Kajian Pustaka tentang Produk

4. Efikasi Diri

Bandura (1995: 2) menyataka n bahwa efikasi diri adalah “beliefs in one's capabilities to organize and execute the courses of action required to manage prospective situations ” . Artinya, efikasi diri adalah keyakinan terhadap kemampuan seseorang untuk mengatur dan melaksanakan program tindakan yang diperlukan untuk mengelola berbagai kemungkinan situasi.

Schunk (1995: 112) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan seseorang tentang penyelesaian suatu tugas. Sedangkan Margolis & McCabe

(2006: 219) menyatakan bahwa “Self-efficacy is what students infer from the information from these sources; it is the judgment they make about their ability to succeed on a specific task or set of related tasks ” , yang berarti bahwa efikasi diri adalah penilaian yang dibuat seseorang tentang kemampuannya untuk berhasil pada tugas spesifik atau sekelompok tugas-tugas yang saling berhubungan.

Wade & Tavris (2007: 180) berpendapat bahwa efikasi diri adalah keyakinan seseorang bahwa dirinya mampu meraih hasil yang diinginkan, seperti penguasaan suatu keterampilan baru atau mencapai suatu tujuan. Sementara itu,

Santrock (2011b: 473) menyatakan bahwa “Self-efficacy is the belief that one can master a situation and produce positive outcomes ”. Artinya, efikasi diri adalah

keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai suatu situasi dan memproduksi hasil-hasil yang positif.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa efikasi diri adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan suatu tugas, menguasai situasi, mencapai suatu tujuan, dan menguasai suatu keterampilan.

Bandura (1995: 2) menyatakan bahwa efikasi diri mempengaruhi cara seseorang dalam berpikir, merasa, termotivasi, dan bertindak. Hoffman (2010: 277) menyatakan bahwa seseorang dengan efikasi diri yang tinggi lebih banyak dalam berusaha, mencoba masalah-masalah yang lebih menantang secara kognitif, gigih, dan menggunakan strategi-strategi menyelesaikan masalah secara produktif.

Zimmerman, Bonner, & Kovach (1996: 27) menyatakan bahwa efikasi diri siswa sangat penting untuk diperhatikan, khususnya oleh guru, karena efikasi diri tersebut berkaitan dengan keyakinan siswa mengenai keefektifan metode belajar yang digunakan. Berdasarkan pendapat Bruning, Schraw, & Norby, (2011: 328), efikasi diri merupakan faktor yang sangat mempengaruhi motivasi siswa dalam melaksanakan suatu tugas dan menghadapi tantangan-tantangan yang ada. Efikasi diri merupakan hal yang penting untuk dipelajari oleh guru agar siswanya berhasil dalam belajar matematika. Keberhasilan siswa dalam belajar matematika dapat diupayakan dengan meningkatkan efikasi diri siswa tersebut. Guru perlu Zimmerman, Bonner, & Kovach (1996: 27) menyatakan bahwa efikasi diri siswa sangat penting untuk diperhatikan, khususnya oleh guru, karena efikasi diri tersebut berkaitan dengan keyakinan siswa mengenai keefektifan metode belajar yang digunakan. Berdasarkan pendapat Bruning, Schraw, & Norby, (2011: 328), efikasi diri merupakan faktor yang sangat mempengaruhi motivasi siswa dalam melaksanakan suatu tugas dan menghadapi tantangan-tantangan yang ada. Efikasi diri merupakan hal yang penting untuk dipelajari oleh guru agar siswanya berhasil dalam belajar matematika. Keberhasilan siswa dalam belajar matematika dapat diupayakan dengan meningkatkan efikasi diri siswa tersebut. Guru perlu

Sebagaimana dinyatakan oleh Bandura (1997: 3-5), Usher & Pajares (2009: 89-90), dan Brown, Malouff, & Schutte (2013: 16-19) bahwa efikasi diri dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu mastery experience (penguatan pengalaman), vicarious experience (pengalaman yang mewakili), social persuasion (persuasi sosial), dan emotional and physiological states (keadaan afektif dan psikologis). Berikut ini penjelasan tentang keempat faktor yang mempengaruhi efikasi diri berdasarkan pendapat dari kedua ahli tersebut.

Faktor penguatan pengalaman dijelaskan dengan contoh yang diberikan oleh Usher & Pajares (2009: 89) berikut ini. Ketika siswa menyelesaikan suatu tugas di sekolah, siswa akan menerjemahkan dan mengevaluasi hasil yang diperolehnya, dan menilai kompetensi yang telah dicapai atau diperbaiki berdasarkan interpretasi siswa tersebut. Penguatan pengalaman berpengaruh besar terhadap siswa ketika siswa berhasil menyelesaikan suatu tugas menantang, terutama tugas yang dianggap sulit oleh orang lain. Sebagian besar siswa tidak mudah melupakan pengalaman tentang keberhasilan atau kegagalan yang dialaminya. Di dalam hal ini, keberhasilan siswa terhadap suatu pencapaian tugas akan lebih memberikan pengaruh yang lebih lama terhadap efikasi diri siswa tersebut.

Pengalaman orang lain yang dianggap dapat mewakili dirinya (vicarious experience ) berpengaruh terhadap efikasi diri seseorang. Sebagai contoh, siswa dapat meningkatkan efikasi dirinya dalam belajar geometri dengan cara mempelajari keberhasilan belajar geometri yang telah dicapai oleh temannya. Cara semacam ini dinamakan social modelling. Semakin mirip/terwakili karakter seseorang dengan model yang ditirunya, maka semakin besar peluang keberhasilan orang tersebut dalam menyelesaikan tugas-tugas yang serupa dengan apa yang dilakukan oleh model yang dianutnya. Keberhasilan yang diperoleh itu nantinya akan meningkatkan efikasi diri orang tersebut. Hal ini akan sulit terjadi jika model yang dicontoh tidak terlalu mewakili karakter seseorang yang mencontohnya.

Pendapat lain tentang vicarious experience dirujuk dari Light, Cox, & Calkins (2009: 110) yang menyatakan bahwa vicarious experience berhubungan dengan guru, cara guru tersebut mengajar, antusiame guru, ilustrasi yang digunakan guru, dan cara guru dalam melibatkan siswa. Berdasarkan hal tersebut, guru bertanggung jawab dalam memberikan pengaruh yang positif terhadap efikasi diri siswanya.

Faktor persuasi sosial (social persuasion) yang mempengaruhi efikasi diri seseorang berasal dari berbagai sumber, misalnya dari orangtua, guru, ataupun teman-teman sebayanya. Persuasi sosial yang dimaksud berupa dukungan yang mampu mempengaruhi persepsi seseorang terhadap kemampuannya. Seorang siswa akan dapat meningkatkan efikasi dirinya dalam belajar geometri di kelas jika memperoleh dukungan dan arahan dari gurunya. Terlebih dengan adanya dukungan dari orangtua, dukungan tersebut akan berpengaruh positif pada efikasi diri siswa.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi efikasi diri siswa adalah keadaan emosional dan psikologis seperti kecemasan, stress, kelelahan, dan suasana hati. Siswa belajar menginterpretasikan pemunculan psikologis sebagaimana suatu indikator kompetensi personal dengan cara mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam keadaan yang berbeda-beda. Reaksi emosional yang kuat terhadap tugas- tugas sekolah dapat mempengaruhi kesuksesan yang diharapkan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas itu. Kecemasan yang tinggi dapat mengurangi efikasi diri. Siswa yang mengalami perasaan takut terhadap apa yang akan atau sedang dikerjakannya kemungkinan menginterpretasikan rasa takutnya tersebut secara nyata.

Di samping memahami definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi efikasi diri siswa, guru juga perlu memahami bagaimana cara melakukan pengukuran efikasi diri siswa. Hal ini perlu dilakukan agar guru dapat mengetahui perkembangan siswa ditinjau dari efikasi diri siswa tersebut. Pengukuran efikasi diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagaimana dinyatakan oleh Zimmerman, Bonner, & Kovach (1996: 27). Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan metode angket.

Teknik penskalaan yang digunakan pada pengukuran efikasi diri dirujuk dari teknik penskalaan Bandura (2006: 312) yang telah dimodifikasi dari skala diskret 10-an dengan interval 0 s.d. 100 menjadi skala diskret 10-an dengan interval 0 s.d. 10. Berdasarkan pendapat Bandura (2006: 312), skala efikasi bersifat unipolar, yakni terbentang dari 0 sampai pada suatu nilai maksimum tertentu. Skala tersebut tidak melibatkan bilangan negatif karena tidak ada kriteria

yang lebih rendah dari kriteria “tidak dapat melakukan” yang direpresentasikan dengan bilangan 0. Penggunaan teknik skala diskret 10-an pada angket efikasi diri siswa memberikan peluang opsi yang lebih banyak bagi siswa dalam memilih derajat efikasi diri berdasarkan perasaan dan keyakinannya sendiri. Secara lebih rinci, teknik pengembangan instrumen efikasi diri siswa dalam belajar geometri disajikan pada lampiran.

Efikasi diri memiliki keterkaitan yang erat dengan prestasi belajar. Menurut Zimmerman (2000: 86), efikasi diri berperan penting dalam memotivasi seseorang untuk tekun dan berprestasi dalam bidang akademik. Sebagaimana diketahui bahwa efikasi diri merupakan bagian dari sikap. Ediger & Rao (2011: 9) menyatakan bahwa sikap yang baik dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Artinya, seseorang yang memiliki efikasi diri yang baik dimungkinkan dapat meningkatkan prestasi belajar matematikanya, termasuk prestasi belajar di bidang geometri. Ediger & Rao (2011: 9) juga mengungkapkan bahwa guru matematika dan siswa perlu mengembangkan konsep yang berkaitan dengan efikasi diri. Guru yang berefikasi (tinggi) cenderung lebih terbuka terhadap hal-hal yang baru, berkualitas dalam mengajar, termasuk menggunakan metode inkuiri, berani mengambil risiko dalam mencoba ide baru dalam wilayah pembelajaran. Efikasi diri menekankan pengambilan keputusan yang dibuat oleh individu terkait dengan kemampuannya untuk mencapai level performansi tertentu. Efikasi diri mengatur banyak fungsi dari diri manusia dan memediasi bagaimana individu berpikir, merasa, dan memotivasi dirinya sendiri. Kemudian, guru dapat mendampingi siswanya untuk mendapatkan pengaruh faktor-faktor eksternal seperti situasi keluarga atau sekolah dan lingkungan secara lebih baik.

Margolis & McCabe (2006: 220-225) menyatakan bahwa efikasi diri siswa dapat ditingkatkan dengan strategi-strategi yang dilakukan melalui tindakan Margolis & McCabe (2006: 220-225) menyatakan bahwa efikasi diri siswa dapat ditingkatkan dengan strategi-strategi yang dilakukan melalui tindakan

a. merencanakan tugas-tugas tantangan secara secara cukup (plan moderately challenging tasks );

b. menggunakan model-model tutor sebaya (use peer models);

c. membelajarkan strategi pembelajaran secara spesifik (teach specific learning strategies );

d. mendapatkan keuntungan dari pilihan dan minat siswa (capitalize on student choice and iterest ); dan

e. menguatkan usaha dan mengoreksi strategi yang digunakan siswa (reinforce efforts and correct strategy use ). Sedangkan strategi yang digunakan untuk meningkat efikasi diri siswa melalui ucapan meliputi:

a. membujuk siswa untuk berusaha (encourage students to try);

b. menekankan keberhasilan-keberhasilan yang baru saja dicapai (stress recent successes );

c. memberikan timbal balik yang sering, terfokus, dan spesifik (give frequent, focused, task-spesific feedback ); dan

d. menekankan pernyataan-pernyataan dukungan yang berguna (stress functional attribution statements ). Gillies (2007: 5) menyatakan bahwa pembelajaran yang melibatkan siswa untuk berkontribusi dan menerima pengakuan atas usaha mereka dalam suatu kelompok belajar dapat meningkatkan efikasi diri siswa tersebut.

5. Prestasi Belajar Siswa

Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu prestatie yang berarti hasil dari usaha. Secara terminologis, prestasi memiliki makna yang sama dengan achievement . Istilah ini banyak dipergunakan untuk menggambarkan tingkat pencapaian suatu tujuan tertentu melalui serangkaian usaha yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang. Berikut ini uraian mengenai pengertian prestasi belajar siswa menurut para ahli.

