Purwaka Hadi, 2012 Model Konseling Positive Peer Culture Untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Siswa Tunanetra Di
Sekolah Inklusif Universitas Pendidikan Indonesia
| Repository.Upi.Edu
98
yaitu keterampilan sosial awal, keterampilan sosial lanjut, dan ditambahkan oleh Cooks, 2003 Samad, 2007: 3 yaitu unsur keterampilan sosial reseptif dan
ekspresif, meliputi: kemampuan mengenalkan diri introducing yourself, kemampuan melakukan percakapan making conversation, menjadi pendengar
yang baik be a good listener, kemampuan memberi pujian give compliments, dan kemampuan menunjukkan empati show empathy, yang penting
dikembangkan dalam membangun interaksi sosial dengan orang lain. Secara operasional, indikator konkrit keterampilan interaksi sosial siswa
tunanetra di sekolah inklusif diwujudkan dalam bentuk keterampilan sosial awal: mendengarkan, memulai percakapan, menikmati percakapan, mengajukan
pertanyaan, mengucapkan terimakasih, memperkenalkan diri, memperkenalkan orang lain, dan memberi pujian. Keterampilan sosial lanjut: meminta bantuan
kerjasama, memberi instruksi, mengikuti instruksi, meminta maaf, dan meyakinkan orang lain. Unsur keterampilan sosial reseptif dan ekspresif yang
lain, meliputi: kemampuan mengenalkan diri introducing yourself, kemampuan melakukan percakapan making conversation, menjadi pendengar yang baik be a
good listener, kemampuan memberi pujian give compliments, dan kemampuan menunjukkan empati show empathy, yang penting dikembangkan dalam
membangun interaksi sosial dengan orang lain.
3. Konseling positive peer culture PPC.
Secara konseptual, menurut Vorrath 1985: 9 PPC mengharapkan bahwa seseorang akan menghentikan perilaku tidak responsif pada yang lain dan mulai
membantu orang yang lain, PPC berusaha untuk membangun suatu iklim yang
Purwaka Hadi, 2012 Model Konseling Positive Peer Culture Untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Siswa Tunanetra Di
Sekolah Inklusif Universitas Pendidikan Indonesia
| Repository.Upi.Edu
99
ditandai oleh kepercayaan dan keterbukaan, dan orang yang dibantu dan masuk dalam kelompok PPC tidak ditempatkan sebagai terdakwa atau orang sakit,
melainkan ia pada hakekatnya adalah dalam proses bantuan, dan peer group nya menunjukkan perhatian yang baik. Adalah aktivitas kelompok sebaya yang
ditandai oleh persatuan association dan kerjasama tatap muka yang bersifat intim yang benar-benar menyentuh aspek kesiapan psikologis. Snell 2000: 52
menyampaikan bahwa fokus konseling dengan positive peer culture PPC adalah membantu dan mengawasi klien untuk dapat mengembangkan harga diri self-
worth, berarti, bermartabat, dan tanggung jawab, agar menjadi merasa terikat dengan nilai-nilai yang positif dalam hubungan dengan orang lain. Azas konselor
PPC adalah harus mempedulikan hubungan antar pribadi, berhadapan dengan konseli, dan penuh cinta dalam membantu.
Secara operasional, pendekatan pembentukan kelompok PPC dengan mengikuti langkah-langkah Snell, 2000: 54, sebagai berikut: a Selubung
casing, para siswa teman sebaya kelompok peer mencari informasi tentang suatu
hal satu sama lain, b Batas Uji Limit Testing, siswa kelompok peer
mengungkapkan kepribadian dan perilaku sebenarnya, mengungkapkan pernyataan dan perasaan diri dalam kelompok, siswa kelompok peer mulai
mengenali permasalahan diri sendiri, c Polarisasi yang bernilai Polarization of Values, sering terjadi perdebatan dalam kelompok, siswa bermasalah
memutuskan benar-benar ingin berubah, mengembangkan tujuan sesuai saran- saran kelompok, sistem nilai baru telah terikat dengan suatu perasaan dan
pengertian yang kuat tentang kesetiakawanan dan mulai terbentuk identitas
Purwaka Hadi, 2012 Model Konseling Positive Peer Culture Untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Siswa Tunanetra Di
Sekolah Inklusif Universitas Pendidikan Indonesia
| Repository.Upi.Edu
100
kelompok, d Budaya teman sebaya positif positive peer culture, siswa kelompok peer memiliki kekuatan yang kompak, mewujudkan sistem nilai
kepedulian timbal balik dan berhubungan, mempercayai kepemimpinan dan siswa ada keinginan menghadapi masalah mereka secara individu. Indikator sudah
terbentuknya suatu kelompok positive peers, oleh Snell 2000: 32 ditunjukkan oleh hal-hal sebagai berikut: 1 Peningkatan toleransi mereka terhadap orang
lain; 2 Belajar untuk bersimpati kepada siswa yang memiliki kecacatan berkebutuhan khusus; 3 Meningkatkan konsep diri mereka; 4 Lebih sadar akan
prasangka orang lain; 5 Mengembangkan prinsip pribadi yang baru dengan memahami kelebihan dan kekurangan orang lain;6 Membangun persahabatan;
7 Belajar untuk memperhatikan orang lain yang adalah berbeda; 8 Mereka cukup rendah hati; 9 Meningkatkan refleksi diri dan melihat tindakan sendiri
dalam pandangan berbeda.
Teknik konseling yang digunakan untuk memberi bantuan meningkatkan interaksi sosial dengan pendekatan Positive Peer Culture PPC adalah dengan
mengaplikasikan teknik-teknik konseling behavioral. Model konseling Positive Peer Culture PPC untuk meningkatkan interaksi sosial bagi siswa tunanetra di
sekolah inklusif ini menggunakan teknik yang disesuaikan dengan problem tingkah laku yang dialami klien siswa tunanetra serta jenis kemampuan interaksi
sosial yang akan dikembangkan, yaitu menggunakan teknik pembentukan perilaku model dan teknik Assertive Training.
Purwaka Hadi, 2012 Model Konseling Positive Peer Culture Untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Siswa Tunanetra Di
Sekolah Inklusif Universitas Pendidikan Indonesia
| Repository.Upi.Edu
101
C. Pengembangan Alat Pengumpul Data Instrumen Penelitian