Imunoreaktivitas Neuregulin1 Serum dan SNP8NNRG433E1006 Gen Neuregulin1 pada Suku Batak yang Menderita Skizofrenia Paranoid

(1)

IMUNOREAKTIVITAS NEUREGULIN I SERUM DAN

SNP8NRG433E1006 GEN NEUREGULIN I

PADA SUKU BATAK YANG MENDERITA

SKIZOFRENIA PARANOID

ELMEIDA EFFENDY

NIM: 098102004

PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRAK

Latar belakang Neuregulin 1 (NRG1) merupakan faktor pertumbuhan pleiotropik, yang penting dalam perkembangan dan fungsi susunan saraf pusat, terlibat dalam modulasi migrasi neuronal, sinaptogenesis, gliogenesis, komunikasi neuron-glia, mielinasi dan neurotransmisi pada otak dan jaringan lainnya. NRG1 terletak pada 8p13, paling sering direplikasi untuk skizofrenia. SNP8NRG433E1006 gen NRG1 merupakan salah satu SNP yang berisiko untuk terjadinya skizofrenia.

Tujuan untuk mengetahui perbedaan imunoreaktivitas NRG1 serum dan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dan tidak menderita gangguan jiwa.

Metode Setelah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran USU, diberikan penjelasan terperinci tentang tujuan dan manfaat penelitian, diberikan lembaran persetujuan penelitian, dilakukan wawancara psikiatrik menggunakan MINI ICD-X, diagnosis ditegakkan berdasarkan PPDGJI-III. Kemudian dilakukan pengambilan darah untuk ELISA, isolasi DNA, Nested-PCR, dan DNA sequencing pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dan yang tidak menderita gangguan jiwa.

Hasil Nilai rerata imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid adalah 14,51+6,81pg/ml. Nilai rerata imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa 13,12+2,49pg/mL. Terdapat perbedaan nilai rerata imunoreaktivitas NRG1 serum yang bermakna antara suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa (p=0,036). Tidak terdapat perbedaan nilai rerata imunoreaktivitas NRG1 serum yang bermakna (p=0,574) antara suku Batak laki yang menderita skizofrenia paranoid dan suku Batak laki-laki yang tidak menderita gangguan jiwa. Terdapat perbedaan nilai rerata imunoreaktivitas NRG1 serum yang bermakna antara suku Batak perempuan yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak perempuan yang tidak menderita gangguan jiwa (p=0,012). Tidak terdapat korelasi yang bermakna (p>0,05) baik antara usia, durasi penyakit, awitan usia dan dosis obat antipsikotika dengan imunoreaktivitas NRG1 serum, dan dapat dilihat bahwa kekuatan korelasinya sangat lemah (r di antara 0,00–0,20). Terdapat polimorfisme alel G/A pada posisi bp 76, alel G/T pada posisi bp 112, dan delesi pada posisi bp 110. Pada suku Batak terdapat perbedaan urutan nukleotida pada posisi bp 113-116, dan suku Batak yang memiliki urutan nukleotida ATCG pada posisi bp113-116 berisiko untuk menderita skizofrenia dibandingkan dengan suku Batak yang memiliki urutan nukleotida GATC (OR: 0,125; p<0,05; 95%CI 0,04-0,39).


(3)

ABSTRACT

Background Neuregulin 1 (NRG1) gene is located at 8p13, one of the best replicated linkage loci for schizophrenia. NRG1 is a pleiotropic growth factor, important in nervous system development and function. It is involved in the modulation of neuronal migration, synaptogenesis, gliogenesis, neuron-glia communication, myelination and neurotransmission in the brain and other tissues. SNP8NRG433E1006 gene NRG1 is one of the five high risk SNP in schizophrenia.

Objective to look for differences NRG1 immunoreactivity serum and SNP8NRG433E1006 NRG1 gene in Bataks ethnic with schizophrenia paranoid and without mental disorders.

Methods This study was approved by the Research Ethics Committee of Medical Faculty University of Sumatera Utara. Written informed consents were obtained from all participant after giving a full explanation of the study protocol. Semi-structured interviews using MINI-ICD X were carried out for all participants. Diagnosis of schizophrenia paranoid were made based on PPDGJI-III criteria. DNA extraction, Nested PCR, DNA sequencing and ELISA were done for participants.

Results Mean NRG1-immunoreactivity serum in Batak ethnic with schizophrenia paranoid 14,51+6,81pg/ml, without mental disorder 13,12 +2,49 pg/ml. There was statistically significant difference between mean serum-NRG1-immunoreactivity in Batak ethnic with schizophrenia paranoid and without mental disorder (p=0,036 ). There was no statistically significant difference between mean serum-NRG1-immunoreactivity in Bataks men with schizophrenia paranoid and without mental disorder (p=0,574). There was statistically significant difference between mean serum-NRG1-immunoreactivity in Bataks women with schizophrenia paranoid and without mental disorder (p=0,012). There were no statistically significant difference among age, duration of illness, onset of illness, dose of antipsychotic medication and serum-NRG1-immunoreactivity, and the correlation was very weak (r between 0,00-0,20). There was G/A allele polymorphism in 76bp, G/T allele polymorphism in 112bp, and deletion in 110bp. In Batak ethnics, there was a sequence difference in 113-116bp, and Batak ethnics with ATCG sequence in 113-116bp gave higher chance for having schizophrenia then Batak ethnics with GATC sequence in 113-116bp (OR: 0,125; p<0,05; 95%CI 0,04-0,39).


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, atas segala rahmat dan karunia- Nya disertasi dengan judul

Imunoreaktivitas Neuregulin1 Serum dan SNP8NNRG433E1006 Gen Neuregulin1 pada Suku Batak yang Menderita Skizofrenia Paranoid dapat diselesaikan.

Saya ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berjasa dan memberikan kontribusi. Kiranya Allah Maha Tahu, Maha Teliti dan berkenan membalas setiap kebaikan yang teramat besar, yang telah diberikan kepada saya hingga saat ini.

Dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM& H, M.Sc (CTM), Sp.A (K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Doktor (S3) Ilmu Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A Siregar, Sp.PD-KGEH, beserta jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Doktor (S3).

Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Ketua Program Studi Doktor (S3) Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan, dorongan dan fasilitas. Demikian juga kepada Sekretaris Program Studi Doktor (S3) Prof. Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL(K) yang telah meluangkan waktu memberikan saran dan motivasi kepada saya selama mengikuti proses pendidikan.

Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp.KJ(K), Guru Besar Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara selaku promotor yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing, mendorong, memberi masukan, memotivasi secara terus-menerus dalam pelaksanaan pendidikan, penelitian dan penulisan disertasi ini dan di luar ini selalu siap sedia memberikan nasihat, petunjuk dan arahan baik di berbagai bidang, beliau betul-betul merupakan


(5)

pendidik sejati yang penuh dengan ide-ide cemerlang dengan berbagai solusi yang sudah mendidik saya sejak saya masih menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran sampai sekarang. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada beliau.

Dr. dr. Nurmiati Amir, Sp.KJ(K) , staf pengajar Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia selaku ko-promotor I yang telah dengan penuh kesabaran, meluangkan waktu datang ke Medan secara berulang, membimbing, memberikan dukungan moril, masukan dan koreksi dalam menyelesaikan penulisan disertasi ini dengan segala kearifan, kelapangan hati dan sikap selalu siap menolong. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada beliau.

dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D, staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara selaku ko-promotor II yang selalu bersedia dengan ikhlas meluangkan waktu untuk memotivasi, membimbing, mendorong dan mengarahkan saya dalam menjalankan pendidikan, penelitian dan penyelesaikan disertasi ini dengan kedalaman dan keluasan ilmu beliau dan sikap selalu siap menolong. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada beliau.

Prof. Dr. dr. HM. Syamsulhadi, Sp. KJ(K), Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Ketua Kolegium Psikiatri Indonesia, selaku penguji disertasi, yang dalam kesibukannya yang padat telah bersedia membantu menyempurnakan disertasi ini dengan segala masukan yang sangat berharga, menguji, menilai serta memberikan bimbingan.

dr. Gino Tann, Ph.D, Sp.PK, selaku penguji disertasi yang telah bersedia membantu menyempurnakan usulan penelitian, memberikan wawasan berharga tentang biomolekuler, dan menyempurnakan disertasi ini.

Dr. dr. Rosita Juwita Sembiring, Sp.PK, selaku penguji disertasi yang telah bersedia melakukan koreksi, masukan dan bimbingan sejak awal usulan penelitian sampai selesainya disertasi ini.

Dr. Ir. Erna Mutiara, MKN, selaku penguji disertasi yang telah bersedia memberikan masukan dan bimbingan sejak awal usulan penelitian sampai selesainya disertasi ini.

Para pemberi kuliah Program Studi Doktor (S3): Prof.dr. Chairuddin P Lubis, DTM &H, Sp.A(K); Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH; Alm. Prof. dr. Iskandar Zulkarnain Lubis, SpA(K); Prof. dr. Rozaimah Zain-Hamid,Ph.D, MSc, Sp.FK; Prof. Dr. Ir. Sumono MS; Drs. Sutarman, MSc, Ph.D; Dr. Drs. Ridwan Siregar, MLib; dr. Adang Bachtiar,


(6)

MD, MPH, DSc; Dr. dr. Rosita Juwita Sembiring, Sp.PK(K); dr. Gino Tann, Ph.D, Sp.PK; Prof. dr. Syafruddin, PhD, saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas bimbingan dan diskusi selama saya mengikuti pendidikan Program Studi S3.

Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP-K selaku Ketua Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan FK USU yang telah memberikan izin untuk dapat dilakukannya penelitian ini.

Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp. A(K), selaku Pembantu Dekan I FK USU yang telah memberikan dukungan sehingga memperlancar proses pendidikan ini.

dr. Zainuddin Amir, M.Ked(Paru), Sp.P(K), Ketua TKP PPDS-I FK USU yang telah banyak memberikan masukan, dorongan dan kemudahan demi selesainya pendidikan ini.

dr. P. J. Sirait, M.Kes yang banyak membantu dalam hal pengolahan data, analisis dan interpretasi hasil penelitian ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada semua guru saya di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa: Prof. dr. Syamsir BS, Sp.KJ(K) (Alm), dr. Harun T. Parinduri, Sp.KJ(K), Prof. dr. H.M. Joesoef Simbolon, Sp.KJ(K), dr. Raharjo S, Sp.KJ dan dr. Marhanuddin Umar, Sp.KJ(K) (Alm).

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada semua guru saya baik dalam pendidikan formal maupun nonformal dari mulai Sekolah Dasar hingga saya menyelesaikan pendidikan Doktor.

dr. Dapot Parulian Gultom, Sp.KJ, M.Kes selaku Wakil Direktur Pelayanan Medik BLUD RSJ, Pemprovsu yang telah memberikan izin dan kemudahan dalam pelaksanaan penelitian ini.

Jajaran direksi Badan Layanan Umum Daerah RSJ Provinsi Sumatera Utara, RS Universitas Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik Medan, RS.Bhayangkara Medan, RS Haji Mina Medan selaku pimpinan tempat penulis bertugas yang telah memberikan dukungan selama ini.

dr. Mustafa M Amin, M.Ked.KJ, M.Sc, Sp.KJ; dr. Vita Camellia, M.Ked.KJ, Sp.KJ selaku Sekretaris Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU, dan dr. M. Surya Husada, M.Ked.KJ, Sp.KJ selaku Sekretaris Program Studi lmu Kedokteran Jiwa yang banyak membantu tugas-tugas saya di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa dan Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa, semoga kerja sama, saling memahami dan kedekatan yang telah terjalin selama ini tetap terpelihara.