Djalal (1986: 4) berpendapat bahwa prestasi belajar siswa adalah gambaran kemampuan siswa yang diperoleh dari hasil penilaian proses belajar Djalal (1986: 4) berpendapat bahwa prestasi belajar siswa adalah gambaran kemampuan siswa yang diperoleh dari hasil penilaian proses belajar

Sementara itu, Winkel (2007: 275) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah bukti keberhasilan belajar siswa sesuai dengan bobot yang dicapainya. Bobot tersebut berupa nilai-nilai yang dinyatakan pada raport, indeks prestasi, angka kelulusan dan predikat keberhasilan. Menurut Winkel, prestasi dapat dijadikan pembanding kualitas usaha antara orang yang satu dengan lainnya dalam suatu kondisi tertentu.

Selain itu, Nitko & Brookhart (2011: 497) berpendapat bahwa “achievement is knowledge, skills, and abilities that students have developed as a result of instruction ”. Menurut pendapat Nitko & Brookhart tersebut, prestasi belajar siswa adalah pengetahuan, kecakapan-kecakapan, dan kemampuan yang telah dikembangkan siswa sebagai hasil pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa adalah bukti keberhasilan yang berkaitan dengan kemampuan, pengetahuan, dan kecakapan-kecakapan yang diperoleh dari hasil penilaian proses belajar siswa pada suatu waktu. Menurut pengertian tersebut, prestasi belajar siswa termasuk bagian dari hasil pembelajaran.

Muijs & Reynolds (2005: 232) menyatakan bahwa tes prestasi siswa dapat digunakan untuk mengukur performa siswa pada materi pembelajaran atau topik tertentu dalam suatu kurun waktu tertentu. Sementara itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2015: 14) menyatakan bahwa tes tertulis digunakan untuk mengukur atau memperoleh informasi tentang kemampuan peserta tes yang dilakukan dengan soal dan jawaban yang disajikan secara tertulis. Di samping itu juga disebutkan bahwa tes tertulis dapat dilakukan dengan menggunakan instrument berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar- salah, menjodohkan, dan uraian. Berdasarkan pendapat Miller, Linn, & Gronlund

(2009: 194), tes pilihan ganda memiliki fleksibilitas dalam mengukur berbagai level kognitif sehingga tes ini digunakan secara luas dalam pengukuran prestasi belajar.

C. Spesifikasi Produk

Produk berupa “Perangkat Pembelajaran Geometri SMA dengan Mengadaptasi Model CORE” ini disusun sebagai referensi pengembangan perangkat pembelajaran yang diorientasikan untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, efikasi diri, dan prestasi belajar siswa SMA. Produk tersebut terdiri dari RPP dan LKS. Produk tersebut telah dikembangkan sesuai dengan ketentuan pengembangan perangkat berdasarkan Kurikulum 2013 dan telah teruji kualitasnya. Kualitas produk ini telah memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, efikasi diri, dan prestasi belajar geometri siswa SMA. Kompetensi dasar yang dikembangkan pada produk tersebut meliputi kompetensi dasar pada ruang lingkup geometri SMA.

Adapun ciri-ciri khusus pada perangkat yang dikembangkan terdapat pada metode dan tahapan pembelajaran yang digunakan. Metode yang digunakan adalah diskusi. Sedangkan tahapan pembelajaran yang digunakan meliputi: a) connecting dengan aktivitas mengamati (observing) dan menanya (questioning),

b) organizing dengan aktivitas mengasosiasikan informasi/eksperimen (experi- mentting ), c) reflecting dengan aktivitas menalar (associating) dan mengomu- nikasikan (communicating), dan d) extending dengan aktivitas menyelesaikan masalah geometri.

D. Prosedur Pengembangan Produk

Prosedur yang digunakan dalam pengembangan produk ini merujuk pada prosedur pengembangan model Borg & Gall yang dimodifikasi oleh peneliti. Prosedur pengembangan model Borg & Gall (1983: 775) terdiri dari 10 tahap, yaitu: 1) penelitian dan pengumpulan informasi (research and information collecting ); 2) perencanaan (planning); 3) pengembangan bentuk awal produk (develop pre-liminary form product); 4) percobaan awal lapangan (preliminary Prosedur yang digunakan dalam pengembangan produk ini merujuk pada prosedur pengembangan model Borg & Gall yang dimodifikasi oleh peneliti. Prosedur pengembangan model Borg & Gall (1983: 775) terdiri dari 10 tahap, yaitu: 1) penelitian dan pengumpulan informasi (research and information collecting ); 2) perencanaan (planning); 3) pengembangan bentuk awal produk (develop pre-liminary form product); 4) percobaan awal lapangan (preliminary

Prosedur tersebut dimodifikasi oleh peneliti menjadi prosedur baru yang meliputi: 1) studi pendahuluan; 2) perencanaan; 3) pengembangan rancangan produk awal; 4) percobaan terbatas; 5) revisi tahap I; 6) percobaan operasional; 7) revisi tahap II; dan 8) pembagian produk akhir. Berikut ini bagan yang menyajikan prosedur pengembangan perangkat dalam penelitian ini.

Studi Pengembangan

Pendahuluan

Perencanaan

Rancangan Produk Awal

Percobaan

Operasional Revisi I

Percobaan Terbatas

Pembagian

Revisi II

Produk Akhir

Gambar 4. Bagan Prosedur Pengembangan Produk

Berdasarkan bagan tersebut, terdapat 8 tahapan pokok dalam mengembang- kan perangkat pembelajaran. Berikut ini rincian kedelapan tahapan tersebut.

1. Tahap Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan merupakan langkah awal dalam penelitian pengembangan yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang pembelajaran matematika di sekolah. Studi pendahuluan dilakukan dengan cara melakukan kajian literatur, observasi, dan wawancara dengan guru matematika sebagai subjek yang merancang, melaksanakan, mengawasi, dan mengevaluasi kegiatan belajar siswa.

2. Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan meliputi: a) pengumpulan referensi-referensi yang berkaitan dengan pengembangan perangkat pembelajaran, model pembelajaran CORE, kemampuan menyelesaikan masalah, efikasi diri, dan prestasi belajar geometri, dan b) penyusunan jadwal penelitian.

3. Tahap Pengembangan Rancangan Produk Awal

Tahap ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Penentuan KD

Kompetensi Dasar (KD) ditentukan berdasarkan permasalahan yang melatarbelakangi penelitian ini, yakni yang berkaitan dengan geometri. Penentuan tersebut dilakukan dengan cara meninjau Kompetensi Inti (KI) dan Komptensi Dasar (KD) ruang lingkup geometri SMA pada Lampiran Permendikbud Nomor

69 Tahun 2013.

b. Penentuan Indikator Keberhasilan

Penentuan indikator keberhasilan belajar siswa dilakukan dengan merujuk kajian pustaka tentang keefektifan pembelajaran yang ditinjau dari kemampuan menyelesaikan masalah, efikasi diri, dan prestasi belajar geometri siswa SMA.

c. Penentuan Materi

Penentuan materi didasarkan pada masalah penelitian dan dikembangkan dari silabus. Di samping itu, penentuan materi juga didasarkan pada relevansi, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi sesuai pedoman pembelajaran Kurikulum 2013 sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013 dan Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014. Relevansi yang dimaksud adalah hubungan antara materi yang dikembangkan dengan materi yang dibutuhkan oleh siswa SMA berdasarkan silabus dan Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013. Sedangkan tingkat kesukaran disesuaikan dengan kemampuan kognitif siswa SMA yang mulai mampu mempelajari materi-materi secara formal sebagaimana dinyatakan dalam Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014. Adapun tinjauan tentang urutan penyajian materi didasarkan pada silabus. Di samping itu, penentuan materi pembelajaran dapat ditinjau dari buku teks pelajaran, buku pegangan guru, dan sumber belajar lain berupa muatan lokal dan/atau materi kekinian sebagaimana ditentukan dalam Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014.

d. Penentuan Model Pembelajaran

Model pembelajaran dipilih berdasarkan hasil studi pendahuluan. Penentuan tersebut dilakukan dengan mengkaji kesesuaian model pembelajaran dengan masalah dalam pembelajaran dan kebutuhan belajar siswa di kelas.

e. Perancangan Perangkat Pembelajaran

Perancangan perangkat pembelajaran meliputi penentuan format penulisan, ciri-ciri fisik, dan karakteristik khusus rancangan perangkat pembelajaran.

