Pencegahan Kejahatan Mutilasi Peranana Satuan Reserse Kriminal Dalam Mengungkap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Lapangan Di Polresta Medan)

dirinya.sikap paranoid ini akan berdampak buruk terhadap social masyarakat dan justru akan saling apatis dan tertutup.

D. Pencegahan Kejahatan Mutilasi

Secara nyata manusia tidak mundur dari kejahatan, walaupun mereka menginsafi atau mengetahui atau untuk perlakuan itu akan dihukum. jadi sebenarnya sangatlah sulit untuk menghentikan suatu kejahatan, termasuk juga dengan mutilasi. Sebab, dimana ada masyarakat maka disitulah akan timbul suatu kejahatan, dan tidak menutup kemungkinan juga kejahatan mutilasi. Namun setidaknya kejahatan seperti mutilasi ini dapat diminimalisir dengan cara pencegahan-pencegahan tertentu. Mereka berpendapat bahwa pencegahan kejahatan dapat dilakukan dengan cara: 52 1 Merubah yang mungkin dapat dirubah dengan menggunakan teknik tertentu. 2 mengasingkan mereka yang tak dapat di perbaiki. 3 koreksi atau pengasingan terhadap mereka itu yang terbukti gemar melakukan kejahatan. 4 menghapuskan atau membatasi kondisi masyarakat yang bersifat mendorong kearah kejahatan. Kaitannya dengan pencegahan kejahatan mutilasi sebenarnya tidak jauh berbeda. Dari pendapat ahli diatas dapat dikemukakan bahwa untuk mencegah 52 Adami Chazawi, 2000, Kejahatan Tubuh dan Nyawa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Universitas Sumatera Utara terjadinya suatu mutilasi, maka diperlukan suatu deteksi dini terhadap orang- orang yang mempunyai suatu kebiasaan yang aneh. Selain itu pembatasan kondisi terhadap masyarakat terhadap hal-hal yang dapat berakibat terjadinya suatu pembunuhan mutilasi juga harus dilakukan. Mengenai sistem penghukuman walaupun diakui sebagai alat yang penting untuk preventif suatu kejahatan, namun dapat dikatakan bahwa hukuman bukanlah faktor utama yang mampu untuk mencegah suatu kejahatan, termasuk juga kejahatan mutilasi. Hal ini terbukti, meskipun telah banyak tersangka pelaku mutilasi yang dihukum bahkan di pidana mati, ternyata presentase kejahatan mutilasi tetap saja meningkat dari tahun ke tahun. Mengembangkan tingkah laku melalui pendidikan, memperluas atau memperdalam tradisi, mengadakan kontak atau saling pengertian antara manusia yang mengutamakan penilaian norma- norma adalah cara yang baik untuk prevensi, dengan kata lain filterisasi diri adalah faktor utama dalam usaha preventif kejahatan mutilasi. Untuk menghadapi masalah Crime Preventation, ketentuan-ketentuan berikut ini sebagai faktor yang perlu diperhatikan: c. Perlu diingat bahwa menghadapi the casual offender adalah berbeda dengan occasional criminal, lain pula dengan episodic, habitual dan sebagainya. Keliru bila menciptakan suatu ketentuan umum bila menghadapi penjahat dalam tipe-tipe yang berbeda-beda itu. d. Criminal behavior telah di mulai sejak remaja. Fakta ini dapat dibuktikan terhadap mereka yang terlibat dalam professional crime yang kejahatannya telah dikembangkan sejak zaman remaja. Hal ini tentulah kurang dimengerti Universitas Sumatera Utara oleh kaum awam tetapi mudah dipahami oleh kaum psychiatrist terutama yang menyangkut emotional dan psychotic criminal. Oleh karena itu maka pencegahan harus dimulai dari anak-anak remaja dan remaja. e. Untuk mencapai hasil yang bermanfaat, maka pencegahan harus diarahkan pada gejala-gejala kejahatan, tetapi harus ditujukan pada penyebab yang tersembunyi dibalik perbuatan. Sebagai contohnya, ada tempat-tempat yang dapat dijadikan sebagai faktor-faktor yang melatar belakangi kejahatan. Beberapa jenis tertentu dari gangguan emosionil dapat membimbing ke arah perbuatan-perbuatan mendadak yang bersifat kekerasan, bahkan sampai dengan pembunuhan yang diikuti dengan tindakan lanjutan seperti memutilasi korban. Maka usaha-usaha prevensi itu, memerlukan pengarahan seperti: a. Community reorganization. Yaitu mengikutsertakan segenap lapisan masyarakat untuk ambil bagian dalam usaha prevensi. Lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah-sekolah umum misalnya tidak saja mengutamakan formal curriculum tetapi perlu diarahkan pula pada character training, personality study dan sebagainya. Tugas polisi juga tidak saja menangkap dan menahan, tetapi juga ikut menjadi pembimbing dalam penanaman moral untuk usaha preventif kejahatan terutama kejahatan berat seperti pembunuhan disertai mutilasi. b. Family reorganization. Ini adalah usaha pencegahan kejahatan yang di mulai dari lingkungan terdekat dengan diri kita, yaitu lingkungan keluarga. Cavan mengatakan bahwa Broken home sangat banyak mendorong perwujudan Universitas Sumatera Utara kejahatan dan oleh karena itu kebutuhan kasih sayang dalam keluarga disertai dengan penanaman moral sangatlah penting perananya dalam proses pencegahan kejahatan mutilasi. c. Gangguan emosisonal dan mental. Banyak kasus kejahatan yang berawal tekanan-tekanan emosional serta konflik-konflik yang mengarah pada perbuatan criminal. Kesimpulan dari pendapat Cavan adalah lebih mengutamakan seluruh anggota masyarakat untuk bertanggungjawab dalam preventif kejahatan. Hal Ini juga sangat tepat bila diterapkan dalam usaha pencegahan terhadap kejahatan mutilasi. Masalah pokok yang ada adalah usaha untuk mengembangkan kesadaran hukum, karena masalah hukum adalah sebuah unsur utama yang menyokong pencegahan kejahatan. Penanaman moral yang kokoh dapat memperkuat emosi dalam diri.Pendapat Walter ini sangatlah efektif bila digunakan dalam usaha pencegahan kejahatan mutilasi. Universitas Sumatera Utara BAB IV UPAYA-UPAYA DAN KENDALA-KENDALA SATUAN RESERSE KRIMINAL DALAM MENANGGULANGI DAN MENGUNGKAP TINDAK PIDANA MUTILASI. A. Upaya–upaya yang dilakukan Satuan Reserse Kriminal Dalam Menanggulangi Terjadinya Tindak Pidana Mutilasi Kebijakan penanggulangan kejahatan atau criminal policy merupakan usaha yang rasional dari masyarakat sebagai reaksi mereka terehadap kejahatan. Sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum law enforcement policy kebijakan penggulangan kejahatan harus mampu menempatkan setiap komponen sistem hukum dalam arah yang kondusif dan aplikatif untuk menanggulangi kejahatan, termasuk peningkatan budaya hukum masyarakat sehingga mau memberikan partisipasi yang aktif dalam penanggulangan .kejahatan. Oleh karena itu kebijakan penanggulangan kejahatan harus dilakukan melalui perencanaan yang rasional dan menyeluruh sebagai respon terhadap kejahatan. 53 Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh G. Piter Hoefnagels, kebijakan penanggulangan kejahatan dapat disederhanakan dengan dua cara yaitu kebijakan penal penal Policy dan kebijakan non penal non penal policy. 54 1. Upaya Penal Kebijakan penal atau sering disebut politik hukum pidana merupakan upaya menentukan kearah mana pemberlakuan hukum pidana Indonesia masa 53 Ibid, hal, 46. 54 G. Piter Hoefnagels dalam Ninik Widiyanti dan Yulius Universitas Sumatera Utara yang akan datang dengan melihat penegakannya saat ini. Hal ini berkaitan dengan konseptualitas hukum pidana yang paling baik untuk diterapkakan. 55 1. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana, dan Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan, juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum, khususnya penegakan hukum pidana. Disamping itu, usaha penanggulangan kejahatan lewat pembuatan undang-undang hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari usaha perlindungan masyarakat social defence dan usaha mencapai kesejahteraan masyarakat sosial walfare. Dua masalah sentral dalam kebijakan criminal dengan menggunakan sarana penal hukum pidana ialah masalah penentuan : 2. Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar. 56 Sehubungan dengan hal ini, Ted Honderich Bependapat, bahwa suatu pidana dapat disebut sebagai alat pencegah yang ekonomis apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Pidana itu sungguh-sungguh mencegah. 2. Pidana itu tidak menyebabkan timbulnya tindakan keadaan yang lebih berbahayamerugikan dari pada yang akan terjadi apabila pidana itu tidak dikenakan. 55 Mahmud Mulyadi, Criminal Policy, Medan, Pustaka Bangsa Perss, 2008, hal, 66. 56 Barda Nawawi Arif. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditiya Bakti, 2002, hal, 21. Universitas Sumatera Utara 3. Tidak ada pidana lain yang dapat mencegah secara efektif dengan bahaya kerugian yang lebih kecil. 57 Dengan adanya berbagai bentuk dan sifat pidana mati yang kejam agar pembunuhan dapat di basmi, dicegah atau dikurangi, ternyata merupakan hampa belaka. Kebijakan kriminal tidak dapat dilepaskan sama sekali dari masalah nilai, terlebih bagi bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan garis kebijakan pembangunan nasionalnya bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Penggunaan sanksi pidana, tidak hanya berarti bahwa pidana yang dikenakan pada sipelanggar harus sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang beradab, tetapi harus dapat membangkitkan kesadaran si pelanggar akan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai pergaulan hidup masyarakat. Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal atau hukum pidana lebih menitik beratkan pada sifat refresif yaitu berupa pemberantasan atau penumpasan sesudah kejahatan terjadi. Upaya ini dilakukan apabila preventif atau upaya pencegahan belum mampu untuk mencegah terjadinya kejahatan. Maka upaya penal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan baik dilaporkan masyarakat maupun temuan kepolisian akan dilakukan tindakan tegas atau penegakan hukum secara tuntas dengan tujuan agar para pelaku menjadi sadar dan jera untuk berbuat kembali, Selain itu menjatuhkan hukuman 57 Ted Honderich, dikutip oleh Barda Nawawi Arif. Ibid . hal, 35. Universitas Sumatera Utara yang maksimal yang sesuai dengan ketentuan KUHPidana kepada pelaku pembunuhan. 58 2. Upaya Non Penal Kebijakan hukum yang dapat dijatuhkan bagi para pelaku pembunuhan mengacu pada KUHPidana yang disesuaikan dengan pasal-pasal pembunuhan terhadap jiwa orang berdasarkan perbuatan pelaku dengan korban dalam pembuktian kasus disesuaikan dengan pembuktian kasus sesuai dengan pembuktian KUHPidana. Kebijakan hukum yang dapat dijatuhkan pada kasus pembunuhan yang akan diterima adalah hukuman pidana maksimal berbagai pertimbangan, juga mengaju pada pasal-pasal 338 KUHPidana. Namun dalam penerapannya diharapkan bersifat selektif, hati-hati dann berotientasi juga pada perlindungankepentingan individu pelaku tindak pidana. Upaya non penal atau upaya diluar hukum pidana lebih menitik beratkan pada sifat preventif yaitu pencegahan, penangkalan, pengendalian sebelum kejahatan terjadi. Sasaran utama dari upaya ini adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kodusif antara lain berpudat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan. Dengan demikian, dilihat dari sudut politik criminal secara makro dan global. 58 Hasil Wawancara dengan IPTU. M.Idris Harahap, di Polresta Medan tanggal 19 Juni 2010. Universitas Sumatera Utara maka non penal menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik criminal. Upaya non penal yang paling strategis adalah upaya untuk manjadikan masyarakat sebagai lingkungan sosial dan lingkungan hidup yang sehat secara materil dan imateril dari faktor-faktor krominoge. 59 a. Adanya suasana masyarakat bebas dari gangguan fisik maupun psikis. Sesuai dengan hakikat sumber terjadinya kriminalitas, penanggulangan kejahatan secara umum senantiasa dilakukan melalui upaya preventif dan represif, secara konsepsional penanggulangan kejahatan dirumuskan oleh Polri khususnya satuan Reserse Kriminal Poltabes Medan dengan ketentuan bahwa pola dasar penanggulangan kejahatan di Indonesia bersifat terpadu, baik dalam ingkup yang melibatkan komponen lain di luar Polri. Dengan demikian penanggulangan kejahatan melibatkan tidak saja unsur-unsur interen Polisi, tetapi juga unsur-unsur di luar Polri denngan dukungan peran aktif masyarakat. Polri khususnya satuan Reserse Kriminal sebagai unsur utama yang paling awal dalam menghadapi kejahatan dan pelaku kejahatan, bertugas melaksanakan kegiatan penanggulangan kejahatan guna mewujudkan situasi yang nyaman dan terkendali. Tujuan penanggulangan kejahatan secara terpadu ini yang dimaksudkan adalah kemantapan situasi kamtibmas yaitu: b. Adanya suasana bebas dari kekhawatiran, keragu-raguan dan ketakutan serta rasa kepastian dan ketaatan hukum. 59 Barda Nawawi Arif, Ibid, hal, 49 Universitas Sumatera Utara c. Adanya suasana masyarakat yang merasakan adanya perlindungan dari segala macam bahaya. d. Adanya kedamaian dan ketentraman lahiriah. Upaya penanggulangan kejahatan melalui upaya preventif, polri khusunya satuan Reserse Kriminal dan aparat penegak hukum lainnya serta dukungan swakarsa masyarakat, mengusahakan untuk memperkecil ruang gerak serta kesempatan dilakukannya kejahatan. Upaya ini meliputi memberikan himbauan- himbauan kepada masyarakat mengenai kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat jangan sampai terjerumus melakukan kejahatan yang sangat meresahkan masyarakat, memperkuat ibadah karena dengan ibadah yang baik bisa menghindarkan diri dari tindak kejahatan. 60

B. Kendala–kendala yang di hadapi dalam Mengungkap Tindak Pidana Mutilasi

Dokumen yang terkait

Penyidikan Tindak Pidana Korupsi (Studi Penyidikan di Polresta Medan dan Kejari Medan)

1 56 134

FUNGSI VISUM ET REPERTUM PADA TAHAP PENYIDIKAN DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PERKOSAAN (Studi di Polresta Bandar Lampung)

2 18 65

PERAN RESERSE SEBAGAI PENYIDIK DALAM TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN Peran Reserse Sebagai Penyidik Dalam Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan (Studi Kasus Di Polresta Surakarta, Polres Sragen Dan Polres Sukoharjo).

1 9 20

TINJAUAN ETIOLOGI KRIMINAL TINDAK PIDANA PENCURIAN DI SURAKARTA (STUDI KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG TERJADI TAHUN 2014 DI POLRESTA SURAKARTA).

0 0 2

Psikologi Kriminal Psikologi kriminal Psikologi kriminal

0 1 11

Efektivitas Penyidikan Tindak Pidana Dalam Rangka Pencegahan Gugatan Praperadilan Pada Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Semarang

0 0 10

ABSTRAK PERAN PENYIDIK DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL UMUM DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DENGAN CARA MUTILASI (STUDI KASUS DI POLDA LAMPUNG)

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peranana Satuan Reserse Kriminal Dalam Mengungkap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Lapangan Di Polresta Medan)

0 0 26

BAB II PERANAN SATUAN RESERSE KRIMINAL DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA MUTILASI A. Peranan dan Tugas Satuan Reserse Kriminal sebagai Polisi Republik Indonesia. - Peranana Satuan Reserse Kriminal Dalam Mengungkap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Lapangan Di Po

0 0 19

BAB III TINJAUAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA MUTILASI A. Tinjauan Hukum Pidana Terkait Mutilasi Sebagai Kejahatan Terhadap Jiwa Dan Tubuh - Peranana Satuan Reserse Kriminal Dalam Mengungkap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Lapangan Di Polresta Medan)

0 0 27