(7)

dr. Ferdinan Leo Sianturi, M.Ked.KJ, dr. Hanip Fahri, MM, M.Ked.KJ, dr. Superida Ginting, M.Ked.KJ, dr. Wijaya Taufik Tiji, M.Ked.KJ, dr. Dessy Wahyuni, dr. Nining Gilang Sari, M.Ked. KJ, dr. Nazli Mahdinasari Nasution, dr. Poltak Jeremias Sirait, M.Kes, dr. Novita Linda Akbar, dr. Trisna Marni, dr. Catherine Tjong yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini.

Dr. Tetty Aman Nasution, M. Med Sc selaku pimpinan Lab Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin untuk menggunakan fasilitas Laboratorium yang beliau pimpin; Mardiah Nasution, ST dan Indra Wahyudi, SP yang dengan penuh kesabaran mengajari, membimbing dan membantu saya saat melakukan pekerjaan laboratorium terkait penelitian ini.

Teman peserta didik Program Doktor (S3) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, terima kasih tak terhingga atas segala kerjasama, keakraban serta saling mendukung dalam suka dan duka selama ini.

Seluruh staf administrasi Program Studi Doktor (S3) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang turut berjerih payah membantu kelancaran studi saya.

Sembah sujud, terima kasih yang tidak terhingga serta doa kami untuk orang tua tercinta Alm. Prof. Dr. dr. Hasjim Effendy dan Prof. dr. Yasmeiny Yazir yang telah, membesarkan,mendidik, membimbing dan memberi teladan dalam bekerja keras, mendalami ilmu pengetahuan, berpikir positif dan optimis, bertanggung jawab terhadap pilihan, amanah dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, serta tabah dalam menjalani kehidupan.

Suami saya A. Reza Pahlevi, ST, SSi serta anak-anak saya Alifa Putri Mirza Pahlevi, dan M. Fadli Putra Pahlevi yang telah merelakan waktu mereka yang telah memberikan dukungan lahir bathin dan pengertian yang luar biasa selama ini.

Seluruh PPDS Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas pengertian dan dukungan yang diberikan selama saya menjalani pendidikan.

Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu namanya, semoga Allah SWT memberikan balasan yang terbaik.

Mudah-mudahan disertasi saya ini dapat memicu dan memacu penemuan-penemuan lainnya dengan kemanfaatan yang berkelanjutan, memberi sumbangan berharga bagi perkembangan dunia ilmu kedokteran, memberi inspirasi bagi murid-murid dan anak-anak kami,


(8)

serta mendapat berkah untuk dapat membawa nama almamater di pentas ilmiah nasional dan internasional.

Saya memohon maaf atas segala khilaf dan selalu memohon arahan, bimbingan dan nasehat kepada guru-guru saya. Semoga Allah SWT senantiasa memberi rahmat dan hidayahNya kepada kita semua, Amin. Ya Robbal Alamin.

Wabillahi taufiq walhidayah, wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Medan, Februari 2014 Penulis


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama :Elmeida Effendy

NIP :197205011999032004

Tempat/tanggal lahir:Leiden, 1 Mei 1972

Pangkat/Golongan : Penata tk I/ III d Jabatan : Lektor Kepala

Agama : Islam

Alamat rumah : Jl.dr, Hamzah no 9- Medan 20154 No telepon/HP : 061-8211623 /08163131734

Alamat kantor : Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU/SMF Psikiatri RSUP.H. Adam Malik- Jl. Bunga Lau no 17 Medan

Alamat e-mail :micipsych@yahoo.com Instansi : Fakultas Kedokteran USU Nama orang tua

Ayah : (Alm). Prof. Dr. dr. Hasjim Effendy Ibu : Prof. dr. Yasmeiny Yazir

Nama suami : A. Reza Pahlevi, ST,SSi Nama anak : Alifa Putri Mirza Pahlevi

(Alm) M. Faiz Al Azmi M. Fadli Putra Pahlevi

RIWAYAT PENDIDIKAN

- SD Yayasan Pendidikan Harapan 2 Medan : tamat tahun 1985 - SMP Yayasan Pendidikan Harapan 2 Medan : tamat tahun 1988 - SMA Negri 1 Medan : tamat tahun 1991

- Fakultas Kedokteran USU : Sarjana Kedokteran tamat tahun 1995 - Fakultas Kedokteran USU : Dokter (profesi) tamat tahun 1997


(10)

- Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa FK USU : tamat tahun 2004

- Program Magister Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU : tamat tahun 2012

RIWAYAT PEKERJAAN

- Staf Pengajar Tetap Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU sejak tahun 1999 s/d sekarang

RIWAYAT JABATAN

- Sekretaris Departmen Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU 2005-2007 - Sekretaris Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU 2007 –

2010

- Ketua Program Studi Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU 2011- sekarang

KEANGGOTAAN ORGANISASI PROFESI

- Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Sumatera Utara - Ikatan Dokter Indonesia Cabang Medan

- Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Cabang Sumatera Utara


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

UCAPAN TERIMA KASIH...iii

RIWAYAT HIDUP...vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I 1 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Hipotesis Penelitian ... 5

1.4. Tujuan Penelitian ... 5

1.4.1. Tujuan umum ... 5

1.4.2. Tujuan khusus ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1. Manfaat teoritis ... 6

1.5.2. Manfaat praktis (terapan) ... 7

1.6. Orisinalitas ... 7

1.7. Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual ... 7

BAB II 8 2.1. Skizofrenia ... 8

2.1.1. Epidemiologi ... 8

2.1.2. Etiologi ... 9

2.1.2.1. Faktor-faktor biologik ... 9

2.1.2.1.1. Neurokimiawi otak ... 9

2.1.2.1.1.1. Hipotesis dopamin ... 9

2.1.2.1.1.2. Hipotesis serotonin ... 9

2.1.2.1.1.3. Hipotesis gamma-aminobutiryc acid (GABA) ... 10

2.1.2.1.1.4. Hipotesis glutamat ... 10

2.1.2.1.2. Hipotesis degeneratif saraf (neurodegenerative hypothesis) ... 10

2.1.2.1.3. Hipotesis perkembangan saraf (neurodevelopmental hypothesis) ... 11

2.1.2.1.4. Elektrofisiologi ... 11

2.1.2.1.5. Psikoneuroimunologi ... 12

2.1.2.1.6. Psikoneuroendokrinologi ... 12

2.1.2.2. Faktor psikososial ... 12

2.1.2.2.1. Teori psikoanalitik ... 12

2.1.2.2.2. Dinamika keluarga ... 12

2.1.2.3. Faktor genetik ... 13


(12)

2.1.4. Skizofrenia paranoid ... 14

2.1.5. Diagnosis ... 14

2.2. Genetika Skizofrenia ... 17

2.3 Neuregulin 1 ... 19

2.3.1 Protein neuregulin 1 ... 19

2.3.2. Gen NRG1 ... 20

2.4. Suku Batak ... 22

BAB III 24 3.1. Desain Penelitian ... 24

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

3.3. Variabel Penelitian ... 24

3.4. Populasi dan Sampel ... 24

3.4.1. Populasi ... 24

3.4.2. Sampel ... 24

3.4.2.1. Besar sampel ... 25

3.4.2.2. Teknik pengambilan sampel ... 25

3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi ... 25

3.6. Definisi operasional ... 26

3. 7. Bahan dan Alat Penelitian ... 28

3.7.1. Bahan ... 28

3.7.2. Alat penelitian ... 29

3.8. Cara kerja penelitian ... 29

3.8.1. Persiapan penelitian ... 29

3.8.1.1. Etika penelitian ... 29

3.8.1.2. Pelatihan tim peneliti ... 29

3.8.1.3. Identifikasi subjek yang berpotensi masuk ke dalam Penelitian ... 30

3.8.1.4. Informed consent ... 30

3.8.1.5. Penilaian lebih lanjut ... 30

3.8.1.6. Penegakan diagnosis ... 30

3.8.2. Prosedur pengambilan darah ... 31

3.8.3. ELISA ... 31

3.8.3.1. Cara kerja ... 31

3.8.4. Prosedur isolasi DNA... 32

3.8.5. Nested-polymerase chain reaction ... 33

3.8.6. Sequencing ... 34

3.9. Alur Penelitian ... 36

3.10.Manajemen dan Analisis Data ... 36

BAB IV 38 4.1. Protein NRG1 ... 39

4.2. Nested PCR NRG1 ... 41

4.3. Sequencing dari Gen NRG1 ... 42

BAB V 47 5.1. Protein NRG1 ... 49

5.2. Nested-PCR NRG1 ... 52

5.3. Sequencing dari gen NRG1 ... 52


(13)

BAB VI 56

6.1. Kesimpulan ... 56

6.2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

Tabel 3. 1. Definisi Operasional ... 26 Tabel 4. 1. Data Dasar Usia, Durasi Penyakit, Awitan, Dosis

Antipsikotika, Jenis Antipsikotika Suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak Menderita Gangguan Jiwa ... 38 Tabel 4. 2. Imunoreaktivitas NRG1 Serum Pada Suku Batak yang

Menderita Skizofrenia Paranoid dan Suku Batak yang

Tidak Menderita Gangguan Jiwa ... 40 Tabel 4. 3. Perbandingan Imunoreaktivitas NRG1 Serum pada Suku

Batak yang Menderita Skizofrenia Paranoid dengan Suku Batak yang tidak Menderita Gangguan Jiwa ... 40 Tabel 4. 4. Korelasi Usia, Awitan, Durasi Penyakit, Dosis Obat

Antipsikotika, dan Imunoreaktivitas NRG1 Serum ... 41 Tabel 4. 5. Distribusi Frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada

Suku Batak yang menderita Skizofrenia Paranoid ... 43 Tabel 4. 6. Distribusi Frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada

suku Batak yang Tidak Menderita Gangguan Jiwa ... 44 Tabel 4. 7. Hubungan Urutan Nukleotida ATCG dan GATC dengan

Suku Batak yang Menderita Skizofrenia Paranoid dan

Suku Batak yang Tidak Menderita Gangguan Jiwa ... 45 Tabel 4. 8. Perbandingan Nilai Rerata Imunoreaktivitas NRG1 Serum

pada Subjek dengan Dasar Perbedaan pada posisi bp 76-116 pada Suku Batak yang Menderita Skizofrenia

Paranoid ... 46 Tabel 4. 9. Perbandingan Nilai Rerata Imunoreaktivitas NRG1 Serum

pada Subjek dengan Dasar Perbedaan pada posisi bp 76-116 pada Suku Batak yang Tidak Menderita Gangguan


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Teoritis... ...23

Gambar 2.2. Kerangka Konsep... ...23

Gambar 3.1. Alur Penelitian... ...36

Gambar 4. 1. Kurva Linier Imunoreaktivitas NRG1 Serum ... 39


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

Lampiran 1. Lembar Penjelasan Untuk Penelitian ... 66 Lampiran 2. Surat Pernyataan Persetujuan Ikut Dalam Penelitian .... 68


(17)

DAFTAR SINGKATAN

AMPA : alpha amino 3 hydroxy-5 methyl-4-isoxazolepropionic acid

BDNF : brain derived neurotropic factor COMT : catechol-O- methyl-transferase DALY : Disability-Adjusted Life Year DISC1 : disrupted in schizophrenia 1

DNA : Deoxy Ribonucleic Acid

DSM-IV-TR : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Text Revised

DTNBP1 : dystrobrevin-binding protein 1

ELISA : Enzyme Linked Immunosorbent Assay GBD : Global Burden of Disease

GRM3 : glutamate receptor metabotropic 3 NMDA : N methyl D Aspartate

NRG1 : neuregulin1

PCR : Polymerase Chain Reaction PRODH : Proline dehydrogenase LTP : long term potentiation

RNA : Ribo Nuclec Acid

SA-HRP : Streptavidin-Horse Radish Peroxidase SNP : Single Nucleotide Polymorphism SWB : stringent wash buffer

WHB : wash hybridization buffer WCS : working conjugate solution


(18)

ABSTRAK

Latar belakang Neuregulin 1 (NRG1) merupakan faktor pertumbuhan pleiotropik, yang penting dalam perkembangan dan fungsi susunan saraf pusat, terlibat dalam modulasi migrasi neuronal, sinaptogenesis, gliogenesis, komunikasi neuron-glia, mielinasi dan neurotransmisi pada otak dan jaringan lainnya. NRG1 terletak pada 8p13, paling sering direplikasi untuk skizofrenia. SNP8NRG433E1006 gen NRG1 merupakan salah satu SNP yang berisiko untuk terjadinya skizofrenia.

Tujuan untuk mengetahui perbedaan imunoreaktivitas NRG1 serum dan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dan tidak menderita gangguan jiwa.

Metode Setelah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran USU, diberikan penjelasan terperinci tentang tujuan dan manfaat penelitian, diberikan lembaran persetujuan penelitian, dilakukan wawancara psikiatrik menggunakan MINI ICD-X, diagnosis ditegakkan berdasarkan PPDGJI-III. Kemudian dilakukan pengambilan darah untuk ELISA, isolasi DNA, Nested-PCR, dan DNA sequencing pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dan yang tidak menderita gangguan jiwa.

Hasil Nilai rerata imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid adalah 14,51+6,81pg/ml. Nilai rerata imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa 13,12+2,49pg/mL. Terdapat perbedaan nilai rerata imunoreaktivitas NRG1 serum yang bermakna antara suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa (p=0,036). Tidak terdapat perbedaan nilai rerata imunoreaktivitas NRG1 serum yang bermakna (p=0,574) antara suku Batak laki yang menderita skizofrenia paranoid dan suku Batak laki-laki yang tidak menderita gangguan jiwa. Terdapat perbedaan nilai rerata imunoreaktivitas NRG1 serum yang bermakna antara suku Batak perempuan yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak perempuan yang tidak menderita gangguan jiwa (p=0,012). Tidak terdapat korelasi yang bermakna (p>0,05) baik antara usia, durasi penyakit, awitan usia dan dosis obat antipsikotika dengan imunoreaktivitas NRG1 serum, dan dapat dilihat bahwa kekuatan korelasinya sangat lemah (r di antara 0,00–0,20). Terdapat polimorfisme alel G/A pada posisi bp 76, alel G/T pada posisi bp 112, dan delesi pada posisi bp 110. Pada suku Batak terdapat perbedaan urutan nukleotida pada posisi bp 113-116, dan suku Batak yang memiliki urutan nukleotida ATCG pada posisi bp113-116 berisiko untuk menderita skizofrenia dibandingkan dengan suku Batak yang memiliki urutan nukleotida GATC (OR: 0,125; p<0,05; 95%CI 0,04-0,39).


(19)

ABSTRACT

Background Neuregulin 1 (NRG1) gene is located at 8p13, one of the best replicated linkage loci for schizophrenia. NRG1 is a pleiotropic growth factor, important in nervous system development and function. It is involved in the modulation of neuronal migration, synaptogenesis, gliogenesis, neuron-glia communication, myelination and neurotransmission in the brain and other tissues. SNP8NRG433E1006 gene NRG1 is one of the five high risk SNP in schizophrenia.

Objective to look for differences NRG1 immunoreactivity serum and SNP8NRG433E1006 NRG1 gene in Bataks ethnic with schizophrenia paranoid and without mental disorders.

Methods This study was approved by the Research Ethics Committee of Medical Faculty University of Sumatera Utara. Written informed consents were obtained from all participant after giving a full explanation of the study protocol. Semi-structured interviews using MINI-ICD X were carried out for all participants. Diagnosis of schizophrenia paranoid were made based on PPDGJI-III criteria. DNA extraction, Nested PCR, DNA sequencing and ELISA were done for participants.

Results Mean NRG1-immunoreactivity serum in Batak ethnic with schizophrenia paranoid 14,51+6,81pg/ml, without mental disorder 13,12 +2,49 pg/ml. There was statistically significant difference between mean serum-NRG1-immunoreactivity in Batak ethnic with schizophrenia paranoid and without mental disorder (p=0,036 ). There was no statistically significant difference between mean serum-NRG1-immunoreactivity in Bataks men with schizophrenia paranoid and without mental disorder (p=0,574). There was statistically significant difference between mean serum-NRG1-immunoreactivity in Bataks women with schizophrenia paranoid and without mental disorder (p=0,012). There were no statistically significant difference among age, duration of illness, onset of illness, dose of antipsychotic medication and serum-NRG1-immunoreactivity, and the correlation was very weak (r between 0,00-0,20). There was G/A allele polymorphism in 76bp, G/T allele polymorphism in 112bp, and deletion in 110bp. In Batak ethnics, there was a sequence difference in 113-116bp, and Batak ethnics with ATCG sequence in 113-116bp gave higher chance for having schizophrenia then Batak ethnics with GATC sequence in 113-116bp (OR: 0,125; p<0,05; 95%CI 0,04-0,39).


(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik berat, sangat destruktif, penyebab disabilitas dengan prevalensi seumur hidup berkisar antara 0,5-1% (Stefansson et al., 2002; Li, Collier dan He, 2006; Mc Grath et al., 2009; Nieratschker, Nothen dan Rietscel, 2010).

Menurut studi The Epidemiological Catchment Area yang disponsori oleh National Institute of Mental Health prevalensi seumur hidup skizofrenia berkisar antara 0,6-1,9 %, dan menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV Text Revised (DSM-IV-TR) insidens tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5-5,0 per 10.000 dengan beberapa variasi geografis (Fatemi, 2008; Sadock dan Sadock, 2007).

Meskipun banyak penelitian terhadap gangguan ini, aspek dari etiologi dan patofisiologinya sampai saat ini masih sedikit dipahami (Mc Grath et al., 2009; Tamminga, 2009; Nieratschker, Nothen dan Rietscel, 2010; Jones dan Buckley, 2006; Tamminga, 2003). Namun demikian pertimbangan terhadap kontribusi genetik pada gangguan ini sendiri telah dikenal dengan baik. Dari berbagai studi keluarga mengemukakan peran genetik dengan heritabilitas mencapai 70-85% (Mc Grath et al., 2009; Braff dan Freedman, 2002; Cannon dan Keller, 2006) dan pada keluarga derajat pertama memiliki peningkatan risiko 5-10 kali lebih tinggi untuk menderita skizofrenia dibandingkan dengan populasi umum (Nieratschker, Nothen dan Rietscel, 2010; Levinson, 2003).


(21)

Kebanyakan individu yang terlibat mungkin mempunyai beberapa kombinasi dari variasi alel dalam variasi gen. Terdapatnya predisposisi alel tersebut tidak cukup untuk menimbulkan manifesnya penyakit, namun mempunyai kontribusi dalam pewarisan sifat (Volk dan Lewis, 2008).

Meta-analisis dari genome-wide linkage menemukan sejumlah loki kromosom yang berhubungan dengan skizofrenia: 2p, 6p, 8p, 13q, dan 22q. Sejumlah loki ini mengandung gen-gen yang mengatur fungsi neurobiologik, mengatur sistem molekuler, seperti neuregulin (NRG1), dysbindin (DTNBP1), G72, suatu regulator dari G protein signaling 4 (RGS4), catechol-O–methyl transferase (COMT), proline dehydrogenase (PRODH), metabotropic glutamate receptor 3 (GRM3), protein kinase AKT1 dan disrupted-in-schizophrenia 1 (DISC1) (Volk dan Lewis, 2008; Owen, Craddock dan O’Donovan, 2009; Riley dan Kendle, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Stefansson dan kawan-kawan awalnya mengidentifikasi NRG1 sebagai suatu gen yang bertanggung jawab untuk skizofrenia pada populasi Iceland (Stefansson et al., 2003; Stefansson et al., 2002). Studi-studi asosiasi dan keterpautan pada populasi etnik yang berbeda menyatakan NRG1 pada lokus 8p sebagai kandidat gen yang berpengaruh untuk skizofrenia (Sei et al., 2007). Lebih dari sepuluh studi-studi kasus kontrol dan lebih dari lima family-based association studies menunjukkan bukti yang positif pada hubungan ini (Buxbaum et al., 2008). Namun mekanisme pasti pengaruh kontribusi NRG1 terhadap skizofrenia masih belum diketahui (Sei et al., 2007).


(22)

Pada laporan asli asosiasi skizofrenia pada populasi Iceland, Stefansson dan kawan-kawan mengidentifikasi suatu “core at-risk haplotype” yang terdiri dari 5 SNP (SNP8NRG221132, SNP8NRG221533, SNP8NRG241930, SNP8NRG243177 dan SNP8NRG433E1006). Studi-studi lanjutan terpisah pada populasi Scottish, Irish, United Kingdom, Dutch mengkonfirmasi asosiasi genetik antara skizofrenia dan NRG1 dengan penanda pada inti haplotype yang sama (Law et al., 2006).

Gen Neuregulin 1 menunjukkan perbedaan populasi pada alel dan frekuensi haplotype (Wang et al., 2009; Corvin et al., 2004). Studi terhadap populasi Asia Timur (khususnya Cina, Jepang dan Korea) menunjukkan hasil yang inkonsisten dalam penemuan asosiasi antara skizofrenia dan SNP8NRG433E1006 dan polimorfisme yang lain. Bahkan dengan populasi Cina yang lain hasilnya berbeda (Li, Collier dan He, 2006; Munafo et al., 2006; Wang et al., 2009; Munafo, Attwood dan Flint, 2007).

Di Sumatera Utara, berdasarkan daftar kunjungan pasien ke Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa (BLUD RSJ) Propinsi Sumatera Utara, kunjungan ke poliklinik jiwa rata-rata 52 orang per hari. Prevalensi skizofrenia pada suku Batak di BLUD RSJ Propinsi Sumatera Utara sebanyak 60 % (BLUD RS Jiwa Provinsi Sumatera Utara, 2012).

Suku Batak adalah kelompok masyarakat yang dikenal sebagai orang Indonesia, dengan penampilan fisiknya yang mudah dibedakan dengan orang kulit putih (Kaukasoid) dan orang kulit hitam (Negroid), termasuk kelompok Mongoloid dan masih kuat menjalankan kebiasaan


(23)

adat istiadat terutama yang berdomisili di Wilayah Sumatera Utara (Simanjuntak, 2006).

Suku Batak dipilih karena selain prevalensi kunjungan ke poliklinik BLUD RSJ Pemprovsu paling tinggi, kemurnian suku paling terjaga, karena adanya adat istiadat yang kuat untuk tetap mempertahankan kemurnian suku dengan menikah juga dengan suku Batak.

Peneliti memilih untuk memeriksa NRG1 di antara gen-gen yang berpengaruh terhadap skizofrenia berdasarkan bukti kekuatan yang paling menonjol baik di bidang asosiasi dengan skizofrenia, keterpautan dengan lokus gen, biologic plausibility dan ekspresi yang berubah pada skizofrenia. SNP8NRG433E1006 dipilih berdasarkan kemampulaksanaan dalam pemeriksaan SNP tersebut.

Penelitian tentang NRG1, baik imunoreaktivitas NRG1 serum maupun SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada bangsa Indonesia, khususnya suku Batak belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu perlu diketahui nilai imunoreaktivitas NRG1 serum dan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pasien skizofrenia di Indonesia khususnya suku Batak.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang sudah diuraikan dan penelusuran kepustakaan, dapat dirumuskan masalah yang dituangkan sebagai pertanyaan penelitian berikut: Apakah ada perbedaan imunoreaktivitas NRG1 serum dan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 antara


(24)

suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa?

1.3. Hipotesis Penelitian

Terdapat perbedaan imunoreaktivitas NRG1 serum antara suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa.

Terdapat perbedaan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 antara suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui perbedaan imunoreaktivitas NRG1 serum dan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 antara suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa.

1.4.2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid (usia, durasi penyakit, dosis dan jenis antipsikotika yang digunakan, faktor endogen dan stresor psikososial)

2. Untuk mengetahui imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dan pada suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa.


(25)

3. Untuk mengetahui perbedaan imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa

4. Untuk mengetahui korelasi usia, awitan, durasi penyakit, dosis antipsikotika dengan imunoreaktivitas NRG1 serum

5. Untuk mengetahui distribusi frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid.

6. Untuk mengetahui distribusi frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa.

7. Untuk mengetahui hubungan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 dan besar risiko timbulnya skizofrenia paranoid pada suku Batak.

8. Untuk mengetahui hubungan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 dengan imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid.

9. Untuk mengetahui hubungan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 dengan imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat teoritis

1. Mendapatkan nilai imunoreaktivitas NRG1 serum sebagai salah satu faktor kerentanan timbulnya skizofrenia paranoid pada suku Batak 2. Dengan mendapatkan frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada

pasien skizofrenia suku Batak dapat diketahui faktor predisposisi segi genetik terjadinya skizofrenia paranoid.


(26)

1.5.2. Manfaat praktis (terapan)

1. Dapat digunakan sebagai metode screening untuk keluarga yang mempunyai riwayat keluarga skizofrenia paranoid.

2. Memanfaatkan metode biologi molekuler pada konsul genetika untuk tindakan preventif terjadinya skizofrenia pada suku Batak.

1.6. Orisinalitas

Penelitian tentang imunoreaktivitas NRG1 serum dan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada bangsa Indonesia, khususnya suku Batak belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu, penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan sebuah hak atas kekayaan intelektual berupa penemuan informasi baru yang menyajikan imunoreaktivitas NRG1 serum dan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada suku Batak baik pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dengan suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa.

1.7. Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual

1. Diketahuinya nilai imunoreaktivitas NRG1 serum pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dan suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa.

2. Ditemukannya distribusi frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid.

3. Ditemukannya distribusi frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1 pada populasi suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa.

4. Diketahuinya hubungan SNP8NRG433E1006 gen NRG1 dengan imunoreaktivitas NRG1 serum.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Skizofrenia

Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis yang bervariasi, tetapi sangat destruktif, psikopatologinya mencakup aspek-aspek kognisi, emosi, persepsi dan aspek-aspek perilaku lainnya. Ekspresi dari manifestasi gangguan ini bervariasi di antara pasien, tapi efeknya selalu berlangsung lama dan berat. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 25 tahun, dapat mengenai siapa saja dari kelompok sosial ekonomi manapun (Sadock dan Sadock, 2007; Fatemi, 2008; Pesold, Roberts dan Kirkpatrick, 2004).

2.1.1. Epidemiologi

Di Amerika Serikat prevalensi seumur hidup untuk skizofrenia berkisar 1 %, ini berarti 1 dalam 100 orang akan mengalami skizofrenia dalam hidupnya. Menurut studi The Epidemiological Catchment Area yang disponsori oleh National Institute of Mental Health prevalensi seumur hidup skizofrenia berkisar antara 0,6-1,9%. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV Text Revised (DSM-IV-TR) insidens tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5-5,0 per 10.000 dengan beberapa variasi geografis.Insidens lebih tinggi pada orang–orang yang dilahirkan di daerah urban. Skizofrenia ditemukan ditemukan di seluruh kelas masyarakat dan area geografis, insidens dan rasio prevalens rata-rata sama di seluruh dunia (Sadock dan Sadock, 2007; Task Force on


(28)

DSM-IV, American Psychiatric Association, 2000; Van-Os dan Allardyce, 2009).

2.1.2. Etiologi

Etiologi skizofrenia terdiri dari : faktor-faktor biologik,psikososial dan genetik.

2.1.2.1. Faktor-faktor biologik

Faktor-faktor biologik terdiri dari :

2.1.2.1.1. Neurokimiawi otak

Terdiri dari hipotesis dopamin, hipotesis serotonin,hipotesis GABA, hipotesis glutamat (Sadock dan Sadock, 2007; Benes dan Tamminga, 2002).

2.1.2.1.1.1. Hipotesis dopamin

Formulasi paling sederhana dari hipotesis dopamin skizofrenia menyatakan skizofrenia disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang berlebihan. Teori dasar ini tidak mengelaborasi apakah hiperaktivitas dopaminergik itu sehubungan dengan terlalu banyak pelepasan dopamin, terlalu banyak reseptor dopamin, hipersensitivitas reseptor dopamin terhadap dopamin atau kombinasi dari mekanisme-mekanisme ini (Stahl, 2008; Guillin, Abi-Dargham dan Laruelle, 2007; Goto dan Grace, 2007; Bobo dan Rapoport, 2008; Abi-Dargham dan Grace, 2011).

2.1.2.1.1.2. Hipotesis serotonin

Hipotesis ini menyatakan serotonin yang berlebihan sebagai penyebab gejala positif dan negatif pada skizofrenia (Sadock dan Sadock, 2007; Abi-Dargham, 2007).


(29)

2.1.2.1.1.3. Hipotesis gamma-aminobutiryc acid (GABA)

Neurotransmiter asam amino inhibitory gamma-aminobutiryc acid (GABA) dikaitkan dengan patofisiologi skizofrenia didasarkan pada penemuan bahwa beberapa pasien skizofrenia mempunyai kehilangan neuron-neuron GABA-ergic di hipokampus. GABA memiliki efek regulatory pada aktivitas dopamin, dan kehilangan neuron inhibitory GABA-ergic dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron-neuron dopaminergik (Sadock dan Sadock, 2007; Lewis dan Hashimoto, 2007; Krystal dan Moghaddam, 2011).

2.1.2.1.1.4. Hipotesis glutamat

Glutamat dianggap terlibat karena penggunaan fensiklidin, suatu antagonis glutamat menghasilkan suatu sindroma akut yang serupa dengan skizofrenia (Sadock dan Sadock, 2007).

2.1.2.1.2. Hipotesis degeneratif saraf (neurodegenerative hypothesis)

Sejumlah proses degeneratif saraf dihipotesiskan, berkisar dari apoptosis abnormal yang diprogram secara genetik, degenerasi dari neuron-neuron yang kritis, pemaparan prenatal terhadap anoksia, toksin- toksin, infeksi atau malnutrisi, proses kehilangan neuronal yang dikenal sebagai excitotoxicity akibat aksi berlebihan dari neurotransmiter glutamat. Jika neuron- neuron tereksitasi ketika memperantarai gejala-gejala positif, kemudian mati akibat proses toksik yang disebabkan neurotransmisi excitatory yang berlebihan, ini membawa ke stadium residual burn out dan


(30)

gejal-gejala negatif (Stahl, 2008; Stan, Lesselyong dan Ghose, 2009; Konrad dan Winterer, 2008; Balu dan Coyle, 2011).

2.1.2.1.3. Hipotesis perkembangan saraf (neurodevelopmental hypothesis)

Banyak teori-teori tentang skizofrenia menyatakan gangguan ini berasal dari abnormalitas dalam perkembangan otak. Sebagian menyatakan bahwa problem didapatkan dari lingkungan otak janin. Skizofrenia dapat berawal dengan proses degeneratif yang didapat yang berpengaruh dengan perkembangan saraf. Sebagai contoh skizofrenia meningkat pada orang-orang dengan riwayat semasa janin mengalami komplikasi obstetrik saat dalam kehamilan ibu, berkisar dari infeksi virus, kelaparan, proses autoimun dan masalah-masalah lain yang menyebabkan gangguan pada otak di awal perkembangan janin, dapat berkontribusi terhadap penyebab skizofrenia. Faktor-faktor ini juga akhirnya dapat mengurangi faktor-faktor pertumbuhan saraf dan merangsang proses-proses tetentu yang membunuh neuron-neuron yang kritis, seperti sitokin, infeksi virus, hipoksia, trauma, kelaparan atau stres (Stahl, 2008; Busatto et al., 2010; Jaaro-Peled et al., 2009; Kato et al., 2011; Waddington dan Morgan, 2001; Harrison, Lewis dan Kleinman, 2011; Weinberger dan Levitt, 2011).

2.1.2.1.4. Elektrofisiologi

Studi-studi elektrofisiologi menunjukkan bahwa banyak pasien skizofrenia mempunyai rekaman elektrofisiologik abnormal, peningkatan sensitivitas terhadap prosedur aktivasi (aktivitas spike yang sering setelah


(31)

kurangnya tidur, penurunan aktivitas alfa, peningkatan aktivitas theta dan delta) (Sadock dan Sadock, 2007; Salisbury, Krljes dan McCarley, 2003; Winterer dan McCarley, 2011).

2.1.2.1.5. Psikoneuroimunologi

Sejumlah abnormalitas berkaitan dengan skizofrenia, mencakup penurunan produksi T-cell interleukin-2, pengurangan jumlah dan respons limfosit perifer, reaktivitas humoral dan seluler abnormal terhadap neuron, adanya antibodi brain-directed (antibrain) (Stahl, 2008).

2.1.2.1.6. Psikoneuroendokrinologi

Banyak laporan menggambarkan perbedaan neuroendokrin pada pasien skizofrenia dan kelompok kontrol. Contohnya: abnormalitas dexamethason suppression test, penurunan luteinizing hormone dan follicle-stimulating hormone (Stahl, 2008).

2.1.2.2. Faktor psikososial 2.1.2.2.1. Teori psikoanalitik

Sigmund Freud menyatakan skizofrenia berasal dari perkembangan yang terfiksasi. Fiksasi ini mengakibatkan defek pada perkembangan ego dan defek-defek ini memberikan kontribusi terhadap gejala-gejala skizofrenia (Sadock dan Sadock, 2007).

2.1.2.2.2. Dinamika keluarga

Sejumlah pasien skizofrenia berasal dari keluarga-keluarga yang disfungsi. Perilaku keluarga patologis dapat meningkatkan stres emosional yang merupakan hal yang rentan pada pasien skizofrenia untuk mengatasinya. Dinamika keluarga tersebut berupa double bind


(32)

communication, schisms and skewed family, pseudomutual dan pseudohostile families, dan emosi yang diekspresikan secara tinggi (Sadock dan Sadock, 2007).

2.1.2.3. Faktor genetik

Terdapat kontribusi genetik pada sebagian atau mungkin semua bentuk skizofrenia, dan proporsi yang tinggi dari variasi dalam kecenderungan skizofrenia sehubungan dengan efek genetik. Risiko menderita skizofrenia sebesar 1% pada populasi umum jika tidak ada keluarga yang terlibat. Bila salah satu orang tua menderita skizofrenia maka insidens untuk menderita skizofrenia sebesar 12%. Insidens skizofrenia pada kembar dizigotik jika salah satu menderita skizofrenia sebesar 12%, pada kembar monozigotik sebesar 47%. Jika kedua orang tua menderita skizofrenia insidensnya sebesar 40% (Sadock dan Sadock, 2007; Owen, O'Donovan dan Harrison, 2005; Weeks dan Lange, 1988).

