Epidemiologi Gambaran klinis Skizofrenia paranoid

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Skizofrenia

Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis yang bervariasi, tetapi sangat destruktif, psikopatologinya mencakup aspek-aspek kognisi, emosi, persepsi dan aspek-aspek perilaku lainnya. Ekspresi dari manifestasi gangguan ini bervariasi di antara pasien, tapi efeknya selalu berlangsung lama dan berat. Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 25 tahun, dapat mengenai siapa saja dari kelompok sosial ekonomi manapun Sadock dan Sadock, 2007; Fatemi, 2008; Pesold, Roberts dan Kirkpatrick, 2004.

2.1.1. Epidemiologi

Di Amerika Serikat prevalensi seumur hidup untuk skizofrenia berkisar 1 , ini berarti 1 dalam 100 orang akan mengalami skizofrenia dalam hidupnya. Menurut studi The Epidemiological Catchment Area yang disponsori oleh National Institute of Mental Health prevalensi seumur hidup skizofrenia berkisar antara 0,6-1,9. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV Text Revised DSM-IV-TR insidens tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5-5,0 per 10.000 dengan beberapa variasi geografis.Insidens lebih tinggi pada orang–orang yang dilahirkan di daerah urban. Skizofrenia ditemukan ditemukan di seluruh kelas masyarakat dan area geografis, insidens dan rasio prevalens rata- rata sama di seluruh dunia Sadock dan Sadock, 2007; Task Force on Universitas Sumatera Utara DSM-IV, American Psychiatric Association, 2000; Van-Os dan Allardyce, 2009.

2.1.2. Etiologi

Etiologi skizofrenia terdiri dari : faktor-faktor biologik,psikososial dan genetik.

2.1.2.1. Faktor-faktor biologik

Faktor-faktor biologik terdiri dari :

2.1.2.1.1. Neurokimiawi otak

Terdiri dari hipotesis dopamin, hipotesis serotonin,hipotesis GABA, hipotesis glutamat Sadock dan Sadock, 2007; Benes dan Tamminga, 2002.

2.1.2.1.1.1. Hipotesis dopamin Formulasi paling sederhana dari hipotesis dopamin skizofrenia

menyatakan skizofrenia disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang berlebihan. Teori dasar ini tidak mengelaborasi apakah hiperaktivitas dopaminergik itu sehubungan dengan terlalu banyak pelepasan dopamin, terlalu banyak reseptor dopamin, hipersensitivitas reseptor dopamin terhadap dopamin atau kombinasi dari mekanisme-mekanisme ini Stahl, 2008; Guillin, Abi-Dargham dan Laruelle, 2007; Goto dan Grace, 2007; Bobo dan Rapoport, 2008; Abi-Dargham dan Grace, 2011.

2.1.2.1.1.2. Hipotesis serotonin

Hipotesis ini menyatakan serotonin yang berlebihan sebagai penyebab gejala positif dan negatif pada skizofrenia Sadock dan Sadock, 2007; Abi-Dargham, 2007. Universitas Sumatera Utara

2.1.2.1.1.3. Hipotesis gamma-aminobutiryc acid GABA

Neurotransmiter asam amino inhibitory gamma-aminobutiryc acid GABA dikaitkan dengan patofisiologi skizofrenia didasarkan pada penemuan bahwa beberapa pasien skizofrenia mempunyai kehilangan neuron-neuron GABA-ergic di hipokampus. GABA memiliki efek regulatory pada aktivitas dopamin, dan kehilangan neuron inhibitory GABA-ergic dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron-neuron dopaminergik Sadock dan Sadock, 2007; Lewis dan Hashimoto, 2007; Krystal dan Moghaddam, 2011.

2.1.2.1.1.4. Hipotesis glutamat

Glutamat dianggap terlibat karena penggunaan fensiklidin, suatu antagonis glutamat menghasilkan suatu sindroma akut yang serupa dengan skizofrenia Sadock dan Sadock, 2007.

2.1.2.1.2. Hipotesis

degeneratif saraf neurodegenerative hypothesis Sejumlah proses degeneratif saraf dihipotesiskan, berkisar dari apoptosis abnormal yang diprogram secara genetik, degenerasi dari neuron-neuron yang kritis, pemaparan prenatal terhadap anoksia, toksin- toksin, infeksi atau malnutrisi, proses kehilangan neuronal yang dikenal sebagai excitotoxicity akibat aksi berlebihan dari neurotransmiter glutamat. Jika neuron- neuron tereksitasi ketika memperantarai gejala-gejala positif, kemudian mati akibat proses toksik yang disebabkan neurotransmisi excitatory yang berlebihan, ini membawa ke stadium residual burn out dan Universitas Sumatera Utara gejal-gejala negatif Stahl, 2008; Stan, Lesselyong dan Ghose, 2009; Konrad dan Winterer, 2008; Balu dan Coyle, 2011.

2.1.2.1.3. Hipotesis perkembangan saraf neurodevelopmental

hypothesis Banyak teori-teori tentang skizofrenia menyatakan gangguan ini berasal dari abnormalitas dalam perkembangan otak. Sebagian menyatakan bahwa problem didapatkan dari lingkungan otak janin. Skizofrenia dapat berawal dengan proses degeneratif yang didapat yang berpengaruh dengan perkembangan saraf. Sebagai contoh skizofrenia meningkat pada orang-orang dengan riwayat semasa janin mengalami komplikasi obstetrik saat dalam kehamilan ibu, berkisar dari infeksi virus, kelaparan, proses autoimun dan masalah-masalah lain yang menyebabkan gangguan pada otak di awal perkembangan janin, dapat berkontribusi terhadap penyebab skizofrenia. Faktor-faktor ini juga akhirnya dapat mengurangi faktor-faktor pertumbuhan saraf dan merangsang proses-proses tetentu yang membunuh neuron-neuron yang kritis, seperti sitokin, infeksi virus, hipoksia, trauma, kelaparan atau stres Stahl, 2008; Busatto et al., 2010; Jaaro-Peled et al., 2009; Kato et al., 2011; Waddington dan Morgan, 2001; Harrison, Lewis dan Kleinman, 2011; Weinberger dan Levitt, 2011.

2.1.2.1.4. Elektrofisiologi

Studi-studi elektrofisiologi menunjukkan bahwa banyak pasien skizofrenia mempunyai rekaman elektrofisiologik abnormal, peningkatan sensitivitas terhadap prosedur aktivasi aktivitas spike yang sering setelah Universitas Sumatera Utara kurangnya tidur, penurunan aktivitas alfa, peningkatan aktivitas theta dan delta Sadock dan Sadock, 2007; Salisbury, Krljes dan McCarley, 2003; Winterer dan McCarley, 2011.

2.1.2.1.5. Psikoneuroimunologi

Sejumlah abnormalitas berkaitan dengan skizofrenia, mencakup penurunan produksi T-cell interleukin-2, pengurangan jumlah dan respons limfosit perifer, reaktivitas humoral dan seluler abnormal terhadap neuron, adanya antibodi brain-directed antibrain Stahl, 2008.

2.1.2.1.6. Psikoneuroendokrinologi

Banyak laporan menggambarkan perbedaan neuroendokrin pada pasien skizofrenia dan kelompok kontrol. Contohnya: abnormalitas dexamethason suppression test, penurunan luteinizing hormone dan follicle-stimulating hormone Stahl, 2008. 2.1.2.2. Faktor psikososial 2.1.2.2.1. Teori psikoanalitik Sigmund Freud menyatakan skizofrenia berasal dari perkembangan yang terfiksasi. Fiksasi ini mengakibatkan defek pada perkembangan ego dan defek-defek ini memberikan kontribusi terhadap gejala-gejala skizofrenia Sadock dan Sadock, 2007.

2.1.2.2.2. Dinamika keluarga

Sejumlah pasien skizofrenia berasal dari keluarga-keluarga yang disfungsi. Perilaku keluarga patologis dapat meningkatkan stres emosional yang merupakan hal yang rentan pada pasien skizofrenia untuk mengatasinya. Dinamika keluarga tersebut berupa double bind Universitas Sumatera Utara communication, schisms and skewed family, pseudomutual dan pseudohostile families, dan emosi yang diekspresikan secara tinggi Sadock dan Sadock, 2007.

2.1.2.3. Faktor genetik

Terdapat kontribusi genetik pada sebagian atau mungkin semua bentuk skizofrenia, dan proporsi yang tinggi dari variasi dalam kecenderungan skizofrenia sehubungan dengan efek genetik. Risiko menderita skizofrenia sebesar 1 pada populasi umum jika tidak ada keluarga yang terlibat. Bila salah satu orang tua menderita skizofrenia maka insidens untuk menderita skizofrenia sebesar 12. Insidens skizofrenia pada kembar dizigotik jika salah satu menderita skizofrenia sebesar 12, pada kembar monozigotik sebesar 47. Jika kedua orang tua menderita skizofrenia insidensnya sebesar 40 Sadock dan Sadock, 2007; Owen, ODonovan dan Harrison, 2005; Weeks dan Lange, 1988.

2.1.3. Gambaran klinis

Tidak ada gejala dan tanda klinis yang patognomonis untuk skizofrenia; setiap gejala atau tanda yang terlihat pada skizofrenia juga ada di gangguan neurologik dan psikiatrik lainnya. Gejala-gejala seorang pasien dapat berubah sejalan dengan waktu. Misalnya seorang pasien mungkin mengalami halusinasi intermiten atau kemampuan yang bervariasi dalam menghadapi situasi sosial secara adekuat, atau gejala- gejala gangguan mood yang bermakna dapat datang dan pergi selama perjalanan penyakit skizofrenia. Klinisi juga harus mempertimbangkan tingkat pendidikan, kemampuan intelektual, kultural dan sub kultural. Universitas Sumatera Utara Sebagai contoh, kemampuan yang terganggu untuk memahami konsep abstrak dapat mencerminkan pendidikan pasien atau intelegensianya. Organisasi keagamaan dan kebudayaan mungkin memiliki pola-pola yang kelihatan aneh bagi orang di luar tetapi normal bagi yang terlibat di dalamnya Sadock dan Sadock, 2007; Goldberg, David dan Gold, 2011; Yeganeh et al., 2011.

2.1.4. Skizofrenia paranoid

Skizofrenia paranoid ditandai oleh preokupasi satu atau lebih waham atau halusinasi pendengaran yang sering. Umumnya waham besar dan waham kejaran. Biasanya mengalami episode pertama pada usia yang lebih tua dibandingkan skizofrenia disorganized dan katatonik Sadock dan Sadock, 2007.

2.1.5. Diagnosis