113
4.3.1. Gambaran Umum Responden Petani Gambir
Petani gambir yang menjadi responden penelitian ini sebanyak 128 orang. Gambaran umum responden meliputi umur, lama bermukim, pemilikan lahan, dan
tingkat pendidikan, sebagaimana diuraikan berikut ini.
a. Identitas Responden
1. Umur
Hasil penelitan menunjukkan bahwa umur responden antara 21 tahun sampai dengan 55 tahun.
Tabel 4.12. Komposisi Umur Responden Petani Gambir No
Umur Tahun Jumlah Responden Orang
Persen
1 21-35
36 28,1
2 36-45
60 46,9
3 46-55
32 25,0
Total 128
100,0
Sumber Diolah dari Data Primer 2011
Tabel 4.12 menunjukkan 46,9 responden berumur 36 –45 tahun, hal ini
menunjukkan bahwa responden terdiri dari masyarakat yang telah memiliki kematangan dan pengalaman dalam bertani serta mengelola tanaman gambir.
2. Tingkat Pendidikan
Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan seperti pada Tabel 4.10.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
114
Tabel 4.13. Tingkat Pendidikan Responden Petani Gambir No
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Orang
Persen
1 SD sederajat
12 9,4
2 SMP sederajat
61 47,7
3 SMA sederajat
45 35,2
4 D-III
9 7,0
5 Sarjana
1 0,8
Total 128
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
Tabel 4.13 menunjukkan umumnya responden berpendidikan SMP sederajat sebanyak 61 responden 47,7 dan berpendidikan Sarjana S-I hanya
ada 1 responden 0,8.
3. Lama Bermukim
Lama bermukim responden adalah antara 5 sampai dengan 35 tahun dapat dikatakan masih tergolong baru dibandingkan dengan lama bermukim komoditas
HHBK yang lain.
Tabel 4.14. Tingkat Pendidikan Responden Petani Gambir No
Lama Bermukim Tahun Jumlah Responden Orang
Persen
1 5-15
45 35,2
2 16-25
52 40,6
3 26-35
31 24,2
Total 128
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
Tabel 4.14 menunjukkan 40,6 responden telah bermukim selama 16 – 25
tahun pada lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa responden terdiri dari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
115 masyarakat yang telah lama bermukim dan bertani gambir di lokasi penelitian dan
mengalami perkembangan pertanian gambir. Pada penelitian ini juga ditemukan responden yang lama bermukim antara 5
– 15 tahun sebanyak 45 responden 35,2, yang merupakan penduduk pendatang di lokasi penelitian.
4. Pemilikan Lahan Gambir
Sesuai dengan kondisi sosial budaya dalam kehidupan masyarakat di Kabupaten Pakpak Bharat, bahwa masih adanya kepemilikan kawasan
berdasarkan kelompok marga atau golongan di masyarakat. Menurut Kartodihardjo 1999, dalam sistem pengelolaan sumberdaya
hutan, kepemilikan sumberdaya dapat menentukan kinerja pengelolaan sumberdaya hutan. Menurut kepemilikan sumberdaya menentukan bentuk
kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya, yang mana kelembagaan tersebut secara langsung berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan, dan pengaturan
kelembagaan lebih lanjut berkorelasi positif untuk dapat mengubah kInerja pengelolaan hutan yang diharapkan. Dalam sistem pengelolaan sumberdaya hutan,
dikenal beberapa bentuk kepemilikan sumberdaya hutan, yaitu : 1. Private Property Right hak kepemilikan pribadi, contohnya hutan rakyat
2. State Property Right hak kepemilikan negara, contoh hutan negara : hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservasi
3. Common Property Right hak kepemilikan bersama, contohnya hutan adatulayat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
116
Tabel 4.15. Pemilikan Lahan Responden Petani Gambir No
Luas Lahan Ha Jumlah Responden Orang
Persen
1 Milik sendiri
33 25.8
2 Menyewa
5 4.7
3 Tanah Ulayat
89 69.5
Total 128
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
Tabel 4.15 menunjukkan responden mempunyai lahan komoditas gambir merupakan tanah ulayat sebanyak 89 responden 69,5, selebihnya merupakan
lahan dengan status milik sendiri dan menyewa.
b. Luas Lahan Gambir
Berdasarkan pemilikan lahan perlu diteliti untuk mengetahui luas lahan masing-masing responden dan menganalisa pengaruh luas lahan terhadap
produksi. Luas lahan yang dimiliki responden pada penelitian ini berkisar antara 0,4
– 2,5 ha. Komposisi pemilikan lahan berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 4.16
Tabel 4.16. Luas Lahan Responden Petani Gambir No
Luas Lahan Ha Jumlah Responden Orang
Persen
1 – 5
11 8,59
2 5
– 1 48
37,50 3
1 – 1,5
41 32,03
4 1,5
– 2 19
14,48 5
2 - 2.5 9
7,03
Total 128
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
117 Dari tabel 4.16 diperoleh luas lahan sampai dengan 0,5 ha sebanyak 8,59
responden, rata-rata luas lahan responden 1.14 ha.
Tabel 4.17. Luas Lahan Responden Petani Gambir No
Luas Lahan Ha Jumlah Responden Orang
Persen
1 1,14
66 51.6
2 ≥ 1,14
62 48.4
Total 128
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
Tabel 4.17 menunjukkan responden memiliki lahan luas tanaman gambir dibawah rata-rata luas lahan seluruh responden adalah sebanyak 66 responden
51,6, sedangkan responden memiliki lahan luas tanaman gambir di atas atau sama dengan rata-rata luas lahan seluruh responden adalah sebanyak 62 responden
48,4
c. Lama Bertani Gambir
Komposisi responden menunjukkan lamanya bertani gambir antara 5 sampai 30 tahun.
Tabel 4.18. Komposisi Responden berdasarkan Lama Bertani Gambir No
Lama Bertani Tahun Jumlah Responden Orang
Persen
1 5-10
66 51,66
2 10-15
27 21,09
3 15-20
13 10,16
4 20-25
11 8,59
5 25-30
11 8,59
Total 128
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
118 Tabel 4.18 menunjukkan umumnya responden telah bertani gambir selama
5-10 tahun sebanyak 66 responden 51,6, sementara itu, ada responden yang telah bertani gambir selama 25-30 tahun sebanyak 11 responden 8,59, yaitu
petani yang telah menjadikan komoditi gambir sebagai pertanian yang dikelola secara terus-menerus.
4.3.2. Penyerapan Tenaga Kerja dalam Komoditas Gambir
Komoditas gambir di Kabupaten Pakpak Bharat terdiri dari 3 tiga jenis produk, yaitu: daun, gembir basah bubur dan gambir kering bongkahan.
Pengelompokan tenaga kerja yang diserap berdasarkan nilai rata-rata mean dari seluruh data yang diperoleh dari seluruh responden. Variasi penyerapan tenaga
kerja untuk setiap jenis produk gambir pada 128 responden, sebagaimana diuraikan berikut ini.
Tabel 4.19. Penyerapan Tenaga Kerja Pertanian Gambir No
Jumlah Tenaga Kerja hok Jumlah Responden Orang Persen
1 120 hokha 66
51.6 2
≥ 120 hokha 62
48.4
Total 128
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
Tabel 4.19 menunjukkan umumnya responden yang menggunakan tenaga kerja kurang dari nilai rata-rata 120 hokha dalam pertanian gambir sampai
produksi daun sebanyak 66 responden 51,6, sementara itu yang menggunakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
119 tenaga kerja sama dengan dan lebih dari rata-rata tenaga kerja sebanyak 62
responden 48,4.
4.3.3. Produksi Gambir
Produksi gambir di Kabupaten Pakpak Bharat bervariasi antar 128 responden, karena luas lahan yang diusahai juga bervariasi. Data penelitian
menunjukkan rata-rata produksi gambir sebanyak 19.893 kgtahun dalam produk daun. Pengelompokan produksi gambir berdasarkan nilai rata-rata mean dari
seluruh data yang diperoleh dari seluruh responden. Variasi produksi gambir dari 128 responden, seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.20. Produksi Gambir No
Produksi Kgha Jumlah Responden Orang Persen
1 19.893 kgha
66 51.6
2 ≥ 19.893 kgha
62 48.4
Total 128
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
Tabel 4.20 menunjukkan umumnya responden dengan produksi kurang dari rata-rata produksi 19.893 kgha sebanyak 66 responden 51,6, sedangkan
responden dengan produksi sama dengan atau di atas rata-rata produksi sebanyak 62 responden 48,4.
Menurut Sa’id 2006, permasalahan utama gambir saat ini adalah rendahnya produktifitas dan mutu produk, akibat dari cara budidaya dan proses
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
120 pasca panenpengolahan yang belum optimal serta minimnya dukungan teknologi.
Gambir seharusnya dapat diolah menjadi berbagai produk turunannya yang mempunyai nilai tambah yang sangat besar yaitu gambir murni. Berbagai sediaan
obat dan kosmetik juga telah diformulasi dari produk turunan gambir, antara lain: tablet antidiare, kapsul untuk haemorhoid, tablet isap, tablet buih, obat kumur, gel
dan krim untuk antiacne dan antiaging, shampo untuk antiketombe, pasta gigi, sabun transparan. Selain itu juga telah dicoba memanfaatkan gambir dan
turunannya sebagai pengawet kayu, pereaksi logam, dan tinta pemilu Bachtiar, 2001.
Studi Evalia et al, 2009 menemukan bahwa bila tanaman gambir yang diusahakan sesuai dengan teknik budidayanya, maka tanaman akan menghasilkan
produksi rata-rata 0,6 tonhapanen. Secara normal tanaman gambir panen sekali empat bulan atau tiga kali panen per tahun, maka produksi optimal gambir adalah
1,8 tonhatahun.
4.3.4. Pendapatan Petani Gambir
Pengukuran pendapatan petani gambir di Kabupaten Pakpak Bharat menggunakan indikator penerimaan petani dari penjualan produk gambir untuk
seluruh jenis produk, kemudian dikurangi dengan biaya input yang digunakan mulai dari pembukaan lahan sampai panen. Pengelompokan pendapatan yang
diterima petani berdasarkan nilai rata-rata mean dari seluruh data yang diperoleh dari seluruh responden. Variasi pendapatan petani gambir yang ditanyakan kepada
128 responden, seperti pada tabel berikut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
121
Tabel 4.21. Pendapatan Petani Gambir No
Pendapatan Rp Jumlah Responden Org Persen
1 Rp 21.518.086ha
66 51.6
2 ≥ Rp 21.518.086ha
62 48.4
Total 128
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011 Tabel 4.21 menunjukkan umumnya responden dengan pendapatan kurang
dari rata-rata pendapatan sebesar Rp 21.518.086 ha dari pertanian gambir sebanyak 66 responden 51,6, sedangkan responden dengan pendapatan sama
dengan atau di atas rata-rata pendapatan sebanyak 62 responden 48,4. Sesuai studi Oka dan Achmad 2005 tentang Kontribusi Hasil Hutan
Bukan Kayu Terhadap Penghidupan Masyarakat Hutan: studi kasus di Dusun Pampli Kabupaten Luwu Utara, menyimpulkan bahwa kontribusi HHBK terhadap
kehidupan masyarakat hutan Dusun Pampli selain sangat berarti secara ekonomi juga lebih merata dibandingkan dengan kayu. Manfaat dari kayu hanya dinikmati
oleh masyarakat tertentu saja, yaitu mereka yang memiliki modal paling kurang satu unit chainsaw. Karena HHBK dapat memenuhi kebutuhan masyarakat kapan
pun mereka kehendaki, ada kecenderungan bahwa masyarakat Dusun Pampli menjadi manja, tidak berupaya melestarikan HHBK tempatnya bergantung hidup
dan tidak merencanakan masa depannya dengan baik, sehingga mereka terbelenggu dalam kemiskinan.
Sesuai dengan studi Kadir 2005 tentang Pengembangan sosial forestry di SPUC Borisallo : Analisis sosial ekonomi dan budaya masyarakat,
menyimpulkan bahwa faktor yang dapat mendukung pengembangan social forestry di kawasan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
122 tersebut adalah tingginya persentase usia kerja produktif masyarakat, pekerjaan
utama petani, potensi tenaga kerja keluarga, persepsi masyarakat terhadap kawasan, dan
adanya partisipasi masyarakat dalam menjaga kawasan hutan. Namun demikian pendapatan yang diperoleh masyarakat dari meggarap lahan di SPUC Borisallo
belum mampu mangangkat masyarakat dari garis kemiskinan sehingga diperlukan
upaya- upaya yang dapat meningkatkan produktivitas lahan.
Menurut Soedarsono 1998 bahwa tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang digunakan didalam melaksanakan proses produksi. Dalam
proses produksi tenaga kerja memperoleh pendapatan sebagai balas jasa dari usaha yang telah dilakukannya yakni upah. Maka pengertian permintaan tenaga
kerja disini diartikan sebagai jumlah tenaga kerja yang diminta oleh pengusaha pada berbagai tingkat upah.
Permintaan pengusaha terhadap faktor produksi berlainan dengan permintaan konsumen terhadap barang dan jasa. Seseorang membeli barang
karena barang itu memberikan manfaat utility pada pembeli. Akan tetapi pengusaha menggunakan tenaga kerja karena tenaga kerja itu membantu
memproduksi barang dan jasa untuk dijual kepada konsumen. Dengan kata lain pertambahan permintaan terhadap tenaga kerja, tergantung dari permintaan
masyarakat terhadap barang yang diproduksinya. Permintaan tenaga kerja akan tenaga kerja yang seperti itu disebut derived demand..
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
123 Studi Roufiq et al 2007, menemukan bahwa proses pengolahan daun
menjadi gambir dilakukan dalam pabrik pengolah yang terletak di kebun petani yang
berlokasi jauh dari rumah petani. Umumnya masih menggunakan alat pengolahan sederhana, berupa kempa atau kampo yang terbuat dari dua bilah kayu besar
bebentuk huruf V dengan panjang kayu sekitar 3 meter. Penggunaan alat pengolahan serupa ini membutuhkan waktu relatif lama, biaya lebih tinggi dan
membutuhkan beberapa tenaga kerja yang spesifik, seperti tukang kempa, tukang petik dan lain-lain. Mencari tenaga yang spesifik seperti ini sangat sulit dan
mahal.
4.4. Nilam
Komoditas HHBK selanjutnya yang merupakan unggulan di Kabupaten Pakpak Bharat adalah tanaman nilam. Tanaman nilam Pogostemon cablin Benth
merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchouly Oil. Minyak nilam bersama dengan 14 jenis
minyak atsiri lainnya adalah komoditi ekspor menghasilkan devisa. Minyak nilam Indonesia sudah dikenal dunia sejak 65 tahun yang lalu, volume ekspor minyak
atsiri selalu mengalami peningkatan. Indonesia pemasok utama minyak nilam dunia yang mencapai 90.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
124
Gambar 4.3 Tanaman Nilam 4.4.1. Gambaran Umum Responden
Petani nilam yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 66 orang. Gambaran umum responden meliputi umur, lama bermukim, pemilikan
lahan, dan tingkat pendidikan, sebagaimana diuraikan berikut ini.
a. Identitas Responden Petani Nilam 1. Umur
Hasil penelitan menunjukkan bahwa umur responden antara 21 tahun sampai dengan 55 tahun.
Tabel 4.22. Komposisi Umur Responden Petani Nilam No
Umur Tahun Jumlah Responden Orang
Persen
1 21-35
12 18,2
2 36-45
32 48,5
3 46-55
22 33,3
Total 66
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
Tabel 4.22 menunjukkan 48,5 responden berumur 36 –45 tahun, hal ini
menunjukkan bahwa responden terdiri dari masyarakat yang telah memiliki kematangan dan berpengalaman dalam mengelola tanaman nilam.
2. Tingkat Pendidikan