Hambatan Tarif Analisis Dampak Black Campaign Minyak Kelapa Sawit (CPO) Terhadap Volume Ekspor CPO Indonesia

proses produksinya tidak memperhatikan keselamatan lingkungan dan hak azasi pekerjanya yang merupakan persyaratan yang dituntut oleh konsumen negara maju. Oleh karena itu selain aspek keunggulan biaya yang biasanya dicerminkan oleh komponen profit, perusahaan harus memperhatikan dua aspek lainnya yaitu aspek people baik karyawan maupun masyarakat sekitar lokasi usahanya dengan Corporate Social Responsibility , misalnya dan aspek planet atau lingkungan dengan memastikan bahwa proses produksinya telah memenuhi persyaratan lingkungan yang dapat diterima masyarakat dunia Daryanto et al. 2010. Pertumbuhan industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah menghasilkan manfaat ekonomi yang penting, walaupun pengembangan areal perkebunan kelapa sawit ternyata menimbulkan isu lingkungan, yaitu diantaranya menyebabkan meningkatnya ancaman terhadap keberadaan hutan alam tropis di Indonesia. Isu lingkungan selama ini dianggap menjadi salah satu faktor penghambat dalam pengembangan kelapa sawit Indonesia. Praktik tidak ramah lingkungan seperti teknik pembukaan lahan dengan pembakaran hutan dan pembuangan limbah yang tidak terkendali telah menimbulkan citra buruk bagi industri kelapa sawit Indonesia Butler 2008 dalam Wahyu 2010. Oleh karena itu perlu ditekankan gerakan untuk membangun industri kelapa sawit di Indonesia yang berkelanjutan dan memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan hidup. Pengembangan industri minyak kelapa sawit telah menimbulkan kontroversi di masyarakat internasional. Di satu pihak, pengembangan kelapa sawit dan industri kelapa sawit memberikan kesejahteraan bagi masyarakat dan negara; di lain pihak ia menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang tidak dapat diabaikan. Beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat telah memboikot produk kelapa sawit sebagai protes atas dampak negatif sosial dan lingkungan yang ditimbulkannya. Saat ini minyak sawit merupakan minyak nabati yang paling banyak diproduksi di dunia dan minyak sawit menghasilkan lebih banyak minyak per hektarnya dibandingkan dengan komoditi minyak nabati lainnya lampiran 13. Walaupun begitu, produksi minyak sawit masih banyak diperdebatkan dengan deforestasi hutan tropis serta dampak-dampak lingkungan terkait. Stakeholders industri kelapa sawit Indonesia dan dunia mengadakan pertemuan yang dinamakan Roundtable on Sustainable Palm Oil RSPO. Pertemuan pertama di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun 2003 dan pertemuan kedua di Jakarta pada tahun 2004 Pahan 2006. Pertemuan ini untuk meminimalkan dampak dan isu negatif terhadap bisnis kelapa sawit dengan mengelola perkebunan secara lestari dan harus mempunyai nilai manfaat yang tinggi. Berdirinya RSPO untuk industri minyak sawit berkelanjutan semakin memperkuat berbagai upaya pencarian solusi-solusi yang mengutamakan kelestarian lingkungan lampiran 11. Pentingnya penerapan konsep dayasaing berkelanjutan sudah tidak lagi hanya diperhatikan oleh negara-negara maju yang sebagian besar adalah negara Uni Eropa dan Amerika Serikat, namun sekarang mulai diterapkan oleh negara- negara berkembang dan negara maju di Asia. Menurut data dari RSPO RSPO 2013, India yang merupakan salah satu negara tujuan utama impor CPO Indonesia, pada tahun 2011 sampai dengan 2012 jumlah anggota RSPO dari India meningkat sebesar lima kali yang mencakup pemain-pemain penting industri minyak sawit di India. Perkembangan dalam keanggotaan perusahaan India di RSPO membuktikan bahwa di Asia tengah tumbuh kesadaran dan kebutuhan agar industri minyak sawit bergerak menuju industri yang bekelanjutan. Di Indonesia pun berdiri pedoman mengenai industri kelapa sawit berkelanjutan yang disebut dengan Indonesian Sustainable Palm Oil ISPO. ISPO menjadi dasar dalam mendorong usaha perkebunan kelapa sawit memenuhi kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, melindungi dan mempromosikan usaha perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan sesuai dengan tuntutan pasar internasional lampiran 12. ISPO memiliki peraturan mengikat untuk semua pelaku industri kelapa sawit Indonesia dibawah peraturan menteri pertanian Nomor 19PermentanOT.14032011. Black Campaign Terhadap Minyak Kelapa Sawit Indonesia adalah salah satu produsen dan pengekspor CPO terbesar di dunia. Energi biodiesel adalah salah satu energi alternatif pengganti energi tidak terbaharui, dimana bahan baku utamanya adalah minyak mentah kelapa sawit atau lebih dikenal dengan nama Crude Palm Oil CPO. Hal ini dapat merupakan salah satu faktor paling berpengaruh penyebab tingginya permintaan kelapa sawit di pasar dunia. Namun, dalam perdagangan internasional, konsumen yang memilih untuk membeli CPO sensitif terhadap berbagai isu negatif atau kampanye hitam black campaign. Isu yang mengemuka adalah produksi kelapa sawit yang terus mengalami peningkatan di Indonesia dan Malaysia telah menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan, antara lain konversi lahan dari hutan tropis, pemusnahan beberapa spesies, efek rumah kaca dan perubahan iklim. Isu-isu ini berdampak pada tidak stabilnya harga CPO dunia Syaukat 2010; Widodo et al. 2010. Mulai tahun 2011, Uni Eropa EU memberlakukan EU Directive mengenai ketentuan emisi rumah kaca. Dalam aturan ini disebutkan bahwa EU tidak boleh mengimpor CPO untuk biofuel karena komoditas ini dianggap tidak memenuhi ketentuan pembatasan emisi, akibatnya CPO tidak bisa masuk ke pasar Uni Eropa ICN 2009a. Greenpeace 2007 menggunakan istilah “How The Palm Oil Industry Is Cooking The Climate ” untuk merujuk pada pengertian bagaimana persediaan karbon lahan gambut Indonesia sedang dihabiskan melalui pengembangan minyak kelapa sawit. Permasalahan utama pengembangan kelapa sawit sebenarnya tidak hanya isu lingkungan. Pada mulanya negara-negara barat terutama Eropa dan Amerika membuat kampanye negatif black campaign dengan menyatakan bahwa minyak kelapa sawit tidak baik untuk kesehatan. Misalnya, Center for Science in the Public Interest CSPI di Amerika Serikat pada tahun 2005 mengemukakan bahwa minyak kelapa sawit dapat menimbulkan serangan jantung karena mengandung lemak jenuh yang tinggi Brown dan Jacobson 2005. Demikian pula dengan World Health Organization yang telah menyarankan untuk mengurangi konsumsi minyak kelapa sawit karena berpotensi menimbulkan cardiovascular diseases . Hal ini dapat diindikasikan menjadi hambatan non-tarif bagi perdagangan CPO Indonesia ke Uni Eropa dan Amerika Serikat. Bila dibandingkan dengan kedelai, kelapa sawit 9,5 sampai 10 kali lebih baik dalam menghasilkan minyak nabati dari tiap satu hektarnya Oil World 2010.