seseorang bawahan maka badan hukum harus bertanggung jawab berdasarkan pasal 1367 KUHperdata.
Sebagai pedoman, diberikan oleh pasal 1865 KUHPerdata bahwa : “Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau,
guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau
peristiwa tersebut.” Sedangkan dalam buku ketiga Bab XV mengenai persetujuan untung-
untungan pasal 1774 menyebutkan bersama-sama asransi dan perjudian dan pertaruhan. Kedua-duanya memang bersifat spekulatif, akan tetapi dengan
perbedaan bahwa sifat spekulatif pada perjudian adalah mutlak, sedangkan pada asuransi sifat spekulatif tersebut bersifat relatif, artinya tingkat resiko pada
asuransi sampai pada tingkat tertentu dapat diperhitungkan. Masalah asuransi tidak diatur lengkap dalam KUHPerdata, karena dalam pasal tersebut diatas
ditentukan bahwa asuransi atau pertanggugan diatur dalam kitap undang-undang hukum dagang.
26
B. Tanggung jawab Pengangkut menurut Undang-Undang No 1 tahun
2009
Luas tanggung jawab pengangkut ditentukan dalam pasal 1236 dan 1246 KUHPdt, menurut pasal 1236 pengangkut wajib membayar ganti kerugian atas
biaya, kerugian yang diderita dan bunga yang layak diterima, bila ia tidak dapat menyerahkan atau tidak merawat sepatutnya untuk menyerahkan barang muatan.
Undang-undang No. 1 tahun 2009 tercipta dari munculnya Konvensi Cape Town 2001 yang sebagian besar substansinya diadopsi oleh Undang-Undang
26
Prof.E.Suherman,SHaneka masalah hukum kedirgantaraanhimpunan makalah 1961- 1995mandar maju,bandung.2000,hal:404
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, yang merupakan pengganti Undang- Undang No. 15 tahun 1992 tentang Penerbangan.
Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, danatau pos untuk satu perjalanan atau
lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Sementara pengertian dari tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban
perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang danatau pengirim barang serta pihak ketiga.
Dalam menetapkan siapa yang harus bertanggung jawab ada hal penting yang harus diterapkan sebelum menentukan siapa yang bertanggung jawab hal yang
perlu diketahui tersebut adalah prinsip-prinsip tanggung jawab. Prinsip tanggung jawab dalam bidang hukum pengangkutan itu ada tiga macam yaitu, prinsip
tanggung jawab atas dasar kesalahan liability based on fault principle, prinsip tanggung jawab atas dasar praduga rebuttable presumption of liability principle,
dan prinsip tanggung jawab mutlak absolute liability principle. Dalam pembedaan ketiga prinsip tanggung jawab tersebut dapat dilakukan melalui pihak
mana yang harus membuktikan dan hal apa yang harus dibuktikan ketika terjadi sengketa.
27
Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 memberikan pengertian dan tanggung jawab pengangkut dan penanganan secara terpisah antara bagasi tercatat dan
bagasi kabin beserta. Upaya Tanggung Jawab Pengusaha Angkutan Udara Jika Penumpang tidak Mendapatkan Pelayanan Berupa Keterlambatan Jadwal dan
Tanggung Jawab Terhadap Kerusakan dan Kehilangan Barang Dalam Angkutan Udara Angkutan Udara. Proses penyelesaian sengketa melalui negosiasi pihak
yang bersengketa melakukan perundingan secara langsung tanpa perantara pihak
27
Dr.Toto Tohir suriaatmadja,SH.MH,2006,masalah dan aspek hukum dalam pengangkutan udara nasional, bandung,mandar maju. Hal:27
ketiga, negosiasi bersifat informal dan tidak berstruktur serta waktunya tidak tentu. efesiensi dan efektifitas kelangsungan negosiasi tergantung sepenuhnya
pada para pihak. Bentuk-bentuk dari pelanggaran hak konsumen pengguna jasa penerbangan
adalah kurang ketelitian dalam pencatatan identitas, penundaan penerbangan delay dengan alasan faktor cuaca dan teknis operasional, penundaan jadwal
penerbangan delay tanpa pemberitahuan, menjual tarif tiket dengan batas atas, letak atau posisi kursi tidak sesuai demgam tiket, kehilangan barang dibagasi
Pasal 144 Undang–Undang nomor 1 tahun 2009, tiket hangus. Pemerintah mempunyai peran yang penting dalam mewujudkan perlindungan
konsumen dengan mewajibkan seluruh maskapai penerbangan untuk memberikan informasi kepada para penumpang bila terjadi keterlambatan delay penerbangan
lebih dari 30 menit. Peran pemerintah dalam meyikapi pelanngaran hak perlindunga konsumen adalah dengan melalukukan pembinaan sesuai dengan
pasal 10 Undang-Undang No. 1 tahun 2009 tentang penerbangan diantaranya penerbangan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah,
Pembinaan Penerbangan sebagaimana dimaksud meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan, Pengaturan sebagaimana dimaksud meliputi
penetapan kebijakan umum dan teknis yang terdiri atas penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur termasuk persyaratan keselamatan
dan keamanan penerbangan serta perizinan. Pada dasarnya, bila terjadi kecelakaan, penerbangan maskapai bertanggung
jawab atas kematian atau luka-luka yang diderita penumpang; hilang, musnah, atau rusaknya barang yang diangkut; dan keterlambatan angkutan penumpang
danatau barang bagasi atau kargo yang diangkut apabila terbukti hal tersebut merupakan kesalahan pengangkut, sebagaimana diatur di Pasal 141, 144, dan 145
Undang-Undang No. 1 tahun 2009.
