Teori Glikosilasi Teori Pemendekan Telomer

metabolisme oksidatif yang sangat reaktif dapat bereaksi dengan unsur-unsur sel utama, termasuk protein, DNA, dan lipid untuk menghasilkan molekul-molekul disfungsional yang mengganggu fungsi sel tersebut Rochmah dan Aswin, 2001. Beberapa bukti menunjukan bahwa molekul yang terganggu tersebut berakumulasi menurut perjalanan umur tetapi relatif sedikit bukti bahwa akumulasi tersebut menyebabkan penurunan fungsi dan gangguan yang dapat menerangkan perbedaan laju menua antar spesies Rochmah dan Aswan, 2001. Meskipun demikian, berbagai bukti menunjukan bahwa pembatasan kalori calorie restriction pada rodentia menyebabkan kecenderungan kepekaan terhadap efek merusak oksidan termasuk radikal bebas Darmojo dan Martono, 2006. Selain itu, lalat transgenik atau keturunan selektif yang menunjukan kadar perlindungan anti oksidan sangat tinggi, ternyata hidup lebih lama dibandingkan kontrol Darmojo dan Martono, 2006. Dengan demikian, masih mungkin bahwa gangguan produksi oksidan dapat dipertimbangkan perannya dalam timbulnya perbedaan laju menua antarspesiesRochmah dan Aswin, 2001.

2.2.2. Teori Glikosilasi

Teori glikosilasi menyatakan bahwa glikosilasi nonenzimatik dapat menghasilkan perubahan bentuk protein, dan mungkin juga makromolekul lainnya, yang berakumulasi dan menyebabkan disfungsi pada binatang tua Rochmah dan Aswin, 2001. Teori glikosilasi yang meyatakan bahwa proses glikosilasi nonenzimatik yang menghasilkan pertautan glukosa protein yang disebut sebagai advanced glycation end productsAGEs dapat menyebabkan penumpukan protein dan makromolekul lain yang termodifikasi sehingga terjadi disfungsi pada hewan atau manusia yang menua Siti, 2006. Berbagai bentuk glikosilasi kolagen manusia berakumulasi menurut umur didalam tendo dan kulit Rochmah dan Aswin, 2001, meskipun protein berumur panjang lainnya hannya berubah sedikit. Teori glikosilasi ini didukung oleh temuan bahwa tikus CR mempunyai kadar glukosa darah rendah, dan dengan Universitas Sumatera Utara demikian akumulasi produk-produk glikosilasi juga lebih lambat sehingga umurnya menjadi lebih panjang Rochmah dan Aswin, 2001. 2.2.3. Teori Laju Reparasi DNA Penelitian Hart dan Setlow 1992 dalam Rochmah dan Aswin 2001 menunjukan adanya perbedaan pola reparasi kerusakan fibroblast antar spesies, setelah diberi penyinaran ultraviolet pada kultur fibroblast. Fibroblast dari spesies dengan lama hidup maksimum maximum life span yang panjang menunjukan reparasi DNA lebih cepat dan menunjukan korelasi yang tinggi pada berbagai ordo mamalia Siti, 2006.