1) Perancangan Draf RPP

Rancangan produk awal berupa RPP pada penelitian ini disebut draf RPP. Rujukan utama yang digunakan untuk merancang draf RPP tersebut adalah panduan penyusunan RPP Kurikulum 2013. Format dan prinsip- prinsip perancangan tersebut dijelaskan pada kajian teori penyusunan RPP.

Draf RPP ditulis pada kertas A4 dan menggunakan Kaidah Penulisan Bahasa Indonesia yang baku. Huruf yang digunakan berjenis Times New Roman dengan ukuran huruf 12. Teks pada draf RPP ditulis rata kanan dan kiri. Margin kiri berukuran 4 cm. Sedangkan margin atas, kanan, dan bawah masing-masing berukuran 3 cm. Teknis penulisan ini bersifat fleksibel, dalam arti, dapat disesuaikan dengan kebutuhan guru. Namun demikian, penulisan harus menggunakan Kaidah Penulisan Bahasa Indonesia yang baku.

Karakteristik khusus draf RPP ini terdapat pada bagian metode dan langkah-langkah pembelajaran yang mengacu pada model pembelajaran CORE dengan aktivitas-aktivitas belajar yang bercirikan pendekatan Saintifik. Metode pembelajaran yang digunakan adalah diskusi. Sedangkan langkah-langkah pembelajaran terdiri dari 4 tahapan pokok yang meliputi tahap connecting dengan aktivitas mengamati (observing) dan menanya (questioning), tahap organizing dengan aktivitas mengasosiasikan informasi/ eksperimen (experimenting), tahap reflecting dengan aktivitas menalar (associating) dan mengomunikasikan (communicating), dan tahap extending dengan aktivitas menyelesaikan masalah geometri.

Draf RPP tersebut diwujudkan secara operasional dalam format berikut.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

Satuan Pendidikan : SMA/MA Mata Pelajaran

: Matematika

Kelas/Semester

Materi Pokok

: Geometri

Alokasi Waktu : ... Pertemuan (... × 45 menit) Submateri

Pertemuan ke-

A. Kompetensi Inti

(Diuraikan KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4 yang dikembangkan)

B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi Kompetensi Dasar

Indikator

KD pada KI-1 (Dituliskan penjabaran indikator KD pada KI-1) KD pada KI-2

(Dituliskan penjabaran indikator KD pada KI-2) KD pada KI-3

(Dituliskan penjabaran indikator KD pada KI-3) KD pada KI-4

(Dituliskan penjabaran indikator KD pada KI-4)

C. Tujuan Pembelajaran Pertemuan Ke-… Kompetensi Sikap Spiritual (KI-1) dan Kompetensi Sikap Sosial (KI-2):

(Diuraikan tujuan pembelajaran pada pertemuan ini sesuai dengan penjabaran indikatornya )

Kompetensi Pengetahuan (KI-3) dan Kompetensi Keterampialan (KI-4):

(Diuraikan tujuan pembelajaran pada pertemuan ini sesuai dengan penjabaran indikatornya )

D. Materi Pembelajaran

(Diuraikan materi pembelajaran yang disesuaikan dengan silabus, buku teks, buku pegangan guru, dan sumber lainnya )

E. Model dan Metode Pembelajaran

Model Pembelajaran: CORE Metode Pembelajaran: diskusi dan penugasan.

F. Langkah-Langkah Pembelajaran

1. Kegiatan Pendahuluan (10 menit) Alokasi

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Waktu

Pengkondisian

2 menit (Diuraikan kegiatannya)

Pengkondisian

(Diuraikan kegiatannya)

3 menit (Diuraikan kegiatannya)

Apersepsi

Apersepsi

(Diuraikan kegiatannya)

Motivasi

5 menit (Diuraikan kegiatannya)

Motivasi

(Diuraikan kegiatannya)

2. Kegiatan Inti (70 Menit) Sintak

Tahap Pembelajaran dengan Model Alokasi Saintifik

CORE

Waktu

Kegiatan Guru

Kegiatan Siswa

(Diuraikan menit

30 Mengumpulkan (Diuraikan

Organizing

Organizing

(Diuraikan menit

(Diuraikan menit

(Diuraikan menit

kegiatannya )

kegiatannya )