Tanggung jawab sebagai pengangkut terhadap penumpang menurut pasal 141 Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan adalah pengangkut
bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, luka-luka, yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat danatau
naik turun pesawat udara.tetapi dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan terdapat batasan-batasan tanggung jawab dari PT.Garuda
Indonesia Persero sebagai pengangkut terhadap penumpang yaitu : a.
Pengangkut tidak bertanggung jawab dan dapat menolak untuk mengangkut calon penumpang yang sakit, kecuali dapat menyerahkan surat keterangan
dokter kepada pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut diizinkan dapat diangkut dengan pesawat udara dan wajib didampingi oleh seorang
dokter atau perawat yang bertanggung jawab dan dapat membantunya selama penerbangan berlangsung.
b. Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau
rusaknya bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang
dipekerjakannya c.
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh
kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut.
d. Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita karena
keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan
oleh faktor cuaca dan teknis operasional. Prinsip tanggung jawab mutlak menetapkan bahwa maskapai selalu
bertanggung jawab atas kerugian yang timbul selama penerbangan, dan tidak bergantung pada ada tidaknya unsur kesalahan di pihak maskapai. Kecuali dalam
hal kerugian yang disebabkan oleh keterlambatan, dengan syarat maskapai harus
membuktikan bahwa keterlambatan itu disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional, sebagaimana diatur di Pasal 146 Undang-Undang No. 1 tahun 2009.
Namun, tanggung jawab maskapai yang terdapat dalam pasal 141, 144, dan 145 Undang-Undang No. 1 tahun 2009 dapat dialihkan keperusahaan asuransi bila
maskapai mengasuransikan penumpang, bagasi, maupun kargo yang diangkutnya. Penutupan asuransi ini wajib dilakukan setiap orang atau badan hukum yang
mengoperasikan pesawat udara, sebagaimana diatur di Pasal 62 ayat 1 Undang- Undang No. 1 tahun 2009. Bahkan maskapai yang tidak mengasuransikan dikenai
sanksi administratif berupa peringatan, pembekuan sertifikat, dan atau pencabutan sertifikat Pasal 62 ayat 2 Undang-Undang No. 1 tahun 2009.
Rasionalisasi di balik kewajiban menutup asuransi itu untuk mengurangi kerugian yang harus ditanggung maskapai bila terjadi kecelakaan pesawat,
sehubungan dengan tanggung jawabnya memberikan santunan ke penumpang, bagasi, dan kargo, yang diwajibkan konvensi internasional dan peraturan
perundang-undangan nasional. Artinya, kewajiban asuransi ini dimaksudkan untuk lebih memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat pengguna jasa
angkutan udara, dan juga pihak ketiga yang menderita kerugian akibat pengoperasian atau jatuhnya pesawat.
Dalam undang-undang No 1 tahun 2009 juga mengatur tanggung jawab dengan ganti kerugian yang diatur dalam pasal 240 dan 242 Undang-Undang No.
1 tahun 2009, menurut undang-undang tersebut mengatur tanggung jawab badan usaha bandar udara dan orang perorangan warga Indonesia. Yang dimaksud
dengan badan usaha bandar udara adalah setiap orang yang menikmati pelayanan jasa Bandar udara danatau mempunyai ikatan kerja dengan bandar udara.
Menurut pasal 240 Undang-Undang No. 1 tahun 2009 menyatakan badan usaha bandar udara bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna
jasa bandar udara danatau pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian bandar udara. Tanggung jawab tersebut meliputi kematian atau luka fisik orang,
musnah, hilang, atau rusak peralatan yang dioperasikan, serta kerusakan dampak
lingkungan diakibatkan pengoperasian bandar udara. Sedangkan pasal 242 menyebutkan ketentuan mengenai tanggung jawab atas kerugian seta tata cara
dan prosedur pengenaan sanksi administratif lebih lanjut akan diatur dengan peraturan mentri.
Dalam permasalahan tanggung jawab di dalam Undang-Undang No.1 tahun 2009 tenteng penerbangan ada juga unsur-unsur pidana yang dianut dalam
undang-undang tersebut seperti yang terkandung dalam pasal 411 yang dapat mengenakan sanksi atau denda pada perbuatan yang dapat mengancam
keselamatan penumpang dan barang milik orang lain. Ancaman Pidana di Undang-Undang No. 1 th 2009 dalam Pasal 411 yang baru
ini berbunyi demikian : “Setiap orang dengan sengaja menerbangkan atau mengoperasikan pesawat
udara yang membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang dan barang, danatau penduduk atau merugikan harta benda milik orang lain sebagaimana
dimaksud dalam pasal 53 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 Dua tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 Lima ratus juta rupiah.”
C. Kasus-Kasus Utama dalam Pengangkutan Orang dan Barang