yang didalamnya dapat berupa tabel, grafik, gambar,
model, dan kata-kata. Sementara Silver Huda, 2011:11 menjelaskan bahwa untuk menilai kemampuan berpikir
kreatif anak dan orang dewasa dapat dilakukan dengan menggunakan “
The Torrance Test of Creative Thinking
TTCT”. Tiga komponen yang digunakan untuk menilai kemampuan berpikir kreatif melalui TTCT adalah kefasihan
fluency
, fleksibilitas
fleksibility
dan kebaruan
novelty
. Pengertian lebih jelasnya sebagai berikut :
a. Kefasihan
fluency
adalah jika siswa mampu menyelesaikan masalah matematika dengan beberapa alternatif jawaban beragam dan benar.
b. Fleksibilitas
flexibility
adalah jika siswa mampu menyelesaikan masalah matematika dengan dengan cara yang berbeda.
c. Kebaruan
novelty
adalah jika siswa mampu menyelesaikan masalah matematika dengan beberapa jawaban yang berbeda tetapi bernilai benar dan satu jawaban yang tidak biasa
dilakukan oleh siswa pada tahap perkembangan mereka atau tingkat pengetahuannya.
2.3 Open-Enden Problem
Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kreatif, dimungkinkan bila dalam proses pembelajaran terjadi komunikasi antara guru dengan siswa atau siswa dengan siswa, yang
merangsang terciptanya partisipasi siswa. Siswa diberi peluang untuk lebih memahami suatu konsep matematika dan keterkaitannya dari hasil sharing ideas antara siswa. Dalam pembelajaran seperti itu,
guru dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memancing siswa berpikir dalam memecahkan suatu permasalahan. Guru dapat merancang proses pembelajaran dengan memungkinkan siswa
mencari jawaban, atau metode lebih dari satu atas persoalan yang diajukan. Pola pendekatan seperti itu, dalam pembelajaran matematika telah dikenal dengan nama pendekatan
open-ended problem. Pendekatan open-ended problem
adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang memberi keleluasaan berpikir siswa secara aktif dan kreatif dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Pernyataan ini didasari oleh pendapat Heddens dan Speer dalam Poppy, 2003 yang menyatakan bahwa pendekatan
open-ended problem bermanfaat untuk meningkatkan cara berpikir siswa.
Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan open-ended problem, biasanya lebih banyak
digunakan soal-soal open-ended problem
sebagai instrumen dalam pembelajaran. Terdapat keserupaan
terhadap pengertian
mengenai soal
open-ended problem.
Beberapa peneliti
mendefinisikan soal open-ended problem
sebagai berikut: Hancokck dalam Poppy, 2003 menyatakan bahwa soal
open-ended problem adalah soal yang memiliki lebih dari satu penyelesaian yang benar. Selain itu Hancock mengemukakan pula bahwa pertanyaan
open-ended problem sering
diartikan sebagai pertanyaan yang mempunyai jawaban yang benar lebih dari satu. Siswa menjawab pertanyaan dengan caranya sendiri yang tidak mengikuti proses pengerjaan jawaban yang sudah ada.
Sejalan dengan itu Berenson dalam Poppy, 2003 mengidentifikasi masalah open-ended
problem sebagai: ”Tipe masalah yang mempunyai banyak penyelesaian dan banyak cara
penyelesaiannya.” Dengan demikian ciri terpenting dari soal
open-ended problem adalah tersedianya
kemungkinan dapat serta tersedia keleluasaan bagi siswa untuk memakai sejumlah metode yang dianggapnya paling sesuai dalam menyelesaikan soal itu. Dalam arti, pertanyaan pada bentuk
open- ended problem
diarahkan untuk menggiring tumbuhnya pemahaman atas masalah yang diajukan. Cheeseman berpendapat dalam Poppy, 2003 bahwa pertanyaan
open-ended problem memerlukan
respons mengenai proses berpikir, kemampuan menyusun generalisasi dan kemampuan mencari hubungan di antara dua konsep. Menurut Hancock soal-soal
open-ended problem dapat digunakan
guru untuk mengukur kemampuan proses pengerjaan matematika siswa, sehingga siswa mengetahui bahwa proses berperan sama pentingnya dengan hasil akhir dalam problem solving. Coxford dan
Steinmark dalam Poppy, 2003 mengemukakan bahwa nilai dari soal-soal open-ended problem,
bukan hanya terletak pada format dan materi yang terkandung dalam soal, melainkan sangat ditentukan oleh prosedur, suasana dan cara penyampaiannya.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika SNAPTIKA 2015, Palembang 16 Mei 2015 169
Masalah yang diformulasikan memiliki multi jawaban banyak penyelesaian yang benar disebut masalah tak lengkap atau disebut juga masalah
open –ended problem
atau masalah terbuka Suherman dkk; 2001. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Shimada l997 yaitu bahwa
ketika menyusun masalah yang diformulasikan memiliki multijawaban yang benar maka masalah itu disebut “masalah tak lengkap” atau “open-ended problem.” Sehingga dapat disimpulkan bahwa
masalah open-ended problem adalah masalah yang memiliki multijawaban yang benar banyak
penyelesaian. Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk
masalah tersebut. Contoh penerapan masalah open-ended problem
dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam
menjawab permasalahan yang diberikan oleh guru. Pembelajaran dengan pendekatan
open-ended problem diawali dengan memberikan masalah
terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran ini harus mampu mengarahkan dan membawa siswa untuk menjawab masalah dengan banyak cara atau banyak jawaban yang benar. Hal ini dimaksudkan
untuk merangsang kemampuan intelektual siswa dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru serta bertujuan agar kegiatan-kegiatan kreatif siswa dapat terkomunikasikan
melalui proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran matematika, rangkaian pengetahuan, keterampilan, konsep, dan prinsip yang diberikan kepada siswa biasanya melalui langkah demi langkah atau secara bertahap agar
kemampuan intelektual siswa dapat terorganisir secara optimal. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Shimada 1997 yaitu bahwa dalam pembelajaran matematika, rangkaian dari
pengetahuan, keterampilan, konsep, prinsip, atau aturan diberikan kepada siswa biasanya melalui langkah demi langkah. Tentu saja rangkaian ini diajarkan tidak sebagai hal yang saling terpisah atau
saling lepas, namun harus disadari sebagai rangkaian yang terintegrasi dengan kemampuan dan sikap dari setiap siswa, sehingga di dalam pikirannya akan terjadi pengorganisasian kemampuan intelektual
yang optimal.
Adapun tujuan dari pembelajaran open-ended problem
menurut Nohda dalam Wahid, 2002 ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematika siswa melalui
pemecahan masalah secara simultan. Jadi inti dari pembelajaran masalah open-ended problem
adalah pembelajaran yang membangun kegiatan interaksi antara matematika dan siswa sehingga
mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai cara atau strategi. Kegiatan matematika dan kegiatan siswa disebut terbuka apabila memenuhi ketiga aspek, yaitu:
1. Kegiatan siswa harus terbuka.
2. Kegiatan matematika adalah ragam berpikir, dan
3. Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan Suherman dkk., 2001.
2.4 Pengembangan soal open ended