3. Kegiatan Penutup (10 Menit) Alokasi

Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Waktu

(Diuraikan kegiatannya) (Diuraikan kegiatannya)

10 menit

G. Penilaian

1. Jenis/Teknik Penilaian

2. Instrumen Penilaian

3. Pedoman Penskoran

4. Penilaian Akhir

H. Media dan Sumber Pembelajaran

(Dituliskan media dan sumber pembelajaran yang digunakan)

2) Perancangan Draf LKS

Rancangan produk awal berupa LKS pada penelitian ini disebut draf LKS. Rujukan utama yang digunakan untuk merancang draf LKS tersebut adalah panduan penyusunan bahan ajar berdasarkan Kurikulum 2013. Format dan prinsip-prinsip perancangan tersebut dijelaskan pada kajian teori penyusunan LKS.

Draf LKS ditulis pada kertas A4 dan menggunakan Kaidah Penulisan Bahasa Indonesia yang baku. Huruf yang digunakan berjenis Times New Roman dengan ukuran huruf 12. Teks pada draf RPP ditulis rata kanan dan kiri. Margin kiri berukuran 4 cm dan margin kanan berukuran 3 cm. Sedangkan margin atas dan margin bawah masing-masing berukuran 2 cm. Teknis penulisan ini bersifat fleksibel, dalam arti, dapat disesuaikan dengan kebutuhan guru. Namun demikian, penulisan harus menggunakan Kaidah Penulisan Bahasa Indonesia yang baku.

Komponen-komponen dalam draf LKS meliputi: a) identitas siswa; b) kode LKS; c) identitas LKS; d) petunjuk; e) tahap-tahap kegiatan belajar siswa; f) tabel pengamatan/hasil diskusi; dan g) pertanyaan-pertanyaan atau latihan soal.

Sebagai ciri khas, draf LKS berisi kegiatan belajar sesuai model pembelajaran CORE yang memfasilitasi siswa untuk dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, efikasi diri, dan prestasi belajar geometri melalui tahap Koneksi, Organisasi, Refleksi, dan Ekstensi.

Draf LKS diwujudkan secara operasional dalam format berikut ini.

Nama KODE LKS Sekolah

Kelas

LEMBAR KERJA SISWA

Mata Pelajaran : Matematika Kelas/Semester : …/… Materi

: Geometri

Submateri

: ... (Pertemuan ke-...)

Alokasi Waktu :

… x 45 menit

LKS ini digunakan sebagai salah satu sarana untuk mencapai KD …:

(Diuraikan Kompetensi Dasar yang ingin dicapai)

Petunjuk Pengerjaan LKS:

1. Kerjakan kegiatan pada tahap Koneksi, Refleksi, dan Ekstensi secara mandiri.

2. Kerjakan kegiatan pada tahap Organisasi dengan cara berdiskusi bersama kelompokmu.

3. Gunakan beberapa referensi/sumber bacaan yang dapat membantumu mengerjakan LKS ini.

A. Tahap Koneksi (Connecting)

(Dituliskan kegiatan belajar yang dapat menghubungkan materi prasyarat yang telah dipelajari sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari siswa. Pada bagian ini dapat disertakan gambar dan/atau pertanyaan-pertanyaan yang membantu siswa mengingat materi prasyarat )

B. Tahap Organisasi (Organizing)

(Dituliskan topik atau masalah untuk diskusi siswa secara berkelompok. Pada bagian ini dapat disertakan gambar, tabel, dan/atau pertanyaan-pertanyaan)

C. Tahap Refleksi (Reflecting)

(Dituliskan perintah untuk mengajukan suatu soal terkait materi yang dipelajari beserta cara penyelesaiannya atau menjawab pertanyaan- pertanyaan untuk mengecek pemahaman siswa terhadap materi )

D. Tahap Ekstensi (Extending)

(Dituliskan soal-soal berbasis masalah yang berkaitan dengan materi yang telah dipelajari pada pertemuan ini atau yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya )

Paraf Connecting Organizing Reflecting Extending Rata-Rata

Nilai (Diisi oleh Guru)

Guru

f. Validasi Perangkat Pembelajaran

Validasi perangkat dilakukan oleh ahli media dan pembelajaran matematika. Hal ini dilakukan agar rancangan awal perangkat yang akan dicobakan terbukti memiliki validitas isi dan konstruk yang baik. Di samping itu, hasil validasi berupa saran-saran dari validator digunakan sebagai pertimbangan untuk merevisi perangkat pembelajaran.

