BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mutilasi merupakan sebuah budaya yang pada dasarnya telah terjadi selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun, banyak suku-suku di dunia yang telah
melakukan budaya mutilasi diamana perbuatan tersebut merupakan suatu identitas mereka terhadap dunia, seperti suku aborigin, suku-suku brazil, amerika, meksiko,
peru dan suku conibos. Pada umumnya mutilasi ini dilakukan terhadap kaum perempuan dimana tujuannya adalah untuk menjaga keperawanan mereka, yang
sering disebut dengan Female Genital Mutilation FGM. FGM merupakan prosedur termasuk pengangkatan sebagian atau seluruh bagian dari organ genital
perempuan yang paling sensitif.
1
Pada kenyataannya, belakangan ini mutilasi tidak hanya digunakan dalam suatu kebudayaan dimana terdapat unsur-unsur dan nilai-nilai estetika dan nilai
filosofis, tetapi Mutilasi sudah termasuk kedalam suatu modus operandi kejahatan dimana para pelaku kejahatan menggunakan metode ini dengan tujuan untuk
mengelabui para petugas, menyamarkan identitas korban sehingga sulit untuk dicari petunjuk mengenai identitas korban, serta meghilangkan jejak dari para
korban seperti memotong bagian-bagian tubuh korban menjadi beberapa bagian, seperti kepala, tubuh dan bagian-bagian lain tubuh, yang kemudian bagian-bagian
tubuh tersebut dibuang secara terpisah.
1
Gilin Grosth, Pengantar Ilmu Bedah Anestesi, Yogyakarta : Prima Aksara,2004, hlm 21
Universitas Sumatera Utara
Maraknya metode Mutilasi ini digunakan oleh para pelaku kejahatan terjadi karena berbagai faktor, baik itu karena kondisi psikis dari seseorang
dimana terjadi ganguan terhadap kejiwaan dari seseorang sehingga dapat melakukan tindakan yang dapat digologkan sebagai tindakan yang tidak
manusiawi tersebut, karena faktor dari sosial, karena faktor ekonomi, atau karena
keadaan rumah tangga dari pelaku.
Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan bermasyarakat, pada dasarnya istilah kejahatan itu diberikan kepada suatu jenis
perbuatan atau tingkah laku manusia tertentu yang dapat dinilai sebagai perbuatan jahat. Perbuatan atau tingkah laku yang yang dinilai serta mendapat reaksi yang
yang bersifat tidak disukai oleh masyarakat itu, merupakan suatu tindakan yang tidak dibenarkan untuk muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat begitu
juga dengan kejahatan mutilasi. Tindak pidana mutilasi human cutting body merupakan tindak pidana
yang tergolong kejahatan terhadap tubuh dalam bentuk pemotongan bagian- bagian tubuh tertentu dari korban. Apabila ditinjau dari segi gramatikal, kata
mutilasi itu sendiri berarti pemisahan, penghilangan, pemutusan, pemotongan bagian tubuh tertentu. Dalam hal lain mutilasi itu sendiri diperkenankan dalam
etika dunia kedokteran yang dinamakan dengan istilah amputasi yaitu, pemotongan bagian tubuh tertentu dalam hal kepentingan medis.
Berdasarkan tinjauan sejarah, mutilasi merupakan sebuah budaya yang pada dasarnya telah terjadi selama ratusan tahun bahkan ribuan tahun, banyak
suku-suku di dunia yang telah melakukan budaya mutilasi diamana perbuatan
Universitas Sumatera Utara
tersebut merupakan suatu identitas mereka terhadap dunia, seperti suku aborigin, suku-suku brazil, amerika, meksiko, peru dan suku conibos. Pada umumnya
mutilasi ini dilakukan terhadap kaum perempuan dimana tujuannya adalah untuk menjaga keperawanan mereka, yang sering disebut dengan female genital
mutilation FGM, merupakan prosedur termasuk pengangkatan sebagian atau seluruh bagian dari organ genital perempuan yang paling sensitif.
Pada kenyataannya, belakangan ini mutilasi tidak hanya digunakan dalam suatu kebudayaan dimana terdapat unsur-unsur dan nilai-nilai estetika dan nilai
filosofis, tetapi mutilasi sudah termasuk kedalam suatu modus operandi kejahatan dimana para pelaku kejahatan menggunakan metode ini dengan tujuan untuk
mengelabui para petugas, menyamarkan identitas korban sehingga sulit untuk dicari petunjuk mengenai identitas korban, serta meghilangkan jejak dari para
korban seperti memotong bagian-bagian tubuh korban menjadi beberapa bagian, seperti kepala, tubuh dan bagian-bagian lain tubuh, yang kemudian bagian-bagian
tubuh tersebut dibuang secara terpisah. Maraknya modus mutilasi ini digunakan oleh para pelaku kejahatan terjadi
karena berbagai faktor di samping untuk menghilangkan jejak, baik itu karena kondisi psikis dari seseorang dimana terjadi ganguan terhadap kejiwaan dari
seseorang sehingga dapat melakukan tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan yang tidak manusiawi tersebut, karena faktor dari sosial, karena faktor
ekonomi, atau karena keadaan rumah tangga dari pelaku Dalam hal telah terjadinya Tindak Pidana Pembunuhan Mutilasi sangatlah
di perlukan peran dan tugas pihak Kepolisian khususnya satuan Reserse Kriminal
Universitas Sumatera Utara
dalam Pengungkapannya sebab penbunuhan yang dilakukan secara mutilasi atau dengan memotong-motong korbanya sangat susah untuk di lakukan
pengungkapan di karenakan kondisi korban yang rusak dan banyaknya anggota
tubuh yang hilang, ini membutuhkan kerja keras dari pihak kepolisian khususnya satuan Reserse Kriminal, jadi dengan Keberadaan institusi Kepolisian dalam
kehidupan masyarakat harus dapat mewujudkan hukum dalam kenyataan,
menjamin kepastian hukum, dan keadilan, sehingga memegang peranan penting
dalam mewujudkan Negara hukum.
2
“ Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan
keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
Baik buruknya citra suatu Negara hukum sebahagian turut ditentukan oleh
kinerja Kepolisian negaranya. Kebutuhan pokok setiap manusia baik sebagai
individu maupun sebagai warga Negara adalah terjaminnya kesejahteraan dan
keamanan hidupnya. Keamanan dalam negeri merupakan syarat utama yang mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradad
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Pada dasarnya Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam Pasal 4 sebagai berikut :
2
Hasil Wawancara dengan IPTU M. Idris Harahap Di Polresta Medan tanggal 2 September 2010
Universitas Sumatera Utara
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia”
Fungsi kepolisian merupakan bagian dari suatu fungsi pemerintahan
Negara dibidang penegaka hukum, perlindungan dan pelayanan masyarakat serta
pembimbing masyarakat dalam rangka terjaminnya ketertiban dan tegaknya
hukum, kepolisian sebagai integral fungsi pemerintah negara, ternyata fungsi tesebut memiliki takaran yang begitu luas, tidak sekedar aspek refresif, dalam
kaitannya dengan proses penegakan hukum pidana saja, tapi juga mencakup aspek
preventif berupa tugas-tugas yang dilakukan yang begitu melekat pada fungsi
utama hukum administratif dan bukan kopetensi pengadilan.
3
Hal ini sudah menjadi pekerjaan rumah bagi pihak Polri khususnya satuan
Reserse Kriminal untuk mencari dan menemukan para pelaku kejahatan, serta
memberikan rasa aman bagi setiap warga negara dan mencegah agar tidak terjadi Sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap keamanan masyarakat
sudah seharusnya pihak Kepolisian khususnya satuan Reserse Kriminal
mewujudkan rasa aman tersebut. Dalam hal mengungkap tindak pidana
pembunuhan diperlukan kerja keras dari pihak Kepolisian khususnya satuan Reserse Kriminal untuk mengidentifikasi korban agar menemukan siapa yang
menjadi otak pelaku pembunuhan tersebut dan segera untuk menghukum para
pelaku pembunuhan tersebut.
3
Undang-uandang Kepolisian Negara RI No. 2 tahun 2002.
Universitas Sumatera Utara
lagi kejahatan ini sesuai dengan apa yang menjadi cita – cita Pihak kepolisian Khususnya Satuan Reserse Kriminal dan sudah diatur dalam Undang – undang
Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002.
melatar belakangi penulis untuk membahas lebih jauh mengenai motif tindak pidana mutilasi dari segi penyimpangan perilaku seksual apakah antara satu
sama lain memiliki keterkaitan yang erat, dan bagaimana tinjauan psikologi kriminal dalam meneliti aspek-aspek kejiwaan pelaku serta faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pelaku, serta bagaimana peranan pemeriksaan psikologis sebagai pembuktian unsur bersalah sehingga hakim dapat menjatuhkan hukuman terhadap
terdakwa Dari uraian diatas tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas suatu
tulisan yang berjudul : PERANAN SATUAN RESERSE KRIMINAL DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA MUTILASI STUDI
LAPANGAN DI POLRESTA MEDAN
B. Perumusan Masalah Dari judul skripsi di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam