124
Gambar 4.3 Tanaman Nilam 4.4.1. Gambaran Umum Responden
Petani nilam yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 66 orang. Gambaran umum responden meliputi umur, lama bermukim, pemilikan
lahan, dan tingkat pendidikan, sebagaimana diuraikan berikut ini.
a. Identitas Responden Petani Nilam 1. Umur
Hasil penelitan menunjukkan bahwa umur responden antara 21 tahun sampai dengan 55 tahun.
Tabel 4.22. Komposisi Umur Responden Petani Nilam No
Umur Tahun Jumlah Responden Orang
Persen
1 21-35
12 18,2
2 36-45
32 48,5
3 46-55
22 33,3
Total 66
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
Tabel 4.22 menunjukkan 48,5 responden berumur 36 –45 tahun, hal ini
menunjukkan bahwa responden terdiri dari masyarakat yang telah memiliki kematangan dan berpengalaman dalam mengelola tanaman nilam.
2. Tingkat Pendidikan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
125 Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada
Tabel 4.26.
Tabel 4.23. Tingkat Pendidikan Responden Petani Nilam No
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Orang
Persen
1 SD sederajat
10 15,2
2 SMP sederajat
23 34,8
3 SMA sederajat
28 42,4
4 D-III
4 6,1
5 Sarjana
1 1,5
Total 66
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
Tabel 4.23 menunjukkan umumnya responden berpendidikan SMA sederajat sebanyak 28 responden 42,4 dan berpendidikan Sarjana S-I hanya
ada 1 responden 1,5.
3. Lama Bermukim
Responden Petani nilam kabupaten Pakpak Bharat adalah petani yang telah lama tinggal di lokasi penelitian atau dapat dikatakan penduduk asli bukan
pendatang dari luar, akan tetapi akibat harga yang berfluktuasi maka sering kali responden berpindah ke komoditi yang sedang dibutuhkan oleh pasar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
126
Tabel 4.24. Lama Bermukim Responden Petani Nilam No
Lama Bermukim Tahun Jumlah Responden Orang
Persen
1 5-15
12 18,2
2 16-25
23 34,8
3 26-35
31 47,0
Total 66
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
Tabel 4.24 menunjukkan 47,0 responden telah bermukim selama 26 – 35
tahun pada lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa responden terdiri dari masyarakat yang telah lama bermukim dan bertani nilam di lokasi penelitian dan
mengalami perkembangan pertanian nilam. Pada penelitian ini juga ditemukan responden yang lama bermukim antara 5
– 15 tahun sebanyak 12 responden 18,2, yang merupakan penduduk pendatang di lokasi penelitian.
4. Pemilikan Lahan
Pemilikan Lahan nilam sebagian besar adalah lahan dengan status milik sendiri atau Private Property Right hak kepemilikan pribadi.
Tabel 4.25. Kepemilikan Lahan Responden Petani Nilam No
Kepemilikan Lahan Jumlah Responden Orang
Persen
1 Milik sendiri
48 72,7
2 Menyewa
16 24,2
3 Tanah Ulayat
2 3,1
Total 66
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
127 Tabel 4.25 menunjukkan responden mempunyai lahan tanaman nilam
dengan status milik sendiri sebanyak 48 responden 72,7, selebihnya merupakan lahan dengan status menyewa dan tanah ulayat.
Studi Mairi 2005 tentang Sosial Budaya Masyarakat adat Toraja dalam rangka Pelestarian Sumber Daya Hutan, menyatakan bahwa tradisi dan budaya
masyarakat adat Toraja sangat erat kaitannya dengan pengamanan dan pelestarian sumberdaya hutan. Hal ini mendasari timbulnya kesadaran yang membudaya
untuk mengelola hutan adat yang dimiliki secara kolektif
b. Luas Lahan Nilam
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah lahan dari 66 responden adalah 44,8 Ha dengan klasifikasi seperti pada tabel 4.29.
Tabel 4.26. Luas Lahan Responden Petani Nilam No
Luas Lahan Ha Jumlah Responden Orang
Persen
1 1
31 47,0
2 ≥ 1
35 53,0
Total 66
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
Tabel 4.26 menunjukkan responden memiliki lahan luas tanaman nilam dibawah rata-rata luas lahan 1 ha adalah sebanyak 31 responden 47,0,
sedangkan responden memiliki lahan luas tanaman nilam di atas atau sama dengan rata-rata luas lahan adalah sebanyak 35 responden 53,0
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
128
c. Lama Bertani Nilam
Komposisi responden tentang lamanya bertani nilam dapat dilihat pada Tabel 4.27.
Tabel 4.27. Komposisi Responden berdasarkan Lama Bertani Nilam No
Lama Bertani Tahun Jumlah Responden Orang
Persen
1 5-10
43 65,2
2 11-20
18 27,3
3 21-30
5 7,5
Total 66
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
Tabel 4.27 menunjukkan umumnya responden telah bertani nilam selama 5-10 tahun sebanyak 43 responden 65,2, sementara itu, ada responden yang
telah bertani nilam selama 21-30 tahun sebanyak 5 responden 7,5, yaitu petani yang telah menjadikan komoditi nilam sebagai pertanian yang dikelola secara
terus-menerus.
4.4.2. Penyerapan Tenaga Kerja dalam Komoditas Nilam
Jumlah tenaga kerja yang diserap dalam pertanian nilam di Kabupaten Pakpak Bharat rata-rata 61 orang. Pengelompokan tenaga kerja yang diserap
berdasarkan nilai rata-rata mean dari seluruh data yang diperoleh dari seluruh responden. Variasi penyerapan tenaga kerja pada 66 responden, sebagaimana
diuraikan berikut ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
129
Tabel 4.28. Penyerapan Tenaga Kerja Pengolahan Nilam No
Jumlah Tenaga Kerja hok Jumlah Responden Orang Persen
1 61 hokha
31 47,0
2 ≥ 61 hokha
35 53,0
Total 66
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
Tabel 4.28 menunjukkan umumnya responden yang menggunakan tenaga kerja kurang dari nilai rata-rata 61 hokha dalam pertanian nilam sampai
produksi minyak nilam sebanyak 31 responden 47,0, sedangkan yang menggunakan tenaga kerja sama dengan dan lebih dari rat-rata tenaga kerja
sebanyak 35 responden 53,0
4.4.3. Produksi Minyak Nilam
Berdasarkan data penelitian diketahui bahwa produksi minyak nilam di Kabupaten Pakpak Bharat rata-rata 0,21 tonha. Variasi produksi minyak nilam
dari 66 responden seperti pada tabel berikut
Tabel 4.29. Produksi Minyak Nilam No
Produksi tonha Jumlah Responden Orang Persen
1 0,21 tonha
31 47,0
2 ≥ 0,21 tonha
35 53,0
Total 66
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
Tabel 4.29 menunjukkan umumnya produksi minyak nilam kurang dari rata-rata produksi 0,21 tonha sebanyak 31 responden 47,0, sementara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
130 responden yang memperoleh minyak nilam sama dengan dan lebih dari rata-rata
sebanyak 35 responden 53,0. Produksi pertanian nilam dipengaruhi oleh perawatan, pemupukan, luas
lahan hingga ke proses penyulingan kukus untuk menghasilkan minyak nilam. Umumnya masyarakat menyuling daun nilam yang sudah dikeringkan ke tempat
penyulingan masyarakat setempat dan koperasi. Biaya produksi untuk menyuling daun nilam menjadi minyak nilam rata-rata 10 dari harga per kg penjualan
minyak nilam. Permasalahan yang dihadapi petani nilam di Kabupaten Pakpak Bharat
untuk menghasilkan minyak nilam adalah keterbatasan dalam proses penjualan yang sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga minyak nilam di pasaran. Terjadinya
fluktuasi harga perlu ditangani melalui dukungan kepada petani nilam sehingga harga jual minyak nilam tetap memberikan keuntungan ekonomi yang sesuai
dengan biaya produksi yan g telah dikeluarkan petani selama proses produksi.
4.4.4. Pendapatan Petani Nilam
Pengukuran pendapatan petani nilam di Kabupaten Pakpak Bharat menggunakan indikator penerimaan petani dari penjualan produk nilam untuk
seluruh jenis produk, kemudian dikurangi dengan biaya input yang digunakan mulai dari pembukaan lahan sampai dihasilkan minyak nilam. Pengelompokan
pendapatan yang diterima petani berdasarkan nilai rata-rata mean dari seluruh data yang diperoleh dari seluruh responden. Variasi pendapatan petani nilam yang
ditanyakan kepada 66 responden, seperti pada tabel berikut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
131
Tabel 4.30. Pendapatan Petani Nilam No
Pendapatan Rpha Jumlah Responden Org Persen
1 Rp 77.830.000ha 31
47,0 2
≥ Rp 77.830.000ha 35
53,0
Total 66
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011
Tabel 4.30 menunjukkan umumnya responden dengan pendapatan kurang dari rata-rata pendapatan Rp. 77.830.000ha dari pertanian nilam sebanyak 31
responden 47,0, sedangkan responden dengan pendapatan sama dengan atau di atas rata-rata pendapatan sebanyak 35 responden 53,0.
Menurut Baharuddin dan Taskirawati 2009, bahwa Ciri ekonomi mata pencaharian masyarakat di pedesaan, terutama di negara-negara berkembang
adalah suatu keberagaman. Masayarakat desa mengandalkan pemanfaatan langsung hasil pertanian dan hutan serta berbagai sumber pendapatan lainnya
yang dihasilkan dari penjualan hasil hutan atau dari upah bekerja. Berdasarkan tingkat pendapatan tunai rumah tangga dan proporsi pendapatan dari perdagangan
hasil hutan bukan kayu, maka masyarakat desa yang berkecimpung dalam pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dapat dibagi ke dalam tiga kategori utama
yaitu : 1. Rumah tangga yang bergantung penuh pada sumber daya sekadarnya
pemanfaatan langsung dari hutan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
132 2. Rumah tangga yang menggunakan hasil hutan bukan kayu komersial sebagai
pendapatan tambahan. 3. Rumah tangga yang mendapatkan sebagian besar pendapatan tunainya dari
penjualan hasil hutan bukan kayu.
4.5. Kemenyan
Tanaman kemenyan Styrax benzoin atau dengan nama pasar Benzoin resin termasuk komoditas unggulan di Kabupaten Pakpak Bharat. Komoditas kemenyan
sudah dikenal ratusan tahun sebelum masehi, pada kurun waktu itu, nilai kemenyan sangat tinggi, sebagai pengharum sekaligus untuk sanitasi ruangan. Zat
aktif dalam getah kemenyan, yakni 2-fiydroxy-2-phenylacetophenone, dan hydrocarbon styrene; berkemampuan untuk membunuh aneka bakteri dan kuman
yang berada dalam ruangan dan menempel pada rambut serta pakaian. Itulah sebabnya pada zaman itu, kemenyan banyak digunakan sebagai pengharum
rambut, pakaian, dan ruangan; yang sekaligus dimaksudkan sebagai pembunuh kuman.
Pohon kemenyan dikenal dalam beberapa jenis yakni Pohon kemenyan durame, dan pohon kemenyan toba. Kemenyan durame dimana pohon kemenyan
durame sudah bisa disadap getahnya pada umur 6 - 7 tahun. Sementara kemenyan toba, baru layak sadap pada umur antara 10 - 13 tahun. Kemenyan durame
maupun toba, paling banyak dihasilkan di pulau Sumatera, khususnya di Sumatera Utara, dengan konsentrasi di Kabupaten Tapanuli Utara, Dairi Pakpak Bharat dan
Humbang Hasundutan . Selama ini kemanyan lebih banyak dihasilkan dari pohon
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
133 genus Styrax yang banyak tumbuh secara liar di hutan-hutan.Kemenyan sangat
berpeluang sebagai komoditas unggulan, asalkan dibudidayakan secara serius berupa Hutan Tanaman Industri HTI. Hingga eksplorasi penyadapan bisa
dilakukan secara lebih intensif, lebih mudah, dan dengan hasil yang lebih tinggi.
Gambar 4.3. Pohon Kemenyan
Pohon kemenyan, baik Styrax Benzoine maupun Styrax Sumatrana, mampu hidup lebih dari 100 tahun. Hingga sekali tanam, paling sedikit pohon kemenyan
akan terus berproduksi selama sekitar 90 tahun. Menyadap pohon kemenyan sama dengan menyadap pinus maupun damar. Bedanya, menyadap kemenyan tidak
memerlukan wadah sebagai penampung getah. Resin yang keluar dari luka bacokan pada kulit batang, harus dibiarkan meleleh dan tetap melekat di kulit
batang tersebut. Pada perlukaan pertama, kulit batang akan mengeluarkan resin putih. Resin pertama ini baru bisa diambil sekitar tiga bulan setelah perlukaan,
dan disebut tahirSidukabi atau mata zam-zam.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
134
4.5.1. Gambaran Umum Responden Petani Kemenyan
Petani kemenyan yang menjadi responden penelitian ini sebanyak 45 orang. Gambaran umum responden meliputi umur, lama bermukim, pemilikan
lahan, dan tingkat pendidikan, sebagaimana diuraikan berikut ini.
a. Identitas Responden Petani Kemenyan 1. Umur
Hasil penelitan menunjukkan bahwa umur responden antara 21 tahun sampai dengan 55 tahun.
Tabel 4.31. Komposisi Umur Responden Petani Kemenyan No
Umur Tahun Jumlah Responden Orang
Persen
1 21-35
8 17,8
2 36-45
16 35,6
3 46-55
21 46,7
Total 45
100,0
Sumber: Diolah dari Data Primer 2011 Tabel 4.31 menunjukkan 46,7 responden berumur 46
–55 tahun, hal ini menunjukkan bahwa responden terdiri dari masyarakat yang telah berpengalaman
dalam mengelola tanaman kemenyan.
2. Tingkat Pendidikan