c. Harga Internasional Minyak Kedelai Soybean Oil di Pasar Dunia
Berdasarkan hasil
analisis permintaan
ekspor CPO
Indonesia menggunakan regresi data panel diperoleh nilai P value harga internasional
minyak kedelai sebesar 0.04 berarti berpengaruh nyata terhadap permintaan ekspor CPO Indonesia pada taraf nyata sepuluh persen. Memiliki koefisiem
variabel yang bernilai 1.06 dan bernilai positif sesuai hipotesis. Artinya, jika harga internasional minyak kedelai soybean oil meningkat sebesar satu
persen akan meningkatkan volume permintaan ekspor CPO sebesar 1.06, ceteris paribus
. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Roberto Akyuwen dan Arifin Indra pada 2011 yang mendapatkan hasil
bahwa harga internasional minyak kedelai berpengaruh secara positif terhadap volume
ekspor CPO. Minyak kedelai adalah komoditas minyak nabati substitusi dari CPO dimana banyak dihasilkan oleh negara-negara barat.
d. Harga Ekspor CPO Indonesia ke Negara Tujuan
Variabel harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan berpengaruh secara signifikan dan negatif terhadap volume ekspor CPO Indonesia pada taraf nyata
sepuluh persen dengan P value sebesar 0.00. Hasil uji tersebut sesuai dengan hipotesis. Dari hasil analisis permintaan ekspor CPO Indonesia diketahui
bahwa variabel harga ekspor CPO Indonesia ke negara tujuan koefisien variabelnya bernilai negatif sebesar 0.06. Artinya, jika harga ekspor CPO
Indonesia ke negara tujuan meningkat sebesar satu persen akan menurunkan volume
permintaan ekspor CPO sebesar 0.06, ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Roberto Akyuwen dan Arifin
Indra pada 2011 yang mendapatkan hasil bahwa harga ekspor CPO Indonesia berpengaruh secara positif terhadap volume ekspor CPO Indonesia.
Peningkatan harga ekspor CPO dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah harga internasional CPO dan kondisi perekonomian global.
e. GDP Riil Perkapita Negara Importir
Dari hasil analisis permintaan volume ekspor CPO dapat diketahui bahwa variabel GDP riil per kapita negara importir berpengaruh nyata pada taraf
nyata sepuluh persen dengan P value sebesar 0.00. Koefisien variabel GDP riil perkapita negara importir sebesar 2.29 menunjukkan bahwa jika GDP riil per
kapita negara importir meningkat sebesar satu persen akan meningkatkan volume
permintaan ekspor CPO Indonesia sebesar 2.29, ceteris paribus. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan bahwa GDP riil per
kapita negara importir berpengaruh positif terhadap volume permintaan ekspor CPO Indonesia. Terjadinya krisis global pada 2008 menyebabkan menurunnya
daya beli pada sejumlah importir CPO, tidak hanya negara-negara barat namun juga negara-negara di Asia yang terkena dampak dari krisis global
tersebut.
f. Nilai Tukar Riil Rupiah Terhadap Mata Uang Negara Importir
Hasil analisis permintaan ekspor CPO Indonesia diperoleh variabel nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir berpengaruh signifikan
pada taraf nyata sepuluh persen dengan P value sebesar 0.00. Dalam hipotesis, telah dikemukakan bahwa nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang
negara importir memiliki hubungan negatif, artinya jika nilai tukar riil rupiah terapresiasi maka akan menyebabkan volume permintaan ekspor CPO
Indonesia menurun. Koefisien variabel sebesar 0.32 yang artinya bila terjadi
apresiasi pada nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara importir sebesar satu persen akan mengakibatkan penurunan volume ekspor CPO
Indonesia di negara tujuan sebesar 0.32, ceteris paribus. Ketika terjadi depresiasi pada rupiah terhadap mata uang negara importir maka harga CPO
Indonesia di negara pengimpor lebih murah dan Indonesia cenderung untuk melakukan eskpor dikarenakan harga jual CPO lebih tinggi di pasar
internasional dibandingkan pasar domestik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai analisis dampak black campaign
CPO terhadap volume ekspor CPO Indonesia di Amerika Serikat, Jerman, Belanda dan Inggris dengan periode analisis dari tahun 1996 hingga 2011
diperoleh beberapa kesimpulan yaitu : 1. Melihat kebutuhan akan CPO di pasar dunia yang terus meningkat, maka
permintaan ekspor CPO Indonesia perlu ditingkatkan. Volume permintaan ekspor CPO Indonesia ke dunia meningkat hingga mengalami penurunan
dimulai pada tahun 2009 yang disebabkan oleh krisis ekonomi global. Pada tahun 2009 harga internasional CPO mulai meningkat disebabkan naiknya
harga minyak dunia, stok sawit Malaysia yang menipis dan terganggunya produksi kedelai sebagai komoditi substitusi CPO. Meningkatnya harga
internasional CPO mengurangi volume permintaan ekspor CPO. Fluktuasi harga internasional CPO di pasar dunia ini adalah akibat dari situasi
perekonomian global yang sedang bergejolak dan pergerakan harga minyak dunia yang terus meningkat. Volume ekspor CPO Indonesia ke negara-negara
tujuan eskpor Amerika Serikat, Jerman, Belanda dan Inggris masih cenderung berfluktuasi juga akibat dari pengaruh kriris ekonomi global yang menurunkan
daya beli negara-negara tersebut. Black campaign juga dapat diindikasikan sebagai pengaruh dari penurunan volume ekspor CPO Indonesia. Inggris
mempunyai nilai pertumbuhan rata-rata ekspor CPO Indonesia yang terkecil, kemudian disusul oleh Belanda. Amerika mempunyai nilai pertumbuhan rata-
rata yang terbesar namun tidak diikuti dengan peningkatan volume ekspor dari tahun ke tahun. Nilai pertumbuhan rata-rata Amerika yang tinggi disebabkan
oleh peningkatan volume ekspor CPO Indonesia pada tahun 2006 ke 2007 yang sangat signifikan.
2. Hasil analisis model volume permintaan ekspor CPO Indonesia menunjukkan bahwa black campaign, nilai tukar riil rupiah terhadap mata uang negara
importir, GDP riil per kapita negara importir, harga internasional minyak kedelai soybean oil di pasar dunia dan harga ekspor CPO Indonesia ke
negara tujuan berpengaruh nyata terhadap volume permintaan ekspor CPO Indonesia. Sedangkan, harga internasional CPO di pasar dunia tidak
berpengaruh nyata. GDP riil perkapita negara importir, harga internasional minyak kedelai soybean oil di pasar dunia berhubungan positif dengan