Bagi penumpang yang mengalami luka maupun cacat tetap

b. Bagi penumpang yang mengalami luka maupun cacat tetap

1. Penumpang menyerahkan identitas pribadi. 2. Penumpang setelah menerima uang ganti rugi harusmenandatangani Surat Pernyataan PembebasanRelease and Discharge. Dengan ditandatanganinya surat tersebut, maka apabila penumpang telah menerima uang ganti rugi tidak akan melakukan gugatan lebih lanjut. Bagi penumpang yang meninggal, maka yang berhak menerima uang ganti rugi adalah : a. Suami atau istri dari penumpang yang meninggal. b. Anak dari penumpang yang meninggal. c. Orang tuanya. d. Ahli Waris yang sah. 2. Tanggung jawab terhadap barang bagasi penumpang. Ganti rugi terhadap barang bagasi penumpang menurut Ordonansi Pengangkutan Udara Pasal 30 ayat 2 adalah dibatasi sampai jumlah Rp. 25,- dua puluh lima rupiah perkilogramnya. Namun besarnya ganti kerugian ini sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini. PT. Garuda Indonesia dalam hal tanggung jawab terhadap barang milik penumpang dalam realisasinya didasarkan pada ketentuan Pasal 44 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995. Pasal tersebut menyebutkan mengenai jumlah ganti rugi yaitu : a. Untuk kerugian bagasi tercatat, termasuk kerugian untuk kelambatan dibatasi setinggi-tingginya Rp. 100.000,- seratus ribu rupiah untuk setiap kilogramnya. b. Untuk kerugian bagasi kabin karena kesalahan pengangkut dibatasi setinggi- tingginya Rp. 1.000.000,- satu juta rupiah untuk setiap penumpang. Adapun barang-barang milik penumpang yang menjadi tanggung jawab PT. Garuda Indonesia yaitu barang bagasi, sedangkan untuk bagasi tangan milik penumpang PT. Garuda Indonesia tidak bertanggung jawab. Bagasi tangan berada dibawah pengawasan penumpang sendiri. Pada dasarnya ganti kerugian untuk barang bagasi penumpang didasarkan pada berat barang atau weight sistem, yaitu tidak melihat berapa harga atau nilai dari barang tersebut pada waktu check in tetapi mengacu pada berat barang bagasi tersebut. Pada barang bagasi dilarang membawa barang berharga sesuai dengan ketentuan yang ada pada tiket pesawat penumpang sehingga walau sudah dilaporkan sebagai barang berharga maka maskapai tidak berkewajiban mengganti barang berharga tersebut hal ini berbeda dengan barang cargo sebab pada barang cargo barang apabila sudah dilaporkan sebagai barang berharga maka barang tersebut apabila terjadi kerusakan atau kehilangan maka masakpai wajib untuk mengganti barang tersebut sesuai dengan harga dari barang yang sudah diklaim sebelumnya oleh pemilik barang. Biasanya pada barang bagasi terjadinya ganti kerugian tersebut disebabkan antara lain tertukarnya barang bagasi oleh penumpang lain, dan juga barang bagasi yang salah tujuan, serta terjadinya kerusakan sebagian dan keseluruhan dan juga terjadinya kehilangan dari barang bagasi tersebut. 34 Dalam realisasinya, apabila ada yang melaporkan kerusakan atau kehilangan bagasi, biasanya akan diselesaikan saat itu pula secara damai oleh petugas PT. Garuda Indonesia. Kerusakan atau kehilangan tersebut akan langsung diselidiki, dan apabila merupakan kesalahan dari PT. Garuda Indonesia maka akan langsung diurus ganti ruginya sesuai dengan berat barang. 35 34 Wawancara dengan menurut bapak Fritz Partogi P.Hutapea, cargo sales supervisor, tanggal 16 juni 2010. 35 Wawancara dengan menurut bapak Fritz Partogi P.Hutapea, cargo sales supervisor, tanggal 20 juni 2010. Apabila barang bagasi ada yang rusak atau hilang yang terbukti karena kesalahan pengangkut, maka penumpang harus melapor ke pihak PT. Garuda Indonesia segera sebelum keluar bandara. Penumpang yang telah meninggalkan bandara, maka tidak dapat meminta pertanggungjawaban kepada pengangkut apabila barang bagasinya tersebut hilang atau rusak. Hal ini seperti yang disebutkan dalam syarat-syarat perjanjian dalam negeri No. 5 butir c yang menyebutkan bahwa bila penumpang pada saat penerimaan bagasi tidak mengajukan protes, maka dianggap bahwa bagasi itu telah diterima dalam keadaan lengkap dan baik. Ganti rugi atas kerusakankehilangan barang bagasi penumpang diberikan apabila terjadi dalam penerbangan normal atau pesawat tidak mengalami kecelakaan, tetapi kerusakankehilangan barang bagasi tersebut disebabkan karena kesalahan pengangkut. Apabila terjadi kecelakaan pesawat maka ganti rugi yang diberikan hanya untuk penumpang baik yang luka-lukacacat tetapmeninggal. 3. Tanggung jawab terhadap keterlambatan pesawat Secara hukum PT. Garuda Indonesia bertanggung jawab terhadap kerugian yang disebabkan karena keterlambatan yang disebabkan karena kesalahan pengangkut. Sebelum terbitnya KM No.25 tahun 2008 tidak ada aturan yang mengatur secara jelas mengenai keterlambatan pesawat. Mengenai keterlambatan ini diatur dalam pasal 36 KM No. 25 tahun 2008 tentang penyelenggaraan angkutan udara yang berisikan tentang : a. Keterlambatan lebih dari 30 tiga puluh menit sampai dengan 90 Sembilan puluh menit, maka perusahaan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman dan makanan ringan. b. Keterlambatan lebih dari 90 Sembilan puluh menit sampai dengan 180 seratus delapan puluh menit maka perusahaan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman dan makanan ringan, makan siang atau makan malam dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya atau keperusahaan niaga berjadwal lainnya apabila diminta oleh penumpang. c. Keterlambatan 180 seratus delapan puluh menit maka perusahaan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman dan makanan ringan, makan siang atau makan malam dan apabila penumpang tersebut tidak dapat dipindahkan kepenerbagan lainnya atau keperusahaan niaga berjadwal lainnya maka kepada penumpang tersebut wajib diberikan fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut dalam penerbagan hari berikutnya. d. Apabila terjadi pembatalan penerbangan maka maka perusahaan udara niaga berjadwal wajib mengalihkan penumpang kepenerbagan berikutnya dan apabila pennumpang tidak dapat dialihkan kepenerbagan berikutnya atau perusahaan penerbangan niaga berjadwal lainnya maka kepada penumpang tersebut wajib diberikan fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut dalam penerbagan hari berikutnya. e. Apabila dalam hal keterlambatan sebagaimana tercantum dalam huruf b dan c, serta pembatalan sebagaimana tercantum dalam huruf d, penumpang tidak mau terbang atau diterbangkan, maka perusahaan penerbangan niaga berjadwal harus mengembalikan harga tiket yang telah dibayarkan kepada perusahaan. Dalam kasus dengan nomor penerbangan GA 189 dengan tujuan medan- Jakarta pada tanggal 12 juli 2008 mengalami keterlambatan sekitar 35 menit sehingga banyak penumpang yang mengalami kerugian dan mengurangi rasa kenyamanan bagi para penumpang PT. Garuda Indonesia. Sesuai dengan pasal pasal pasal 36 KM No. 25 tahun 2008 huruf a maka maskapai diwajibkan untuk memberi minuman dan makanan ringan kepada penumpang. Dalam realisasinya keterlambatan pesawat penumpang akan mendapat minuman dan makanan ringan yang biasanya para penumpang akan dipanggil melalui pengeras suara agar penumpang dapat mengambil minuman dan makanan ringan yang telah disediakan oleh pihak maskapai yaitu PT.Garuda Indonesia. Biasanya keterlambatan penerbangan itu sendiri terdiri dari beberapa faktor yaitu pertama, faktor tekhnis yaitu hal-hal yang membutuhkan penanganan teknis pada pesawat itu sendiri. Kedua, faktor cuaca yang tidak dapat dihindari dan diluar kuasa manusia seperti terjadinya angin, hujan lebat dan terjadinya suhu yang tinggi. Ketiga, faktor penumpang itu sendiri sebab ada beberapa penumpang yang sudah check in tetapi pada saat boarding pass penumpang tersubut tidak ada sehingga menimbulkan hambatan kepada maskapai untuk melakukan penerbangan secara tepat waktu. Sebab barang bagasi yang tidak bertuan tidak boleh ada pada pesawat yang akan terbang sehingga barang tersebut harus dicari dan dikeluarkan pada bagasi pesawat. Selain dari faktor-faktor tersebut juga ada lain yang menyebabkan keterlambatan pada penerbangan pesawat sebelumnya. 36 1. Realisasi tanggung jawab terhadap kematian atau lukanya penumpang. Sesuai dengan penjabaran diatas, PT. Garuda Indonesia dapat dikatakan telah melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan pengangkut udara yang terdapat dalam Undang-Undang No.1 tahun 2009 tentang penerbangan serta Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995. Hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut : Dalam hal ganti rugi untuk luka atau kematian penumpang, PT. Garuda Indonesia telah memenuhi ketentuan Pasal 43 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995. Besarnya ganti rugi untuk kematian penumpang dalam Pasal 43 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995 disebutkan ganti kerugiannya sebesar Rp. 40.000.000,- sedangkan dari PT. Garuda Indonesia memberikan ganti rugi yang lebih besar dari jumlah tersebut. Dalam hal luka-lukanya penumpang berdasarkan Pasal 43 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995 disebutkan besarnya ganti kerugian sebesar-besarnya Rp. 40.000.000,- sedangkan dari PT. Garuda Indonesia untuk ganti rugi lukanya penumpang memberikan jumlah yang lebih besar dari jumlah ganti kerugian yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah tersebut. Untuk cacat tetap, berdasarkan Pasal 43 ayat 3 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995 ganti kerugian ditetapkan sampai dengan setinggi- tingginya Rp. 50.000.000,- sedangkan PT. Garuda Indonesia memberikan ganti kerugian yang lebih besar. Besarnya ganti kerugian yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995 merupakan batas maksimal pemberian ganti rugi yang harus dilakukan oleh pengangkut udara, namun PT. Garuda Indonesia justru memberikan ganti kerugian yang lebih besar dari jumlah ganti kerugian yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995. 36 Wawancara dengan bapak Frits Partogi P.Hutapea, cargo sales supervisor, tanggal 30 juni 2010 2. Realisasi tanggung jawab untuk rusak atau hilangnya barang bagasi penumpang. Dalam hal rusak atau hilangnya bagasi penumpang, PT. Garuda Indonesia bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 44 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995 yang menyebutkan bahwa untuk kerugian bagasi tercatat dibatasi setinggi-tingginya Rp. 100.000,- untuk setiap kilogram dan untuk kerugian bagasi kabin karena kesalahan pengangkut dibatasi setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- untuk setiap penumpang. PT. Garuda Indonesia dalam hal ganti kerugian terhadap barang bagasi penumpang mengikuti ketentuan besarnya ganti rugi dalam Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1995. Hal ini seperti yang tertera dalam syarat-syarat perjanjian dalam negeri yang menyebutkan bahwa tanggung jawab terbatas untuk kehilangan dan kerusakan bagasi ditetapkan sejumlah setinggi-tingginya Rp. 100.000,- per kilogram. 3. Realisasi tanggung jawab untuk keterlambatan pesawat. Dalam hal terjadinya keterlambatan pesawat udara PT. Garuda Indonesia bertanggung jawab sesuai dengan aturan pasal 36 KM No. 25 tahun 2008 tentang penyelenggaraan angkutan udara yang mengatur mengenai apabila terjadi keterlambatan maka pihak dari maskapai harus menyediakan makanan dan minuman kepada penumpang. Jenis makanan dam minuman tersebut harus disesuaikan dengan lama dari keterlambatan tersebut. Apabila keterlambatan terjadi sampai dengan 180 seratus delapan puluh menit maka apabila penumpang harus diterbangkan dengan penerbangan selanjutnya atau dengan penerbangan niaga berjadwal lainnya apabla diminta oleh penumpang.

BAB V KESIMPULAN SAN SARAN

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab PT. Eric Dirgantara Tour & Travel Terhadap Penumpang Pesawat Udara Ditinjau Dari Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

1 75 113

Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Terhadap Penumpang Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

3 100 84

Tangung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Barang Bagasi Penumpang

8 74 126

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENGANGKUTAN UDARA TERHADAP PENUMPANG DALAM HAL TERJADI KETERLAMBATAN PENERBANGAN

0 9 54

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KAPTEN PENERBANG (PILOT) DALAM KECELAKAAN PESAWAT UDARA AKIBAT KELALAIAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN.

0 0 2

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG DALAM KECELAKAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN.

0 0 13

TANGGUNG JAWAB KEPERDATAAN DALAM PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN UDARA ATAS KETERLAMBATAN JADWAL PENERBANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN.

0 0 12

Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Penyampaian Informasi Periklanan Barang Produksinya Ditinjau dari Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

0 0 7

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN UDARA A. Pengertian Hukum Pengangkutan Udara - Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pengangkutan Hewan Melalui Pesawat Udara Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pengangkutan Hewan Melalui Pesawat Udara Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

0 0 17