2.2.4. Teori Pemendekan Telomer

Kromosom mamalia mempunyai bangunan khusus disebut telomer di ujung tiap lengan kromosom, terdiri atas DNA non koding yang memungkinkan replikasi RNA-primed ujung 5’kromosom, dan diduga dapat mencegah terjadinya aberasi kromosom tertentu Rochmah dan Aswin, 2001. Pada manusia panjang telomer sel-sel darah memendek secara proporsional dengan umur Siti, 2006. Menurut Hayflick 1980 dalam Hendra 2006 menyatakan bahwa bahwa sel-sel normal manusia dan binatang mempunyai kapasitas replikasi terbatas harus diintepretasi sebagai ekspresi penentuan menua pada tingkat sel. Temuan ini mempunyai implikasi adanya mekanisme penghitungan didalam sel, dan ini ternyata dikendalikan oleh pemendekan telomer pada setiap putaran replikasi DNA Rochmah dan Aswin, 2001.Oleh karena itu Hayflick 1998 dalam Rochmah dan Aswin 2001, menyarankan penggunaan istilah replikometer, karena replikasi dihitung sehingga istilah jam clock atau kronometer kurang tepat. Telomer terdiri atas untaian DNA yang berulang-ulang dan terletak diujung kromosom linear Sherwood, 2001.Pemendekan telomer yang terjadi pada beberapa kelas sel-sel somatik normal yang membelah mungkin sebagai replikometer yang menentukan berapa kali satu sel normal dapat membelah. Universitas Sumatera Utara Telomerase tidak ditemukan pada sel-sel normal yang dikultr yang bersifat immortal dan tidak menjadi tua Rochmah dan Aswin, 2001. 2.3. Homeostasia Glukosa Darah Pada Saat Sesudah Makan, Puasa, Olah Raga dan Adanya Stressor Beberapa jaringan dalam tubuh, seperti otak dan sel darah merah bergantung pada glukosa untuk memperoleh energi. Setelah makan-makanan tinggi karbohidrat, kadar glukosa darah meningkat dari kadar puasa sekitar 80-100 mgdl kekadar sekitar 120-140 mgdl dalam periode 30 menit sampai 1jam Marks, 2000. Konsentrasi glukosa dalam darah kemudian menurun kembali kerentang puasa dalam waktu sekitar 2 jam setelah makan Marks, 2000 Setelah makan, glukosa akan masuk kedalam aliran darah dan terjadi peningkatan konsentrasi glukosa dalam aliran darah dan kemudian merangsang sel beta pankreas untuk mensekresikan insulin dan menyebabkan penyimpanan glukosa kedalam hati, otot, dan adiposa. Glukosa disimpan dalam hati melalui proses glikogenesis dalam bentuk glikogen dan lipogenesis dalam bentuk trigliserida yang kemudian akan dibawa kedalam aliran darah dengan berikatan pada protein membentuk VLDL Murray, 2003 . Glukosa disimpan pada otot dalam bentuk glikogen melalui glikogenesis, sedangkan pada adiposa sendiri terjadi proses lipogenesis untuk membentuk trigliserida tetapi pembentukan trigliserida terutama terjadi pada hati Guyton, 2008. Setelah 2jam atau 3 jam puasa , glikogen mulai diuraikan oleh proses glikogenolisis, dan glukosa yang terbentuk dibebaskan kedalam darah Marks, 2000. Setelah simpanan glikogen telah habis dalam hati maupun otot, maka asupan glukosa berasal dari proses glukoneogenesis Murray, 2000. Bahan glukoneogenesis tersebut sebagian besar berasal dari asam laktat dari otot dan sel darah merah, kemudian asam amino dan gliserol Murray, 2000. Setelah terjadi proses glukoneogenesis yang sedemikian lama sehingga untuk menghindari terjadinya proses penguraian yang terus menerus maka tubuh akan menggunakan sumber energi alternative asam lemak melalui proses lipolisis Marks, 2000. Universitas Sumatera Utara Gliserol pada proses lipolisis juga dapat digunakan untuk proses glukoneogenesis. Perubahan dalam metabolisme glukosa yang berlangsung selama pepindahan dari keadaan kenyang kekeadaan puasa diatur oleh hormon insulin dan glukagon. Insulin meningkat pada keadaan kenyang dan glukagon meningkat selama keadaan puasa Sherwood, 2001. Dalam kriteria WHO 2006 dikatakan bahwa kadar glukosa darah puasa normal adalah dibawah 110mgdl dan glukosa darah sesudah makan adalah dibawah 140 mgdl. Dalam pengukuran ini standart spesimen yang digunakan adalah plasma vena. Kadar glukosa darah puasa pada kapilr, arteri maupun vena ternyata nilai sama atau tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Sedangkan kadar glukosa darah setelah makan ternyata jauh lebih tinggi kapiler daripada vena. Kadar glukosa darah dipertahankan, tidak saja pada keadaan puasa dan sesudah makan, tetapi juga sewaktu kita berolah raga saat sel otot menyerap glukosa dari darah dan mengoksidasinya untuk memperoleh energi. Selama berolah raga, hati memasok glukosa kedalam darah melalui proses glikogenolisis dan glukoneogenesis Marks, 2000. Stres juga dapat mempengaruhi kadar glukosa darah. Stres mengacu pada respons umum nonspesifik tubuh terhadap setiap faktor yang mengalahkan kemapuan kompensatorik tubuh dalam mempertahankan homeostasis Sherwood, 2001. Kortisol merupakan hormon yang paling berperan dalam keadan ini.

2.4. Dalam Keadaan KenyangSesudah Makan 30menit-60 menit sesudah makan