2.1.3. Gambaran klinis

Tidak ada gejala dan tanda klinis yang patognomonis untuk skizofrenia; setiap gejala atau tanda yang terlihat pada skizofrenia juga ada di gangguan neurologik dan psikiatrik lainnya. Gejala-gejala seorang pasien dapat berubah sejalan dengan waktu. Misalnya seorang pasien mungkin mengalami halusinasi intermiten atau kemampuan yang bervariasi dalam menghadapi situasi sosial secara adekuat, atau gejala-gejala gangguan mood yang bermakna dapat datang dan pergi selama perjalanan penyakit skizofrenia. Klinisi juga harus mempertimbangkan tingkat pendidikan, kemampuan intelektual, kultural dan sub kultural.


(33)

Sebagai contoh, kemampuan yang terganggu untuk memahami konsep abstrak dapat mencerminkan pendidikan pasien atau intelegensianya. Organisasi keagamaan dan kebudayaan mungkin memiliki pola-pola yang kelihatan aneh bagi orang di luar tetapi normal bagi yang terlibat di dalamnya (Sadock dan Sadock, 2007; Goldberg, David dan Gold, 2011; Yeganeh et al., 2011).

2.1.4. Skizofrenia paranoid

Skizofrenia paranoid ditandai oleh preokupasi satu atau lebih waham atau halusinasi pendengaran yang sering. Umumnya waham besar dan waham kejaran. Biasanya mengalami episode pertama pada usia yang lebih tua dibandingkan skizofrenia disorganized dan katatonik (Sadock dan Sadock, 2007).

2.1.5. Diagnosis

Di Indonesia kriteria diagnostik skizofrenia ditegakkan berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1993 (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993).

Walaupun tidak ada gejala-gejala yang patognomonik, dalam praktek ada manfaatnya untuk membagi gejala-gejala tersebut ke dalam kelompok-kelompok yang penting untuk diagnosis dan yang sering terdapat secara bersama-sama, misalnya :

a) thought echo,thought insertion atau withdrawal dan thought broadcasting.


(34)

b) Waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity, yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran,perbuatan atau perasaan khusus;persepsi delusional;

c) Suara halusinasi yang berkomentar terus-menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri, atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh;

d) Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan manusia super (misalnya mampu mengendalikan cuaca,atau berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain);

e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus;

f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme;


(35)

g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas serea, negativism, mutisme dan stupor;

h) Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodoh (apatis), pembicaraan yang terhenti dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

i) Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial;

Pedoman diagnostik

Persyaratan yang normal untuk diagnosis skizofrenia ialah harus ada sedikitnya satu gejala tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih apabila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) dari gejala (a) sampai (d) tersebut di atas, atau paling sedikit dua gejala dari kelompok (e) sampai (h) yang harus selalu ada secara jelas selama kurun waktu satu bulan atau lebih. Kondisi-kondisi yang memenuhi persyaratan gejala tersebut tetapi yang lamanya kurang dari satu bulan (baik diobati atau tidak) harus didiagnosis pertama kali sebagai ganggun psikotik lir-skizofrenia akut (F23.2) dan baru diklasifikasi ulang kalau


(36)

gejala-gejala tersebut menetap selama kurun waktu yang lebih lama (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993).

2.2. Genetika Skizofrenia

Minat yang besar dalam genetika dari gangguan psikiatrik berasal dari kekuatan potensial dari pendekatan genetik untuk mengidentifikasi penyakit gen dan menegaskan dasar molekuler psikopatologi gangguan tersebut. Beberapa bukti mendukung peranan terhadap pewarisan gangguan tersebut. (Volk dan Lewis, 2008; Bakker et al., 2004; Craddock dan Owen, 1996; Gejman, Sanders dan Duan, 2010; Hauser et al., 1996; Maier, Zobel dan Kuhn, 2006; Mowry, 2010; Harrison dan Weinberger, 2005; Riley, Asherson dan McGuffin, 2003).

Model transmisi genetik pada skizofrenia belum diketahui, tetapi sejumlah gen tampak memiliki kontribusi pada kerentanan terhadap skizofrenia. Studi keterkaitan dan asosiasi genetik telah mendapatkan bukti yang kuat untuk sembilan tempat terkait : 1q,5q,6p,6q,8p,10p,13q,15 q dan 22q (Sadock dan Sadock, 2007; Riley dan Kendler, 2005; Hirvonen et al., 2004; Badner dan Gershon, 2002; Riley dan Kendler, 2011).

Studi-studi yang membuktikan keterlibatan genetik dan pengaruh lingkungan pada skizofrenia antara lain :

Studi Epidemiologi Populasi

Studi ini mempelajari prevalensi dan insiden dari gangguan dan penyakit berdasarkan survey komunitas. Variasi dalam nilai rerata tertentu dapat memberikan informasi berharga mengenai penyakit dan keseimbangan pengaruh genetik dari lingkungan. Ukuran insiden pada


(37)

populasi merupakan dasar yang kritis untuk mengestimasi kemampuan pewarisan pada studi genetik yang melibatkan keluarga. Studi pada populasi yang terisolasi secara geografik, kebudayaan juga memberikan manfaat yang khusus karena selain terisolasi secara geografik biasanya populasi ini merupakan keluarga besar (large pedigree) dan akan memudahkan mengambil kesimpulan oleh karena peningkatan homogenitas baik variasi gennya maupun interaksi lingkungannya (Moldin dan Daly, 2009; Fears dan Freimer, 2009; O'Donovan dan Owen, 2011). Studi Keluarga

Studi-studi keluarga menunjukkan suatu gangguan atau simtom spesifik yang diwariskan pada anggota keluarga. Meskipun demikian sulit untuk memisahkan apakah keadaan tersebut berasal dari faktor lingkungan atau faktor genetik, karena keluarga memang berbagi materi genetik tetapi juga berbagi elemen lingkungan yang sama. Dalam rangka memisahkan faktor genetik dan faktor lingkungan diadakan studi kembar dan studi adopsi (Moldin dan Daly, 2009; Riley dan Kendler, 2005).

Studi Molekular Genetik

Studi keterpautan, studi asosiasi dan studi transgenik banyak dilakukan untuk mengidentifikasi faktor genetik pada tingkat molekuler (Nieratschker, Nothen dan Rietscel, 2010; Craddock dan Owen, 1996; Craddock, O’Donovan dan Owen, 2005). Studi keterpautan memakai sampel dari keluarga (pedigree) yang memiliki masalah/penyakit yang akan dicari, kemudian ditelusuri kromosom atau lokus gen yang


(38)

menggambarkan kerentanan terhadap penyakit tersebut (Fears dan Freimer, 2009; Clerget-Darpoux, Bonaiti-Pellie dan Hochez, 1986).

Studi-studi yang berkaitan dengan kandidat gen, baik posisi; lokasi pada regio genom yang berhubungan dengan skizofrenia dan fungsi; keterlibatan dalam perkembangan otak, hubungan sinaptik dan neurotransmisi menghasilkan beberapa kandidat yang menjanjikan yang dianggap mempunyai kontribusi terhadap skizofrenia, seperti : dysbindin (DTNBP 1), neuregulin1(NRG1), G 72, RGS4,cathecol- O- methyl transferase (COMT), proline dehydrogenase (PRODH), metabotropic glutamate receptor 3 (GRM3), protein kinase AKT1 dan disrupted-in- schizophrenia (DISC1) (Munafo et al., 2006; Kim et al., 2012).

Empat gen-gen kunci yang mengatur konektivitas dan sinaptogenesis pada skizofrenia adalah: brain- derived neurotrophic factor (BDNF), dysbindin (disebut juga dystrobrevin-binding protein1) yang terlibat dalam pembentukan struktur-struktur sinaptik, neuregulin, terlibat dalam migrasi neuronal dan pembentukan sel-sel glia dan mielinisasi; dan DISC-1(disrupted in schizophrenia-1) yang membuat protein yang terlibat dalam neurogenesis, migrasi neuronal dan organisasi dendritik (Stahl, 2008; Hall et al., 2006; Dammann et al., 2008; Haraldsson et al., 2010; Buonanno, 2010).

2.3 Neuregulin 1

2.3.1 Protein neuregulin 1

Protein neuregulin 1 dan reseptor-reseptornya merupakan anggota dari sub family ErbB reseptor tirosin kinase, yang memegang peranan


(39)

penting dalam perkembangan sistem saraf dan jantung. Kebanyakan isoform neuregulin 1 disintesis sebagai proprotein transmembran yang diproses secara proteolitik terhadap fragmen terminal N yang mengandung bioaktif EGF-like domain (Ozaki et al., 2004; Feng et al., 2010; Frenzel dan Falls, 2001; Keri, Kiss dan Kelemen, 2009; Newbern dan Birchmeier, 2010). NRG 1 juga dikenal sebagai faktor pertumbuhan glial, suatu protein yang dimurnikan sebagai mitogen untuk Schwann cells (SC). NRG1 dapat menginduksi diferensiasi neural crest menjadi fenotip SC. NRG1 juga meningkatkan pergerakan SC, migrasi dan menginduksi proliferasi SC (Corfas et al., 2004; Boucher et al., 2011).

2.3.2. Gen NRG1

Neuregulin 1 (NRG1) awalnya merupakan suatu kandidat gen yang bertanggung jawab untuk skizofrenia pada studi yang dilakukan di Iceland (Petryshen et al., 2005; Munafo et al., 2006; Marball et al., 2012; Gardner et al., 2006). Gen NRG1 terletak pada 8p21-p12,satu dari loki yang berkaitan dengan skizofrenia (Li, Collier dan He, 2006; Pedrosa et al., 2009; Tosato, Dazzan dan Collier, 2005; Kirov, O'Donovan dan Owen, 2005; Levinson, 2005) NRG1 merupakan faktor pertumbuhan pleiotropik, penting dalam perkembangan dan fungsi sistem saraf. Gen ini terlibat dalam modulasi migrasi neuronal, sinaptogenesis, gliogenesis, komunikasi neuron-glia, myelinisasi dan neurotransmisi dalam otak dan jaringan-jaringan lain (Li, Collier dan He, 2006; Hashimoto et al., 2004; Tosato et al., 2012; Talmage, 2008; Mei dan Xiong, 2008; Kruglyak et al., 1996).


(40)

NRG1 memengaruhi regulasi myelinisasi susunan saraf pusat dengan menginduksi migrasi dan diferensiasi oligodendrosit susunan saraf pusat (Wang et al., 2009; Stahl, 2008). Lebih jauh lagi bukti preklinis menunjukkan bahwa perubahan dalam NRG1-ErbB signalling menyebabkan abnormalitas pada struktur dan fungsi oligodendrosit, seperti pengurangan ketebalan myelin dan perlambatan kecepatan konduksi di akson susunan saraf pusat (Wang et al., 2009; Huang dan Chen, 2009).

Stefansson dan kawan-kawan pertama kali melaporkan suatu hubungan antara NRG1 dan skizofrenia, mengikuti positional mapping pada kromosom 8p pada keluarga Icelandic (Stefansson et al., 2002; Riley dan Kendler, 2005; Stefansson et al., 2003). Inti dari haplotype yang berisiko (HAPice) pada 5’ ujung gen yang terdiri dari 5 SNP

(SNP8NRG221132, SNP8NRG221533, SNP8NRG 241930, SNP8NRG243177, SNP8NRG433E1006) dan dua mikrosatelit (478B14-848, 420M91395) ditemukan berhubungan dengan skizofrenia pada populasi Icelandic, dan populasi Scottish (Thomson et al., 2007; Li, Collier dan He, 2006; Hanninen et al., 2008; Stefansson et al., 2003; Naz, Riaz dan Saleem, 2011). Bukti yang kuat untuk hubungan dengan haplotype yang sama, dikenal dengan HAPICE ditemukan pada sampel yang besar

dari Scotland, dan didukung lebih jauh lagi dengan sampel dari United Kingdom (Owen, Craddock dan Jablensky, 2010). SNP8NRG433E1006 merupakan salah satu dari kelima SNP dari HAPICE. Hal ini mengubah


(41)

(Javitt, 2007). Secara keseluruhan terdapat bukti yang kuat dari beberapa studi bahwa variasi genetik pada NRG1 memberikan risiko terhadap skizofrenia, tetapi tidak semua studi menemukan haplotype terkait yang sama, pengaruh spesifik dan varian protektif belum ditemukan (Owen, Craddock dan Jablensky, 2010; Corvin et al., 2004)..

