Mekanisme Patofisiologi Obesitas Menyebabkan OSA

prediktor terjadinya OSA karena menyebabkan penyempitan jalan napas di daerah leher Downey, 2012. Gambar 2.8. Anatomi Saluran Napas Atas pada Orang Normal dan Orang Obesitas Victor, 1999

2.3.2. Mekanisme Patofisiologi Obesitas Menyebabkan OSA

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang paling sering menyebabkan OSA. Diperkirakan hampir 30 pasien dengan IMT ≥30 kgm 2 dan 50 pasien dengan IMT ≥40 kgm 2 menderita OSA Downey, 2012. Pada pasien obesitas yang sebagian lemaknya lebih terakumulasi di daerah leher ataupun lidah, akan lebih berisiko menderita OSA. Suatu penelitian New Zealand Obese mouse melakukan penelitian terhadap polygenetic mouse yang obesitas, didapatkan adanya pembesaran dari ukuran lidah dengan menggunakan three-dimensional MRI Plen Pack, 2010. Penumpukan lemak di daerah lidah sehingga ukuran lidah menjadi lebih besar ataupun di daerah leher tersebut menyebabkan penyempitan saluran napas atas pasien. Hal ini akan menimbulkan gejala mendengkur saat tidur. Mendengkur merupakan gejala dini akibat adanya penyempitan saluran napas atas saat tidur. Jika terjadi penyempitan saluran napas atas yang progresif pada pasien, maka dapat menyebabkan terjadinya OSA Downey, 2012. Pada pasien obesitas yang tidur dengan posisi supine, hal ini dapat memperberat keadaan pasien karena ukuran lidah yang lebih besar dan posisinya menjadi lebih jatuh ke arah bawah sehingga menyebabkan obstruksi jalan napas. Obstruksi jalan napas menyebabkan peningkatan tahanan saluran napas atas, hipoksia, dan hypercapnia sehingga memicu penderita terbangun dari tidur. Oleh sebab itu, pada penderita OSA sering terjadi fragmentasi tidur dan menimbulkan gejala EDS Arifin et al., 2010. Penderita OSA dengan obesitas juga berkonsekuensi menderita keadaan patologis lainnya seperti hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes dengan resistensi insulin, dan lain-lain Plen Pack, 2010. Gambar 2.9. Mekanisme Patofisiologi OSA Plen Pack, 2010 Gejala EDS paling sering dihubungkan dengan kecelakaan lalu lintas. Departemen transportasi Amerika Serikat mengestimasi bahwa 200.000 kecelakaan mengendarai kendaraan per tahun berhubungan dengan rasa kantuk dan 1500 diantaranya meninggal tiap tahun Rodriguez Berggren, 2006. 2.3.3. Hal terbaik untuk mencegah terjadinya OSA adalah dengan mengetahui apakah seseorang berisiko menderita OSA. Pada tahun 1999, Netzer et al., membuat kuesioner Berlin untuk menilai apakah seseorang berisiko rendah atau tinggi dalam menderita OSA. Peneliti dalam penelitian ini juga menyimpulkan bahwa kuesioner Berlin memiliki sensitivitas sebesar 86 pada penderita yang memiliki RDI 5 Netzer et al., 1999. Pengukuran Risiko Menderita OSA Kuesioner Berlin merupakan hasil diskusi dari Conference on Sleep in Primary Care, yang mana melibatkan 120 orang Amerika Serikat dan Jerman yang merupakan pulmonary dan primary care physicians dan diadakan pada bulan April 1996 di Berlin. Pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner dipilih berdasarkan faktor- faktor risiko obesitas, hipertensi dan prilaku mendengkur, rasa kantuk yang berlebihan pada siang hari yang berhubungan dengan timbulnya gangguan pernapasan saat tidur. Kuesioner Berlin terdiri dari 10 pertanyaan, yaitu satu pertanyaan utama dan empat pertanyaan tambahan untuk menilai gejala mendengkur; tiga pertanyaan utama dan satu pertanyaan tambahan untuk menilai gejala EDS; dan satu pertanyaan tunggal untuk menilai riwayat tekanan darah tinggi. Pertanyaan- pertanyaan tersebut dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu kategori 1 pertanyaan- pertanyaan yang berhubungan dengan gejala mendengkur; kategori 2 pertanyaan- pertanyaan yang berhubungan dengan gejala EDS; kategori 3 pertanyaan tentang riwayat tekanan darah tinggi Netzer et al., 1999. Interpretasi pada kuesioner Berlin adalah apakah seseorang berisiko tinggi atau berisiko rendah menderita OSA. Pada kategori 1, seseorang berisiko tinggi jika terdapat gejala yang persisten lebih dari 3 atau 4 kali per minggu pada ≥2 pertanyaan mengenai gejala mendengkur. Pada kategori 2, seseorang berisiko tinggi jika gejala EDS, mengantuk saat mengendarai kendaraan, atau keduanya persisten lebih dari 3 atau 4 kali per minggu. Pada kategori 3, seseorang berisiko tinggi jika memiliki riwayat tekanan darah tinggi danatau IMT ≥30kgm 2 . Jika seseorang berisiko tinggi ≥2 kategori pada kuesioner Berlin, maka orang tersebut memiliki risiko tinggi menderita OSA. Sedangkan jika seseorang berisiko tinggi ≤1 kategori pada kuesioner Berlin, maka orang tersebut berisiko rendah menderita OSA Netzer et al., 1999. Gambar 2.10. Berlin Questionnaire Netzer, et al.,1999

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep