Penilaian MPV dan Agregasi Trombosit pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2

(1)

PENILAIAN MPV DAN

AGGREGASI TROMBOSIT

PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2

TESIS

MALAYANA RAHMITA NASUTION 08711013/PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS ILMU PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

2013


(2)

PENILAIAN MPV DAN AGREGASI TROMBOSIT PADA

PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Patologi Klinik / M. Ked (Clin.Path) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

MALAYANA RAHMITA NASUTION

08711013/PK

PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS ILMU PATOLOGI KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

2013


(3)

Judul Tesis : Penilaian MPV dan Agregasi Trombosit pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2

Nama Mahasiswa : Malayana Rahmita Nasution Nomor Induk Mahasiswa : 087111013

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Patologi Klinik

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I

Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp.PK-KH

Pembimbing II

DR. Dr. Dharma Lindarto, Sp. PD-KEMD

Disahkan oleh :

Ketua Departemen Patologi Klinik Ketua Program Studi Departemen FK-USU/RSUP H. Adam Malik Patologi Klinik FK-USU/

Medan RSUP H. Adam Malik Medan

Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp.PK-KH

NIP. 19491011 1979 01 1 001 NIP. 1948711 1979 03 2 001

Prof.DR.dr.Ratna Akbari Gani, Sp.PK-KH


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 17 Oktober 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp. PK-KH ...

Anggota : 1. Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, Sp.PK-KH ...

2. DR. dr. Dharma Lindarto, Sp. PD-KEMD ...

3. Prof. Herman Hariman, Ph.D, Sp. PK-KH ...

4. dr. Ricke Loesnihari, MKed (ClinPath), Sp.PK-K ...


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta atas ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik di bidang Ilmu Patologi Klinik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Selama penulis mengikuti pendidikan dan proses penyelesaian penelitian untuk karya tulis ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, petunjuk, bantuan dan pengarahan serta dorongan baik moril dan materil dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan karya tulis ini.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

1. Prof. dr. Adi Koesoema Aman, Sp. PK – KH selaku pembimbing dan Ketua Departemen Patologi Klinik FK USU yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran – saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. Prof. DR. dr. Ratna Akbari Ganie, Sp.PK – KH sebagai Ketua Program Studi di Departemen Patologi Klinik FK USU yang telah memberikan bantuan dan masukan dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

3. DR. dr. Dharma Lindarto, Sp.PD – KEMD sebagai pembimbing II dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP. H. Adam Malik Medan yang sudah memberikan bimbingan, bantuan serta saran – saran mulai dari penyusunan proposal sampai selesainya tesis ini.


(6)

4. Prof. dr. Herman Hariman, PhD, Sp.PK – KH selaku Sekretaris Departemen Patologi Klinik FK USU yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran – saran selama saya mulai pendidikan sampai dengan selesainya penulis tesis ini.

5. dr. Ricke Loesnihari, M.Ked (Clin Path), Sp.PK(K) selaku Sekretaris Program Studi di Departemen Patologi Klinik FK USU yang telah memberikan bimbingan dan sumbangan pemikiran sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Prof. dr. Burhanuddin Nasution, Sp.PK-KN, KGEH yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama pendidikan dan menyelesaikan penulisan tesis ini.

7. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), Sp.A(K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Magister Kedokteran Klinik di bidang Patologi Klinik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Patologi Klinik di FK USU.

8. Dekan FK USU, Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Magister Kedokteran Klinik di bidang Patologi Klinik dan PPDS Patologi Klinik di FK USU.

9. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan selama di rumah sakit.

10. Kepada para dosen saya dr. Muzahar, DMM, Sp.PK-K, (Alm) dr. Ardjuna, Sp.PK-K, dr. Zulfikar Lubis, Sp.PK-K, dr. Ozar Sahnuddin, Sp.PK-K, dr. Nelly E. Samosir, Sp.PK, dan dr. Ida Adhayanti, Sp.PK yang telah mengajarkan dan memberikan pengarahan selama saya mengikuti pendidikan dan penyelesaian tesis ini.

11. Teman-teman seangkatan saya yang tidak mungkin saya lupakan, Yulia Ramdhani, Gede Wardhana, Renatha, Triana dan lainnya, beserta Yasmine Mashabie, Tutut, Nindia, Hafizah, Budi D. Sembiring, Fernando, yang selalu saling menjaga silahturahmi dan mendukung dalam suka dan duka, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama ini.


(7)

12. Seluruh teman sejawat PPDS Patologi Klinik FK USU beserta para analis di RSUP H. Adam Malik Medan yang telah banyak membantu dan mengajarkan saya, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

13. Teristimewa kepada orang tua saya, Ibunda dan Ayahanda H. Siti Asmawati Lubis dan Prof. dr. Burhanuddin Nst, SpPK-KN, bapak dan ibu mertua saya drg. Eddy Anwar Ketaren, SpBM dan drg. Dewi Anggraini yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan dan semangat kepada saya untuk terus belajar.

14. Kepada suami saya tercinta dr. Aga Shahri Putera Ketaren, SpOT yang telah mendampingi saya dengan penuh pengertian, perhatian dan kasih sayang, memberikan motivasi dan pengorbanan selama saya mengikuti pendidikan hingga saya menyelesaikan pendidikan ini. Juga untuk anak-anakku terkasih Ayla Afifah Hadya Ketaren dan Affan Ahmad Haadi Ketaren yang selalu menjadi penyejuk hati dalam suka dan duka.

15. Kepada abang saya dr. Syafrizal Amin Nst, dr. Andre Pasha Ketaren, SpJP, dan Iman Mahlil Lubis, ST, kakak saya dr. Iridha Wahyumi dan dr. Devira Zahara, SpTHT-KL dan adik-adik saya dr. Arfian Amin Nst, dr. Alia Namira Ketaren, dan Fahri Amin Nst yang senantiasa memberikan dukungan kepada saya. Kepada para keponakan saya, Aisyah, Sissy dan Khansa serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, motivasi cinta dan kasih sayang, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kasih sayang dan karunia-Nya kepada kita semua dan segala budi baik yang telah diberikan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah yang Maha Kuasa.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin, Wassalamualaikum Wr. Wb.


(8)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Tesis ... i

Lembar Penetapan Panitia Penguji ... ii

Ucapan Terima Kasih ... iii

Daftar Isi ... Daftar Singkatan ... vi

Daftar Gambar ... vii

Daftar Tabel ... viii

Daftar Lampiran ... ix

Abstrak ... x

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Hipotesis Penelitian ... 3

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum ... 3

1.4.2. Tujuan Khusus ... 3

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bidang Penelitian ... 4

1.5.2. Bidang Akademik ... 4

1.5.3. Untuk Peneliti ... 4


(9)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Mellitus

2.1.1. Defenisi ... 5

2.1.2. Klasifikasi ... 5

2.1.3. Epidemiologi ... 6

2.1.4. Diagnosis ... 7

2.1.5. Patofisiologi ... 8

2.1.5.1. Metabolisme abnormal ... 8

2.1.5.2. Sekresi insulin berkurang ... 10

2.1.5.3. Peningkatan produksi glukosa hepatik dan lipid ... 11

2.1.6. Komplikasi ... 12

2.2. Trombosit 2.2.1. Produksi Trombosit ... 14

2.2.2. Morfologi ... 14

2.2.3. Fungsi Trombosit ... 15

2.2.4. Pembentukan Sumbat Trombosit ... 16

2.2.4.1. Adhesi Trombosit ... 16

2.2.4.2. Aggregasi Trombosit ... 17

2.2.4.3. Reaksi Pembebasan ... 18

2.2.4.4. Aktifitas Prokoagulan Trombosit ... 19

2.2.4.5. Aggregasi Trombosit Ireversibel ... 20

2.2.5. Trombosit pada Diabetes Mellitus ... 20

2.3. Tes Fungsi Trombosit ... 23

2.3.1. Light Transmission Aggregometer (LTA) ... 23

2.3.1.1. Prinsip Pemeriksaan ... 23

2.3.1.2. Variabel Pemeriksaan Aggregasi Trombosit ... 26

2.3.1.2.1. Venapuncture ... 26


(10)

2.3.1.2.3. Tabung Kaca vs Tabung Plastik ... 27

2.3.1.2.4. Koreksi Jumlah Trombosit ... 27

2.3.1.2.5. Kontaminasi Sel Darah Merah, Hemolisis dan Lipemia ... 28

2.3.1.2.6. Fibrinogen ... 28

2.3.1.2.7. pH ... 28

2.3.1.2.8. Suhu ... 28

2.3.1.2.9. Kecepatan Putaran Aggregasi ... 29

2.3.1.2.10. Batasan Waktu pada Aggregasi Trombosit ... 29

2.3.1.3. Agonis ... 30

2.3.1.4. Obat-obatan yang Mempengaruhi Aggregasi Trombosit ... 32

2.3.2. Mean Platelet Volume (MPV) ... 35

2.3.3. Kerangka Teori ... 36

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian ... 37

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

3.4. Sampel Penelitian 3.4.1. Cara Pengambilan Sampel Penelitian ... 37

3.4.2. Besar Sampel ... 37

3.5. Kriteria Penelitian 3.5.1. Kriteria Inklusi ... 38


(11)

3.6. Identifikasi Variabel

3.6.1. Variabel Bebas ... 39

3.6.2. Variabel Terikat ... 39

3.7. Kerangka Konsep ... 39

3.8. Definisi Operasional ... 39

3.9. Cara Kerja 3.9.1. Pengambilan Sampel ... 41

3.9.2. Pengolahan dan Pemeriksaan Sampel ... 41

3.9.3. Pemantapan Kualitas ... 43

3.10. Masalah Etika (Ethical Clearance) dan Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) ... 45

3.11. Rencana Pengolahan dan Analisis Data ... 45

3.12. Kerangka Kerja ... 46

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 47

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 51

5.2 Korelasi MPV dengan Aggregasi Trombosit pada Kelompok Diabetes Mellitus Tipe 2 Terkontrol ... 52

5.3 Korelasi MPV dengan Aggregasi Trombosit pada Kelompok Diabetes Mellitus Tipe 2 Tidak Terkontrol ... 53


(12)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 54 6.2 Saran ... 54


(13)

DAFTAR SINGKATAN

DM : Diabetes Mellitus

HSP : Hexosamine Synthesis Pathway

ADP : Adenosine Diphosphate

LTA : Light Transmission Aggregometer

MPV : Mean Platelet Volume

OGTT : Oral Glucose Tolerance Test ADA : American Diabetes Association

IGT : Impaired Glucose Tolerance

AGE : Advanced Glycation End Product VLDL : Very Low Density Lipoprotein

GP : Glikoprotein

PRP : Platelet-rich Plasma

PPP : Platelet-poor Plasma

DMT : Diabetes Mellitus Tipe 2 Terkontrol DMTT : Diabetes Mellitus Tipe 2 Tidak Terkontrol


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema Sederhana Jalur Sintesis Hexosamine ... 9

Gambar 2.2. Patofisiologi Diabetes Mellitus Tipe 2 ... 11

Gambar 2.3. Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2 ... 13

Gambar 2.4. Gambaran Skematik Morfologi Trombosit ... 15

Gambar 2.5. Fungsi Normal Trombosit ... 16

Gambar 2.6. Mekanisme Terjadinya Disfungsi Endotel pada Diabetes Mellitus ... 22

Gambar 2.7. Respon Trombosit yang Diukur dalam Cuvette Aggregometer ... 24

Gambar 2.8. Perhitungan Persentasi Aggregasi Trombosit ... 25

Gambar 2.9. Tahapan Aggregasi Trombosit ... 25


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kriteria Diagnosa untuk Diabetes ... 8

Tabel 3.1 Scale Set Aggregasi Trombosit ... 44

Tabel 4.1 Data Demografi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 47

Tabel 4.2 Karakteristik Subjek Penelitian ... 48

Tabel 4.3 Korelasi MPV dengan Aggregasi Trombosit pada Kelompok DM Tipe 2 Terkontrol ... 49

Tabel 4.4 Korelasi MPV dengan Aggregasi Trombosit pada Kelompok DM Tipe 2 Terkontrol ... 50


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian Lampiran 2 Formulir Data Pasien

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan Lampiran 4 Ethical Clearence


(17)

PENILAIAN MPV DAN AGGREGASI TROMBOSIT PADA PENDERITA

DIABETES MELLITUS TIPE 2

Malayana R. Nst,(1) Adi Koesoema Aman,(1) Dharma Lindarto,(2)

1

Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan

2

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Objektif: Mengetahui perbedaan nilai MPV dan aggregasi trombosit pada penderita DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol.