2.4. Suku Batak

Suku Batak adalah kelompok masyarakat yang dikenal sebagai orang Indonesia, dengan penampilan fisiknya yang mudah dibedakan dengan orang kulit putih (Kaukasoid) dan orang kulit hitam (Negroid). Suku Batak diduga berasal dari utara dan India Sampai abad XIX, suku Batak terisolasi di pegunungan Bukit Barisan selama 3000 tahun, sebanyak 100 generasi. Suku Batak termasuk Proto Malayan (subras Mongoloid) seperti juga suku Toraja, sedangkan suku Jawa, Aceh, Minangkabau, Bugis, Makasar, Sunda dan Madura termasuk subras Neo Malayan. Subras Proto Malayan seperti Suku Batak dan Suku Toraja merupakan suku yang suka hidup terisolasi di pegunungan dan menolak pengaruh luar. (Simanjuntak, 2006; Munir, 2007; Gultom Raja Marpadang, 1992).


(42)

Gambar 2. 1. Kerangka Teoritis

Gambar 2. 2. Kerangka Konsep

Imunoreaktivitas NRG 1 Serum LH

FSH

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Karakteristik Subjek: A. Usia

B. Durasi Penyakit C. Awitan

D. Dosis Antipsikotika E. Jenis Kelamin F. Faktor Endogen G. Stresor Psikososial SNP8NRG433E1006

Imunoreaktivitas NRG1 Serum

Suku Batak

menderita skizofrenia paranoid

tidak menderita gangguan jiwa

Usia Durasi Penyakit

Awitan Dosis Antipsikotika

Jenis Kelamin Faktor Endogen Stresor Psikososial


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah suatu jenis eksploratif observasional analitik, yang menilai hubungan antara faktor risiko dengan kejadian penyakit dengan cara membandingkan kelompok kasus dengan kontrol (Ghazali et al., 2008; Madiyono et al., 2008).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di beberapa lokasi, yaitu : BLUD RSJ Provinsi Sumatera Utara, RS Bhayangkara Medan, Laboratorium Terpadu FK USU, dan First Base Sequencing Service Selangor dengan waktu penelitian dilaksanakan dalam periode waktu dua belas bulan.

3.3. Variabel Penelitian

Variabel tergantung (dependen): skizofrenia paranoid

Variabel bebas (independen): SNP8NRG433E1006 gen NRG1 dan imunoreaktivitas NRG1 dalam serum

3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1. Populasi

Populasi target pada adalah suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid, sedangkan populasi terjangkau adalah suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid dan berobat di BLUD RSJ ProvSU.

3.4.2. Sampel

Sampel penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan kontrol. Kelompok kasus adalah suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid


(44)

dan memenuhi kriteria inklusi. Kelompok kontrol adalah suku Batak yang tidak menderita skizofrenia paranoid.

3.4.2.1. Besar sampel

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rumus untuk uji hipotesis terhadap dua proporsi dua kelompok independen (Dahlan, 2009; Dahlan, 2009) sebagai berikut:

(

)

(

)

[

]

(

)

2

2 2 1 2 1 2 2 1 1 2 P P Q P Q P PQ n n − + Ζ + Ζ

= α β

Keterangan : P1

P

= proporsi SNP8PNRG433E1006 berdasarkan judgement Peneliti

2

P

= proporsi SNP8NRG433E1006 yang didapat dari kepustakaan (Stefansson et al., 2003; Zhao et al., 2004)

1= 0,504; P2=0,154; Q1= 0,496; Q2

Q= 1-P α=0,05  Zα =1,96; β=0,20 Zβ=0.84

=0,846 P=1/2 (P1+P2);

n1=n2= 27,67

Besar sampel minimal kasus dan kontrol adalah masing-masing 30.

3.4.2.2. Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel penelitian dilakukan secara consecutive sampling (Ghazali et al., 2008; Madiyono et al., 2008).

3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria Inklusi Kasus adalah pasien skizofrenia paranoid suku Batak yang didiagnosis berdasarkan PPDGJI III, kooperatif, berusia 15 sampai dengan 55 tahun.


(45)

Kriteria Eksklusi Kasus adalah yang menderita penyakit fisik berat, mengalami gangguan jiwa, hamil dan menyusui dan menolak berpartisipasi.

Kriteria kelompok populasi normal (sebagai kontrol) adalah manusia berasal dari suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa, tidak mempunyai hubungan keluarga dengan sampel kasus, dan tidak mempunyai riwayat skizofrenia dalam keluarga dua generasi vertikal dan horizontal, berusia 15-55 tahun.

3.6. Definisi operasional

Tabel 3. 1. Definisi Operasional

No Definisi Variabel Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

A Skizofrenia paranoid adalah salah satu subtipe skizofrenia yang gejala klinisnya didominasi oleh adanya waham dan halusinasi, diagnosis ditegakkan melalui PPDGJI-III

wawancara klinis berdasarkan PPDGJ-III

Menderita Skizofrenia Paranoid dan Tidak menderita gangguan jiwa

Nominal

B Imunoreaktivitas NRG1 serum merupakan hasil pengukuran reaksi imunitas terhadap NRG1

Teknik ELISA pg/ml Rasio

C SNP8NRG433E1006 adalah salah satu SNP dari gen NRG1 yang berhubungan dengan skizofrenia pada populasi Icelandic dan Asia

Dengan cara

Nested-PCR pada 163 bp, kemudian dilakukan

sequencing

Urutan nukleotida

Nominal

D Suku Batak adalah kelompok masyarakat yang dikenal sebagai orang Indonesia, dengan penampilan fisiknya yang mudah dibedakan dengan orang kulit putih (Kaukasoid ) dan orang kulit hitam (Negroid). Suku Batak dibedakan menjadi: Batak Toba, Mandailing, Karo, Dairi, Simalungun, Angkola. Suku Batak dalam hal ini adalah yang ayah kandung dan ibu kandungnya juga Suku Batak, demikian juga kakek dan nenek dari kedua pihak adalah Batak (2 generasi Batak murni)

Wawancara sistematis menggunakan

peta silsilah (Pedigree)

Suku Batak Nominal

E Usia adalah lamanya hidup sejak lahir

Wawancara Usia dalam tahun


(46)

F Durasi penyakit ladalah lamanya waktu pasien menderita skizofenia paranoid dinilai berdasarkan catatan rekam medis, dan dikonfirmasi melalui wawancara terhadap pasien dan keluarga pasien

dalam tahun Rasio

G Awitan usia pertama sekali pasien menunjukkan gejala skizofrenia

dinilai berdasarkan catatan rekam

medis, dan dikonfirmasi melalui wawancara terhadap pasien dan keluarga pasien

dalam tahun Rasio

H Dosis Antipsikotika adalah jumlah antipsikotika dalam mg yang dikonsumsi pasien saat dilakukan pemeriksaan disetarakan dengan dosis klorpromazin catatan rekam medis, dan dikonfirmasi melalui wawancara terhadap pasien dan keluarga pasien

dalam mg Rasio

I Jenis Antipsikotika adalah jenis antipsikotika yang dikonsumsi pada saat dilakukan pemeriksaan.

catatan rekam medis, dan dikonfirmasi melalui wawancara terhadap pasien dan keluarga pasien Kombinasi Haloperidol dan Klorpromazin , Risperidon, Nominal

J Riwayat endogen adalah riwayat memiliki keluarga yang menderita skizofrenia pada turunan derajat pertama atau kedua baik secara horizontal maupun vertikal.

catatan rekam medis, dan dikonfirmasi melalui wawancara terhadap pasien dan keluarga pasien Memiliki Riwayat Endogen atau Tidak Memiliki Riwayat Endogen Nominal

K Stresor psikososial suatu keadaan atau peristiwa yang mengakibatkan perubahan pada diri seseorang sehingga orang tersebut harus beradaptasi atau mengatasi stresor tersebut, yang timbul dalam waktu satu tahun atau kurang.

melalui wawancara terhadap pasien dan keluarga pasien Memiliki Stresor psikososial atau tidak memiliki stresor psikososial Nominal


(47)

3. 7. Bahan dan Alat Penelitian 3.7.1. Bahan

Penelitian ini membutuhkan beberapa bahan, reagen sebagai berikut : 1. Bahan untuk proses isolasi DNA yaitu darah EDTA 3cc, KIT isolasi

DNA (promega), ery lysis buffer (EL buffer), ethanol absolut, ethanol 70%, air destilata, buffer fosfat, NaCl 6 M, proteinase K, agarosa, ethidium bromida, loading buffer.

2. Bahan untuk pemeriksaan Nested Polymerase Chain Reaction (PCR) yaitu master mix (10% gliserol, KCL <0,001% dATP, dCTP, dGTP, dUTP, biotinylated pemicu, 0,01 % tag polymerase,0,05 % sodium azide, MgCl2 25 mM, air destilata, wash hybridization buffer (WHB), stringent wash buffer (SWB) 300ml, ambient wash buffer (AWB) 700ml, working conjugate solution (WCS), SA-HRP (Streptavidin-Horse Radish Peroxidase) 10µ l dan buffer sitrat.

3. Bahan NRG1 BETA 1 Human ELISA, yang terdiri dari: a. NRG 1 beta 1 Microplate (Item A)

b. Wash buffer concentrate (20x) (Item B) c. Standard (Item C)

d. Assay Diluent A (Item D) e. Assay Diluent B (Item E)

f. Detection Antibodi NRG1 beta 1 (Item F) g. HRP-Streptavidin Concentrate (Item G) h. TMB One-step Substrate Reagent (Item H) i. Stopsolution (Item I)


(48)

3.7.2. Alat penelitian

1. Alat untuk mengambil sampel darah, yaitu alcohol swabs, spuit 5 cc, torniquette, Pad/plester

2. Alat untuk ELISA, yaitu : washer thermoscientific, reader thermoscientific, multichannel pippete thermoscientific, microsentrifuge eppendorf, tabung microcentrifuge eppendorf, tips biru, kuning dan putih.

3. Alat untuk isolasi DNA, yaitu tips kuning, tips biru, tabung microcentrifuge, mikropipet 1000 mikro liter, mikropipet 200 mikro liter, vortex, microcentrifuge, Centrifuge klinik, Mesin centrifuge, inkubator, spatula, elektroforesis, transluminator dan kamera Polaroid

4. Alat untuk pemeriksaan PCR yaitu : Thermal cycler Perkin Elmer 9600, shaking waterbath dan X-ray film

3.8. Cara kerja penelitian 3.8.1. Persiapan penelitian 3.8.1.1. Etika penelitian

Penelitian ini sudah mendapat persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara nomor 18/KOMET/FKUSU/2013 tanggal 31 Januari 2013.

