PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS

B. PELAYANAN DAN REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS

1. Arah Kebijakan

a. Meningkatkan jangkauan dan efektifitas pelayanan deteksi dini dan intervensi awal

Perluasan jangkauan pelayanan deteksi dini dan intervensi awal diarahkan pada wilayah-wilayah kabupaten yang belum memiliki sumber-sumber pelayanan yang memadai serta masih mengalami Perluasan jangkauan pelayanan deteksi dini dan intervensi awal diarahkan pada wilayah-wilayah kabupaten yang belum memiliki sumber-sumber pelayanan yang memadai serta masih mengalami

c. Meningkatkan Kualitas Penyelenggaraan Rehabilitasi Vokasional

Kualitas rehabilitasi vokasional ditingkatkan melalui layanan pelatihan ketrampilan secara berjenjang dari tingkat dasar hingga mahir. Jenis pelatihan ketrampilan disediakan berdasarkan hasil riset pasar sehingga sesuai dengan kebutuhan dunia usaha (pasar). Penyelenggaraan rehabilitasi vokasional juga ditunjang dengan program magang, pendampingan dan advokasi untuk mendapatkan hak atas pekerjaan. Dinas Sosial bekerja sama dengan SKPD yang lain, lembaga, dunia usaha dan stakeholder lainnya menyelenggarakan job fair untuk mempermudah akses penyandang disabilitas dalam memperoleh pekerjaan. Selain itu juga melakukan kemitraan usaha dengan berbagai perusahaan, baik untuk tujuan magang maupun kemitraan pengembangan usaha yang dikelola oleh penyandang disabilitas.

keterlibatannya sejak proses perencanaan, pelaksanaan maupun monitoring evaluasi program.

Partisipasi juga dapat direalisasikan melalui keterlibatan penyandang disabilitas dalam organisasi-organisasi para penyandang disabilitas di wilayahnya. Pemerintah memfasilitasi organisasi atau perkumpulan penyandang disabilitas dan mendorong anggotanya untuk aktif dalam seluruh kegiatan perkumpulan.

Partisipasi yang nyata juga diwujudkan di dalam kehidupan sosial masyarakat. Pemerintah mendorong dan memfasilitasi penyandang disabilitas untuk secara aktif terlibat dalam seluruh kegiatan di masyarakat, termasuk keterlibatan mereka dalam perencanaan pembangungan (Musrenbang) di wilayahnya.

e. Meningkatkan jangkauan pelayanan alat bantu adaptif

Partisipasi penuh hanya dapat diwujudkan apabila tersedia kemudahan bagi penyandang disabilitas untuk melakukan mobilitas. Pemerintah memfasilitasi mobilitas penyandang disabilitas dengan menyediakan alat bantu adaptif. Alat bantu ini akan memungkinkan penyandang disabilitas untuk terllibat dalam kehidupan masyarakat serta memberi kemudahan dalam melakukan aktivitas, baik di rumah maupun di tempat publik. Dengan adanya alat bantu, penyandang disabiliotas dapat lebih mudah mengakses berbagai pelayanan yang disediakan pemerintah. Hak-hak penyandang disabilitas dapat dipenuhi.

f. Memperluas Jangkauan Pelayanan Asistensi Sosial f. Memperluas Jangkauan Pelayanan Asistensi Sosial

g. Memperkuat Dukungan Anak-Anak Disabilitas Yang Bersekolah di SDLB

Sebagai bentuk dukungan pemenuhan hak atas pendidikan bagi anak- anak penyandang disabilitas, pemerintah menyediakan fasilitas asrama bagi mereka. Fasilitas asrama memungkinkan anak-anak disabilitas yang tempat tinggalnya jauh dari SLB untuk dapat menikmati pendidikan.

Asrama murid SDLB selama ini disediakan oleh Dinas Sosial. Seiring dengan perubahan kebijakan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus (anak-anak disabilitas) yang memprioritaskan model sekolah inklusi, pemerintah hanya mempertahankan beberapa SDLB. SDLB menjadi tangung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota, sementara SLB menjadi kewenangan pemerintah propinsi.

Sejalan dengan perubahan kebijakan tersebut, fasilitasi asrama bagi murid – murid penyandang disabilitas juga disesuaikan pengelolannya dengan kebijakan tesebut. Fasilitasi asrama menjadi bagian dari pengelolaan Sekolah Luar Biasa atau SDLB. Dengan demikian yang mempunyai kewenangan dalam penyediaan fasilitas tersebut adalah penyelenggara layanan pendidikan. Dinas Sosial perlu mempersiapkan untuk menyerahkan kewenangan ini kepada Dinas pendidikan yang Sejalan dengan perubahan kebijakan tersebut, fasilitasi asrama bagi murid – murid penyandang disabilitas juga disesuaikan pengelolannya dengan kebijakan tesebut. Fasilitasi asrama menjadi bagian dari pengelolaan Sekolah Luar Biasa atau SDLB. Dengan demikian yang mempunyai kewenangan dalam penyediaan fasilitas tersebut adalah penyelenggara layanan pendidikan. Dinas Sosial perlu mempersiapkan untuk menyerahkan kewenangan ini kepada Dinas pendidikan yang

g. Meningkatnya anak-anak disabilitas yang terpenuhi hak-nya untuk memperoleh pendidikan.

h. Meningkatnya dukungan dari lembaga dan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan dan rehabilitasi sosial.

i. Terwujudnya masyarakat inklusif, yang menghormati dan menghargai hak-hak penyandang disabilitas.

3. Strategi

a. Pendataan Penyandang Disabilitas

Penyediaan data yang valid menjadi kebutuhan utama untuk menyelenggarakan pemenuhan dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas. Sampai saat ini data penyandang disabilitas yang tersedia masih terbatas pada penyandang disabilitas yang mengalami permasalahan sosial. Data penyandang disabilitas lainnya tidak tersedia, sementara penyusunan kebijakan dan program membutuhkan base line data yang valid. Dinas Sosial selama ini berpegang pada kerangka berpikir bahwa hanya penyandang disabilitas yang mengalami masalah sosial (miskin dan terlantar) yang membutuhkan pelayanan dan rehabilitasi. Persoalan diskriminasi dialami oleh penyandang disabilitas yang bukan kategori miskin dan terlantar dianggap tidak terjadi.

Seiring dengan perubahan perspektif yang mengarah pada human right , maka kebijakan dan program pelayanan dan rehabilitasi bukan Seiring dengan perubahan perspektif yang mengarah pada human right , maka kebijakan dan program pelayanan dan rehabilitasi bukan

Sejauh ini, target atau capaian yang ditetapkan sangat rendah, dalam arti hanya mengukur output dari suatu kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial. Manfaat dan perubahan-perubahan yang lebih baik pada diri penyandang disabilitas jarang dievaluasi. Penetapan kebijakan terbaru yang tertuang dalam Peraturan Daerah dan Peraturan Gubernur menjadi landasan dan payung hukum untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan rehabilitasi sosial.

Kualitas pelayanan ditingkatkan melalui optimalisasi program dan kegiatan rehabilitasi sosial. Bimbingan ketrampilan, misalnya perlu direvitalisasi jenis dan tingkatannya, tidak hanya terus menerus menyelenggarakan pelatihan tingkat dasar tetapi juga pelatihan yang lebih advanced. Jenis pelatihan juga dikembangkan sesuai dengan permintaan pasar kerja, tidak lagi hanya sekedar menyesuaikan dengan peralatan pelatihan ketrampilan dan instruktur yang sudah ada. Pemasaran hasil produksi perlu didukung dengan menyediakan ruang pameran hasil produksi yang mudah diakses oleh publik seperti di Pusat-pusat Perbelanjaan.

Persoalan sosial lain yang sampai saat ini belum dihandle adalah diskriminasi dan stigma yang masih terjadi di masyarakat. Oleh karena itu diperlukan aksi-aksi sosial yang bersifat inklusif, untuk memfasilitasi proses-proses sosial di masyarakat yang memungkinkan interaksi dan komunikasi yang inten antara para penyandang disabilitas dengan warga masyarakat. Rehabilitasi Berbasis Masyarakat yang selama ini lebih dipraktekan sebagai pembentukan kader RBM, perlu Persoalan sosial lain yang sampai saat ini belum dihandle adalah diskriminasi dan stigma yang masih terjadi di masyarakat. Oleh karena itu diperlukan aksi-aksi sosial yang bersifat inklusif, untuk memfasilitasi proses-proses sosial di masyarakat yang memungkinkan interaksi dan komunikasi yang inten antara para penyandang disabilitas dengan warga masyarakat. Rehabilitasi Berbasis Masyarakat yang selama ini lebih dipraktekan sebagai pembentukan kader RBM, perlu

Sektor privat juga dapat melakukan pendampingan dalam bidang peningkatan kualitas produksi, introduksi peralatan, alih teknologi, pemasaran maupun permodalan. Kebijakan yang bersifat afirmatif perlu segera direalisasikan bersamaan dengan upaya membangun MOU dengan dunia usaha.

Kemitraan dengan Perguruan Tinggi diwujudkan melalui kerjasama dalam program-program pendampingan, KKN, Praktikum, penelitian dan kajian yang terkait dengan tema disabilitas. Perguruan Tinggi diarahkan dan didorong untuk menerapkan kebijakan afirmasi yang memebri quota khusus bagi mahasiswa penyandang disabilitas. Teknologi di bidang rehabilitasi medis, arsitektur bangunan, juga didorong untuk mengakomodasi permasalahan penyandang disabilitas.