4. Tahap Percobaan Terbatas

Percobaan terbatas ini dilakukan untuk mengetahui kepraktisan rancangan awal perangkat dan keterlaksanaan pembelajaran. Percobaan terbatas dilakukan pada sampel berukuran kecil, misalnya 6 siswa. Di samping itu, guru diminta untuk menilai kepraktisan rancangan awal perangkat pada lembar penilaian guru.

5. Tahap Revisi I

Setelah melakukan percobaan terbatas, dilakukan tahap revisi I yang didasarkan pada analisis hasil percobaan terbatas yang meliputi analisis kepraktisan rancangan awal perangkat pembelajaran.

6. Tahap Percobaan Operasional

Tahap percobaan operasional melibatkan seluruh sampel penelitian. Tahap ini dilakukan untuk menjawab rumusan masalah dan pertanyaan penelitian. Kegiatan yang dilakukan meliputi pemberian pretest, pembelajaran, dan pemberian posttest.

7. Tahap Revisi II

Revisi II merupakan perbaikan terakhir pada produk. Kegiatan ini menghasilkan produk akhir berupa perangkat pembelajaran geometri berupa RPP dan LKS model CORE yang telah teruji kevalidan, kepraktisan, dan keefektifannya dalam meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, efikasi diri, dan prestasi belajar geometri siswa SMA.

8. Pembagian Produk Akhir

Produk yang telah valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, efikasi diri, dan prestasi belajar geometri siswa SMA, perangkat tersebut diproduksi dan dibagikan kepada guru matematika atau pada pihak-pihak lain yang memerlukannya. Selain itu, produk tersebut juga dapat dipublikasikan di internet. Hal ini dilakukan untuk memberikan manfaat yang lebih nyata bagi sekolah, guru, dan siswa, serta praktisi pendidikan yang memerlukannya.

E. Pedoman Penggunaan Produk

Produk berupa RPP dan LKS digunakan secara bersama-sama. Pada setiap pertemuan, guru menggunakan satu RPP dan satu LKS. Sebagian isi dari produk tersebut seperti alokasi waktu, uraian langkah-langkah pembelajaran, dan penilaian dapat diubah oleh guru sesuai dengan kondisi dan kebutuhan dalam pembelajaran. Manajemen waktu pada saat pembelajaran berlangsung sangat diperlukan agar setiap tahap pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Isi pada tahap Organisasi dan Ekstensi dalam LKS tersebut dapat diberikan sepenuhnya atau sebagian saja pada siswa sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

Pengaruh mutu mengajar guru terhadap prestasi belajar siswa bidang ekonomi di SMA Negeri 14 Tangerang

15 165 84

Hubungan kecerdasan emosional dengan hasil belajar pada mata pelajaran ekonomi di kelas X SMA Darussalam Ciputat Tangerang Selatan

16 134 101

Analisis Orientasi Pembelajaran Dan Orientasi Pasar Terhadap Keunggulan Bersaing Pada IKM Sepatu Di Cibaduyut Kecamatan Bojongloa Kidul Bandung

9 87 167

Pembangunan aplikasi e-learning sebagai sarana penunjang proses belajar mengajar di SMA Negeri 3 Karawang

8 89 291

Aplikasi Objek Wisata Di Kota Bandung Pada Perangkat Mobile Berbasis Android

32 124 111

HUBUNGAN ANTARA KELENTUKAN DAN KESEIMBANGAN DENGAN KEMAMPUAN BACK OVER DALAM SENAM PADA SISWA SMA NEGERI 05 BANDAR LAMPUNG

0 42 1

EFEKTIVITAS MEDIA PENYAMPAIAN PESAN PADA KEGIATAN LITERASI MEDIA (Studi pada SMA Negeri 2 Bandar Lampung)

15 96 159

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82