3.8.1.2. Pelatihan tim peneliti

Pelatihan tentang cara melakukan wawancara terstruktur dengan MINI ICD X dan penegakan diagnosis dilakukan pada semua tim peneliti yang terdiri dari residen ilmu kedokteran jiwa dan psikiater. Kelayakan tim peneliti untuk ikut serta ditentukan dengan melakukan post test dan


(49)

penilaian praktik. Dinyatakan memadai jika nilai post test mencapai nilai minimal 90. Bagi tim dokter, dilakukan penilaian konsistensi intra dan antar observer. Dinyatakan konsisten bila nilai kappa minimal 0,8.

3.8.1.3. Identifikasi subjek yang berpotensi masuk ke dalam Penelitian

Identifikasi subjek dilakukan oleh residen ilmu kedokteran jiwa dan perawat yang sudah dilatih menggunakan daftar tilik identifikasi subjek penelitian. Apabila subjek memenuhi kriteria penelitian, petugas tersebut akan menghubungi peneliti untuk prosedur informed consent.

3.8.1.4. Informed consent

Diberikan penjelasan yang terperinci pada Suku Batak yang menderita skizofrenia paranoid maupun suku Batak yang tidak menderita gangguan jiwa yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi tentang tujuan dan manfaat penelitian, yang berminat mengikuti penelitian diberikan lembar persetujuan penelitian (informed consent).

3.8.1.5. Penilaian lebih lanjut

Subjek penelitian yang bersedia ikut serta dalam penelitian akan menjalani penilaian lebih lanjut sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi.

3.8.1.6. Penegakan diagnosis

Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan wawancara terstruktur dengan menggunakan MINI ICD-X untuk penapis adanya gangguan jiwa dan untuk menegakkan diagnosis skizofrenia paranoid dilakukan wawancara klinis berdasarkan PPDGJI III.


(50)

3.8.2. Prosedur pengambilan darah

Pengambilan darah dilakukan pada pukul 08.00–09.00 WIB. Dilakukan pembebatan pada lengan kiri subjek penelitian dengan torniquette, dibersihkan vena mediana kubiti dengan alcohol swab. Kemudian diambil darah sebanyak 4 cc dari vena mediana cubiti sinistra, 3cc dimasukkan ke dalam tabung EDTA 3cc dan 1 cc untuk pemeriksaan ELISA. Bekas pengambilan darah ditutup dengan pad. Dalam satu jam pengumpulan darah, darah dikoagulasikan pada temperatur 370C. Serum dipisahkan melalui sentrifugasi pada temperatur 40C selama lima belas menit dan disimpan pada suhu -800

3.8.3. ELISA

C sampai digunakan untuk dianalisis.

Semua reagen dan sampel diletakkan pada ruangan dengan temperatur ruangan (18-25o

3.8.3.1. Cara kerja

C) sebelum digunakan. Selanjutnya, sampel didilusikan. Assay Diluent A (Item D) digunakan untuk dilusi sampel serum/plasma. Assay Diluent B (Item E) satu kali digunakan untuk dilusi supernatan kultur sel/urine. Selanjutnya, Assay Diluent B 5X diencerkan dengan distilled water menjadi satu kali.

Semua reagen diletakkan di dalam ruangan dengan temperatur ruang (18-25oC) sebelum digunakan. Kemudian, 100 µl dari setiap standar dan sampel ditambahkan ke dalam well. Well ditutup dan diinkubasi selama dua setengah jam pada temperatur ruang atau selama satu malam pada temperatur 4oC dan digoncang perlahan. Selanjutnya, larutan tersebut dibuang dan dicuci sebanyak empat kali dengan satu kali


(51)

menggunakan wash solution. Setiap well yang terisi wash buffer (300 µl) dicuci dengan menggunakan multi-channel pipette atau autowasher. Setelah pencucian terakhir, sisa wash buffer dibuang dengan mengaspirasikannya. Kemudian, plate dibalikkan dan dibersihkan dengan menggunakan kertas tissue. Selanjutnya, 100 µl dari satu kali biotinylated antibody ditambahkan ke masing-masing well. Kemudian, diinkubasi selama satu jam pada temperatur ruang dengan menggoncangnya secara perlahan. Selanjutnya, larutan dibuang dan diulangi pencucian seperti sebelumnya. Kemudian, 100 µl HRP-Streptavidin ditambahkan ke masing-masing well. Kemudian, diinkubasi selama empat puluh lima menit pada temperatur ruang dengan menggoncangnya perlahan. Larutan tersebut dibuang dan diulangi pencucian seperti sebelumnya. Selanjutnya, 100 µl TMB One –step substrate reagent ditambahkan ke masing-masing well. Kemudian, diinkubasi selama tiga puluh menit pada temperatur ruang dalam keadaan gelap dengan menggoncangnya secara perlahan. Selanjutnya, 50 µl Stop Solution ditambahkan ke dalam masing-masing well. Kemudian, hasilnya dibaca dengan segera pada panjang gelombang 450 nm.

3.8.4. Prosedur isolasi DNA

Darah dimasukkan ke dalam tabung EDTA sebanyak 3 cc dengan diinjeksikan secara perlahan-lahan. Kemudian, tabung tersebut dibolak-balik perlahan agar darah bergabung dengan EDTA. Selanjutnya, disentrifus 3000 rpm selama 10-15 menit. Plasmanya dipisahkan dan diambil leukositnya sebanyak 300 mikroliter. Pada tabung eppendorf 1,5


(52)

mL lalu ditambahkan EL buffer 900 mikroliter, kemudian dibolak-balin secara perlahan. Tabung tersebut diinkubasi selama sepuluh menit di dalam kulkas dan selanjutnya disentrifus dalam 13000 rpm selama tiga menit. Supernatan dibuang secara hati-hati dan pelan-pelan agar endapannya tidak ikut terbuang. Hal ini diulangi sampai lima kali, sampai warna supernatan jernih dan endapan sudah berwarna putih. Setelah diperoleh endapan putih atau cairan sudah jernih, supernatan dibuang dan endapan divortex selama dua puluh detik. Selanjutnya, 300 uL nuclei lysis solution ditambahkan dan tabung dibolak-balik agar tercampur. Kemudian protein precipitation 100uL ditambahkan dan divortex selama dua puluh menit. Selanjutnya, tabung tersebut disentrifugasi 13.000 rpm selama tiga menit pada temperatur ruang. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung eppendorf 1,5 mL yang steril yang telah berisi 300 uL isopropanolol. Kemudian dibolak-balik sekitar tiga detik sampai terlihat benang DNA. Selanjutnya, disentrifugasi 13.000 rpm selama satu menit, hingga tampak pellet putih. Supernatan dibuang dan ditambahkan 70% etanol sebanyak 300 uL. Kemudian, disentrifugasi 13.000 rpm selama satu menit. Etanol diaspirasi menggunakan pipet dengan hati-hati, lalu dikeringkan dengan kipas angin sekitar satu jam. Selanjutnya, ditambahkan 100 uL DNA rehydration solution dan disimpan pada suhu 40C selama satu malam. Besoknya disimpan ke freezer (-200

3.8.5. Nested-polymerase chain reaction

C).

Nested-Polymerase Chain Reaction (Nested-PCR) dilakukan untuk memperoleh hasil sequencing secara langsung. Reaksi amplifikasi


(53)

pertama dilakukan dengan menggunakan primer CCTACCCCTGCACCCCCAATAAATAAA dan CTTCCTGTCGAGTGCCC

CCTGCT. Volume reaksi adalah 10 mikroliter, dan untuk masing-masing PCR, 30ng dari genomik DNA diamplifikasi dalam 3,5pmol dari setiap primer, 0,25U AmpliTaq Gold, 0,2mM dNTPs, 10% dimethyl sulfoxide, dan 2,5mM MgCl2. Diputar dengan temperatur 950C selama sepuluh menit,

diikuti dengan 40 putaran pada temperatur 940C selama lima belas detik, didinginkan pada temperatur 680C selama tiga puluh detik, dan diekstensi pada temperatur 720

3.8.6. Sequencing

C selama satu menit. Reaksi kedua didapatkan

dengan menggunakan primer TGCCACTACTGCTGCTGCT dan

ACCTTTCCCTCGATCACCAC. Hasil PCR di-sequencing secara langsung setelah pembersihan hasil PCR dengan menggunakan Big Dye Terminator Cycle Sequencing kit (PE Biosystem).

Untuk mendapatkan “sequence lengkap SNP8NRG433E1006 gen NRG1”, terdapat beberapa tahapan. Pertama, produk Nested-PCR dianalisis menggunakan mesin Applied Biosystems 3730 xl DNA Analyzer dengan protokol Big Dye Terminator v3.1 cycle sequencing kit Chemistry. Selanjutnya adalah pengolahan menggunakan perangkat lunak komputer. Perangkat lunak komputer digunakan untuk melakukan alignment terhadap pra sequence forward dan pra sequence reverse. Tahapan mendapatkan sequence lengkap untuk masing-masing subjek penelitian adalah sebagai berikut:


(54)

1. Kedua berkas pra sequence forward dan pra sequence reverse dibaca dengan perangkat lunak sequence scanner 1.0; Sequence scanner adalah perangkat lunak yang diproduksi oleh Applied Biosystem.

2. Urutan nukleotida yang ada dari masing-masing berkas pra sequence forward dan pra sequence reverse kemudian diektstrak dengan cara menyorot urutan nukleotida (pada jendela “sequence”) dari bp 1 sampai bp maksimal yang ditampilkan (tanpa mengurangi sedikitpun urutan nukleotida), kemudian urutan nukleotida yang disorot, di gandakan (copy) dan di tempelkan (paste) pada “berkas catatan” (file notepad) kemudian disimpan masing-masing dengan ekstensi FASTA.

3. Untuk berkas catatan yang berisi sequence DNA yang dihasilkan dari ekstraksi berkas pra sequence reverse, dilakukan reverse complement dengan cara menggunggah berkas catatan yang berisi sequence DNA yang dihasilkan dari ekstraksi berkas pra sequence reverse ke http://bioinformatics.or selesai, situs ini akan langsung menampilkan hasil proses reverse complement. Hasil yang ditampilkan ini dinamakan “berkas catatan hasil reverse complement. Hasil yang ditampilkan pada situs ini, kemudian disorot, digandakan, dan ditempelkan pada berkas catatan (file notepad) baru dan disimpan kembali dengan ekstensi FASTA. 4. Tahapan terakhir adalah melakukan alignment “berkas catatan” forward

dengan “berkas catatan” hasil reverse complement. Tahapan ini kembali menggunakan perangkat lunak BLAST (Basic Local Allignment Search Tool) yang disediakan oleh National Center of Biological


(55)

Informatics (NCBI) yaitu pada catatan forward dan berkas catatan hasil reverse complement, diunggah ke alamat situs tersebut, dan hasil alignment akan langsung ditampilkan dalam beberapa menit. Hasil yang ditampilkan pada situs tersebut merupakan sequence lengkap SNP8NRG433E1006 gen NRG1.

3.9. Alur Penelitian

.

Gambar 3. 1. Alur Penelitian 3.10. Manajemen dan Analisis Data

Dalam menentukan hubungan antara SNP8NRG433E1006 gen NRG1 dengan skizofrenia dilakukan analisis frekuensi SNP8NRG433E1006 gen NRG1 dalam populasi yang bertujuan untuk

SNP8NRG433E1006

Nested-PCR Izin Komite Etik FK-USU


(1)

Mei, L. dan Xiong, W.-C. (2008) 'Neuregulin 1 in Neural Development, Synaptic Plasticity and Schizophrenia', Nat Rev Neurosci, vol. 9, no. 6, June, h. 437-452.

Mowry, B. (2010) 'The Status of Genetic Investigations of Schizophrenia', Dalam Sachdev, P.S. dan Keshavan, M.S. (Penyunting) Secondary Schizophrenia Cambridge UUniversity Press, New York: Cambridge University Press.

Munafo, M.R., Attwood, A.S. dan Flint, J. (2007) 'Neuregulin 1 Genotype and Schizophrenia', Schizophrenia Bulletin, vol. 34, no. 1, November, h. 9-12.

Munafo, M.R., Thiselton, D.L., Clark, T.G. dan Flint, J. (2006) 'Association of The NRG1 Gene and Schizophrenia : A Meta-Analysis', Molecular Psychiatry, vol. 11, h. 539-546.

Munir, D. (2007) Alel Gen HLA DRB1 dan HLA DQB1 yang berhubungan dengan Kerentanan Timbulnya Karsinoma Nasofaring pada Suku Batak.

Naz, M., Riaz, M. dan Saleem, M. (2011) 'Potential role of Neuregulin 1 and TNF-alpha (2308) polymorphism in schizophrenia patients visiting hospitals in Lahore, Pakistan', Mol Biol Rep, vol. 38, h. 4709-4714.

NCBI (2013) NCBI, [Online], Available:

[29 September 2013].

Newbern, J. dan Birchmeier, C. (2010) 'Nrg1/ErbB Signaling Networks in Schwann Cell Development and Myelination', National Institutes of Health, vol. 21, no. 9, December, h. 922-928.

Owen, M.J., Craddock, N. dan Jablensky, A. (2010) 'The Genetic Deconstruction of Psychosis. Refining', Dalam Taminga, C.A., Sirovatka, P.J., Regier, D.A. dan Van Os, J. (Penyunting) Deconstructing Psychosis. Refining The Research Agenda for DSM-V, New York: American Psychiatric Association.

Pedrosa, E., Nolan, K.A., Stefanescu, R., Hershcovitz, P., Novak, T., Zukov, I., Stopkova, P. dan Lachman, H.M. (2009) 'Analysis of a Promoter Polymorphism in the SMDF Neuregulin 1 Isoform in Schizophrenia', Neuropsychobiology, vol. 59, June, h. 205-212.

Petryshen, T.L., A., M.F., Kirby, A., Aldinger, K.A., Pucell, S., Tahl, A.R., Morley, A.R. dan McGann, L. (2005) 'Support for Involvement of Neuregulin 1 in Schizophrenia Pathophysiology', Molecular Psychiatry, vol. 10, h. 366-374.

Riley, B. dan Kendle, K.S. (2006) 'Molecular genetic studies of schizophrenia', European Journal of Human Genetics, vol. 14, h. 660-680.


(2)

Riley, B. dan Kendler, K.S. (2011), Dalam Weinberger, D.R. dan Harrison, P.J. (Penyunting) Schizophrenia, 3rd

Sadock, B.J. dan Sadock, V.A. (2007) Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10

edition, Blackwell Publishing Ltd.

th

Schmitt, A., Parlapani, E., Gruber, O., Wobrock, T. dan Falkai, P. (2008) 'Impact of Neuregulin-1 on the Pathophysiology of Schizophrenia in Human Post-Mortem Studies', Eur Arch Psychiatry Clin Neurosci, vol. 258, no. 5, h. 35-39.

edition, New York: Lippincott Williams & Wilkins.

Sei, Y., Patterson, R.R., Li, Z., Tunbridge, E.M., Egan, M.F., Kolachana, B.S. dan Weinberger, D.R. (2007) 'Neuregulin 1 Induced Cell Migration is Impaired in Schizophrenia : Association with Neuregulin 1 and Catechol-o-methyltransferase Gene Polymorphisms', Molecular Psychiatry, vol. 12, h. 946-957.

Shibuya, M., Komi, E., Wang, R., Kato, T., Watanabe, Y., Sakai, M., Ozaki, M., Someya, T. dan Nawa, H. (2010) 'Measurement and comparison of serum neuregulin 1 immunoreactivity in control subjects and patients with schizophrenia: an influence of its genetic polymorphism', J Neural Transm, vol. 117, June, h. 887–895.

Simanjuntak, B.A. (2006) Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba hingga 1945, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Stahl, S.M. (2008) Essential Pharmacology Neuroscientific Basis and Practical Applications, 3rd

Stefansson, H., Sarginson, J., Kong, A., Yates, P., Steinthorsdottir, V., Gudfinnsson, E., Gunnarsdottir, S., Walker, N., Petursson, H., Crombie, C., Ingason, A., Andres, J.R., Stefansson, K. dan St Clair, D. (2003) 'Association of Neuregulin 1 with Schizophrenia Confirmed in a Scottish Population', The American Society of Human Genetics, vol. 72, h. 83-87.

edition, Cambridge: Cambridge University Press.

Stefansson, H., Sigurdsson, E., Steinthorsdottir, V., Bjornsdottir, S., Sigmundsson, T., Ghosh, S., Brynjolfsson, J., Gunnarsdottir, S., Ivarsson, O., Chou, T.T., Hjaltason, O., Birgisdottir, B., onsson, H., Gudnadottir, V.G., Gudmundsdottir, E., Bjornsson, A., Ingvarsson, B., Ingason, A., Sigfusson, S., Hardardottir, H. et al. (2002) 'Neuregulin 1 and Susceptibility to Schizophrenia', American Journal of Human Genetics, vol. 71, h. 877–892.

Talmage, D.A. (2008) 'Mechanisms of Neuregulin Action', National Institutes of Health, vol. 289, h. 74-93.


(3)

Tang, J.X., Chen, W.Y., He, G., Zhou, J., Gu, N.F., Feng, G.Y. dan He, L. (2004) 'Polymorphisms Within 5' End of Neuregulin 1 Gene are Genetically Associated with Schizophrenia in the Chinese Poplation', Molecular Psychiatry, vol. 9, h. 11-12.

Thomson, P.A., Christoforou, A., Morris, S.W., Adie, E., Pickard, B.S. dan Porteus, D.J. (2007) 'Association of Neuregulin 1 with Schizophrenia in A Second Cohort from The Scottish Population', Molecular Psychiatry, vol. 12, h. 94-104.

Tosato, S., Bellani, M., Bonetto, C., Ruggerii, M., Perlini, C., Lasalvia, A., Marinelli, V., Rambaldelli, G., Cristofalo, D., Bertani, M., Zanoni, M., Lazz, L., Cerini, R., Mucelli, R.P., Tansella, M., Dazzan, P., Forti, M.D., Murray, R.M., Collier, D.A. dan Brambilla, P. (2012) 'Is Neuregulin 1 Involved in Determining Cerebral Volumes in Schizophrenia? Preliminary Results Showing a Decrease in Superior Temporal Gyrus Volume', Neuropsychobiology, vol. 65, February, h. 119-125.

Tosato, S., Dazzan, P. dan Collier, D. (2005) 'Association Between the Neuregulin 1 Gene and Schizophrenia: A Systematic Review', Schizophrenia Bulletin, vol. 31, no. 3, August, h. 213-217.

Wang, F., Jiang, T., Sun, Z., Teng, S.-l., Luo, X., Zhu, Z., Zang, Y. dan Zhang, H. (2009) 'Neuregulin 1 Genetic Variation and Anterior Cingulum Integrity in Patients with Schizophrenia and Healthy Controls', Journal Psychiatry Neuroscience, vol. 34, no. 3, h. 181-186, Available: 3.

Wang, X.-D., Su, Y.-A., Guo, C.-M., Yang, Y. dan Si, T.-M. (2008) 'Chronic antipsychotic drug administration alters the expression of neuregulin 1Beta, ErbB2, ErbB3, and ErbB4 in the rat prefrontal cortex and hippocampus', International Journal of Neuropsychopharmacology, vol. 11, h. 553-561.

Williams, N.M., Preece, A., Spurlock, G., Norton, N., Williams, H.J., Zammit, S., O'Donovan, M.C. dan Owen, M.J. (2003) 'Support for Genetic Variation in Neuregulin 1 and Susceptibility to Schizophrenia', Molecular Psychiatry, vol. 8, h. 485-487.

Yang, J., Si, T., Ruan, Y., Ling, Y., Han, Y., Wang, X., Zhou, M., Zhang, H., Kong, Q., Liu, C., Zhang, D., Yu, Y., Liu, S., Ju, G., Shu, L., Ma, D. dan Zhang, D. (2003) 'Association study of neuregulin 1 gene with schizophrenia', Molecular Psychiatry, vol. 8, April, h. 706-709.

Zhang, H.X., Zhao, J.P., Lv, L.X., Li, W.Q., Xu, L. dan Quyang, X. (2008) 'Explorative Study on the Expression of Neuregulin-1 Gene in Peripheral Blood of Schizophrenia', Neurosci Lett, vol. 438, h. 1-5.

Zhao, X., Shi, Y., Tang, J., Tang, R., Yu, L., Gu, N., Feng, G., Zhu, S., Liu, H., Xing, Y., Zhao, S., Sang, H., Guan, Y., St Clair, D. dan He, L. (2004) 'A Case Control and Family Based Association Study of the Neuregulin 1 Gene and Schizophenia', J Med Genet, vol. 41, h. 31-34.


(4)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Penjelasan Untuk Penelitian

LEMBAR PENJELASAN UNTUK PENELITIAN

Bapak/Ibu/Sdr/I yang terhormat,

Saya sedang meneliti tentang peran zat pewaris sifat terhadap penyebab kerentanan gangguan mental emosional pada suku Batak. Gangguan mental emosional yang dimaksud di sini ditandai dengan gangguan proses pikir, alam perasaan dan tingkah laku. Timbulnya gangguan mental emosional ini pada seseorang dipengaruhi oleh faktor keturunan, biologik dan lingkungan sosial. Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan adanya peranan zat-zat pewaris sifat tertentu dalam kerentanan gangguan mental emosional ini.

Dalam rangka pencegahan timbulnya gangguan mental emosional tersebut, saya berupaya mengetahui peranan zat pewaris sifat tersebut.

Pada penelitian ini saya akan melakukan pengambilan darah sebanyak tiga perempat sendok teh (4cc) dari pembuluh darah di lengan, satu kali,untuk memeriksa zat pembawa sifat dan melihat bagaimana peranan zat tersebut dalam terjadinya gangguan mental emosional.

Kepada bapak/ibu/saudara/saudari tidak dikenakan biaya apapun. Semua informasi merupakan rahasia. Nama anda tidak akan dicantumkan, di semua formulir digunakan nomor kode.

Kepada bapak/ibu/saudara/saudari akan diberikan kompensasi atas kerugian waktu/ transpor/ pendapatan.


(5)

Partisipasi Bapak/ibu/ saudara/saudari dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan maupun tekanan dari pihak manapun. Seandainya Bapak/Ibu/Sdr/I menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka tidak akan kehilangan hak sebagai pasien.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan bapak/Ibu/Sdr/i yang terpilih sebagai sukarelawan dalam penelitian ini, dapat mengisi lembar persetujuan turut serta dalam penelitian yang telah disiapkan.

Jika selama menjalani penelitian ini terdapat hal-hal yang kurang jelas maka bapak/Ibu/Sdr/i dapat menghubungi saya: dr. Elmeida Effendy, Departemen Psikiatri FK USU, telepon 061-8211623 atau telepon genggam 08163131734. Terima kasih

Medan, Januari 2013 Hormat Saya,


(6)

Lampiran 2. Surat Pernyataan Persetujuan Ikut Dalam Penelitian

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Jenis kelamin :

Usia :

Alamat :

Hubungan dengan pasien :

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian peran zat pewaris sifat terhadap penyebab kerentanan gangguan mental emosional pada suku Batak dan setelah mendapat kesempatan tanya jawab tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, termasuk risikonya, maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia bahwa pasien diikutkan dalam penelitian tersebut.

Medan………..2013