Metode: Penelitian dilakukan secara potong lintang pada 22 orang penderita DM tipe 2 terkontrol dan 28 orang penderita DM tipe 2 tidak terkontrol periode Juni hingga Agustus 2013. Sampel darah puasa diperiksa darah lengkap, HbA1c, TG, dan aggregasi trombosit.

Hasil: Nilai MPV pada kelompok DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol tidak berbeda bermakna (p=0,598), begitu juga nilai aggregasi trombosit dengan konsentrasi ADP 1µM, 2µM, 5µM, dan 10µM, dengan nilai p secara berurutan p=0,464, p=0,868, p=0,984 dan p=0,401. MPV berkorelasi bermakna dengan aggregasi trombosit di konsentrasi ADP 1µM dan 5µM pada kelompok DM tipe 2 terkontrol (r=0,591; p=0,004 untuk ADP 1µM dan r=0,521; p=0,013 untuk ADP 5µM). MPV berkorelasi bermakna dengan aggregasi trombosit di konsentrasi ADP 2µM pada kelompok DM tipe 2 tidak terkontrol (r=0,405; p=0,033).

Kesimpulan: Tidak dijumpai perbedaan bermakna antara nilai MPV dan aggregasi trombosit pada kelompok DM tipe 2 terkontrol dibanding tidak terkontrol. Terdapat hubungan bermakna antara MPV dengan aggregasi trombosit pada kelompok DM tipe 2 terkontrol.


(18)

MPV AND PLATELET AGGREGATION IN DIABETES MELLITUS TYPE 2

Malayana Rahmita Nasution,(1) Adi Koesoema Aman,(1) Dharma Lindarto,

(

(2) 1

(

) Department of Clinical Pathology, School of Medicine, University of Sumatera Utara/ H.Adam Malik Medan Hospital

2

) Department of Internal Medicine, School of Medicine, University of Sumatera Utara/ H.Adam Malik Medan Hospital

ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus patients often have hypercoagilable blood, as evidenced by the increased coagulation, impaired fibrinolysis, endothelial dysfunction and platelet hyperactivity. Hyperactive platelet is a major determinant of prothrombotic state in DM. By assessing MPV and platelet aggregation, which is a marker of platelet activity, in patients with type 2 DM, is expected to help predict acute events.

Objective : This research aims to know the differences of MPV and aggregation platelet between poor glycemic control and good glycemic control group in type 2 DM patients.

Methods: This cross sectional study was conducted in 22 people with good glycemic control and 28 people with poor glycemic control from June to August 2013. Fasting blood samples were analyzed for CBC, HbA1c, TG and platelet aggregation. MPV and platelet aggregation value were compared between groups using independent t-test.

Results: there is no significant difference in MPV and platelet aggregation between groups (p=0,598, p=0,464 (1µM), p=0,868 (2µM), p=0,984 (5µM), p=0,401 (10µM)). MPV correlate significantly with platelet aggregation at 1µM and 5µM ADP concentration in good glycemic control group (r=0,591; p=0,004 at 1µM ADP dan r=0,521; p=0,013 at 5µM ADP). MPV correlate significantly with platelet aggregation at 2µM ADP concentration in poor glycemic control group (r=0,405; p=0,033).

Conclusion: There was significant differences in MPV and platelet aggregation between groups, but there is a significant correlation between MPV and platelet aggregation in good glycemic control type 2 DM group.


(19)

17

PENILAIAN MPV DAN AGGREGASI TROMBOSIT PADA PENDERITA

DIABETES MELLITUS TIPE 2

Malayana R. Nst,(1) Adi Koesoema Aman,(1) Dharma Lindarto,(2)

1

Departemen Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan

2

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Endokrinologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Objektif: Mengetahui perbedaan nilai MPV dan aggregasi trombosit pada penderita DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol.

Metode: Penelitian dilakukan secara potong lintang pada 22 orang penderita DM tipe 2 terkontrol dan 28 orang penderita DM tipe 2 tidak terkontrol periode Juni hingga Agustus 2013. Sampel darah puasa diperiksa darah lengkap, HbA1c, TG, dan aggregasi trombosit.

Hasil: Nilai MPV pada kelompok DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol tidak berbeda bermakna (p=0,598), begitu juga nilai aggregasi trombosit dengan konsentrasi ADP 1µM, 2µM, 5µM, dan 10µM, dengan nilai p secara berurutan p=0,464, p=0,868, p=0,984 dan p=0,401. MPV berkorelasi bermakna dengan aggregasi trombosit di konsentrasi ADP 1µM dan 5µM pada kelompok DM tipe 2 terkontrol (r=0,591; p=0,004 untuk ADP 1µM dan r=0,521; p=0,013 untuk ADP 5µM). MPV berkorelasi bermakna dengan aggregasi trombosit di konsentrasi ADP 2µM pada kelompok DM tipe 2 tidak terkontrol (r=0,405; p=0,033).

Kesimpulan: Tidak dijumpai perbedaan bermakna antara nilai MPV dan aggregasi trombosit pada kelompok DM tipe 2 terkontrol dibanding tidak terkontrol. Terdapat hubungan bermakna antara MPV dengan aggregasi trombosit pada kelompok DM tipe 2 terkontrol.


(20)

18

MPV AND PLATELET AGGREGATION IN DIABETES MELLITUS TYPE 2

Malayana Rahmita Nasution,(1) Adi Koesoema Aman,(1) Dharma Lindarto,

(

(2) 1

(

) Department of Clinical Pathology, School of Medicine, University of Sumatera Utara/ H.Adam Malik Medan Hospital

2

) Department of Internal Medicine, School of Medicine, University of Sumatera Utara/ H.Adam Malik Medan Hospital

ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus patients often have hypercoagilable blood, as evidenced by the increased coagulation, impaired fibrinolysis, endothelial dysfunction and platelet hyperactivity. Hyperactive platelet is a major determinant of prothrombotic state in DM. By assessing MPV and platelet aggregation, which is a marker of platelet activity, in patients with type 2 DM, is expected to help predict acute events.

Objective : This research aims to know the differences of MPV and aggregation platelet between poor glycemic control and good glycemic control group in type 2 DM patients.

Methods: This cross sectional study was conducted in 22 people with good glycemic control and 28 people with poor glycemic control from June to August 2013. Fasting blood samples were analyzed for CBC, HbA1c, TG and platelet aggregation. MPV and platelet aggregation value were compared between groups using independent t-test.

Results: there is no significant difference in MPV and platelet aggregation between groups (p=0,598, p=0,464 (1µM), p=0,868 (2µM), p=0,984 (5µM), p=0,401 (10µM)). MPV correlate significantly with platelet aggregation at 1µM and 5µM ADP concentration in good glycemic control group (r=0,591; p=0,004 at 1µM ADP dan r=0,521; p=0,013 at 5µM ADP). MPV correlate significantly with platelet aggregation at 2µM ADP concentration in poor glycemic control group (r=0,405; p=0,033).

Conclusion: There was significant differences in MPV and platelet aggregation between groups, but there is a significant correlation between MPV and platelet aggregation in good glycemic control type 2 DM group.


(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG

Diabetes merupakan kelainan metabolisme dari karbohidrat, protein dan lemak yang dihasilkan dari kurangnya ketersediaan insulin atau penurunan efek biologis dari insulin.1 Diabetes mellitus (DM) tipe 2 menggambarkan kondisi hiperglikemia yang menyertai defisiensi insulin relatif daripada mutlak.

Dengan bertambah majunya suatu negara, terjadi perubahan pada lingkungan yang meningkatkan prevalensi obesitas dan menurunkan tingkat aktivitas masyarakat, menyebabkan meningkatnya prevalensi DM tipe 2.

2,3

4,5

Di dunia prevalensi DM meningkat secara dramatis, diperkirakan > 360 juta orang akan menderita diabetes pada tahun 2030.5 Indonesia diperkirakan menjadi peringkat keenam pada tahun 2030 dengan jumlah penderita diabetes dewasa sebanyak 12 juta orang, dengan penderita terbanyak berada pada rentang usia 40-60 tahun.7 Menurut Riskesda 2007 DM menempati urutan ketiga dari penyebab kematian di Indonesia.

Kematian pada pasien DM terutama disebabkan oleh komplikasi aterotrombotik yang mempengaruhi percabangan arteri koroner, serebral dan perifer.

8

9

Pasien-pasien diabetes sering memiliki darah yang hypercoagulable, terbukti dengan meningkatnya koagulasi, gangguan fibrinolisis, disfungsi endotel dan hiperaktifitas trombosit.10-12 Penyimpangan ini menurunkan ambang koagulasi dalam sirkulasi arteri dimana trombus-trombus penghambat menyebabkan kerusakan organ hipoksik. Maka, terlihat jelas bahwa trombosit yang hiperaktif merupakan salah satu penentu utama dari keadaan pretrombotik pada diabetes mellitus.13


(22)

Aktifitas trombosit dapat dinilai dengan menggunakan tes fungsi trombosit. Salah satu tes fungsi trombosit yang sudah banyak digunakan adalah light transmission aggregometry (LTA) yang mengukur aggregasi trombosit pada, dan juga merupakan gold standard dari tes fungsi trombosit.

Aggregasi trombosit terhadap ADP meningkat pada penderita diabetes. Persentase aggregasi trombosit pada penderita DM dengan komplikasi klinis lebih tinggi daripada pasien tanpa komplikasi.

14,15

16 Gϋven dkk mengatakan bahwa aggregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP lebih tinggi pada penderita DM tipe 2 daripada individu sehat (P < 0.05).

Namun, pemeriksaan aggregasi trombosit menggunakan LTA hanya bisa dilakukan di laboratorium tertentu dan pengerjaannya membutuhkan waktu dan kerja intensif, darah segar dan kemampuan untuk menginterpretasikan.

17

18,19

Pada tahun 1996, Bath dkk mengatakan bahwa volume trombosit merupakan penanda dari aktifasi dan fungsi trombosit.

Karena itu, dibutuhkan pemeriksaan yang lebih sederhana, mudah dan murah yang dapat menggambarkan fungsi trombosit.

20

Demikian juga dengan penelitian selanjutnya oleh Bancroft dkk pada tahun 2000, mengatakan bahwa volume trombosit merupakan penanda dan mungkin penentu dari fungsi trombosit karena trombosit besar lebih aktif daripada trombosit berukuran normal.21 Dikatakan juga bahwa volume trombosit yang diukur dengan mean platelet volume (MPV) meningkat pada keadaan tertentu dengan faktor resiko pembuluh darah, seperti hiperkolesterolemia dan diabetes mellitus.

Volume trombosit yang dinilai melalui pemeriksaan mean platelet volume (MPV) merupakan pemeriksaan sederhana, mudah dan murah yang dapat digunakan untuk memprediksi kejadian akut.

20

Beberapa penelitian terdahulu melaporkan nilai MPV lebih tinggi pada pasien diabetes daripada pasien non-diabetes, dan diantara pasien diabetes nilai MPV lebih tinggi pada pasien dengan komplikasi mikrovaskular.

22

22-24


(23)

kontrol kadar gula darah yang buruk berhubungan dengan meningkatnya komplikasi mikro- dan makrovaskular dari diabetes.25 Di tahun 2009, Demirtunc dkk melaporkan terdapat hubungan antara kontrol kadar gula darah yang buruk dengan meningkatnya aktifitas trombosit pada pasien DM tipe 2.

Di Indonesia terutama di Medan, belum ada penelitian yang memeriksa nilai MPV sebagai penanda aktifitas trombosit pada pasien-pasien DM tipe 2. Untuk itu peneliti membandingkan nilai MPV dengan aggregasi trombosit pada penderita DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol.

26

1.2.

RUMUSAN MASALAH

Dengan memperhatikan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah ada perbedaan nilai MPV dengan aggregasi trombosit pada penderita DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol?”

1.3.

HIPOTESIS PENELITIAN

Ada perbedaan nilai MPV pada penderita DM tipe 2 dengan kadar gula darah terkontrol dan tidak terkontrol.

1.4.

TUJUAN PENELITIAN

1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui perbedaan nilai MPV dengan aggregasi trombosit pada penderita DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol.

1.4.2. Tujuan Khusus

1.4.2.1. Mengetahui perbedaan nilai MPV pada penderita DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol.


(24)

1.4.2.2. Mengetahui perbedaan persentasi aggregasi trombosit pada penderita DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol.

1.4.2.3. Melihat korelasi antara nilai MPV dengan persentasi aggregasi trombosit pada penderita DM tipe 2 terkontrol. 1.4.2.4. Melihat korelasi antara nilai MPV dengan persentasi

aggregasi trombosit pada penderita DM tipe 2 tidak terkontrol.

1.5.

MANFAAT PENELITIAN

1.5.1. Bidang Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi data dasar tentang pemeriksaan aggregasi trombosit pada penderita DM tipe 2 di kota Medan, sehingga dapat dipakai pada penelitan selanjutnya.

1.5.2. Bidang Akademik

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan sumbangan kemajuan ilmu pengetahuan khususnya tentang pemahaman pemeriksaan aggregasi trombosit pada penderita DM tipe 2.

1.5.3. Untuk Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai sarana untuk melatih cara berpikir dan membuat suatu penelitian berdasarkan metodologi yang baik dan benar dalam proses pendidikan.

1.5.4. Untuk Masyarakat

Diharapkan dengan mengetahui nilai MPV pada penderita DM tipe 2 terkontrol dan tidak terkontrol maka, pemeriksaan ini mungkin dapat dipakai sebagai penanda aktifitas trombosit mungkin dapat untuk memprediksi kejadian akut pada penderita DM tipe 2.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

DIABETES MELLITUS

2.1.1. Defenisi

Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolisme dari karbohidrat, protein dan lemak yang dihasilkan dari kurangnya ketersediaan insulin atau penurunan efek biologis dari insulin, yang ditandai dengan hiperglikemia.

Diabetes mellitus tipe 2, yang merupakan 90-95% dari populasi diabetes, meliputi individual yang mengalami resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif.

1,2,5

2

2.1.2. Klasifikasi

Klasifikasi dari diabetes meliputi empat golongan klinis: 1. Diabetes tipe 1

3,5

Destruksi sel-β, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute.

A. Immune-mediated B. Idiopathic

2. Diabetes tipe 2

Bervariasi mulai dari resisten insulin dominan disertai defisiensi insulin relative hingga kurangnya sekresi insulin disertai dengan resistensi insulin.

3. Diabetes tipe lain

A. Defek genetik sel-β pancreas B. Defek genetik kerja insulin


(26)

C. Penyakit-penyakit dari eksokrin pancreas (seperti cystic fibrosis)

D. Endokrinopati (akromegali, Cushing’s syndrome, glucagonoma, pheochromocytoma, hyperthyroidism, somatostatinoma, aldosteronoma)

E. Akibat obat-obatan atau zat kimia (seperti pada pengobatan AIDS atau setelah transplantasi organ)

F. Infeksi (rubella kongenital, cytomegalovirus, coxsackie) G. Diabetes imunologis yang jarang (“stiff-person” syndrome,

anti-insulin reseptor antibodi)

H. Sindroma lainnya yang terkadang berkaitan dengan diabetes (Down’s syndrome, Klinefelter’s syndrome, Turner’s syndrome, Wolfram’s syndrome, Huntington’s chorea, Laurence-Moon-Biedl syndrome, myotonic dystrophy, porphyria, Prader-Willi syndrome)

4. Diabetes mellitus gestational (GDM)

2.1.3. Epidemiologi

Prevalensi DM di dunia telah meningkat drastis selama dua dekade terakhir, dari perkiraan 30 juta kasus pada tahun 1985 menjadi 177 juta kasus di tahun 2000. Berdasarkan kecenderungan ini, > 360 juta orang diperkirakan akan menderita diabetes pada tahun 20305,7. Indonesia merupakan negara kedelapan dengan jumlah penderita diabetes dewasa terbanyak di dunia pada tahun 2010, dan diperkirakan menjadi peringkat keenam pada tahun 2030 dengan jumlah penderita diabetes dewasa sebanyak 12 juta orang, dengan penderita terbanyak berada pada rentang usia 40-60 tahun.7 Menurut Riskesda 2007 prevalensi DM di Indonesia adalah 5,7%, dengan jumlah kasus sebanyak 84.473 kasus, dan angka kematian akibat penyakit tidak menular meningkat menjadi 60%, dimana DM menempati urutan ketiga dari penyebab kematian di Indonesia.8


(27)

2.1.4. Diagnosis

Selama beberapa dekade, diabetes didiagnosis berdasarkan kriteria glukosa plasma, baik glukosa plasma puasa atau nilai 2-h 75-g oral 75-glucose tolerance test (OGTT). Pada tahun 1997, kriteria diagnostik direvisi oleh Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus dengan mengobservasi hubungan antara kadar glukosa dan munculnya retinophaty. Analisis itu menghasilkan nilai diagnostik yang baru yaitu ≥126 mg/dl (7.0 mmol/l) untuk glukosa plasma puasa dan ditegaskan dengan nilai glukosa plasma 2 jam setelah puasa ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l). Dengan semakin terstandarisasinya pemeriksaan HbA1C dan hasilnya yang dapat diterapkan pada seluruh populasi, maka ADA menyetujui untuk menggunakan HbA1C sebagai tes untuk mendiagnosa DM dengan nilai ≥6.5% (tabel 1).3

Tabel 2.1. Kriteria Diagnosa untuk Diabetes3

1. A1C ≥6.5%. Pemeriksaan harus dilakukan di laboratorium mengunakan metode yang disertifikasi oleh NGSP dan sesuai standar

pemeriksaan DCCT.*

2. Glukosa Plasma Puasa ≥126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa didefinisikan dengan tidak ada intake kalori selama minimal 8 jam.*

3. Glukosa Plasma Dua-jam ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l) dengan OGTT. Pemeriksaan harus dilakukan sesuai ketetapan WHO, menggunakan glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhydrous yang dilarutkan

dalam air.

4. Pasien dengan gejala klasik dari hiperglikemia atau krisis hiperglikemik, glukosa plasma random ≥200 mg/dl (11.1 mmol/l).


(28)

2.1.5. Patofisiologi

DM tipe 2 dikarakteristikkan dengan sekresi insulin yang terganggu, resistensi insulin, produksi glukosa hepatik yang berlebihan, dan metabolisme lemak abnormal.1,5 Sebagian besar pasien diabetes mellitus tipe 2 memiliki berat badan berlebih.5,27 Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit.4,5,27 Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah, akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak.27 Pada tahap awal, toleransi glukosa akan tetap mendekati-normal, meskipun resistensi insulin, karena sel beta pancreas mengimbanginya dengan meningkatkan produksi insulin. Seiring dengan berkembangnya resistensi insulin dan kompensasi hiperinsulinemia, sel-sel beta pancreas pada individu tertentu tidak dapat mempertahankan kondisi hiperinsulinemia. Impaired Glucose Tolerance (IGT), ditandai dengan meningkatnya glukosa postprandial, akan berkembang. Penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa hepatik memicu timbulnya diabetes dengan hiperglikemia puasa. Akhirnya, kegagalan sel beta dapat terjadi.5

2.1.5.1. Metabolisme Abnormal

Resistensi insulin, menurunnya kemampuan insulin untuk bekerja pada jaringan target (terutama otot, hati dan lemak), merupakan ciri yang menonjol dari DM tipe 2 dan dihasilkan dari kombinasi disposisi genetic dan obesitas. Resistensi insulin mengurangi penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitive-insulin dan meningkatkan keluaran


(29)

glukosa hepatic; efek keduanya menimbulkan hiperglikemia.1,5

Gambar 2.1. Skema sederhana jalur sintesis hexosamine. Panah hitam menunjukkan bahwa aliran kedalam jalur sintesis dapat ditingkatkan dengan meningkatkan glukosa yang masuk

atau menghambar glikolisis.6

Mekanisme tepat bagaimana timbulnya resistensi insulin pada DM tipe 2 belum dapat dijelaskan. Beberapa laboratorium mengusulkan bahwa jalur sintesis hexosamine (HSP) berperan dalam perkembangan resistensi insulin dan komplikasi vaskular pada diabetes. Pada sistem ini terjadi modifikasi protein posttranslational, dimana N-acetylgalactosamine (GlcNAc) diubah menjadi O-linkage GlcNAc), yang bagian modifikasinya (O-GlcNAcylation) berdekatan dengan bagian posporilasi, menunjukkan adanya fungsi regulasi. Fungsi signifikan dari O-GlcNAcylation telah dilaporkan pada beberapa protein, termasuk pada insulin receptor substrates (IRS)-1 dan 2 juga mungkin pada GLUT4. Modifikasi reversibel inilah yang diusulkan oleh banyak peneliti sebagai mekanisme yang menyebabkan peningkatan aktifitas HSP dapat menyebabkan insulin resisten dan komplikasi diabetes.6


(30)

Obesitas pada DM tipe 2 juga merupakan bagian dari proses patogenik. Meningkatnya massa adipocyte menyebabkan meningkatnya jumlah asam lemak bebas dan produk sel lemak lainnya yang bersirkulasi. Selain mengatur berat badan, selera makan, dan pengeluaran energy, adipokines (sitokin jaringan lemak) juga mengatur sensitivitas insulin. Peningkatan produksi asam lemak bebas dan beberapa adipokines dapat menyebabkan resistensi insulin pada otot rangka dan hati. Dengan kata lain, asam lemak bebas mengurangi penggunaan glukosa di otot rangka, memicu produksi glukosa oleh hati, dan merusak fungsi sel beta. Sebaliknya, produksi adiponectin (peptide peka-insulin) oleh adipocyte menurun pada obesitas dan berkontribusi pada terjadinya resistensi insulin hepatik. Produk-produk adipocyte dan adipokines juga menciptakan keadaan inflamasi dan dapat menjelaskan kenapa penanda inflamasi seperti IL-6 dan C-reaktive protein sering meningkat pada DM tipe 2.1,5

2.1.5.2. Sekresi Insulin Berkurang

Sekresi dan sensitifitas insulin saling berhubungan. Pada DM tipe 2, sekresi insulin awalnya meningkat sebagai respon terhadap resistensi insulin untuk mempertahankan toleransi glukosa yang normal. Awalnya, defek sekresi insulin ringan dan hanya melibatkan sekresi insulin yang distimulasi glukosa. Akhirnya, defek sekresi insulin berlanjut ke tahap dimana sekresi insulin sangat tidak adekuat.

Alasan menurunnya kapasitas sekresi insulin pada DM tipe 2 masih belum jelas. Asumsinya adalah terdapat defek genetic kedua—bertumpang tindih dengan resistensi


(31)

insulin—menuju pada kegagalan sel beta. Lingkungan metabolik diabetes juga memiliki pengaruh negatif terhadap fungsi islet. Contohnya, hiperglikemia kronis akan melemahkan fungsi islet (“glucose toxicity”) dan memperburuk hiperglikemia. Perbaikan kontrol glikemik berhubungan dengan perbaikan fungsi islet. Dan juga, peningkatan jumlah asam lemak bebas (“lipotoxicity”) dan lemak makanan dapat juga memperburuk fungsi islet. Massa sel beta menurun pada individu dengan DM tipe 2 yang telah berlangsung lama.1,5

2.1.5.3. Peningkatan Produksi Glukosa Hepatik dan Lipid

Pada DM tipe 2, resistensi insulin di hati menggambarkan kegagalan hiperinsulinemia untuk menekan glukoneogenesis. Akibat resistensi insulin di jaringan lemak dan obesitas, aliran asam lemak bebas dari adipocyte meningkat, menyebabkan meningkatnya sintesa lemak [very low density lipoprotein (VLDL) dan trigliserida] di hati.5,27


(32)

2.1.6. Komplikasi

Kelainan metabolik pada defisiensi insulin yang tidak diterapi secara adekuat akan menyebabkan perubahan yang luas dan ireversibel di dalam tubuh.

Di dalam sel glukosa direduksi menjadi sorbitol dan tidak dapat melalui membrane sel. Penumpukan sorbitol di dalam sel menyebabkan pembengkakan sel (A1), di lensa mata hal ini akan menimbulkan katarak (A2), pada sel Schwann dan neuron akan mengurangi konduksi saraf (polineuropati), terutama system saraf otonom, reflex dan fungsi sensorik (A3).

27

Sel yang tidak dapat mengambil cukup glukosa akan menyusut akibat hiperosmolaritas ekstrasel (A4), fungsi sel limposit yang menyusut akan terganggu dan tubuh rentan terhadap infeksi (A5).

27

Hiperglikemi meningkatkan pembentukan protein plasma yang mengandung gula, seperti fibrinogen, haptoglobin, macroglobulin-α

27

2 serta factor pembekuan V-VIII (A6), yang meningkatkan viskositas darah sehingga meningkatkan resiko trombosis.

Glycoprotein, atau dikenal juga sebagai glikosilasi lanjut produk akhir (AGE) merupakan komponen normal yang ada di membrane basalis pembuluh darah kecil dan kapiler. Peningkat konsentrasi glukosa intraseluler yang dihubungkan dengan kadar gula darah yang tidak terkontrol pada diabetes mendukung pembentukan AGEs.

27

1

Penumpukan AGEs ini menyebabkan gangguan struktur membrane basalis dengan penurunan permeabilitas dan penyempitan lumen (A7).1,27 Pada retina menyebabkan timbulnya retinopati (A8), di ginjal akan terjadi glomerulosklerosis yang menyebabkan proteinuria, penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kehilangan glomerulus, hipertensi dan gagal ginjal (A9).27


(33)

Bersama dengan peningkatan VLDL, peningkatan viskositas darah, dan hipertensi mendorong terjadinya makroangiopati (A10).

Akhirnya, glukosa dapat bereaksi dengan hemoglobin (HbA) untuk membentuk HbA1C, yang peningkatan konsentrasinya di dalam darah menunjukkan keadaan hiperglikemia yang telah berlangsung lama. HbA1C memiliki afinitas yang tinggi terhadap oksigen, sehingga sukar melepas oksigen di perifer (A11). Defisiensi insulin yang menetap selanjutnya menyebabkan penurunan konsentasi 2,3-bifosfogliserat (BPG), sehingga memperkuat afinitas hemoglobin terhadap oksigen.

5,27

27


(34)

2.2. TROMBOSIT

2.2.1. Produksi Trombosit

Trombosit, dihasilkan dari megakariosit sumsum tulang, sebuah sel raksasa yang memiliki 8-32 inti hasil dari pembelahan inti tanpa disertai pembelahan sel,2 yang memiliki ukuran 1-2µm.

Prekursor megakariosit, megakarioblast, muncul melalui proses diferensiasi dari sel induk hemopoetik. Megakariosit mengalami pematangan dengan replikasi inti endomitotik yang sinkron, memperbesar volume sitoplasma sejalan dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatan duanya. Pada berbagai stadium dalam perkembangannya (paling banyak pada stadium inti delapan), sitoplasma menjadi granular dan trombosit dilepaskan. Produksi trombosit mengikuti pembentukan mikrovesikel dalam sitoplasma sel yang menyatu membentuk membrane pembatas trombosit. tiap sel megakariosit menghasilkan 1000-1500 trombosit. Sehingga diperkirakan akan dihasilkan 35.000/ul trombosit per hari. Interval waktu semenjak diferensiasi sel induk sampai produksi trombosit berkisar sekitar 10 hari.

10

Trombopetin adalah pengatur utama produksi trombosit, dihasilkan oleh hati dan ginjal. Trombopetin meningkatkan jumlah dan kecepatan maturasi megakariosit.

2,28,29

Jumlah trombosit normal adalah sekitar 250 x 10 2,30,31

9

/l (rentang 150-400 x 109/l) dan lama hidup trombosit yang normal adalah 7-10 hari. Hingga sepertiga dari trombosit produksi sumsum tulang dapat terperangkap dalam limpa yang normal, tetapi jumlah ini meningkat menjadi 90% pada kasus splenomegali berat.2,30,32

2.2.2. Morfologi

Glikoprotein permukaan sangat penting dalam reaksi adhesi dan agregasi trombosit. Adhesi pada kolagen difasilitasi oleh glikoprotein Ia (GP Ia). Glikoprotein Ib dan IIb/IIIa penting dalam


(35)

perlekatan trombosit pada von Willebrand factor (VWF) dan subendotel vascular. Reseptor IIb/IIIa juga merupakan reseptor untuk fibrinogen yang penting dalam agregasi trombosit.30,31,32

Membran plasma berinvaginasi ke bagian dalam trombosit untuk membentuk suatu sistem membrane (kanalikular) terbuka yang menyediakan permukaan reaktif yang luas tempat protein koagulasi plasma diabsorbsi secara selektif. Fosfolipid membran (faktor trombosit 3) sangat penting dalam konversi faktor X menjadi Xa dan protrombin (faktor II) menjadi thrombin (faktor IIa).

Di bagian dalam trombosit terdapat kalsium, nukleotida (terutama ADP, ATP dan serotonin) yang terkandung dalam granula padat. Granula alfa mengandung antagonis heparin, faktor

pertumbuhan (PDGF), β-tromboglobulin, fibrinogen, vWF. Organel spesifik lain meliputi lisosom yang mengandung enzim hifrolitik, dan peroksisom yang mengandung katalase. Selama reaksi pelepasan, isi granula dikeluarkan ke dalam sistem kanalikular.

30,31,32

30,31,32

2.2.3. Fungsi Trombosit

Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanik selama respon hemostasis normal terhadap cedera vascular. Tanpa


(36)

trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah kecil. Reaksi trombosit berupa adhesi, sekresi, agregasi dan fusi serta aktivitas prokagulannya sangat penting untuk fungsinya.32,33,34

2.2.4. Pembentukan Sumbat Trombosit

Agar dapat terjadi hemostasis primer yang normal, dan agar trombosit memenuhi tugasnya membentuk sumbat trombosit inisial, maka harus terdapat trombosit dalam jumlah memadai di dalam sirkulasi, dan trombosit tesebut harus berfungsi normal. Fungsi hemostasis normal memerlukan peran serta trombosit yang berlangsung secara teratur, yang penting dalam pembentukan sumbat hemostatik primer. Hal ini melibatkan, pada awalnya, adhesi trombosit, agregasi trombosit dan akhirnya reaksi pembebasan trombosit disertai rekrutmen trombosit lain.32,34-38

Gambar 2.5. Fungsi normal trombosit. 2.2.4.1. Adhesi Trombosit

39

Setelah cedera pembuluh darah, trombosit melekat pada jaringan ikat subendotel yang terbuka. Trombosit menjadi aktif apabila terpajan ke kolagen subendotel dan bagian jaringan yang cedera. Adhesi trombosit melibatkan suatu interaksi antara glikoprotein membrane trombosit dan


(37)

jaringan yang terpajan atau cedera. Adhesi trombosit bergantung pada faktor protein plasma yang disebut faktor von Willebrand, yang memiliki hubungan yang integral dan kompleks dengan faktor koagulasi antihemofilia VIII plasma dan reseptor trombosit yang disebut glikoprotein Ib membrane trombosit. Adhesi trombosit berhubungan dengan peningkatan daya lekat trombosit sehingga trombosit berlekatan satu sama lain serta dengan endotel atau jaringan yang cedera. Dengan demikian, terbentuk sumbat hemostatik primer atau inisial. Pengaktifan permukaan trombosit dan rekrutmen trombosit lain menghasilkan suatu massa trombosit lengket dan dipermudah oleh proses agregasi trombosit.33,34,40,41

2.2.4.2. Aggregasi Trombosit

Agregasi adalah kemampuan trombosit melekat satu sama lain untuk membentuk suatu sumbat. Agregasi awal terjadi akibat kontak permukaan dan pembebasan ADP dari trombosit lain yang melekat ke permukaan endotel. Hal ini disebut gelombang agregasi primer. Kemudian, seiring dengan makin banyaknya trombosit yang terlibat, maka lebih banyak ADP yang dibebaskan sehingga terjadi gelombang agregasi sekunder disertai rekrutmen lebih banyak trombosit. Agregasi berkaitan dengan perubahan bentuk trombosit dari discoid menjadi bulat. Gelombang agregasi sekunder merupakan suatu fenomena ireversibel, sedangkan perubahan bentuk awal dan agregasi primer masih reversible.

In vitro, agregasi dapat dipicu dengan reagen ADP, thrombin, epinefrin, serotonin, kolagen atau antibiotik ristosetin.


(38)

Agregasi in vitro juga terjadi dalam dua fase; aggregasi primer atau reversible dan agregasi sekunder atau ireversibel.

Pengikatan ADP yang dibebaskan dari trombosit aktif ke membrane trombosit akan mengaktifkan enzim fosfolipase, yang menghidrolisis fosfolipid di membrane trombosit untuk menghasilkan asam arakidonat. Asam arakidonat adalah precursor mediator kimiawi yang sangat kuat baik pada agregasi maupun inhibisi agregasi yang terlibat dalam jalur prostaglandin. Melalui proses ini, asam arakidonat diubah di sitoplasma trombosit oleh enzim siklooksigenase menjadi endoperoksida siklik, PGG2 dan PGH2. Stimulator kuat untuk agregasi trombosit, senyawa tromboksan A2, dihasilkan oleh kerja enzim tromboksan sintetase pada berbagai endoperoksidase siklik ini. Tromboksan A2 adalah senyawa yang sangat aktif, tetapi tidak stabil yang mengalami penguraian menjadi tromboksan B2 yang stabil dan inaktif. Tromboksan A2 juga merupakan vasokonstriktor kuat yang akan mencegah pengeluaran darah lebih lanjut dari pembuluh yang rusak.33,34,40,41

2.2.4.3. Reaksi Pembebasan

Pemajanan kolagen atau kerja thrombin menyebabkan sekresi isi granul trombosit yang meliputi ADP, serotonin,

fibrinogen, enzim lisosom, β-tromboglobulin dan factor trombosit 4. Kolagen dan thrombin mengaktifkan sintesis prostaglandin trombosit. Terjadi pelepasan diasilgliserol (yang mengaktifkan fosforilasi protein melalui protein kinase C) dan inositol trifosfat (menyebabkan pelepasan ion


(39)

kalsium intrasel) menyebabkan terbentuknya tromboksan A2.

Agregasi primer melibatkan perubahan bentuk trombosit dan disebabkan oleh kontraksi mikrotubulus. Gelombang agregasi trombosit sekunder melibatkan terutama pelepasan mediator-mediator kimiawi yang terdapat di dalam granula padat. Pelepasan ini melengkapi fungsi utama ketiga trombosit, yaitu reaksi pembebasan. Reaksi pembebasan diperkuat oleh peningkatan kalsium intrasel, yang semakin mengaktifkan dan meningkatkan pembebasan tromboksan A2. Tromboksan A2 memperkuat agregasi trombosit serta mempunyai aktivitas vasokonstriksi yang kuat. Reaksi pelepasan dihambat oleh zat-zat yang meningkatkan kadar cAMP trombosit, salah satunya adalah prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh sel endotel vascular. Prostasiklin merupakan inhibitor agregasi trombosit yang kuat dan mencegah deposisi trombosit pada endotel vascular normal.

33,34,41

33,34,41

2.2.4.4. Aktifitas Prokoagulan Trombosit

Setelah agregasi trombosit dan reaksi pelepasan, fosfolipid membrane yang terpajan (factor trombosit 3) tersedia untuk 2 jenis reaksi dalam kaskade koagulasi. Kedua reaksi yang diperantarai fosfolipid ini bergantung pada ion kalsium. Reaksi pertama (tenase) melibatkan faktor IXa, VIIIa dan X dalam pembentukan faktor Xa. Reaksi kedua (protrombinase) menghasilkan pembentukan thrombin dari interaksi factor Xa, Va dan protrombin. Permukaan fosfolipid membentuk cetakan yang ideal untuk konsentrasi dan orientasi protein-protein tersebut yang penting.34,36,41


(40)

2.2.4.5. Aggregasi Trombosit Ireversibel

Konsentrasi ADP yang tinggi, enzim yang dilepaskan selama reaksi pelepasan dan protein kontraktil trombosit menyebabkan fusi yang irreversible pada trombosit yang beragregasi [ada lokasi cedera vascular. Trombin juga mendorong terjadinya fusi trombosit, dan pembentukan fibrin memperkuat stabilitas sumbat trombosit yang terbentuk.34,36,41

2.2.5. Trombosit pada Diabetes Mellitus

Gangguan fungsi trombosit pada pasien dengan DM dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, seperti hiperglikemia, defisiensi insulin, kondisi metabolik yang menyertai, dan abnormalitas seluler lainnya. Hiperglikemia dapat meningkatkan reaktifitas trombosit melalui glikasi protein permukaan trombosit (mengganggu aliran membrane dan oleh karena itu meningkatkan adhesi trombosit), mengaktifkan protein kinase C (mediator aktifasi trombosit), merangsang ekspresi P-selectin (protein adhesi permukaan) dan efek osmotiknya. Defisiensi insulin juga memegang peranan penting dalam gangguan fungsi trombosit melalui mekanisme berbeda, yaitu yang tergantung sindroma resistensi insulin (IRS-dependent), seperti meningkatnya konsentrasi kalsium intraseluler yang mempercepat degranulasi trombosit dan aggregasi trombosit, dan faktor lain yang tidak tergantung IRS, seperti terganggunya respon terhadap NO dan PGI2, yang meningkatkan reaftifitas trombosit. Kondisi metabolic yang sering menyertai DM juga berperan pada hiperreaktifitas trombosit, termasuk obesitas, dislipidemia, dan meningkatnya inflamasi sistemik. Obesitas, juga berperan dalam disfungsi trombosit, terutama dalam adhesi dan aktifasi, akibat mekanisme seperti meningkatnya konsentasi kalsium


(41)

sitosolik. Abnormalitas profil lemak, khususnya trigliserida, juga mempengaruhi reaktifitas trombosit melalui mekanisme yang berbeda, termasuk merangsang terjadinya disfungsi endotel. Disfungsi endotel merupakan karakteristik DM, yang meningkatkan reaktifitas trombosit dengan menurunkan produksi NO dan PGI2 dan memicu timbulnya keadaan prothrombotic melalui peningkatan produksi tissue factor (TF). Pasien dengan DM menunjukkan abnormalitas trombosit lainnya yang dapat meningkatkan adhesi dan aktifasi trombosit, seperti: meningkatnya ekspresi protein permukaan (P-selectin dan GP IIb/IIIa), bertambahnya konsentrasi kalsium sitosolik, meningkatnya signalling P2Y12, meningkatnya turnover trombosit, dan oxidative stress, yang memicu produksi berlebihan oksigen dan nitrogen reaktif.10 Aktifasi dari jalur nuclear transcription factor- κB (NF-κB) juga menyebabkan perubahan fungsi endotel kearah prothrombotic, yang bersama dengan gangguan metabolisme trombosit dan perubahan jalur sinyal intratrombosit, menyebabkan terjadinya komplikasi aterothrombotic pada DM.

Telah diterima secara umum bahwa pada diabetes distribusi volume trombosit perifer melebar dan bergeser kea rah trombosit yang lebih besar.

42

43

Trombosit yang lebih besar dan lebih muda dianggap lebih reaktif. Distribusi volume trombosit (biasa diukur sebagai mean platelet volume) berkorelasi positif dengan jumlah reseptor glikoprotein trombosit (GPIb dan GPIIb/IIIa) pada membrane trombosit, kapasitas sintesa tromboxan dan kandungan granul trombosit dari berbagai protein spesifik trombosit.44 Hal ini dianggap mencerminkan sistem megakariosit-trombosit yang aktif dan meningkatnya turnover. Megakariosit bereaksi terhadap perubahan lingkungan seperti dyslipoproteinemia. Karenanya, ketidakseimbangan endokrin pada DM sepertinya berperan penting. Insulin mempengaruhi ukuran dan maturasi megakariosit pada


(42)

kultur, yang mengindikasikan kemungkinan pengaruh insulin pada siklus endomitotik megakariosit.43

Gambar 2.6. Mekanisme Terjadinya Disfungsi Trombosit Pada Diabetes Mellitus.

Penelitian sistem megakariosit-trombosit pada saat diabetes timbul dan pada kondisi penggunaan insulin jangka panjang pada tikus dewasa, menunjukkan peningkatan rekrutmen sel-sel progenitor bersama dengan konsumsi megakariosit matang dengan ploid yang lebih tinggi merupakan penjelasan terjadinya peningkatan ukuran dan jumlah, juga ekspresi GPIIb/IIIa, pada onset diabetes dan setelah terapi insulin. Percepatan maturasi megakariosit, bersama dengan dilepasnya sejumlah besar trombosit besar, mencerminkan efek tambahan insulin yang diperantarai oleh berbagai sitokin.

9


(43)

2.3. TES FUNGSI TROMBOSIT

Tes fungsi trombosit dimulai dengan dilakukannya bleeding time in vivo oleh Duke pada tahun 1910,45 dan masih dianggap sebagai tes penyaring fungsi trombosit yang paling bermanfaat hingga awal tahun 1990-an.46-48 Selama 10-15 tahun terakhir ini, penggunaan bleeding time sudah semakin menurun karena telah diketahui keterbatasannya dan berkembangnya tes penyaring lain yang tidak terlalu invasive.

Pada tahun 1960-an ditemukan alat pengukur aggregasi trombosit (light transmission aggregometry [LTA]) yang kemudian merubah cara identifikasi dan diagnosis dari kelainan hemostasis primer.

49-50

51,53

LTA masih dianggap sebagai gold standard untuk pemeriksaan fungsi trombosit dan, dengan menambahkan agonis dalam beberapa konsentrasi berbeda pada trombosit yang diaduk (stirred), memungkinkan untuk mendapatkan banyak informasi dari berbagai aspek yang berbeda pada fungsi dan biokimia trombosit.15

Walaupun LTA telah menjadi gold standard yang tidak tergantikan untuk mendiagnosis kelainan-kelainan yang berkaitan dengan trombosit, juga diketahui dengan baik bahwa LTA tidak menggambarkan fungsi trombosit seperti pada kondisi invivo dengan akurat, dan penggunaannya masih terbatas pada laboratorium-laboratorium umum. Meskipun banyak peneliti yang telah menggunakan flow chambers dan mikroskop untuk mempelajari perilaku trombosit pada keadaan yang menyerupai kondisi in vivo, tes ini masih terbatas pada laboratorium khusus tertentu saja dan tidak ideal untuk digunakan sebagai tes rutin. Hal ini, ditambah dengan kekurangan LTA dan bleeding time, membuka jalan untuk berkembangnya model alat pengukur aggregasi trombosit yang mudah digunakan.

15

2.3.1. Light Transmission Aggregometer (LTA) 2.3.1.1. Prinsip Pemeriksaan

Tahun 1962 O`Brien dan Born menemukan instrument untuk mengukur aggregasi trombosit yang memakai dasar


(44)

turbidimetri45, dan memanfaatkan prinsip bahwa absorben dari suatu suspensi tergantung pada jumlah partikel bukan ukuran. Darah sodium sitrat diputar menggunakan centrifuge berkecepatan rendah (850g selama 3 menit atau 100g selama 10 menit) untuk mendapatkan platelet-rich plasma (PRP) yang dianggap sebagai 0% aggregasi. PRP kemudian dipindahkan ke cuvet dengan stirrer dan diaduk (900-1200 rpm) selagi ditambahkan agonis pada suhu 370C. Saat aggregasi terbentuk, jumlah partikel berkurang dan transmisi cahaya meningkat. Platelet-poor plasma (PPP) digunakan sebagai blank untuk aggregometer, dianggap sebagai 100% aggregasi.39

Gambar 2.7. Respon trombosit yang diukur dalam cuvette aggregometer (gambar 2.7).

53

Untuk mengukur persentasi aggregasi yang terjadi, jarak antara baseline dan 100% aggregasi (B) diukur dan dibandingkan dengan jarak antara baseline dengan amplitudo maksimum yang terbentuk (A). Pembagian nilai A dengan B merupakan persentasi maksimal aggregasi (gambar 2.8).54


(45)

Gambar 2.8. Perhitungan persentasi aggregasi trombosit.54

Agonis yang berbeda akan menghasilkan pola agregasi yang berbeda. Pola agregasi yang tercatat merupakan kurva waktu vs optical density (OD), yang dapat memperlihatkan lag phase, shape phase, dan gelombang pertama dan kedua dari proses aggregasi (gambar 2.9).55


(46)

Pola aggregasi trombosit dikenal dengan istilah respon primer trombosit yang timbul akibat penambahan agonis eksogen seperti ADP, diikuti oleh respon sekunder yang timbul dari pelepasan adenine nukleotida yang terdapat dalam dense granul trombosit. Respon tersebut dikenal sebagai gelombang pertama dan kedua (gambar 2.10).

Respon bifasik ini dapat tidak terlihat pada penambahan agonis konsentrasi tinggi.

54

53

Gambar 2.10. Pola biphasic pada aggregasi trombosit.54

2.3.1.2. Variabel Pemeriksaan Aggregasi Trombosit 2.3.1.2.1. Venapuncture

Pengambilan sampel darah pada orang dewasa dianjurkan untuk menggunakan jarum dengan ukuran 18-20G, sedang pada anak-anak menggunakan jarum berukuran 23-25G. Pengambilan sampel menggunakan syringe lebih dianjurkan dari vacutainer.54 Peningkatan respon terhadap ADP dosis rendah dijumpai PRP yang diperoleh dari vacutainer.53


(47)

2.3.1.2.2. Antikoagulan

Antikoagulan yang sesuai untuk pemeriksaan aggregasi trombosit adalah sodium sitrat (0,102 M, 0,129 M sitrat buffered atau non buffered) dengan rasio perbandingan 9 bagian darah dengan 1 bagian antikoagulan.53,54 Sodium sitrat 0,1 M buffered lebih dianjurka untuk digunakan karena dapat membantu mempertahankan pH, terutama jika sampel harus menunggu 1-2 jam sebelum dikerjakan.54

2.3.1.2.3. Tabung Kaca vs Tabung Plastik

Pemeriksaan aggregasi trombosit harus menggunakan tabung plastik atau tabung kaca yang dilapisi silikon. Tabung kaca yang tidak dilapisi akan menyebabkan aktivasi platelet, dan akhirnya mempengaruhi hasil.54

2.3.1.2.4. Koreksi Jumlah Trombosit

Ada beberapa pendapat yang berbeda mengenai perlu atau tidaknya menstandarisasi jumlah trombosit pada PRP yang digunakan untuk pemeriksaan aggregasi trombosit.53,54,56 Karena telah dilaporkan bahwa variasi respon aggregasi berhubungan dengan jumlah trombosit, perbandingan respon aggregasi pada pasien yang berbeda atau pada penelitian multicenter mengharuskan adanya standarisasi jumlah trombosit.56 Biasanya pemeriksaan aggregasi trombosit dilakukan pada jumlah trombosit 250.000-300.000/mm3.54


(48)

2.3.1.2.5. Kontaminasi Sel Darah Merah, Hemolisis dan Lipemia

Pemeriksaan aggregasi trombosit dilakukan berdasarkan transmisi optikal, adanya partikel kontaminan, seperti sel darah merah, atau lemak dapat mempengaruhi kemampuan aggregometer untuk mengukur aggregasi trombosit dan dapat menyebabkan menurunnya persentasi aggregasi. Sel darah merah yang lisis akan melepaskan ADP, yang dapat menyebabkan trombosit refrakter pada penambahan ADP eksogem53,54 2.3.1.2.6. Fibrinogen

Aggregasi trombosit membutuhkan fibrinogen untuk dapat terjadi. Kadar fibrinogen yang terlalu rendah atau fibrinogen dengan struktur yang abnormal dapat menghambat aggregasi trombosit.54

2.3.1.2.7. pH

Pemeriksaan aggregasi trombosit sebaiknya dilakukan pada pH 7,2-7,4. Bila pH plasma turun hingga 6,4 maka tidak akan terjadi aggregasi, demikian juga bila ph meningkat hingga diatas 8,0 maka akan terjadi aggregasi spontan. Disarankan untuk menyimpan plasma trombosit pada tabung yang bertutup.53,54

2.3.1.2.8. Suhu

Pemeriksaan aggregasi trombosit dilakukan pada suhu 37⁰ C agar menyerupai susana in


(49)

vivo, sedangakan untuk penyimpanannya sebelum dilakukan pemeriksaan dianjurkan pada suhu ruangan.53,54

2.3.1.2.9. Kecepatan Putaran Aggregasi

Agar aggregasi terjadi, trombosit harus kontak satu sama lain. Jika agonis ditambahkan pada trombosit yang tidak diputar, maka trombosit hanya akan teraktifasi namun tidak beraggregasi. Kecepatan putaran yang optimal pada setiap alat diperhitungkan berdasarkan tinggi kolom PRP, diameter kuvet, dan ukuran batangan pemutar yang digunakan.53,54

2.3.1.2.10. Batasan Waktu Pada Aggregasi Trombosit

Trombosit membutuhkan waktu satu jam ”istirahat” setelah persiapan PRP untuk mendapatkan respon stabil pada ketiga konsentrasi (2, 5, 10 µM) dari agonis ADP yang digunakan pada pemeriksaan aggregasi. Kestabilan respon trombosit ini akan bertahan selama 3 jam, kemudian akan mulai menghilang dimulai dari konsentrasi ADP yang paling rendah. Karena itu direkomendasikan untuk menyelesaikan pemeriksaan aggregasi dalam waktu kurang dari 3 jam setelah persiapan PRP dilakukan.53

2.3.1.3. Agonis

Penambahan agonis trombosit pada PRP menyebabkan terjadinya aktifasi, perubahan bentuk trombosit dari discoid


(50)

ke spiny sphere yang berkaitan dengan peningkatan sementara dari optical density. Pengecualian terjadi pada epinephrine dimana tidak dijumpai adanya perubahan bentuk dan ristocetin yang menyebabkan agglutinasi trombosit bukannya aggregasi.

Terdapat dua tipe agonis: agonis kuat (kolagen, trombin, TxA2) yang langsung menyebabkan terjadi-nya aggregasi, sintesa TxA2 dan sekresi granul trom-bosit, dan agonis lemah (ADP & epinephrine) yang menyebabkan terjadinya aggregasi tanpa sekresi.

56

Agonis yang sering digunakan antara lain: 56

1. ADP

Konsentrasi ADP 1-10 µM sering digunakan pada pemeriksaan aggregasi trombosit. Konsentrasi rendah ADP dapat menghasilkan kurva tunggal (monophasic) ataupun biphasic. Pada konsentrasi rendah ikatan fibrinogen bersifat reversibel dan trombosit akan disaggregasi. Konsentrasi ADP yang lebih tinggi (10-20 µM) dapat menutupi respon biphasic yang ditimbulkan oleh pelepasan ADP endogen. Aspirin akan menghambat respon aggregasi ADP yang terlihat pada konsentrasi rendah, akibat dihambatnya jalur siklooksigenase dan pelepasan isi granul.53,54,56

2. Epinephrine

Pada pemeriksaan aggregasi trombosit konsen-trasi epinephrine yang paling sering dipakai adalah 5-10 µM. Biasanya, respon pertama yang muncul berupa gelombang kecil, terkadang diikuti oleh gelombang kedua yang lebih besar. Gelombang kedua ini dihambat


(51)

oleh aspirin, NSAIDs, antihistamin, dan beberapa antibiotik.53,54,56 Epinephrin merupakan agonis yang paling tidak konsisten dari keseluruhan agonis yang sering digunakan.53,54 Apabila abnor-malitas hanya terlihat pada agonis epinephrine, maka akan meragukan untuk menegakkan diagnosis kelainan berdasarkan hasil tersebut.54

3. Kolagen

Kolagen merupakan agonis yang paling kuat, konsentrasi yang biasa dipakai adalah 1-5 µg/mL. Aggregasi yang diinduksi kolagen menunjukkan lag phase selama 1 menit, ketika trombosit melekat pada fibril kolagen dan mengalami perubahan bentuk dan kemudian pelepasan. Respon aggregasi yang diukur adalah gelombang kedua yang merupakan lanjutan dari peristiwa aktifasi dan pelepasan trombosit. Pada kolagen konsentrasi rendah, respon aggregasi dihambat oleh aspirin dan anti trombosit lainnya.53,54,56

4. Ristocetin

Pada keadaan trombosit normal dan jumlah antigen von Willebrand faktor cukup, antibiotik ristocetin dengan konsentrasi 1,5 mg/mL, menyebabkan agglutinasi trombosit GPIb/VWF-dependent. Bila dijumpai respon abnormal maka kemungkinan penyakit von Willebrand atau sindrom Bernard-Soulier (kekurangan kompleks GPIb-IX-V) harus dipertimbangkan.53,54


(52)

5. α-thrombin

Merupakan agonis yang sangat kuat, namun pada

sediaan PRP, α-trombin akan memotong fibrinogen dan menuntun terjadinya pembentukan bekuan. Konsentrasi

α-trombin 0,1-0,5 U/mL dapat digunakan untuk mengaktifasi platelet yang dipersiapkan melalui proses pencucian dan gel-filtered.53,54

6. Asam Arakidonat

Asam arakidonat direaksikan dengan siklooksigenase, akan dikonversikan menjadi thromboxane A2, agonis trombosit yang kuat. Aspirin menghambat siklooksigense dan akan menghambat aggregasi trombosit yang diinduksi oleh asam arakidonat. Pasien yang mengkon-sumsi aspirin atau memiliki gangguan pelepasan intrinsik atau Glanzmann thrombasthenia akan memiliki pola aggregasi abnormal.53,54

7. Adrenalin

Adrenaline berikatan dengan reseptor α2-adrenergic yang ada di permukaan trombosit menyebabkan terhambatnya adenyl cyclase dan pelepasan ion kalsium. Konsentrasi yang biasa digunakan adalah 5-10µM. Gelombang aggregasi yang terjadi mirip dengan aggregasi yang diinduksi oleh ADP.57

2.3.1.4. Obat-obatan yang Mempengaruhi Aggregasi Trombosit Banyak obat-obatan yang dapat mempengaruhi fungsi trombosit. Jika hasil pemeriksaan aggregasi trombosit yang didapatkan tidak menggambarkan suatu kelainan dengan jelas, perlu dipertimbangkan kemungkinan penggunaan


(53)

obat-obatan dalam seminggu atau 10 hari sebelum pemeriksaan.

1. Antibiotik

Antibiotik yang memiliki struktur cincin β-lactam, seperti penicillin dan cephalosporins, dapat menyebabkan terjadi perubahan membran yang menghambat interaksi antara reseptor dan agonis atau mempengaruhi influx kalsium ion.53

2. Dypiridamole

Dipyridamole adalah pyrimidopyrimidine yang menghambat uptake adenosine dalam trombosit, sel endotel dan eritrosit, menyebabkan peningkatan lokal kadar adenosine yang menstimulasi adenilat siklase trombosit dan meningkatkan kadar cyclic 3’, 5’-adenosine monophosphate (cAMP). Peningkatan ini mengurangi kemampuan beraggregasi.53

3. Fibrinolytik

Fibrinolisis dan pembentukan fibrin degradation products (FDPs) berhubungan dengan menurunnya aggregasi trombosit. FDPs bersaing dengan fibrinogen untuk berikatan pada membran trombosit dan mengganggu aggregasi trombosit.53

4. Dextran

Pemberian dextran intravena dapat menyebabkan menurunnya fungsi trombosit. Pada pasien dengan penyakit arteri perifer, Dextran 40 mengurangi terjadinya aggregasi spontan dan yang diinduksi oleh agonis serta


(54)

ekspresi marker aktifasi seperti P-selectin pada permukaan eritrosit.53

5. Anastesi

Obat-obatan anastesi telah menunjukkan efeknya terhadap respon aggregasi trombosit dan melibat-kan peningkatan resiko terjadinya komplikasi per-darahan. Obat-obatan anastesi seperti lidokain, dibukain, kokain, dll. memiliki efek langsung terha-dap membran trombosit. Penambahan kokain pada trombosit in vitro menyebabkan berkurangnya ikatan fibrinogen dengan reseptor GpIIb-IIIa.53

6. Inhibitor Trombin

Trombin memegang peranan regulasi dalam patofisiologi dari sindroma koroner akut. Trombin memperantarai perubahan fibrinogen menjadi fibrin, mengaktifkan faktor XIII yang menstabilisasi bekuan, dan merupakan agonis trombosit yang kuat. Generasi terbaru dari inhibitor trombin direk yang bekerja secara bebas dari antithrombin III dapat menghambat ikatan bekuan dan trombin juga aktifasi trombosit yang diinduksi oleh trombin.53

7. Thienopyridines

ADP merupakan agonis trombosit yang berfungsi dengan berikatan pada reseptor yang bergandengan dengan protein G, P2Y1 dan P2Y12. Reseptor P2Y12 merupakan reseptor utama pada ADP yang memperantarai ikatan fibrinogen dan mempertahankan respon aggregasi.53


(55)

8. Antagonis GpIIb-IIIa

Antagonis IIIa berikatan dengan reseptor

GPIIb-IIIa (integrin αIIbβ3) dan mencegah terjadinya ikatan

antara fibrinogen atau VWF pada trombosit yang teraktifasi. Antagonis GPIIb-IIIa, eptifibatide, abciximab, dan tirofiban merupakan yang paling kuat dari seluruh antiplatelet karena ketika berikatan dengan GPIIb-IIIa, aggregasi trombosit terhadap semua agonis (ADP, kolagen) akan dihambat secara signifikan.53

2.3.2. Mean Platelet Volume(MPV)

MPV dan trombosit dihitung menggunakan automated blood cells counter yang menggunakan teknologi aperture-impedance untuk mengukur trombosit. Di samping itu, sel-sel difokuskan melewati celah kecil secara hidrodinamik, dan gelombang listrik yang sesuai dengan ukuran dan volume sel dihasilkan. Pemisah “autodiscriminators” yang bergerak memisahkan antara machine noise pada bagian bawah dan sel darah merah pada bagian atas dari setiap distribusi volume trombosit. MPV dihitung dengan menggunakan rumus: MPV (fL)=Pct (%)x1000÷Plt (x103/µL), dimana Plt adalah jumlah trombosit dan jumlah partikel diantara pemisah atas dan bawah, Pct merupakan platelet crit dan dihitung secara elektronik dari data histogram.58


(56)

2.3.3. Kerangka Teori

Genetic Predispotition

Deranged Insulin Release

Insulin Resistance

Obesity

Decrease Glucose Uptake Increased Hepatic

Glucose Output

Hiperglikemia

Hiperaktifitas Trombosit

DM Tipe 2 Terkontrol

Tidak terkontrol

Aktifasi Trombosit

Vascular Complications

Microcirculatory Disturbance Aterogenesis Trombogenesis Environmental


(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan studi cross-sectional analitik untuk menilai hubungan aktifitas trombosit dengan kontrol kadar gula darah.

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Klinik FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan bekerjasama dengan Departemen Penyakit Dalam FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, mulai bulan Juni 2012-Oktober 2013.

3.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang berkunjung ke Poliklinik Endokrin RSUP H. Adam Malik Medan mulai bulan Juni-September 2013.

3.4. SAMPEL PENELITIAN

3.4.1. Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif terhadap semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian.

3.4.2. Besar Sampel

Digunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis terhadap rerata dua populasi independen. Besar sampel ditentukan dengan rumus:59,60

�1 =�2 = 2�

�2 (

1− �2+ �1− �)2 (�� − ��)2 �


(58)

� : besar sampel

�2 : harga varian di populasi (dari kepustakaan) 0,8

��− �� : perbedaan klinis yang bermakna (clinical judgement)

25

 0,6

� : tingkat kemaknaan (ditetapkan oleh peneliti)

�1− �/2: nilai distribusi normal baku (table Z) pada α tertentu

Untuk α = 0,05  = 1,96

�1− � : nilai distribusi normal baku (table Z) pada β tertentu.

Untuk β = 0,20 �� = 0,842

Menurut rumus diatas maka diperlukan sampel sebanyak:

�1 =�2 = 2 �

0,82 (1,96 + 0,84)2

0,62 �= 27.9 ≈28 ������

3.5. KRITERIA PENELITIAN 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Usia 40-65 tahun.

2. Penderita diabetes mellitus tipe 2. 5,7

3. Bersedia mengikuti penelitian.

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Menderita penyakit keganasan, hematologi dan trombotik. 2. Mengkonsumsi obat antikoagulasi dan NSAIDs.

3. Merokok atau pernah merokok.

4. Anemia, bila kadar hemoglobin < 11 g/dL untuk wanita, dan < 12 g/dL untuk laki-laki.

5. Lipemia, bila kadar trigliserida ≥ 500 mg/dL. 6. Menjalani hemodialisis.


(59)

3.6. IDENTIFIKASI VARIABEL 3.6.1. Variabel Bebas

- MPV - HbA1

- Persentase aggregasi trombosit c

3.6.2. Variabel Terikat - Umur

- Jenis Kelamin - DM tipe 2

3.7. KERANGKA KONSEP

3.8. DEFINISI OPERASIONAL DM tipe 2

Penyakit metabolik yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia akibat kombinasi dari resistensi insulin dan respon sekresi insulin yang tidak adekuat, ditandai dengan adanya gejala diabetes disertai

≥11,1 mmol/L (200 mg/dL) atau

MPV

AGGREGASI TROMBOSIT

TIDAK TERKONTROL TERKONTROL

HbA1c DM TIPE 2


(60)

kadar gula darah puasa ≥7,0 mmol/L (126 mg/dL) atau kadar gula darah 2 jam setelah puasa ≥11.1mmol/L (200 mg/dL).

- Terkontrol

3,5

Penderita DM tipe 2 dengan nilai HbA1c < 7%. - Tidak terkontrol

3

Penderita DM tipe 2 dengan nilai HbA1c ≥ 7%. • HbA1

3

HbA1 c

c (glycated hemoglobin) merupakan gold standard untuk menentukan kontrol gula darah pada penderita DM. Dikatakan terkontrol apabila nilai HbA1c < 7%, dan tidak terkontrol apabila nilai HbA1c ≥ 7%.

MPV

61

MPV (mean platelet volume) menggambarkan ukuran trombosit, yang ditentukan dari kurva histogram trombosit. Nilai normal: 7,0-10,2fL.62,63

PPP

PPP (platelet-poor plasma) merupakan plasma yang diperoleh dari memutar darah sodium sitrat pada kecepatan 3500 rpm selama 20 menit.15,54

PRP

PRP (platelet-rich plasma) merupakan plasma yang diperoleh dari memutar darah sodium sitrat pada kecepatan 900 rpm selama 10 menit.15,54

Persentasi aggregasi trombosit

Persentase aggregasi trombosit didapatkan dari membagi jarak dari baseline (0% aggregasi) ke aggregasi maksimal yang dicapai dengan jarak dari baseline ke 100% aggregasi secara teoritis.54 Dikatakan aggregasi trombosit normal bila persentase aggregasi trombosit sebesar 56-98% menggunakan ADP dengan konsentrasi 5µmol/L.15


(61)

3.9. CARA KERJA

3.9.1. Pengambilan Sampel

Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Sampel dipilih secara konsekutif dan memenuhi kriteria inklusi. Dilakukan tindakan flebotomi pada vena mediana cubiti, sejumlah 12 mL darah vena diambil dan dibagi ke dalam tiga tabung sodium sitrat 3,2% (2,7 mL), satu tabung serum (2 mL) dan satu tabung K2EDTA (2 mL).

3.9.2. Pengolahan dan Pemeriksaan Sampel 3.9.2.1. Pemeriksaan Nilai MPV

Sebanyak 2 mL darah dimasukkan kedalam tabung K2EDTA dan dihomogenkan perlahan sebanyak 8 kali. Analisa dilakukan menggunakan automatic cell counting Sysmex XT-2000i untuk memperoleh nilai MPV dan CBC (complete blood count). Pemeriksaan ini harus selesai dalam waktu 1 jam setelah pengambilan sampel.

3.9.2.2. Pemeriksaan Nilai HbA1 Pemeriksaan HbA1

c

c dilakukan menggunakan Roche automatic analyzer Cobas Integra 400. Sebanyak 2 ml darah vena dimasukkan ke dalam tabung K2EDTA dihomogenkan perlahan sebanyak 8 kali. Tabung kemudian dimasukkan ke dalam analyzer untuk di analisa.

3.9.2.3. Pemeriksaan Aggregasi Trombosit

Persentase aggregasi trombosit diperiksa menggunakan light transmission aggregometre (LTA) AggRAM Helena Laboratories yang meng-gunakan prinsip turbidimetri. Tiga tabung (8mL) darah sodium


(62)

sitrat 3,2% dengan perbandingan 9 bagian darah dengan 1 bagian antikoagulan diho-mogenkan perlahan sebanyak 4 kali lalu diputar dengan kecepatan 900 rpm selama 10 menit. Bagian supernatan yang merupakan PRP dipindah- kan dengan hati-hati (hindari terkena bagian buffy coat) ke cuvette, ditutup rapat, dan didiamkan selama 15-30 menit untuk menunggu trombosit dalam posisi istirahat. Sisa darah dalam tabung diputar kembali dengan kecepatan 3500 rpm selama 20 menit. Bagian supernatan yang merupa- kan PPP dipindahkan dengan hati-hati ke cuvette, ditutup rapat. Pada PRP dilakukan pemeriksaan jumlah trombosit menggunakan automatic cell counter Sysmex XT-2000i. Pemeriksaan dilanjutkan ke tahap berikutnya bila jumlah trombosit 200.000-250.000/mm3, namun bila jumlah trombosit >250.000/mm3 dilakukan pengenceran mengguna-kan PPP untuk mencapai jumlah 250.000/mm3

Stock solution agonis dipersiapkan dengan mencampur satu vial ADP (adenosine diphosphate) dengan 1 mL aquadest hingga homogen, konsen-trasi yang didapat adalah 20µM. Untuk mendapat-kan konsentrasi 5µM, maka encerkan 1 bagian stock solution dengan 3 bagian NaCL. Pipet 225µ L PRP ke dalam cuvette aggregasi. Digunakan untuk menetapkan transmisi “0%”. Pipet 225µL PPP ke dalam cuvette aggregasi lainnya. Digunakan untuk menetapkan transmisi “100%”. Tambahkan batang pengaduk ke dalam cuvette tersebut dan hangatkan selama 2 menit. Masukkan cuvette yang berisi PPP ke dalam kamar reaksi. Atur instrumen untuk transmisi 100%. Keluarkan cuvette PPP dan masukkan cuvette yang berisi PRP ke dalam kamar. Atur


(63)

instrument untuk transmisi 0% atau baseline. Setelah instrument dinolkan, baseline yang stabil dibuat dengan PRP selama 30-60 detik kemudian ditambahkan 25µL ADP.

Hasil dihitung dengan cara berikut (gambar 2):

a. Diukur perbedaan antara baseline dan 100% aggregasi (B).

b. Diukur perbedaan antara baseline dengan amplitude maksimal yang terbentuk (A).

Dibagikan antara A dengan B (A/B). Inilah persentase aggregasi maksimal.

3.9.3. Pemantapan Kualitas

3.9.3.1. Light Transmission Aggregation (LTA)

Tidak tersedia alat pemantapan kualitas untuk aggregometer.5

Scale set dilakukan sebanyak satu kali dalam sebulan. Masing-masing cairan scale set (scale set #1 dan #2), di masukkan ke dalam cuvette. Masukkan cuvette #1 (berisi cairan scale set #1) ke dalam channel, lalu lakukan pengukuran. Begitu juga hal nya pada cuvette #2 (berisi cairan scale set #2) yang telah diketahui nilainya yaitu 1,36. Cahaya yang ditembakkan laser diodes dan

Namun, hasil pembacaan dari instrumen LTA dapat diukur dengan menggunakan dua bahan yang diketahui absorbannya pada 650 nm untuk setiap channel. Bahan ini dibuat untuk mencakup jarak absorban yang dijumpai pada penggunaan klinis. Cairan scale set kadar rendah ditetapkan sebagai densitas optikal nol, sedang cairan kadar tinggi memiliki absorban pada 650 nm, lebih besar dari yang akan dijumpai pada penggunaan normal dari tes aggregasi trombosit.


(64)

ditangkap oleh photo diodes, nilainya akan dikonversikan menjadi angka oleh digital converter. Nilai yang dihasilkan akan di ukur oleh komputer berdasarkan nilai scale set. Hasil akan ditampilkan dan akan memunculkan kode warna tertentu yang mengindikasikan diterima atau tidaknya nilai. Jika nilai tidak diterima, maka prosedur scale set harus diulang lagi. Scale set dilakukan sebulan sekali.11

Tabel 3.1 Scale Set Aggregasi Trombosit

Tanggal Channel Scale Set #1 Scale Set#2 Result 14/06/03 1 0,177V 0,637V 0,339

2 0,175V 0,640V 0,342

3 0,172V 0,638V 0,342

4 0,174V 0,641V 0,343

19/07/03 1 0,174V 0,653V 0,352

2 0,174V 0,655V 0,354

3 0,170V 0,654V 0,356

4 0,172V 0,658V 0,357

20/08/03 1 0,181V 0,656V 0,349

2 0,185V 0,662V 0,351

3 0,177V 0,666V 0,360

4 0,180V 0,663V 0,355

3.9.3.2. Mean Platelet Volume (MPV)

Pemantapan kualitas pemeriksaan MPV dilakukan dengan menjalankan program kontrol pada Sysmex XT-2000i. Menggunakan darah kontrol yang telah diketahui nilainya, yaitu rendah, normal dan tinggi. Sebelum darah kontrol dianalisa, pastikan file pemantapan kualitas telah disiapkan. Homogenkan darah kontrol dengan baik dan


(65)

benar, lalu lakukan analisa. Pastikan hasil pemantapan kualitas masuk ke dalam data nilai target. Lakukan analisa darah control untuk ketiga sampel kontrol. Data hasil pemeriksaan akan tersimpan secara otomatis.

3.9.3.3. HbA1

Pemantapan kualitas pemeriksaan HbA1c dilakukan dengan menggunakan darah kontrol yang telah diketahui nilainya. Homogenkan darah kontrol dengan baik dan benar, lalu lakukan analisa.

C

3.10. MASALAH ETIKA (ETHICAL CLEARANCE) DAN PERSETUJUAN SETELAH

PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Ethical clearance diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan nomor: 269/KOMET/FK USU/2013. Peserta yang setuju untuk ikut serta dalam penelitian harus mengisi lembar informed consent setelah mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian ini.

3.11. RENCANA PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Analisa data dilakukan menggunakan software SPSS (Statistical Package for Social Sciences, Chicago, IL, USA) for Windows. Untuk membandingkan nilai MPV pada penderita DM tipe 2 terkontrol dengan tidak terkontrol digunakan uji T-independent. Untuk membandingkan persentase aggregasi trombosit pada penderita DM tipe 2 terkontrol dengan tidak terkontrol digunakan uji Mann-Whitney U. Untuk menghubungkan nilai MPV dengan persentase aggregasi trombosit pada penderita DM tipe 2 dengan kadar gula darah terkontrol dengan terkontrol digunakan uji korelasi Pearson.


(66)

3.12. KERANGKA KERJA

Penderita DM Tipe 2

Anamnesa Pemeriksaan Fisik

Inklusi Eksklusi

Hb PLT TG HbA1C

MPV & % aggregasi trombosit

Tdk terkontrol >7% Terkontrol

<7% Eksklusi


(67)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan secara cross sectional study selama periode Mei 2013 hingga Agustus 2013 dengan melakukan pemeriksaan MPV, aggregasi trombosit, HbA1c, dan parameter lainnya. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi akhirnya didapatkan 50 orang pasien DM tipe 2 di Poliklinik Endokrinologi Instalasi Penyakit Dalam RSUP Haji Adam Malik Medan. Subjek penelitian dibagi atas 2 kelompok berdasarkan nilai HbA1c yang didapat, terdiri dari kelompok DM Tipe 2 Terkontrol (HbA1c < 7%) dan DM tipe 2 Tidak Terkontrol (HbA1c > 7%).

Peserta penelitian terdiri dari 13 (59,1%) laki-laki dan 9 (40,9%) perempuan pada kelompok DM Tipe 2 Terkontrol (DMT) dan 12 (42.9%) laki-laki dan 16 (57.1%) perempuan pada kelompok DM Tipe 2 Tidak Terkontrol (DMTT), dengan rerata umur 56,8 ± 7,8 tahun pada kelompok DMT dan 54,2 ± 7 tahun pada kelompok DMTT. Hasil penelitian diuraikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Data Demografi Berdasarkan Jenis Kelamin

Variabel

DM Tipe 2 Terkontrol

DM Tipe 2 Tidak Terkontrol

N % N %

Jenis Kelamin Laki-laki 13 59.1 12 42.9

Perempuan 9 40.9 16 57.1


(1)

69. Kodiatte TA et. al. Mean Platelet Volume in Type 2 Diabetes Mellitus. J Lab Physicians. 2012;4(1):5-9.

70. Űnűbol M, Ayhan M, Gűney E. The Relationship Between Mean Platelet Volume With Microalbuminuria and Glycemic Control in Patients With Type II Diabetes Mellitus. Platelets. 2012;23(6):475-80.

71. Khan SR, Ayub N, Nawab S, Shamsi TS. Triglyceride Profile in Dyslipidaemia of Type 2 Diabetes Mellitus. Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan. 2008;18(5):270-273.

72. Thompson CB, Jakubowski JA, Quinn PG, Deykin D, Valeri CR. Platelet Size as A Determinant of Platelet Function. J Lab Clin Med. 1983;101(2):205-13.

73. Vivas D et. al. Influence of HbA1c Levels on Platelet Function Profiles Associated with Tight Glycemic Control in Patients Presenting with Hyperglycemia and An Acute Coronary Syndrome. A Subanalysis of the CHIPS study. J Thromb Thrombolysis. 2013;35(2):165-74.


(2)

LAMPIRAN 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat Pagi/Siang, Bapak/Ibu

Pada hari ini, saya dr. Malayana R. Nst yang sedang menjalani pendidikan dokter spesialis patologi klinik di FK USU, ingin menjelaskan kepada Bapak/Ibu tentang penelitian yang akan saya lakukan tentang “Korelasi Nilai MPV dengan Aggregasi Trombosit pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol”. Penelitian ini dilakukan untuk menilai kerja sel trombosit pada pasien DM tipe 2.

Saya akan mencatat identitas Bapak/Ibu; nomor rekam medis, nama, jenis kelamin, pekerjaan dan alamat. Penelitian ini dilakukan dengan

mengambil darah sebanyak 6 mL atau setara dengan satu sendok makan, pada daerah lipat tangan. Pengambilan darah akan dilakukan oleh analis yang berpengalaman.

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui ukuran sel

trombosit pada penderita DM tipe 2, dan dihubungkan dengan kadar gula darah yang terkontrol.

Penelitian ini tidak menimbulkan hal-hal yang berbahaya bagi Bapak/Ibu sekalian, hanya akan terasa sedikit nyeri saat pengambilan darah. Namun, bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung, yang disebabkan oleh perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini, saya akan bertanggung jawab untuk memberikan pertolongan/biaya/pengobatan/membantu mengatasi masalah/efek samping tersebut.

Keikutsertaan Bapak/Ibu dalam penelitian ini adalah suka rela. Bila keterangan yang saya berikan masih belum jelas atau ada hal-hal yang belum jelas, Bapak/Ibu dapat langsung bertanya kepada saya.

Kerahasiaan data Bapak/Ibu akan tetap saya jaga. Setelah Bapak/Ibu memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu yang telah terpilih pada penelitian ini dapat mengisi dan menandatangani lembar persetujuan penelitian. Atas bantuan dan kerjasama bapak/ibu, saya ucapkan terimakasih.

Nama : dr. Malayana R. Nst Telepon : 08126099195

Medan, 29 Mei 2013 dr. Malayana R. Nst


(3)

(Informed Consent)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :………..

Umur :………..tahun

Jenis Kelamin : Pr Lk

Pekerjaan :………..

Alamat :………..

………

Nomor telpon :………..

Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dan resiko penelitian yang berjudul Korelasi Nilai MPV dengan Aggregasi Trombosit pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Terkontrol dan Tidak Terkontrol, , dan memahami bahwa subyek dalam penelitian ini sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri dalam keikutsertaannya, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya bersedia ikut dalam penelitian ini dan bersedia berperan serta dengan mematuhi semua ketentuan yang telah disepakati.

Medan, ……… 2013

Mengetahui, Yang menyatakan, Peneliti Saksi, Peserta Penelitian


(4)

LAMPIRAN 3

Data Pribadi

STATUS PASIEN

Nama :... Umur : ...tahun MR:... Jenis Kelamin : Pr Lk

Alamat :... Suku Bangsa :... Pekerjaan :...

Anamnesa

Keluhan Utama :... ... ... ... RPT :... RPO :... Riw. Keluarga :...

Pemeriksaan Fisik

Tekanan Darah :...mmHg L. Pinggang :...cm Tinggi Badan :...cm Berat Badan :...kg

Komplikasi Vaskular DIabetik

Retinopati : Nefropati :

Neuropati :

Pemeriksaan Laboratorium

HbA1C :...% MCV :...fL Plt Aggregasi :...% Jlh Trombosit:...x106/mm3


(5)

(6)